Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN

Penggunaan polimer biodegradabel sintetik dalam dua dekade ini berkembang dengan pesat terutama di bidang farmasi dan kemasan (Leksono 2008). Berdasarkan laporan BPS (1999), produksi polimer biodegradabel di dunia diproyeksikan mencapai hampir 1,200,000 ton/tahun. Di beberapa negara maju, bahan polimer biodegradabel sudah ada yang diproduksi secara komersial, seperti poli(hidroksi alkanoat) (PHA), poli(-kaprolakton) (PCL), dan poli(butilena suksinat) (PBS), namun sebagian besar bahan baku untuk pembuatan polimer biodegradabel tersebut masih menggunakan sumberdaya alam yang tidak terbarukan (non-renewable resources) dan tidak hemat energi. Oleh karena itu, poliasamlaktat (PLA) menjadi kandidat yang menjanjikan karena dapat diproduksi dari bahan alam seperti pati-patian (Pranamuda 2001). Aplikasi PLA dalam industri farmasi digunakan sebagai bahan penyalut obat, benang jahit pembedahan, dan media transplantasi jaringan atau peralatan ortopedik (Lu & Chen 2004). PLA pada umumnya dibuat dengan menggunakan katalis. Katalis yang biasa digunakan dalam pembuatan PLA adalah timah(II) oktoat (SnOct2). SnOct2 merupakan katalis homogen dan bersifat toksik. Katalis ini sulit dipisahkan bila sudah berikatan dengan polimer (Badami 2004). Hal ini, tentunya sangat berbahaya jika PLA dimanfaatkan sebagai bahan penyalut obat. Selain dari itu, harga PLA yang ada di pasaran saat ini relatif mahal karena dalam pembuatannya menggunakan alat-alat canggih, teknologi tinggi, dan bobot molekulnya tinggi. Pembuatan PLA dengan katalis menghasilkan bobot molekul yang tidak jauh berbeda dengan PLA tanpa menggunakan katalis pada kondisi suhu dan waktu yang sama (Fukuzaki et al. 1989, diacu dalam Gonzales et al. 2003). Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi pembuatan PLA tanpa menggunakan katalis. Menurut Gonzales et al. (1999), pembuatan PLA dengan cara kondensasi merupakan metode yang lebih sederhana, tetapi menghasilkan PLA berbobot molekul rendah. Penyederhanaan dan pengoptimalan dalam pembuatan PLA tanpa katalis perlu diteliti lebih lanjut guna mengurangi biaya produksi dan aman jika diaplikasikan dalam industri farmasi. Pengoptimalan kondisi yang

dilakukan pada penelitian ini adalah waktu polimerisasi dan suhu. Polikondensasi asam laktat dapat dilakukan dalam larutan pada tekanan atmosfer dan tekanan tereduksi (Dutkiewicz et al. 2003) atau polikondensasi secara langsung tanpa katalis (Fukuzaki et al. 1989, diacu dalam Gonzales et al. 1999). Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh suhu dan waktu polimerisasi terhadap pembuatan PLA tanpa katalis kemudian membandingkan hasil PLA tanpa katalis tersebut dengan PLA yang menggunakan katalis SnOct2 dan diharapkan pembuatan PLA tanpa katalis memiliki bobot molekul yang tidak jauh berbeda dengan bobot molekul PLA yang menggunakan katalis.

TINJAUAN PUSTAKA
Asam Laktat Asam laktat (asam 2-hidroksipropanoat) merupakan asam organik tiga karbon (BM 90.08 g/mol) yang memiliki gugus karboksil dan hidroksil. Asam yang dikenal dengan nama asam susu ini tersedia dalam bentuk L(S)-(+) dan D-(R)-(-)-asam laktat (Gambar 1) (Vink et al. 2003). Dua bentuk enantiomer ini disebabkan oleh asam laktat memiliki satu atom karbon asimetris. Asam laktat yang biasa digunakan untuk pembuatan PLA adalah Lasam laktat dan campuran rasemiknya (Lasam dan D-asam laktat dengan komposisi Lasam lebih besar daripada D-asam laktat) (Dutkiewics et al. 2003).
HO COOH HO COOH

C H CH3 H3C

C H

L (S) (+) Asam laktat

D (R) (-) Asam laktat

Gambar 1 Rumus molekul D (-) dan L (+) asam laktat. Asam laktat merupakan zat yang tidak berbau dan tidak berwarna. Asam laktat memiliki titik didih 122 C dan titik leleh 18 C. Asam yang dapat menyebabkan rasa lelah pada tubuh ini memiliki densitas sebesar 1.21 g/cm3 (Vink et al. 2003). Asam laktat bersifat asam dengan kekuatan pH 2.8 (10 g/L H2O pada suhu 20 C). Asam laktat 10 kali lebih asam dibandingkan dengan asam propanoat. Hal ini

disebabkan adanya gugus hidroksi pada posisi . Polikondensasi Polimerisasi kondensasi melibatkan pelepasan molekul kecil seperti air. Pembentukan polimer secara kondensasi dapat dilakukan pada monomer yang memiliki gugus fungsi hidroksil dan karboksilat seperti asam laktat dan asam glikolat. Pembentukan polimer dengan cara ini diawali dengan bereaksinya dua monomer membentuk dimer dan air. Setelah itu, dimer yang terbentuk bereaksi dengan monomer membentuk trimer. Trimer yang telah terbentuk dapat bereaksi dengan dimer membentuk pentamer atau dapat pula bereaksi dengan monomer dan dimer. Reaksi ini terus berlangsung sampai terbentuk polimer. Reaksi yang terjadi pada polimerisasi yang melibatkan pelepasan air adalah: monomer + monomer dimer + H2O monomer + dimer trimer + H2O monomer + trimer tetramer + H2O dimer + dimer tetramer + H2O dimer + trimer pentamer + H2O oligomer + oligomer polimer + H2O Reaksi polikondensasi bersifat dapat balik sehingga air yang dilepaskan harus dipindahkan untuk menghasilkan polimer berbobot molekul tinggi (Allcock & Lampe 1981). Polikondensasi dapat dilakukan dengan baik pada cairan maupun padatan, yang dikenal dengan melt polycondentation. Polimer yang dapat dibuat dengan metode melt polycondentation adalah PLA yang dibuat dari Na-kloropropionat dan PGA yang dibuat dari Na-kloroasetat. Molekul kecil yang dilepaskan pada pembentukan PLA dan PGA berupa garam NaCl (Lee et al. 2005). Sementara polimer yang dibuat dengan polikondensasi biasa di antaranya adalah PLA yang dibuat dari asam laktat dan PGA yang dibuat dari asam glikolat, poliester, dan polikaprolakton. Poliasamlaktat (PLA) Poliasamlaktat (Gambar 2) merupakan poliester alifatik serbaguna yang tersusun atas monomer asam laktat (Gruber & OBrien 2002). PLA telah dikenal sejak tahun 1932. PLA pertama kali disintesis oleh Wallace Carothers, peneliti Dupont, dengan cara memanaskan asam laktat pada kondisi vakum. PLA memiliki beberapa gugus hidroksil pada ujung rantainya. Adanya gugus ini

menyebabkan PLA dapat terdegradasi. PLA merupakan polimer yang dapat terdegradasi secara alami oleh panas, cahaya, bakteri, maupun oleh proses hidrolisis. Selain itu, polimer ini juga bersifat biokompatibel, yaitu cocok dalam tubuh tanpa menimbulkan efek yang berbahaya dan bersifat termoplastik.
O

O HO n
PLA

OH O

Gambar 2 Struktur kimia PLA. Pembuatan PLA dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu polikondensasi asam laktat dan reaksi pembukaan cincin laktida. Pembuatan PLA tidak hanya dengan cara polimerisasi asam laktat, namun PLA dapat pula dihasilkan dari pemanasan alkalikloropropionat (natrium atau kalium kloropropionat) (Siedler et al. 2001). Kovalchuk et al. (2005) membuat PLA dengan cara memanaskan natrium-2kloropropionat pada suhu 170 C. PLA yang terbentuk dari pemanasan Na-2kloropropionat ini berupa PLA yang memiliki bobot molekul 4170 g/mol, titik transisi gelas 45 C, dan derajat polimerisasi sebesar 58, namun metode ini sulit mengontrol gugus ujung, bobot molekul, dan distribusi bobot molekulnya (Badami 2004). Kelebihan metode ini adalah mudah dikerjakan dan biaya relatif rendah. PLA dapat berada dalam bentuk optis aktif (L-PLA) dan (D-PLA) atau dalam campuran rasemiknya yang tidak bersifat optis aktif. LPLA yang terdapat di alam mempunyai derajat kristalinitas sekitar 37%, suhu transisi kaca 50-80 C, dan titik lelehnya 173-178 C. Sementara D,L-PLA mempunyai struktur amorf karena rantai polimernya tidak teratur. Umumnya polimer ini tersusun atas campuran struktur kristalin dan amorf, dengan struktur yang dominan akan memengaruhi sifat mekanik polimer tersebut. Campuran rasemik D,L-PLA lebih disukai daripada L-PLA karena obat lebih mudah didispersikan secara homogen dalam matriks polimer (Robani 2004).

Anda mungkin juga menyukai