Anda di halaman 1dari 18

REFRESHING Decompensatio Cordis

Disusun Oleh : Ziad Alaztha 2008730043

Pembimbing Klinik : dr. Hudaya, Sp. PD

STASE ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR FKK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah refreshing ini tepat pada waktunya, Refreshing yang berjudul Decompensatio Cordis ini disusun dalam rangka mengikuti kepanitraan Klinik di bagian/SMF Ilmu penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. Dr. Hudaya Sp.PD selaku dokter pembimbing serta dokter spesialis ilmu penyakit dalam

rumah sakit umum daerah cianjur. 2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yng telah memberikan bantuan kepada penyusun Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan. Oleh akrena itu, semoga refreshing ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca.terimakasih

Cianjur, 31 Mei 2012

Penyusun BAB I PENDAHULUAN Gagal Jantung adalah sindrom klinis ditandai oleh sesak napas danfatik (saat istirahat maupun saat aktivitas)yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung Paradigma lama (model Hemodinamik) berpendapat bahwa gagal jantung merupakan akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkannya dan diuretic serta vasodilator untuk mengurangi beban Paradigma baru (model Neurohumoral) berpendapat bahwa gagal jantung dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban atau penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan penghambat neurohumoral seperi ACE-inhibitor, Angiotensin reseptorblocker atau penyekat beta diutamakan disamping obat konvensional (diuretika dan digitalis) ditambah dengan terapi yang muncul belakangan ini seperti biventricular pacing, recyncrinizing cardiac terapy, ICD, bedah rekonstruksi ventrikel kiri dan mioplasti.

BAB II PEMBAHASAN Gagal jantung 1. Definisi Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal

mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung merupakan suatu sindrom dimana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup. 2. Etiologi Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun, pada kondisi tertentu, bahkan miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Kondisi ini disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regurgitasi katub berat, dan lebih jarang, fistula arteriovena, defisiensi tiamin (beri-beri), dan anemia berat. Keadaan curah jantung yang tinggi ini sendiri dapat menyebabkan gagal jantung, tetapi bila tidak terlalu berat dapat mempresipitasi gagal jantung pada orang-orang dengan penyakit jantung dasar. 3. Patofisiologi

Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban hemodinamik berlebih diberikan kepada ventrikel normal, jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme adaptasi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. a. Mekanisme Adaptif Mekanisme adaptif meliputi hipertrofi miokard, neurohormonal, aktivasi sistem reninangiotensin aldosteron, aktivasi sitem saraf simpatik, peptida natriuretik, anti diuretik hormon dan endotelin, dan mekanisme Frank-Starling2. Hipertrofi miokard meningkatkan massa elemen kontraktil dan memperbaiki kontraksi sistolik, namun juga meningkatkan kekakuan dinding ventrikel, menurunkan pengisian ventrikel dan fungsi diastolik. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) yang menyebabkan peningkatan kadar renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen (dan sistemik) ginjal, yang menstimulasi pelepasan norepinefrin (noradrenalin) dari ujung saraf simpatik, menghambat tonus vagal, dan membantu pelepasan aldosteron dari adrenal, menyebabkan retensi natrium dan air serta ekskresi kalium di ginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal jantung dapat menurunkan metabolisme aldosteron, sehingga meningkatkan kadar aldosteron lebih lanjut2. Aktivasi sistem saraf simpatik pada gagal jantung kronis melalui baroreseptor, menghasilkan peningkatan kontraktilitas miokard pada awalnya, namun kemudian pada aktivasi sistem RAA dan neurohormonal berikutnya menyebabkan peningkatan tonus vena (preload jantung) dan arteri (afterload jantung), meningkatkan norepinefrin plasma, retensi progresif garam dan air, dan edema. Stimulasi simpatik kronis menghasilkan regulasi-turun reseptor- jantung, menurunkan respons jantung terhadap stimulasi. Kejadian ini bersama dengan gangguan baroreseptor, kemudian akan menyebabkan peningkatan stimulasi simpatik lebih lanjut. Peptida natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung, ginjal, dan system saraf pusat. Peptida natriuretik atrial (atrial natriuretic peptide/ANP) dilepaskan dari atrium jantung sebagai respons terhadap peregangan, menyebabkan natriuresis dan dilatasi. Pada manusia, peptide

natriuretik otak (brain natriuretic peptide/BNP) juga dilepaskan dari jantung, terutama dari ventrikel dan dengan kerja yang serupa dengan ANP. Peptida natriuretik bekerja sebagai antagonis fisiologis terhadap efek angiotensin II pada tonus vaskular, sekresi aldosteron, dan reabsorbsi natrium ginjal2. Kadar hormon antidiuretik (vasopresin) juga meningkat, yang menyebabkan

vasokonstriksi dan berperan dalam retensi air dan hiponatremia2. Endotelin merupakan peptida vasokonstriktor poten yang disekresikan oleh sel endothelial vaskular yang membantu retensi natrium di ginjal. Konstriksi vena sistemik dan retensi natrium serta air meningkatkan tekanan atrium dan tekanan serta volume akhir diastolik ventrikel, pemanjangan sarkomer, dan kontraksi myofibril diperkuat (mekanisme Frank-Starling) . Dengan interaksi kompleks dari faktor-faktor yang saling mempengaruhi ini, curah jantung pada keadaan istirahat merupakan indeks fungsi jantung yang relative tidak sensitif, karena mekanisme kompensasi ini bekerja untuk mempertahankan curah jantung ketika miokard gagal, namun tipa mekanisme kompensasi ini memiliki konsekuensinya. Misalnya, konstriksi yang diinduksi katekolamin dan angiotensin akan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan cenderung mempertahankan tekanan darah namun meningkatkan kerja jantung dan konsumsi oksigen miokard. b. Kelainan Non Jantung Endotelium vaskular berperan penting dalam regulasi tonus vaskular, secara lokal melepaskan faktor konstriksi dan relaksasi. Peningkatan tonus vaskular perifer pada pasien dengan gagal jantung kronis disebabkan peningkatan aktivitas simpatik, aktivasi sitem RAA, dan gangguan pelepasan faktor relaksasi dari endothelium (endothelium derived relaxing factor/EDRF atau nitrat oksida). Beberapa efek tambahan dari latihan dan terapi obat tertentu (ACE inhibitor) mungkin disebabkan karena perbaikan fungsi endothelial. c. Disfungsi Miokard Diastolik

Gangguan relaksasi miokard, karena peningkatan kekakuan dinding ventrikel dan penurunan komplians, menghasilkan gangguan pengisian diastolik ventrikel. Fibrosis iskemik miokard (penyakit jantung koroner) dan left ventrikel hypertrophy/LVH (hipertensi, kardiomiopati hipertrofik) merupakan penyebab tersering, tetapi dapat juga disebabkan oleh infiltrasi miokard, misalnya amiloid. Disfungsi diastolik sering timbul bersama gagal sistolik namun juga bisa berdiri sendiri pada 20%-40% pasien gagal jantung. d. Remodeling miokard, hibernasi, dan stunning Setelah infark miokard luas, proses remodeling terjadi dengan hipertrofi regional dari segmen non infark serta penipisan dan dilatasi daerah yang infark. Akibat dari proses remodeling terjadi perubahan bentuk dan ukuran ventrikel kiri. Hal ini paling terlihat ketika arteri koroner yang terkait infark tetap teroklusi dan tidak mengalami rekanalisasi. Bahkan setelah reperfusi yang berhasil, pemulihan miokard dapat tertunda (stunning miokard). Hal ini berlawanan dengan hibernasi miokard, yang mendiskripsikan disfungsi miokard lebih persisten saat istirahat, sekunder karena penurunan perfusi miokard, bahkan bila miosit jantung tetap viabel dan kontraktilitas membaik dengan revaskularisasi. Miokard yang mengalami stunning atau hibernasi tetap responsif terhadap stimulasi inotropik. Jenis-jens Gagal Jantung I. Gagal jantung akut dan kronis. Gagal Jantung Kronis :

Etiologinya berkembang secara lambat Jantung mempunyai waktu untuk berkompensasi (hipertrofi ventrikel) Penderita sanggup mentoleransi penurunan cardiac output Bila ada faktor presipitasi ( a.l. aritmia cordis) dekompensasi akut. Gagal Jantung Akut :

Etiologinya berkembang cepat / ada faktor presipitasi Perfusi organ-organ tidak adekwat

Bendungan akut vena-vena ke ventrikel Dekompensasi kordis terjadi secara tiba-tiba Cardiac output (CO) menurun timbul gejala gagal jantung akut. II. Gagal Jantung Kiri dan Kanan.

Bila etiologinya mengganggu fungsi ventrikel kiri seperti hipertensi dan penyakit jantung koroner GAGAL JANTUNG KIRI (Left ventricular failure = LVF).

Bila etiologinya lebih mengganggu fungsi ventrikel kanan seperti Infark ventrikel kanan GAGAL JANTUNG KANAN (Right ventricular failure=RVF).

Kebanyakan RVF disebabkan oleh LVF. III. Gagal Jantung High-output dan Low-output. High-output failure :

CO normal/supernormal, tapi kebutuhan metabolik jaringan perifer. Biasanya terjadi vasodilatasi pembuluh darah perifer. Kapasitas darah untuk mengangkut O2 (hipertiroidisme, anemia berat, fistel AV yang besar, kehamilan) hyperkinetic circulatory state. Low-output failure :

Lebih sering dijumpai dibanding yang high-ouput. Diakibatkan oleh CO (penyakit katup, myocardial ischaemia). Biasanya terjadi vasokonstriksi perifer. Pada keadaan ini CO rendah tapi tekanan darah masih bisa normal

IV. Gagal jantung Backward dan Forward.

Prinsip teori backward failure : Berkembangnya RVF akibat LVF.

Peningkatan LVDP (tekanan ventrikel kiri saat diastole), tekanan atrium kanan, tekanan vena pulmonalis ---ditransmissikan secara backward Pulmonary Hypertension (PH), RVF dan tekanan vena sistemik meningkat terjadi bendungan (kongesti) vena organ-organ backward heart failure .CO menurun forward failure

Manifestasi gagal jantung sendiri kebanyakan akibat adanya forward failure seperti : - fatigue, weakness (perfusi keotot skelet ). - mental confusion. V. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik.

Gejala gagal jantung dapat disebabkan oleh : - Disfungsi sistolik : Gangguan pemompaan darah dari jantung , disebut GAGAL JANTUNG SISTOLIK. - Disfungsi diastolik : Gangguan pengisian ventrikel ,

disebut GAGAL JANTUNG DIASTOLIK.

Bila terjadi gangguan pengisian Ventrikel kiri disfungsi diastolik stroke volume (SV) sehingga timbullah gejala gejala low output.

Bila terjadi peningkatan tekanan ventrikel kiri (left ventricular filling pressure meningkat) bendungan paru.

Banyak penderita dengan disfungsi diastolik tapi tak mengalami disfungsi sistolik sampai pada tahap tertentu.

Disfungsi sistolik disebabkan oleh disfungsi kontraksi yang kronis akibat IMA atau iskemia miokard (PJK).

Disfungsi diastolik pada penderita PJK disebabkan oleh menurunnya compliance ventrikel (miokard jadi kaku).

4. Diagnosis Gagal Jantung Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham. Tabel 1. Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantug kongestif Kriteria Mayor - Paroksismal nocturnal dispnea - Distensi vena jugularis Kriteria Minor - Edema kaki bilateral - Batuk malam hati

- Ronkhi - Kardiomegali - Edem pulmo akut - Gallop S3 - Tekanan vena sentral > 16 cm H2O

- Dyspnea on ordinary exertion - Hepatomegali - Efusi pleura - Penurunan kapasitas vital sepertiga dari nilai normal - Takikardi ( 120 kali/menit)

- Waktu sirkulasi 25 detik - Refluks hepatojugular - Edem pulmo, kongesti visceral, atau kardiomegali pada otopsi - Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari setelah mendapat pengobatan untuk gagal jantung kongestif

Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor. Kriteria minor diterima jika tanda tersebut tidak terkait dengan kondisi medis lain. Gagal jantung dapat mempengaruhi jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya (biventrikel), namun dalam praktek jantung kiri sering terkena. Gagal jantung kanan terisolasi dapat terjadi karena embolisme paru mayor, hipertensi paru, atau stenosis pulmonal. Dengan adanya septum interventrikel, disfungsi salah satu ventrikel potensial dapat mempengaruhi fungsi yang lain. Pasien sering datang dengan campuran gejala dan tanda yang berkaitan dengan kedua ventrikel2.

5. Gejala Klinis Gagal Jantung Kiri Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. Tabel 2. Gambaran klinis gagal jantung kiri Gejala - Penurunan kapasitas aktivitas - Dispnea (mengi, orthopnea, PND) - Batuk (hemoptisis) - Letargi dan kelelahan Tanda - Kulit lembab - Tekanan darah (tinggi, rendah atau normal) - Denyut nadi (volume normal atau - Pergeseran apeks - Regurgitasi mitral fungsional

- Penurunan nafsu makan dan berat badan rendah) (alternans/takikardia/aritmia)

- Krepitasi paru - ( efusi pleura)

Gagal Jantung Kanan Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll. Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia. Tabel 3. Gambaran klinis gagal jantung kanan Gejala - Pembengkakan pergelangan kaki PND) - Penurunan kapasitas aktivitas - Nyeri dada Tanda - Denyut nadi (aritmia takikardia) - Edema - Hepatomegali dan ascites - Gerakan bergelombang parasternal - S3 atau S4 RV - Efusi pleura

- Dispnea (namun bukan orthopnea atau- Peningkatan JVP

Berdasarkan New York Heart Association (NYHA) diklasifikasikan emnjadi 4 kelas fungsional 1. Kelas I Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak mempunyai batasan aktivitas fisik. 2. Kelas II

Pasien dengan penyakit jantung tetapi mempunyai sedikit batasan aktivitas fisik. 3. Kelas III Pasien dengan penyakit jantung yang mempunyai batasan yang harus diperhatikan dalam aktivitas fisik. 4. Kelas IV Pasien dengan penyakit jantung yang tidak dapat melakukan berbagai aktivitas fisik yang disebabkan dyspnea Berdasarkan American College of Cardiology and the American Heart Association, gagal jantung telah diklasifikasikan menjadi beberapa tahap dan juga terapi yang diberikan yaitu antara lain (Gambar 01) 1. Tahap A Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak menunjukkan struktur abnormal dari jantung . 2. Tahap B Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala. 3. Tahap C Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung. 4. Tahap D Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan standar. 7. Pemeriksaan Penunjang - Elektrokardiografi (EKG) Electrocardiography tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan ECG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung -Radiologi (foto thorax)

Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi siltolik karena ukuran bias terlihat normal. - Echocardiography Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Kelemahan echocardiography adalah relative mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak tersedia untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada praktek umum Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT-pro BNP (N Terminal protein BNP. Kegunaan pemeriksaan BNP adalah untuk skrining penyakit jantung, stratifikasi pasien dengan gagal jantung, deteksi left ventricular systolic dan atau diastolic dysfunction serta untuk membedakan dengan dispnea. Berbagai studi menunjukkan kosentrasi BPN lebih akurat mendignosis gagal jantung. 8. Penatalaksanaan
o

Faktor umum dan Faktor gaya hidup : Aktivitas fisik disesuaikan Oksigen Merokok dihentikan Konsumsi alkohol dihentikan Nutrisi Garam dan air Terapi setiap penyebab dasar :

o
o o

o o

o o o

Penyakit koroner Hipertensi Kardiomiopati Terapi obat-obatan :

First-line agents Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors Diuretics Beta-adrenoceptor antagonists Aldosterone receptor antagonists Angiotensin receptor antagonists

Second-line agents Cardiac glycosides Vasodilator agents (nitrates/hydralazine) Positive inotropic agents Anticoagulation Antiarrhythmic agents Oxygen

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) ACEI direkomendasikan sebagai first line therapy. Efek klinisnya : - Menghambat angiotensin-converting enzyme meningkatkan CO (stroke work dan cardiac index), tanpa meningkatkan HR. Pemberiannya dimulai dengan dosis rendah kemudian dititrasi.

Manfaat pemberian ACEI : - prolong survival (compared with placebo). - improve patients symptom status, exercise tolerance and reduce hospitalisation. - increase ejection fraction (compared with placebo).

Contra indications/precautions: - pregnancy - angioneurotic oedema - hypotension - renal vascular disease - hyperkalemia

Diuretics Diuretika diindikasikan untuk menanggulangi kelebihan cairan, bendungan paru atau edema perifer. Penggunaan diuretika mempercepat perbaikan gejala dan meningkatkan toleransi exercise. Beta-blockers dianjurkan pada penderita CHF : baik yang ringan, sedang maupun yang berat, kausa kardiomiopati iskemik maupun non-iskemik Angiotensin receptor antagonists Beta-blockers dianjurkan pada penderita CHF : - baik yang ringan, sedang maupun yang berat, - kausa kardiomiopati iskemik maupun non-iskemik Anticoagulan Indikasi Moderate-severe CHF (NYHA III-IV) in Atrial fibrillation (AF).

CHF with valve disease in AF. Kontraindikasi

Keadaan yang cenderung terjadi perdarahan gastrointestinal (ulkus peptik). hipertensi, endokarditis. Kehamilan (trimester I dan III

Anda mungkin juga menyukai