Anda di halaman 1dari 24

MILIARIA

DEFINISI Miliaria adalah gangguan umum pada kelenjar ekrin yang sering terjadi pada kondisi di mana terjadi peningkatan panas dan kelembaban. Miliaria disebabkan terjadinya sumbatan dari bagian intraepidermal saluran keringat sehingga cairan kelenjar ekrin tertahan di dalam epidermis atau dermis yang terjadi secara mendadak dan menyebar alami. Miliaria ditandai dengan adanya papul vesikuler atau pustul yang bersifat milier dan gatal. SINONIM Sinonim dari penyakit ini adalah biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, prickle heat, sweating fever, heat scaling, dermatitis hidrotica, hydroa, heat rash dan sweat blisters. EPIDEMIOLOGI Umumnya, miliaria terdapat pada bayi-bayi dengan kondisi yang tidak layak. Namun, seiring dengan pertumbuhan anak, kemungkinannya berkurang sehingga hanya sekitar 40 % dewasa yang mempunyai kecenderungan untuk terkena miliaria. Hal ini tampaknya mencerminkan peningkatan kekuatan stuktur dari saluran ekrin berdasarkan umur, sehingga disamping perkembangan dari penutupan pori dan anhidrosis, ruptur saluran gagal terjadi dan tidak terdapat bentuk vesikel dari miliaria. Di dalam kondisi tropis yang ekstrim dan kronik, jumlah dari orang dewasa yang kemungkinan terkena miliaria terbukti meningkat dari 70 % menjadi 90 %, dan lebih dari 40 % pada kondisi panas yang sedang. Tidak ada predisposisi berdasarkan jenis kelamin ataupun ras dan kondisi ini didapatkan pada semua umur. Paparan panas dalam jangka waktu lama, lingkungan yang lembab, seperti terdapat pada daerah tropis dan pekerjaan yang berhubungan dengan hal itu, memungkinkan untuk terkena miliaria. Miliaria kristalina biasanya diperlihatkan pada umur tua, pasien lemah yang relatif berbaring tidak bergerak di tempat tidur, keadaan yang meminimalkan kemungkinan rupturnya vesikel-vesikel ini. Tidak ada keadaan penyakit yang diketahui memungkinkan sebagai penyebab miliaria.

Data terbaik mengenai insidens miliaria pada bayi baru lahir adalah hasil survey di Jepang pada lebih dari 5000 bayi. Survei ini mengatakan bahwa Miliaria Kristalina didapatkan 4,5 % dari neonatus, dengan usia rata-rata 1 minggu. Miliaria Rubra didapatkan 4 % dari neonatus dengan usia rata-rata 11 14 hari. Di seluruh dunia, miliaria paling banyak di lingkungan tropis, utamanya orang-orang yang baru saja pindah dari lingkungan tropis yang temperaturnya lebih panas. Miliaria telah menjadi masalah penting bagi personil tentara Amerika dan Eropa yang bertugas di Asia Tenggara dan Pasifik. ETIOLOGI Immaturitas dari saluran keringat atau accrine: Neonatus dipikirkan mempunyai saluran accrine yang immatur yang memudahkan terjadinya ruptur ketika keringat keluar. Ruptur ini mengakibatkan terjadinya miliaria. Kurangnya penyesuaian diri terhadap iklim : Miliaria biasanya terjadi pada individu yang pindah dari iklim tidak tetap ke iklim tropis. Kondisi ini biasanya berubah setelah individu tinggal di kondisi panas dan lembab selama beberapa bulan. Kondisi panas dan lembab. Misalnya cuaca panas atau vemtilasi ruangan kurang baik sehingga udara di dalam ruangan menjadi panas dan lembab. Latihan atau aktivitas berat: Beberapa stimulus untuk berkeringat dapat menyebabkan miliaria. Obat : Bethanecol, obat yang dapat menyebabkan keringat; isotretinoin, obat yang menyebabkan diferensiasi folikel dilaporkan dapat menyebabkan miliaria. Bakteri : Staphylococcus bacteria. Stapilococcus epidermidis menghasilkan extracellular Polysacharide substance yang mengganggu perjalanan keringat ke berbagai lapisan berbeda ke jaringan terdekat. Radiasi ultraviolet : Beberapa peneliti menemukan bahwa miliaria kristalina terjadi pada kulit yang terekspos sinar ultraviolet. Pengaruh pakaian yang tidak menyerap keringat atau pakaian tebal atau ketat. Tersumbatnya pori-pori saluran keringat. Misalnya oleh daki, debu, kosmetik, dll.

Repeated sweating episodes Lack of acclimatization Type I Pseudohypoaldosteronism Morvan syndrome

PATOGENESIS Miliaria adalah penyakit obstruksi yang jinak dengan tanda vesikopustula. Penyakit ini mengkhawatirkan orang tua karena onset dan penyebarannya yang akut. Stimulus primer dari perkembangan miliaria adalah kondisi panas dan kelembaban yang tinggi yang menyebabkan pengeluaran keringat yang banyak. Oklusi kulit karena penggunaan pakaian, perban atau seprei plastik dapat menyebabkan pengumpulan keringat di permukaan kulit dan overhidrasi dari stratum korneum. Pada orang yang beresiko, termasuk bayi, yang relative mempunyai kelenjar ekrin immatur, overhidrasi dari stratum korneum kemungkinan sudah bisa menyebabkan sumbatan acrosyringium. Jika kondisi panas dan lembab masih bertahan, keringat akan banyak diproduksi kembali, tetapi tidak dapat disekresikan ke permukaan kulit karena adanya penyumbatan saluran. Sumbatan ini menyebabkan terjadinya kebocoran keringat dalam perjalanannya ke permukaan kulit, baik di dermis maupun epidermis yang berhubungan dengan anhidrosis. Dengan adanya kebocoran tersebut, akan menyebabkan inflamasi dan lesi yang sifatnya asimptomatik. Bakteri normal kulit, seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus, kemungkinan juga berperan dalam patogenesis miliaria. yang sehat. Pada fase akhir miliaria, bisa ditemukan hiperkeratosis dan parakeratosis dari acrosyringium. Adanya sumbatan hiperkeratotik bisa menyumbat saluran ekrin. Sumbatan parakeratotik pada saluran keringat mungkin dihasilkan dari luka sel-sel epidermal yang melapisi saluran keringat. Pada keadaan yang biasa, luka ini disebabkan maserasi akibat air keringat. Sumbatan juga dapat terjadi pada dermatosis yang meradang. Perubahan kimia yang terjadi sehingga kelembaban merangsang pembentukan luka pada keratin belum diketahui. Akan tetapi, hal ini Pasien dengan miliaria mempunyai bakteri per unit area kulit 3 kali lebih banyak dibanding orang

sekarang di percaya tidak terlalu berpengaruh dan bukan penyebab utama penyumbatan keringat. Patogenesis berdasarkan klasifikasi : 1. Miliaria Kristalina Disebabkan oleh terjadinya penyumbatan di lapisan paling atas epidermis yaitu di stratum korneum khususnya antara dua lapisan sel tanduk. 2. Miliaria Rubra Disebabkan oleh penyumbatan saluran keringat pada epidermis yang dalam (acrosyringium) yaitu pada stratum spinosum sehingga keringat keluar dan masuk ke dalam epidermis bagian bawah. 3. Miliaria Profunda Disebabkan oleh penyumbatan pada bagian distal duktus atau pada dermalepidermal junction (papilla dermis). 4. Miliaria Pustulosa Merupakan varian dari miliaria rubra yang mengalami respon inflamasi atau terjadi infeksi sekunder atau setelah terjadi serangan berulang-ulang miliaria rubra.

KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS 1. Miliaria Kristalina Miliaria kristalina terdiri dari vesikel transparan, superficial, intrakorneal atau subkorneal dan tidak meradang. Vesikel tersebut berukuran 1 2 mm dan mudah pecah ketika tersentuh oleh tangan. Sifat

dari vesikelnya asimptomatik dan biasanya diketahui secara kebetulan pada waktu pemeriksaan fisik serta sembuh dengan deskuamasi halus di bagian superfisial. Pada bayi, lesi sering terjadi pada kepala, leher, dan bagian atas badan. Sedangkan pada dewasa, lesi terjadi pada badan. Miliaria tipe ini dapat sembuh sendiri, cukup dengan menghindari panas, yang berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian yang tipis, dan menyerap keringat. Selain itu, juga terdapat varian dari tipe ini yang disebut miliaria kristalina alba yang kelihatan berwarna perak akibat adanya korneosit pada lesi. 2. Miliaria Rubra Penyakit dan lesi ini lebih berat daripada atau dan miliaria kristalina, terdapat pada badan tempat-tempat papul yang tekanan eritematous gesekan pakaian. Miliaria rubra meliputi papulovesikel berdiameter kurang lebih 1 4 mm disertai dengan makula eritem, gatal yang luar biasa, serta sensasi seperti terbakar, tertusuk atatu perasaan geli. Pada bayi lesi terjadi pada leher, dan aksilla. Sedangkan pada dewasa, lesi terjadi pada daerah kulit yang tertutup di mana terjadi gesekan, area ini termasuk leher, bagian atas badan, dan sela-sela tubuh. Terdapat juga pada muka dan area pergelangan, tetapi minimal. Pada stadium akhir, anhidrosis terjadi pada kulit yang terkena. 3. Miliaria Profunda Bentuk ini agak jarang kecuali pada daerah tropis. Miliaria profunda biasanya timbul setelah miliaria rubra dengan ciri-ciri tidak gatal, berwarna seperti daging, lebih dalam, dan papul yang putih berukuran 1 3 mm. Asimptomatik biasanya kurang dari 1 jam setelah kepanasan yang berlebihan, dan terfokus pada ekstremitas. Selain wajah, aksilla, tangan, dan kaki, dan kemungkinan merupakan kompensasi dari hiperhidrosis, semua kelenjar keringat tidak berfungsi. Oklusi terdapat pada bagian atas dermis. Pada kasus

yang berat yang memungkinkan terjadinya pengaliran panas, hiperpireksia dan takikardia dapat ditemukan. 4. Miliaria Pustulosa Miliaria pustulosa selalu didahului oleh beberapa atau dermatitis lainnya yang dihasilkan oleh suatu luka, kerusakan sumbatan jelas, saluran keringat. dan Pustulanya superficial,

terlepas dari folikel rambut. Pustula yang gatal, paling sering pada daerah intertriginosa, pada permukaan flekso ekstremitas, pada skrotum, atau pada bagian belakang pasien yang terbaring di tempat tidur. Dermatitis kontak, liken simpleks kronik, dan intertrigo dari gabungan beberapa penyakit, walalupun miliaria pustulosa dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit sembuh. Biasanya isi dari pustula bersifat steril, akan tetapi mengandung coccus non patogenik. PEMERIKSAAN KLINIS Miliaria mempunyai banyak perbedaan secara klinis, oleh karena itu, beberapa tes laboratorium cukup diperlukan. Pemeriksaan Sitologik Pada miliaria kristalina, pemeriksaan sitologik untuk kandungan vesikel tidak didapatkan sel-sel radang atau sel giant multinukleat (seperti yang terdapat pada vesikel dari penyakit herpes). Pada miliaria pustulosa, pemeriksaan sitologik memperlihatkan adanya kandungan dari sel-sel radang dan coccus gram positif. Tidak seperti eritema toksik neonatorum, eosinofil tidak terlalu menonjol pada miliaria pustulosa. Pemeriksaan Histopatologik Pada miliaria kristalina, terdapat vesikel intrakorneal atau subkorneal yang berhubungan dengan saluran keringat dan sumbatan keratin. Pada miliaria rubra, vesikel spongiotik terdapat di dalam stratum spinosum, di bawah sumbatan keratin dan infiltrat radang kronis terdapat di sekitarnya dan di dalam vesikel serta mengelilingi dermis, infiltrasi limfositik perivaskuler dan vasodilatasi terlihat pada dermis superfisial. Dengan perwarnaan khusus dapat

terlihat coccus gram positif di bawah dan di dalam sumbatan keratin. Pada saluran keringat intraepidermal diisi dengan substansi amorf yang Periodic Acid Schiff (PAS) positif dan diastase resistant. Pada miliaria profunda, terlihat sumbatan pada daerah taut dermoepidermal dan pecahnya saluran keringat pada dermis bagian atas dan juga adanya edema intraseluler periduktal pada epidermis (spongiosis) serta infiltrat radang kronis. Pada miliaria dan pustulosa, lekosit terdapat campuran dan infiltrat dengan ekrin sel-sel taut mononuklear polimorfonuklear sumbatan pada

dermoepidermal dengan gangguan pada sistem ekrin dermal. Pemeriksaan Patologi Klinik Pada pemeriksaan ini, tidak didapatkan hasil pemeriksaan yang abnormal. DIAGNOSIS BANDING Herpes simplex Folliculitis Erythema toxicum neonatorum Cutaneous candidiasis Chickenpox atau varicella Pityrosporum folliculitis

TERAPI First Line Therapy 1. Preventif Usaha-usaha preventif dilaksanakan dengan mengontrol panas dan kelembaban sehingga keringat tidak distimulasi. Cara-caranya antara lain mengobati demam, tidak menggunakan pakaian yang tidak menyerap keringat, mencegah evaporasi, aktivitas yang terbatas, penggunaan air conditioner, atau pindah ke tempat yang iklim lebih dingin. 2. Pengobatan simptomatik dengan pengobatan topikal a. Topikal lotion anhidros diberikan untuk mencegah atau menghilangkan sumbatan sehingga keringat dapat keluar kepermukaan kulit. Selain itu juga diberikan salep hidrofilik, talk untuk bayi dan losio yang berisi .

Pemberian colamin lotion dapat memberikan rasa sejuk juga dapat diberikan anti biotic topikal seperti krim kloramfenikol. b. Sistemik Dapat diberikan antibiotik bila terjadi infeksi sekunder dan anti histamin sebagai anti pruritus, pemberian vitamin C dosis tinggi dapat diberikan untuk mencegah atau mengurangi timbulnya Miliaria. Pengobatan topikal seperti calamine, boric acid atau menthol dan penggunaan sabun pada waktu mandi. Losio faberi dapat pula diberikan, dengan komposisi : Acid. Salicylic. 1 % Talc. venetum 10 % Oxyd. Zinc. 10 % Amyl. Oryzae 10 % Spiritus ad. 200 cc Untuk memberikan efek antipruritus dapat ditambahkan mentholum atau camphora pada losio faberi. 3. Pengobatan agen antibiotik Pengobatan ini dipercaya dapat mengurangi terjadinya miliaria Second Line Therapy 1. Pengobatan kortikosteroid topikal 2. Pengobatan sistemik Profilaksis miliaria dengan antibiotik oral dengan retinoid oral, vitamin A dan vitamin C dilaporkan sukses. Third Line Therapy Pengobatan lanolin anhydrous yang dipercaya mencegah penyumbatan saluran, sehingga keringat dapat mengalir ke permukaan kulit. Kategori Dosis Dewasa Lanolin Anhidrous Digunakan pada kulit yang terkena miliaria sebelum melakukan aktivitas Dosis Anak di cuaca panas Sama seperti dewasa Sama seperti dewasa Calamine Lotion Digunakan pada kulit yang terkena miliaria

Kontraindikasi Interaksi Pemakaian PENCEGAHAN

Hipersensitivitas Tidak dilaporkan Pemakaian Luar

Hipersensitivitas Tidak dilaporkan Pemakaian Luar

1. Menghindari kondisi terlalu panas dan lembab 2. Dianjurkan mandi secara teratur paling sedikit 2 x sehari menggunakan air dingin dan sabun. Pada penderita Miliaria saat mandi sebaiknya gunakan sabun bayi yang cair, sebab sabun cair tidak meninggalkan partikel yang dapat menghambat penyembuhan. 3. Setelah selesai mandi pastikan semua lipatan kulit seperti ketiak, leher, paha dan lutut harus benar-benar kering kemudian oleskan bedak ke seluruh tubuh dengan tipis. 4. Jaga tubuh agar tetap kering 5. Bila berkeringat, sesering mungkin dibasuh dengan menggunakan handuk (lap) basah, kemudian dikeringkan dengan handuk atau kain yang lembut. Setelah itu dapat diberikan bedak tabur. 6. Pada pasien dengan history miliaria: berikan topical anhydrous lanolin sebelum berolahraga untuk menghindari lesi baru. 7. Jangan sekali-kali memberikan bedak tanpa membasuh keringat terlebih dahulu, karena akan memperparah penyumbatan sehingga mempermudah terjadinya infeksi baik oleh jamur maupun bakteri. 8. Gunakan pakaian dari bahan katun yang menyerap keringat. Hindari penggunaan pakaian tebal, bahan nilon atau wol yang tidak menyerap keringat. 9. Biasanya 70% biang keringat timbul karena sirkulasi udara kamar yan tidak baik. Untuk itu usahakan udara di dalam kamar mengalir dengan baik sehingga kamar selalu sejuk. 10.Memberikan obat penurun panas (antipiretik), seperti aspirin atau asetaminofen pada saat terserang demam. Dengan turunnya demam, biasanya secara otomatis keringat yang keluar berkurang. Selama terserang demam dan mengeluarkan banyak keringat, jagalah agar baju tidak dibiarkan terlalu lama dalam keadaan basah.

Sesering mungkin keringkan tubuh dan gantilah baju agar penguapan keringat pada kulit dapat berlangsung baik.

KOMPLIKASI Komplikasi yang tersering dari Miliaria adalah infeksi sekunder dan intoleransi terhadap suhu lingkungan yang panas. Infeksi sekunder dapat terjadi berupa impetigo atau multiple diskret abses yang dikenal sebagai periporitis staphylogenes dengan tidak keluarnya keringat bila terpapar suhu panas, lemah, fatique, pusing bahkan pingsan. Garukan dapat mengakibatkan luka dan infeksi sekunder. PROGNOSIS Ad Bonam apabila penanganannya baik.

HERPES SIMPLEKS
DEFINISI Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.

Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial, sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi perigenital. Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital. ETIOLOGI Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. Melakukan replikasi secara intranuklear dan menghasilkan inklusi intranuklear khas yang terdeteksi dalam preparat pewarnaan. HSV-1 dan HSV-2 adalah virus doublestranded DNA yang termasuk dalam Alphaherpesvirinae, viridae. Kedua virus, bertransmisi melalui subfamily dari Herpes melalui sel epitel mukosa, serta

gangguan kulit, bermigrasi ke jaringan saraf, di mana mereka tetap dalam keadaan laten. HSV-1 lebih dominan pada lesi orofacial dan biasanya ditemukan di ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih dominan pada lesi genital dan paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofacial dan saluran genital melalui infeksi silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak oral-genital. Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban DNA virus telah dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi di luar 96 jam setelah permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak dengan virus, namun mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih setelah infeksi. Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva) atau melalui luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan pengeringan.

Gambar 1: Herpes labialis. A. Infeksi virus herpes simpleks primer, virus bereplikasi di orofaringeal dan naik dari saraf sensoris perifer ke ganglion trigeminal. B. Herpes simplex virus dalam fase latent dalam ganglion trigeminal C. Berbagai rangsangan memicu reaktivasi virus laten, yang kemudian turun dari saraf sensorik ke daerah bibir atau perioral menyebabkan herpes labialis rekuren. Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak dengan individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat menembus epidermis atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel. Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non genitalia) dan virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin. perubahan patologis sel epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel intraepidermal dan multinukleat sel raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin menunjukkan inklusi intranuklear. GEJALA KLINIS Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik terhadap HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis tanda dan gejala dari infeksi berkembang, biasanya lebih parah, dan lebih sering dengan

sistemik,dan mereka memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi

rekuren. Infeksi genital primer lebih sering bergejala dibandingkan dengan oral.

Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah terpapar dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal seperti limfadenopati, malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat, pembengkakan dan rasa terbakar sering terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan. Awalnya nyeri, kadang-kadang terpusat, vesikel pada dasar eritematous kemudian muncul, diikuti dengan adanya pustul dan ulserasi. Beberapa vesikel berkelompok dan tersebar. Terbentuk krusta dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2 sampai 6 minggu. Gejala prodromal serupa dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir sering mengalami penurunan dalam jumlah, tingkat keparahan dan durasi dibandingkan dengan infeksi primer.

Gambar : Vesikel Pada Dasar Yang Merah

Gambar : Bagian Tengah Membentuk Cekungan (Umbilikasi)

Gambar : Krusta Dan Lesi Penyembuhan dengan atau Tanpa Sikatri

Gambar: Eczema herpeticum secara cepat menyebar, tampak erosi

dan ulserasi bersamaan dengan demam pada anak umur 22 bulan dengan riwayat dermatitis atopik parah.

VARICELLA atau CHICKENPOX


DEFINISI

Varicella merupakan Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster yang menyerang kulit & mukosa, disertai dengan gejala konstitusi, kelainan kulit khas erupsi vesikel terutama di bagian sentral tubuh. Sinonim Varicella ; Chicken Pox ETIOLOGI Penyebabnya adalah virus varicella-zoster ( VZV), yang merupakan kelompok virus herpes berukuran 140-200 mikro berinti DNA. Virus ini ditularkan melalui percikan ludah penderita atau melalui benda-benda yang terkontaminasi oleh cairan dari lepuhan kulit. Varicella sangat menular, dan 90 % dari orang yang daya tahannya lemah akan tertular bila mereka terekspos. Sifat-sifat virus penyebab Varicella Secara morfologis identik dengan virus Herpes Simplex. Virus ini dapat berbiak dalam bahan jaringan embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel yang sakit. Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam vesikel penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel, netralisasi atau imunofluoresensi tidak langsung terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh virus. Varicella, atau yang dikenal juga sebagai Chicken pox atau Cacar Air, adalah infeksi virus yang menyebabkan rash seperti blister (vesikel) pada permukaan kulit dan membran mukosa. Vesikel pada varicella umumnya timbul pertama pada tubuh dan muka, kemudian menyebar ke hampir seluruh tubuh, termasuk kulit kepala dan penis, juga pada mukosa mulut, hidung, telinga, dan vagina. Vesikel varicella lebarnya sekitar 1/5 2/5 inchi (5 10 mm), mempunyai dasar yang kemerahan, dan akan berkelompok setelah lebih dari 2 4 hari. Beberapa orang hanya mengalami sedikit vesikel, meskipun yang lainnya memiliki vesikel hingga ratusan. Bila vesikel digaruk atau dipecah, keropeng dan vesikel dapat terinfeksi oleh bakteri (infeksi sekunder bakteri). Vesikel-vesikel baru akan tetap terbentuk,

sementara vesikel terdahulu pecah, mengering dan menjadi krusta, dengan demikian pada suatu saat akan tampak bermacam-macam ruam kulit (polimorf). vesikel biasanya beratap tipis, bentuknya bulat/lonjong menyerupai setetes air sehingga disebut teardrop vesicle. Beberapa anak mengalami demam, nyeri perut, atau perasaan tidak enak dengan vesikel pada kulit mereka. Gejala ini umumnya berakhir sekitar 3 hingga 5 hari, dan demam berkisar antara 38,3oC hingga 39,4oC. Anak yang lebih muda sering mengalami vesikel yang lebih sedikit dibanding anak yang lebih tua atau orang dewasa. Secara umum, varicella adalah penyakit ringan, tetapi dapat mematikan pada penderita leukemia atau penyakit lain yang melemahkan sistem immun. Umumnya orang hanya akan terserang varicella satu kali seumur hidup. Tetapi virus yang meyebabkan varicella dapat dormant (tidak aktif sementara) pada tubuh dan menyebabkan erupsi kulit yang berbeda (disebut shingles/herpes zoster), pada saat yang akan datang.
GEJALA KLINIS Gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi. Pada anak-anak yang berusia diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa : sakit kepala pilek cepat merasa lelah, lesu, dan lemah demam sedang dan rasa tidak enak badan Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi 24-36 jam setelah timbulnya gejala awal, muncul bintik-bintik merah datar (makula). Kemudian bintik tersebut menonjol (papula), membentuk lepuhan berisi cairan (vesikel) yang terasa gatal, yang akhirnya akan mengering. Proses ini memakan waktu selama 6-8 jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru. Pada hari kelima, biasanya sudah tidak terbentuk lagi lepuhan yang baru, seluruh lepuhan akan mengering pada hari keenam dan menghilang dalam waktu kurang dari 20 hari.

Ruam atau kelainan kulit pada varicella cukup khas yaitu papul kemerahan yang dengan cepat berkembang menjadi vesikel (lenting yang berisi cairan jernih), lalu pecah menjadi krusta (koreng), yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi . Awalnya, vesikel timbul di badan. Lalu vesikel dengan cepat menyebar ke wajah dan tangan dan kaki. Varicella biasanya disertai rasa gatal. Papula di wajah, lengan dan tungkai relatif lebih sedikit; biasanya banyak ditemukan pada batang tubuh bagian atas (dada, punggung, bahu). Bintikbintik sering ditemukan di kulit kepala. Papula di mulut cepat pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus), yang seringkali menyebabkan gangguan menelan. Ulkus juga bisa ditemukan di kelopak mata, saluran pernafasan bagian atas, rektum dan vagina. Papula pada pita suara dan saluran pernafasan atas kadang menyebabkan gangguan pernafasan. Bisa terjadi pembengkaan kelenjar getah bening di leher bagian samping. Cacar air jarang menyebabkan pembentukan jaringan parut, kalaupun ada, hanya berupa lekukan kecil di sekitar mata. Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta).

CUTANEUS KANDIDIASIS
DEFINISI Cutaneus kandidiasis adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur dari genus Candida. Kandidiasis terbagi menjadi 2 macam yakni kandidiasis profunda dan kandidiasis superfisial. Nama lain dari kutaneus kandidiasis adalah superficial kandidiasis atau infeksi kulit-jamur; infeksi kulit-ragi; intertriginous candidiasis. Berdasarkan letak gambaran klinisnya terbagi menjadi kandidiasis terlokalisasi dan generalisata. Organisme ini khususnya menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa, dan traktus gastrointestinal. Mereka juga mungkin menginfeksi organ-organ dalam dan penyebab penyakit sistemik. Predileksi Candida albicans pada daerah lembab, misalnya pada daerah lipatan kulit. Karena organisme ini menyukai daerah yang hangat dan lembab. . ETIOLOGI Tubuh yang normal mempunyai berbagai jenis mikroorganisme termasuk bakteri dan jamur. Beberapa mikroorganisme tersebut berguna untuk tubuh, beberapa memberikan keuntungan dan beberapa ada yang merugikan bagi manusia. Infeksi kandida pada kulit dan mukosa yang paling sering terjadi pada infeksi superfisial. Sebagian besar manusia terinfeksi oleh Candida albicans, meskipun spesies yang lain pun dapat menimbulkan gejala penyakit kulit superfisial. Lebih dari 150 spesies candida yang dapat menginfeksi manusia. Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida guilliermondi, Candida krusei, Candida kefyr, Candida zeylanoides, and Candida glabrata (formerly Torulopsis glabrata) termasuk spesies yang jarang menyebabkan penyakit pada manusia.

Jamur tersebut dapat menginfeksi pula jaringan adneksa seperti rambut, dan kuku. Infeksi jamur termasuk mold-like fungi (dermatofita, penyebab infeksi tinea) dan yeast-like fungi (seperti candida). Kutaneus kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Candida. Bisa terjadi hampir seluruh permukaan tubuh tapi biasanya terjadi di daerah yang lembab, basah, lipatan-lipatan seperti ketiak dan lipatan paha. Candida adalah penyebab tersering ruam bokong pada bayi, dimana daerah tersebut sangat lembab. Infeksi kandida umumnya terjadi terutama pada penderita diabetes dan obesitas. Antibiotik dan kontrasepsi oral meningkatkan resiko terjadinya kutaneus kandidiasis. GEJALA KLINIS Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat hebat. Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan, semakin meluas, makula atau papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit, genital, bokong, di bawah payudara, atau di daerah kulit yang lain. Infeksi folikel rambut (folikulitis) mungkin seperti pimple like appearance. Gejala klinis kandidiasis kutaneus dapat berupa: 1. Kandidiasis intertriginosa: lesi yang terjadi pada daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glands penis, dan umbilikus. Berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. 2. Kandidiasis kutis generalisata: lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal, dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustulpustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik 3. Kandidiasis vaginalis: pada pemeriksaan klinis tampak eritema pada mukosa vagina dan kulit vulva dengan bintik-bintik hitam yang disertai sekret. Eritema

tersebar di perineum dan lipatan paha dengan pustul di sekelilingnya. Atau mukosa vagina tampak merah dan berlapis-lapis. Pasien menunjukkan gejala vulvovaginitis dengan didapatkan jamur pada sekret vagina yang didiagnosis sebagai kandidiasis. 4. Kandidiasis oral Secara klinis, plak putih menyerupai bentuk susu dadih pada mukosa pipi dan umumnya kurang pada lidah, gusi, langit-langit dan faring. Gejalanya mungkin dengan atau tanpa mulut kering atau terbakar, kurangnya rasa pengecapan, dan nyeri saat menelan. 5. Kandidiasis Diseminata Papul eritematosa dengan tengah yang pucat terdapat pada lengan laki-laki 13 tahun dengan neutropenia dan ewings sarcoma. Kultur darah tumbuh candida parapsilos dan candida Lusitania. Lesi tersebut tersebar dan terhitung ratusan. Pasien menunjukkan gejala lesi kulit yang disertai dengan nyeri otot dan nyeri mata. Pustul adalah tanda kutaneus dari kandidiasis diseminata pada pasien dengan leukositosis. Adanya neutrofil dalam sirkulasi, pustule tidak tampak pada kulit, karena jumlah sel darah putih menutupinya, lesi mungkin menjadi pustular yang menetap.

FOLIKULITIS
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut atau folikel rambut, yang umumnya di sebabkan oleh bakteri gram positif staphylococcus aureus. Berdasarkan lokasinya dalam jaringan, kulit folikulitis folikulitis terbagi atas 2 jenis yaitu :

1. Folikulitis superfisialis
Folikulitis Superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul berdinding tipis pada orifisium folikel yang terbatas pada epidermis.

2. Folikulitis Profunda
Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul perifolikular kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul dan sering terjadi rekurensi, merupakan folikulitis piogenik dengn infeksi yang meluas kedalam folikel rambut sampai subkutan.

ERITEMA TOKSIKUM NEONATORUM


Penyebab eritema toksikum neonatorum tidak diketahui. Bayi terlihat sehat, dengan erupsi asimtomatik yang umumnya terjadi selama usia 3 atau 4 hari pertama, menghilang pada minggu kedua. Erupsi ditandai dengan macula eritomatosa, papul, dan/atau pustule eritematosa yang dapat mengenai setiap bagian tubuh kecuali telapak tangan dan kaki.

IMPETIGO VESIKOBULOSA
Kelainan kulit pada impetigo vesikobulosa berupa eritem, bula, dan bula hipopion. Keadaan umum tidak dipengaruhi, kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.

Gambar: Staphylococcus aureus: Impetigo Bulosa. Bulla Superfisial dan Erosi di Daerah Hidung

DAFTAR PUSTAKA

Levin, Nikki, A., MD., PhD. Miliaria. e-medicine. 2002. April 26 : Available from : http://www.google.com. Accessed October 16, 2004. Braun, O., Falco., Plewig. G., Wolff, H.H., Winkelmann, R.K. Disease of Eccrine Sweat Glands. In : Dermatology, New York ; p. 752-3. Moschella, Samuel L., Hurley, Harry J., The Eccrine Sweat Glands. In : Dermatology. Volume 2. Third Edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company ; 1992. p. 1526-29.

Ali, Amir. Miliaria. TelMedPak. 2004. October 12 : http://www.google.com. Accessed October 16, 2004. Natahusada, E.G., Miliaria. In : Djuanda, Adhi., Hamzah, Mochtar., Aisah, Siti., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2002. p. 254.

Amiruddin, Muh Dali, Miliaria pada Anak. In : Ilmu Penyakit Kulit. Makassar : Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unhas. 2003. p.404-8. Andrew, Dean. Miliaria. Merck. Accessed October 16, 2004. Lebwohl, Mark G., dkk.. Miliaria. In : Treatment of Skin Disease. New York. Philadelphia. 2002. p. 293-5 Atherton, D.J., The Neonate. In : Champion, R.H., Burton, J.L., Burns, D.A., Breathnach, S.M. Textbook of Dermatology. Volume 1. Edition 6. London : Blackwell Science. p.455. 2004. October 5 : http://www.google.com.

Wagner, Annette, M., Hansen, Ronald, C. Neonatal Skin and Skin Disorders. Schachner, Lawrence, A., Hansen, Ronald, C. In : Pediatric Dermatology. Volume 1. Edition 2. New York : Churchill Livingstone. p.307.

Greene, Alan, M.D. Miliaria. 2002. August 31 : http://www.google.com. Accessed October 16, 2004. Odom, Richard B., James, William., Berger, Timothy G. Dermatoses Resulting from Physical Factors. In : Disease of The Skin. Edition 9. Philadelphia : W.B Saunders Campany. 1993. p.23.

Silverman, Robert, Nail and Appendageal Abnormalities, Schachner, Lawrence, A., Hansen, Ronald, C. In : Pediatric Dermatology. Volume 1. Edition 2. New York : Churchill Livingstone. p.644.

Haas,

Norbert,

Henz,

Beate

Maria,

Weigel

Heidrun,

Congenital

Miliaria

Crystallina. 2002. November : Volume 47. Available from : http//www.eblue.org. Accesed Oktober 15, 2004 Goldmith, Lowell, Disorders of The Eccrine Sweat glands, Freedberg, Irwin M., Eisen, Arthur Z., Wolff, Klans, Austen, K. Frank, Goldsmith, Lowell A., Katz, Spephen I. In : Dermatology In General Medicine. Edition Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates Siregar. 2004. Saripati Penyakit Kulit, Ed.2 .Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai