Anda di halaman 1dari 19

KEWIRAUSAHAAN

Anissa Rachma Septiana (P2 31 31 010 005)

Komentar Mengenai Lele Crispy

Minat masak memasak telah digemarinya sejak kelas 6 SD.Fajar Alam Setiabudi menjadi pengusaha warung Lele crispy.Lele Crispy tersebut dijual dengan harga yang murah dengan mematok harga Rp 11.000- Rp 16.000. Dengan memberikan harga yang relatif terjangkau Lele crispy ini dapat mencakup keuntungan mencapai Rp 150.000.000.

Ide Fajar untuk membuat Lele cryspi sangat inovatif karena biasanya menu yang biasa digunakan ialah ayam crispy atau bebek crispy.Sebenarnya Fajar menciptakan makanan yang inovatif dengan lele dengan membuat sushi atau dimsum tetapi hanya berjalan selama 4 bulan saja padahal menu ini banyak dimininati oleh pelanggan di warung makan ini.

Dan ide Fajar dengan membuat bisnis makanan ini tidak ada matinya. Fajar membuat bisnis ini ingin buktikan bahwa lele bisa jadi menu spesial, berkelas, selain punya manfaat menyehatkan. Makanya, higienis adalah jaminan utama di rumah makan ini.

Komentar Mengenai Kedai Kopi

Kedai Kopi yang terletak di Jalan Veteran ini bisa menggugah selera makan Kedai kopi ini mempunyai banyak menu yang terdapat di Restoran ini sehingga yang tadinya tempat ini biasa dikunjungi oleh orang tua saja sekarang tempat ini juga sering dikunjungi oleh anak muda kedai ini sangat inovatif untuk menarik pengunjung.

Semua hidangan yang tersedia disini santap Range harga makanan di sini antara Rp18.000Rp 45.000. Nasi goreng yang chow dihargai Rp 24.000, nasi ikan ala thai Rp 23.000, kopi tarik dan lychee tea masing-masing berharga Rp 12.000 dan Rp 15.000. Ini sangat terjangkau oleh kantong sehingga tidak salah banyak yang berkunjung ke kedai Kopi ini.

Kemauan untuk belajar dan total memanfaatkan kesempatan menjadi kunci kesuksesan Markus Maturo dalam menjalankan bisnis. Mengawali karier dari nol sebagai seorang salesman, kini Markus telah menjadi juragan enam pabrik. Mengalir bak air di sungai. Itu gambaran perjalanan karier Markus Maturo, pemilik Adyawinsa Group. Meski tidak pernah bermimpi menjadi pengusaha, ternyata, saat ini dia sukses berbisnis dengan memiliki sedikitnya enam pabrik. Lewat bendera Adyawinsa Group, Markus mengelola usaha di bidang otomotif dan nonotomotif. Di bidang otomotif, dia memiliki empat pabrik, yakni dua pabrik stamping bernama PT Adyawinsa Dinamika Karawang dan PT Adyawinsa Stamping Industries, satu pabrik pengolahan plastik bernama PT Adyawinsa Plastic Industries Karawang, dan satu pabrik interior mobil Adyawinsa New World Autoliner yang beroperasi di Thailand.

Di luar otomotif, Markus memiliki dua pabrik. Satu pabrik bergerak di bidang telekomunikasi bernama PT Adyawinsa Telecommunication & Electrical dan satu pabrik di bidang solar panel bernama PT Adyawinsa Electrica & Power. Sedikitnya, ada 65 perusahaan yang sudah bermitra dengan Adyawinsa Group. Antara lain Suzuki, Daihatsu, General Motor Indonesia, Mitsubishi, Toyota, Meiwa Indonesia, Sharp, Philips,Toshiba, Panasonic, Telkom Indonesia, Spinner, Indosat, Ericsson, Huawei, dan SCS Agit. Melihat luasnya bidang usaha Adyawinsa Group, mungkin Anda mengira ini kelompok usaha milik keluarga konglomerat. Salah. Adyawinsa Group bukan warisan keluarga. Markus sendiri yang membangun grup usaha ini dari nol. Selulus dari Akademi Teknik Mesin Indonesia (ATMI) Solo, Jawa Tengah, pada 1991, dia bekerja sebagai kepala proyek di perusahaan konstruksi.

Markus hanya bekerja di Solo selama enam bulan. Sebab, ia diminta untuk bergabung di perusahaan sang kakak bernama PT Enceha Pacific yang saat itu bergerak di bidang perdagangan epoxy tooling. Saya jadi tenaga penjual, kenangnya. Selama menjadi salesman, Markus sering berinteraksi dengan perusahaan komponen otomotif. Hingga pada suatu hari, dia bertandang ke satu pelanggan: Inoac Indonesia, perusahaan yang memproduksi jok dan interior mobil. Engineer Inoac sedang pusing saat itu karena komponen stay headrest pesanan Toyota banyak yang direjek, tutur suami dari Ariyanti Koswara ini. Inoac pun menawari Markus memproduksi komponen tersebut. Karena merasa tidak memiliki peralatan produksi, ia menanyakan alamat pemasok stay headrest yang ada di Tangerang dan Cibubur. Saya pun membeli 10 biji di Cibubur, kenang lelaki kelahiran Kroya, Jawa Tengah, 2 Maret 1970 ini.

Hanya mengamplas Komponen yang Markus beli memang seret ketika dimasukkan ke stoper. Dia pun berinisiatif untuk mengampelasnya. Mereka puas. Order pun ditambah menjadi 100 biji. Saya masih ampelas sendiri. Hingga akhirnya, mereka pre-order hingga 1.000 biji, katanya. Markus lantas merekrut pengangguran di sekeliling rumahnya. Sembari memenuhi order, dia tetap bekerja di perusahaan sang kakak. Ketika order meningkat hingga 10.000 biji, mau tidak mau, Markus harus meningkatkan produksi. Tahun 1994, bermodal Rp 25,7 juta, dia membeli beberapa mesin pres dan mesin bubut. Karena sudah ada karyawan, saya keluar dari pekerjaan sebagai sales, kata Markus yang memulai usahanya di garasi berukuran 120 meter persegi (m) milik sang kakak. Bisnis Markus makin luas. Dia juga merambah dunia telekomunikasi dengan memasok komponen base transceiver station (BTS).

Komentar Mengenai PT.Adyawinsa Group

Kemauan untuk belajar dan total memanfaatkan kesempatan menjadi kunci kesuksesan pemilik PT Adiyasa Group , Markus Maturo dalam menjalankan bisnis. Mengawali karier dari nol sebagai seorang salesman, kini Markus telah menjadi juragan enam pabrik. .

Ia tidak pernah bermimpi menjadi pengusaha, ternyata, saat ini dia sukses berbisnis dengan memiliki sedikitnya enam pabrik. Markus mengelola usaha di bidang otomotif dan nonotomotif. Di bidang otomotif, dia memiliki empat pabrik, yakni dua pabrik stamping bernama PT Adyawinsa Dinamika Karawang dan PT Adyawinsa Stamping Industries, satu pabrik pengolahan plastik bernama PT Adyawinsa Plastic Industries Karawang, dan satu pabrik interior mobil Adyawinsa New World Autoliner yang beroperasi di Thailand. Berkat kegigihannya markus memilik enam perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai