Anda di halaman 1dari 26

Journal Reading

Manajemen otitis media akut berulang pada anak: tinjauan sistematik mengenai pengaruh berbagai intervensi yang berbeda pada otitis media berulang, frekuensi dan total waktu kekambuhan
Management of recurrent acute otitis media in children: systematic review of the effect of different interventions on otitis media recurrence, recurrence frequency and total recurrence time
K H CHEONG, S S M HUSSAIN

Oleh: Erpryta Nurdia Tetrasiwi NurulFitri Syarifah Wella Manovia Afandi Dwi Harmoko Pembimbing : Sudarman, dr, Sp.THT-KL(K) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013 G9911112064 G9911112117 G9911112141 G9911112005

Manajemen otitis media akut berulang pada anak: tinjauan sistematik mengenai pengaruh berbagai intervensi yang berbeda pada otitis media berulang, frekuensi dan total waktu kekambuhan
K H CHEONG, S S M HUSSAIN Departmen Otolaryngologi, Rumah Sakit Ninewells dan Fakultas Kedokteran Universitas Dundee, Dundee, Scotland, UK ABSTRAK Tujuan: Untuk melakukan tinjauan sistematik, membandingkan pengaruh tiga intervensi(antibiotik kambuh. Metode: Literatur dari otitis media berulang yang didapatkan dari penelusuran Pubmed dan Scopus selama periode Januari 1990 hingga maret 2011. Pencarian daftar referensi dari artikel yang relevan dan buku teks dilakukan untuk mendapatkan studi tambahan. Kontrol percobaan yang dilakukan secara acak (RCT), menggunakan minimal 40 anak yang masuk dalam kriteria inklusi, yang diikuti setidaknya selama 12 bulan. Hasil: Delapan belas publikasi diidentifikasi. Masing-masing dinilai menggunakan kriteria inklusi yang telah ditetapkan lebih dulu; tujuh publikasi termasuk dalam kriteria ini. Kesimpulan: Antibiotik profilaksis efektif dalam mengurangi otitis media berulang, frekuensi kambuh dan total waktu kambuh. Penyisipan tabung Tympanostomi gagal mengurangi prevalensi otitis media berulang, namun dapat mengurangi frekuensi kambuh dan total waktu kambuh. Adenoidektomi dapat mengurangi otitis media berulang; hasil dari frekuensi kambuh otitis media berbeda, tetapi rata-rata terdapat penurunan; Namun, dua penelitian dengan data yang relevan memiliki total waktu kambuh dengan hasil yang bertentangan. profilaksis, penyisipan tabung tympanostomi, dan adenoidektomi) pada otitis media berulang, frekuensi kambuh, dan total waktu

Kata kunci: Otitis Media; Antibiotik profilaksis; Tabung Tympanostomi; Adenoidektomi

PENDAHULUAN
Otitis media merupakan peradangan pada rongga telinga tengah.Hal ini disebabkan oleh infeksi membran themucous dari celah telinga tengah. Infeksi virus dan bakteri dapat menyebabkan otitis media: virus umum termasuk virus syncytial pernafasan dan virus influenza A, sementara dua jenis bakteri yang paling umum adalah Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Kapanpun organisme tersebut menyerang membran mukosa, mereka dapat menyebabkan peradangan dan edema; eksudat, dan kemudian nanah yang dikeluarkan.1 Otitis media merupakan salah satu penyakit paling umum pada anak-anak, terhitung sekitar satu dari empat resep untuk anak-anak di bawah 10 tahun di Amerika Serikat.2 Pada usia satu tahun, 62 persen anak setidaknya akan memiliki satu episode otitis media.2 Banyak anak menderita otitis media berulang: sekitar 46 persen anak akan memiliki lebih dari tiga episode otitis media pada usia tiga tahun.2 Bagaimanapun otitis media akut sering sembuh sendiri (88 persen anak mengalami gejala seperti nyeri dan demam yang berkurang setelah empat sampai tujuh hari tanpa mengkonsumsi antibiotik). Keadaan tersebut dapat mempengaruhi intelektual, kemampuan berbicara dan bahasa anak, serta prestasi sekolah mereka.3 Penelitian menunjukkan bahwa semakin lama anak menderita otitis media, semakin buruk prestasi mereka dalam berbagai tes yang menilai kemampuan kecerdasan , verbal, dan membaca. untuk mencegah terjadinya otitis media berulang. Saat ini, terdapat tiga modalitas pengobatan utama untuk otitis media berulang: antibiotik profilaksis, adenoidektomi dan penyisipan tabung tympanostomi.4 Setiap metode pengobatan ini melibatkan biaya dan risiko. Untuk antibiotik, risiko termasuk hipersensitivitas dan resistensi. Intervensi bedah memiliki risiko komplikasi anestesi dan perdarahan, sementara penyisipan tabung tympanostomi dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut atau perforasi pada gendang telinga.5
3

Maka dari itu, sangat penting

Makalah ini secara sistematis mengulas tentang hasil penelitian terkini pengobatan dan pencegahan otitis media berulang, efektivitas dari ketiga metode pengobatan utama tersebut. dengan tujuan menilai

METODE
Pencarian Pustaka Kami melakukan pencarian menyeluruh saat ini, bukti berdasarkan hasil penelitian pada otitis media berulang, menggunakan penelusuran Pubmed dan Scopus.Penelusuran menggunakan istilahotitis media yang berulang dan sinonimnya infeksi telinga tengah berulang. Pencarian referensi dari daftar artikel yang relevan dan buku teks dilakukan untuk menemukan kajian tambahan yang terlewat selama pencarian database.Penelitian yang tidak dipublikasikan dalam bahasa Inggris dan tidak diterbitakan, tidak dilibatkan.Penelusuran diulang sepanjang penelitian untuk memperbarui hasil penelitian dan untuk menguji reproduksibilitas.Penelitian yang diperiksa dipublikasikan antara bulan januari 1990 dan maret 2011. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi untuk review ini akan ditampilkan dalam tabel I. Publikasi mulanya disaring yang memiliki relevansi dan kemudian dinilai lebih lanjut berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan lebih dulu. Hasil Hasil yang pertama dinilai adalah pengaruh intervensi berbeda pada otitis media berulang.Data penelitian yang terpilih diambil, jumlah atau persentase anak yang tidak terserang otitis media berulang dibandingkan dengan kelompok intervensi kontrol atau plasebo, untuk menilai pengaruh intervensi dengan parameter ini. Hasil kedua yang dinilai adalah pengaruh intervensi berbeda terhadap frekuensi episode otitis media berulang. Sekali lagi, data penelitian yang terpilih diambil dan frekuensi episode otitis media berulang selama periode yang diikuti

dibandingkan antara kelompok intervensi dan kontrol atau plasebo, untuk menilai pengaruh intervensi dengan parameter kedua ini. Hasil ketiga yang dinilai adalah total waktu anak-anak menderita otitis media berulang selama periode yang diikuti. Parameter ini dibandingkan antara kelompok intervensi dan kontrol atau plasebo.

HASIL
Berikut merupakan hasil pencarian skrining awal, 18 publikasi ditemukan.Masing-masing dinilai menggunakan kriteria inklusi yang telah ditetapkan lebih dulu.Hanya tujuh publikasi yang memenuhi kriteria tersebut. TABEL I KRITERIA INKLUSIRIVIEW Acak, percobaan terkontrol (RCT) Jumlah >40 anak-anak Umur<15 years Penelitian antibiotik profilaksis, adenoidektomi atau TT Antibiotik profilaksis diberikan secara terus-menerus selama lebih dari 1 bln Waktu penindaklanjutan 12 bln Ab= antibiotik; TT = penyisipan tabung timpanostomi; bln = bulan Pada sebelas makalah tidak ditemukan kriteria inklusi dan alasan untuk mengeksklusi, diringkas dalam tabel II.

DESKRIPSI PENELITIAN
Karakteristik dari tujuh penelitian yang memenuhikriteria inklusi diringkas dalam Tabel III. Mandel et al. meneliti dampak intervensi terhadap efusi berulang telinga tengah, di samping itu penelitian mereka juga menilai data tentang efektivitas terapi dari otitis media akut.18 Data yang relevan diambil dari penelitian terkini.Paradise et al., 1999 secara acak meneliti pasien yang menjalani operasi

adenotonsilektomi,adenoidektomi, atau terapi plasebo.20 Dalampenelitian ini, hanya data dari adenoidektomi dan terapi plasebo yang digunakan. Penelitian ini menyelidiki efektivitas pemberian antibiotikprofilaksis yang berbeda-beda berkaitan dengan jenis antibiotik,dosis dan durasi. Antibiotik yang paling umum digunakan adalah amoxicillin. Teele et al. menggunakan sulfisoxazole50 mg / kg per hari dan amoxicillin 20 mg / kg per hariselama enam bulan.17 Koivunen et al. menggunakansulfafurazole50 mg / kg per hari selama enam bulan.23 Mandel et al. menggunakan amoxicillin 20 mg / kg per hari selama satu tahun.18Casselbrant et al. menggunakan amoxicillin 20 mg / kg per hari(1x setiap malam) untuk durasi keseluruhanpenelitian.22 Peserta Rentang usia peserta penelitian bervariasi,dari bayi (Teele et al.) sampai anak usia 15 tahun (keduanya hasil penelitian Paradise et al).17,19,20Jumlah peserta dalam penelitian yang berbeda-beda sangat bervariasi. Semua penelitian termasuk lebih dari 100pasien, selain penelitian Le et al., yang hanya 57 pasien diambil secara acak.21 Dari 57 pasien, 13 pasienyang terdiagnosis efusi kronis telinga tengah, sedangkan 44 yang lain terdiagnosis otitis media berulang. Review ini menggunakan data dari 44 pasien yang terakhir. Menurut penelitian sebelumnya dari Paradise et al., terdapat 213 anak yang terdaftar, tetapi hanya 99 yang terambil secara acak.19Review ini menggunakan data dari 99 anak yang diambil secara acak ini. Follow up Kedua penelitian oleh Paradise et al. (1990 dan 1999) mengadopsi pola follow upyang sama dengan menganalisis data selama dua mingguan dengan sekumpulan pertanyaan tentang kondisi sehari-hari pasien dan asesmen enam mingguan oleh perawat.19,
20

Jika ditemukan otitis media, pasien di-follow up

setiap 1-4minggu. Le et al. mem-follow up pasien mereka 2-4minggu setelah prosedur pembedahan, dan kemudian dilakukan asesmentiga bulanan.21 Jika

terdiagnosis otitis media, pasien di-follow up setiap bulan sampai keluhan terselesaikan. Casselbrant et al. mem-follow up pasien dengan pemeriksaan bulanan.22 Jika gejala otitis media atau tanda-tanda penyakit THT ditemukan, pasien kembali diperiksa. Koivunen et al. tidak mengatur agenda apapun untuk follow up, melainkansetiap pasien diminta mengunjungi dokter mereka dan dinilai dengan mengacu pada gejala harian pasien dan catatan klinis dokter.23 Teele et al. mem-follow up pasien saat kunjungan pertama dan kemudian diikuti setiap empat minggu sampai minggu ke-26.17 Selain itu, pasien ini juga diminta berkunjung ke klinik 'anak sehat' secara rutin. Para pasien yang diberi injeksisulfisoxazolediminta untuk menghadiri kunjungan tambahan dalam seminggu sekali untuk menjalani tes hematologis tambahan. Mandel et al. memeriksa pasien penelitiansecara bulanan selama 1 tahun.18 Jika terdiagnosis otitis media, anak itu kembali diperiksa setelah 14 hari.

Pengaruh intervensi pada otitis media berulang


Hasil pertama menilai efek dari tiga intervensi yang berbeda untuk mencegah kekambuhanotitis media. Antibiotik profilaksis Tiga penelitian (Teele et al., Mandel et al. danCasselbrant et al.) menilai efek profilaksisantibiotik terhadap proporsi anak tidak menderitaotitis media berulang.17,18,22 Teele et al. melaporkan data dikumpulkan pada bulan ke-6 dan 12 setelah pasien dimasukan ke penelitian.17 Kelompok ini menilai efek pemberian amoxicillin, sulfisoxazole dan placebo. Hasil dari penelitian ini dirangkum dalam tabel IV. Mandel et al.melaporkan data yang dikumpulkan selama 12 bulan selama penelitian, untuk kelompok amoksisilin dan kelompok plasebo.18 Hasil dari penelitian ini diringkas dalam Tabel IV. Casselbrant et al. meneliti efek amoksisilin selama dua tahun periode tindak lanjut. Hasilnya juga dirangkum dalam Tabel IV.22 Tabung timpanostomi Suatu studi, oleh Casselbrant et al. menilai pengaruh insersi tabung timpanostomi pada pencegahan kekambuhan otitis media selama dua tahun periode tindak lanjut.22 Hasil dari penelitian ini dirangkum dalam Tabel V.

Adenoidektomi Dua studi, oleh Paradise dan rekannya (1990 dan 1999), menilai pengaruh adenoidektomi pada kekambuhan otitis media.19, 20 Penelitian pertama melaporkan data yang dikumpulkan selama tiga tahun periode tindak lanjut, hasil ini diringkas dalam Tabel VI.19 Paradise dan rekannya pada studi kedua memiliki dua kelompok yang berbeda: pasien yang dimasukkan ke dalam tiga perlakuan dan yang dimasukkan ke dalam dua perlakuan secara acak.20 Kedua kelompok ditindaklanjuti selama tiga tahun. Data yang relevan dari penelitian ini (yaitu anak yang diobati dengan adenoidektomi, dan kontrol) dirangkum dalam Tabel VI.
TABEL IV KETIADAAN KEKAMBUHAN OTITIS MEDIA: PENGARUH DARI Studi FU (bulan) Amoks ANTIBIOTIK Pasien tanpa kekambuhan (%) Sulf Plasebo % Perubahan* Amoks vs Teele et al.17 Mandel et al.18 Casselbrandt et al.22
*((Kelompok perlakuan kelompok placebo)/kelompok placebo) X 100. FU = follow up; Amoks = kelompok amoksisilin; Sulf = kelompok sulfisoksazol; Plasebo = kelompok plasebo; - = tidak dilakukan

Sulf vs Plasebo 47 27 -

6 12 12 24

70 38 76.4 58

47 28 -

32 22 47.1 40

Plasebo 119 73 62 45

TABEL V KETIADAAN KEKAMBUHAN OTITIS MEDIA: PENGARUH

TIMPANOSTOMI Studi FU (tahun) Casselbrant et al.22


*Dihitung seperti pada Tabel IV, FU = follow up; TT = kelompok tabung timpanostomi; Kontrol = kelompok kontrol

Pasien tanpa kekambuhan (%) TT 35 Kontrol 40

% Perubahan: TT vs Kontrol* -13

TABLE VI KETIADAAN KEKAMBUHAN OTITIS MEDIA: PENGARUH ADENOIDEKTOMI Studi FU Pasien tanpa %Perubahan: Pasien tanpa % Perubahan: (tahun) Paradise et al.19 Paradise et al.
20

kekambuhan (%) Adnd 1 Kontrol 1 44 51 51 31.1 26.4 35.3 37 19 47 21.5 37.3 36.2

adnd 1 vs kontrol 1* 19 168 9 45 -29 -2

kekambuhan (%) Adnd 2 Kontrol 2 29.5 50.0 65.2 22.4 38.2 47.7

adnd 2 vs kontrol 2* 32 31 37

1 2 3 1 2 3

*Dihitung seperti pada Tabel IV. FU = follow up; adnd = kelompok adenoidektomi; kontrol = kelompok kontrol; - = tidak dilakukan

Pengaruh intervensi pada frekuensi otitis media


Hasil kedua yang dinilai dalam tinjauan kami adalah efek dari intervensi yang berbeda pada frekuensi episode kekambuhan otitis media. Antibiotik profilaksis Tiga studi (Mandel et al., Casselbrant et al. dan Koivunen et al.) menilai efek antibiotik profilaksis pada frekuensi episode otitis media.18, 22,23 Mandel et al. melaporkan data dari anak-anak yang diterapi baik dengan amoksisilin ataupun plasebo, yang dikumpulkan selama 12 bulan.18 Hasil dari penelitian ini diringkas pada Tabel VII, yang menyatakan tingkat episode otitis media per orang setiap tahun. Casselbrant et al. mengukur tingkat episode otitis media per orang setiap tahunnya pada anak-anak yang diterapi baik dengan amoksisilin ataupun plasebo,

selama dua tahun periode tindak lanjut.22 Hasil untuk tahun pertama dan kedua pada dasarnya tidak terdapat perbedaan. Hasil tersebut terangkum dalam Tabel VIII. Koivunen et al. Melaporkan jumlah episode otitis media akut pada anak anak yang menjalani pengobatan dengan sulfarazole dan plasebo.Nilai rata rata jumlah episode dihitung berdasarkan anak anak yang mengalami kegagalan pengobatan semasa periode tindak lanjut.Hasil studi tersebut digambarkan pada tabel VIII.

Tabung timpanostomi Terdapat dua studi ( Casselbrant et al. Dan Le at al) yang menilai pengaruh insersi tabung timpanostomni pada jumlah episode otitis media. Casselbrant et al. Mengukur jumlah episode otitis media setiap orang per tahun pada anak anak yang diberikan tabung timpanostomi dan plasebo selama 2 tahun masa tindak lanjut.Hasil pada tahun pertama dan kedua masa tindak lanjut tidak terdapat perbedaan substansial.Hasil tersebut digambarkan pada tabel IX. Le et al. Menyelidiki pengaruh insersi tabung timpanostomi pada sejumlah episode kekambuhan otitis media yang dibandingkan dengan kontrol selama 2 tahun periode tindak lanjut.Sebagai studi yang menjabarkan telinga individu daripada pasien, maka data diberikan sebagai rata rata episode otitis media setiap 6 bulan tiap telinga. Hasil studi tersebut digambarkan pada tabel X.

Adenoidektomi Terdapat 3 studi ( paradise dan kolega 1990 ,1999 dan koivunen et al.) yang menilai pengaruh adenoidektomi pada jumlah episode otitis media. Kedua studi dari paradise dan kolega menilai jumlah rata rata episode otitis media setiap pasien per tahunya selama 3 tahun periode tindak lanjut. Studi tahun 1999 membagi pasien dalam 2 kelompok : Pasien acak yang menjalani 2 cara percobaan dan pasien acak yang menjalani 3 cara percobaan. Hanya hasil signifikan yang diberikan .tabel XII menggambarkan hasil studi tersebut.

Koivunen et al. mengukur jumlah episode otitis media akut pada anak anak yang diberi tatalaksana adenoidektomi atau plasebo.Nilai rata rata episode dihitung dari anak anak yang mengalami kegagalan terapi selama periode tindak lanjut.Hasil studi tersebut digambarkan pada tabel XII.

Pengaruh intervensi pada total waktu otitis

Hasil ketiga yang dinilai dalam kajian kami adalah pengaruh tiga intervensi berbeda pada setiap anak yang menderita total time otitis media. Antibiotik profilaksis Tiga studi (Casselbrant et al., mandel et al. dan teele etal) menilai pengaruh pemberian antibiotik profilaksis pada setiap anak yang menderita total time otitis media. Casselbrant et al. menghitung rata rata setiap anak dengan total time otitis media, digambarkan sebagai persentase total time otitis media ketika watu pertama masuk hingga 2 tahun periode tindak lanjut, berdasarkan pemberian perlakuan terapi (amoxicilin dan plasebo). Hasil studi tersebut digambarkan pada tabel XIII.

Mandel et al. mengukur persentasi lama waktu penderita pasien dengan efusi telinga tengah selama satu tahun periode tindak lanjut, dan dibandingkan

dengan kelompok amoxcillin dan plasebo.Hasil studi tersebut juga digambarkan pada tabel XIII. Teele et al. memperkirakan ratra rata waktu pasien mereka yang menderita efusi telinga tengah setelah memasuki studi, digambarkan dalam hari, dan dibandingkan dengan mereka yang mendapat pengobatan dengan amoxicillin, sulfisoxazole, dan plasebo.Data berupa 6 bulan pertama periode tindak lanjut dan 12 bulan penuh periode tindak lanjut.Hasil studi tersebut digambarkan pada tabel XIV. Tabung timpanostomi Hanya satu studi dari Casselbrant et al yang meneliti total time otitis media pada anak anak.Studi ini membandingkan penggunaan insersi tabung timpanostomi dengan pemberian plasebo.Digambarkan dalam bentuk persentase selama lebih dari 2 tahun periode tindak lanjut.Hasil studi tersebut digambarkan pada tabel XV. Adenoidektomi Studi dari paradise dan kolega (1990 dan 1999) meneliti pengaruh adenoidektomi pada total time otitis media, digambarkan dalam bentuk persentase selama keseluruhan periode tindak lanjut. Kedua studi ini melakukan tindak lanjut pada anak anak selama 3 tahun dan memberikan gambaran akumulasi proporsi kelompok yang menjalani pengobatan selama tiap tahun periode tindak lanjut. Studi selanjutkan membagi pasien menjadi 2 kelompok: pasien acak dengan 3 cara percobaan dan pasien acak dengan 2 cara percobaan. Hanya data yang relevan (contohnya anak anak yang menjalani adenoidektomi dibandingkan dengan kontrol) yang digunakan.Hasil dari kedua studi tersebut digambarkan pada tabel XVI.

DISKUSI
Walaupun semua data termasuk kajian ini dilakukan secara random, penelitian menggunakan kontrol pada anak-anak dengan otitis media menaksir hasil yang serupa, terdapat beberapa variabel yang membuat melakukan metaanalisis menjadi sulit. Untuk membandingkan efek intervensi yang berbeda dalam berbagai penelitian, perubahan persentase prevalensi kekambuhan, frekuensi otitis media dan keseluruhan jangka waktu otitis media, antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol atau plasebo, yang diplotkan pada diagram batang. Dalam beberapa penelitian yang meneliti efek dari intervensi antibiotik profilaksis, anakanak dirawat selama 6 bulan tetapi di follow-up dalam jangka waktu yang lama.Perubahan persentase selama periode pengobatan (atau untuk perkiraan durasi periode pengobatan) lebih digunakan daripada keseluruhan periode followup, jika data tersedia untuk periode pengobatan.Jika data tidak tersedia, perubahan persentase selama keseluruhan periode follow-up yang digunakan.

TABEL XIII Jangka Waktu Otitis Media*: Efek Antibiotik

Penelitian

Follow-up (tahun)

Jangka waktu OM (% keseluruhan followup) Amoxcillin Plasebo 15

% Perubahan kelompok amoxicillin vs kelompok plasebo+ -33

Casselbrandt

et.

10

al. Mandel et. al.# 1 19.6 33.0 -41 * Jangka waktu rata-rata otitis media, sebagai persentase dari keseluruhan followup. +(Kelompok perlakuan kelompok plasebo) / kelompok plasebo) x 100.
#

Otitis media ditandai dengan adanya efusi telinga tengah.

TABEL XIV Jangka Waktu Otitis Media*: Efek Antibiotik Penelitian Followup (bulan) Teele et. al. 6 12
*

Amoxcillin Hari (mean +SD) 33.3 + 34.5 62.8 + 18.5 17.2 %#

Sulfaoxacole Hari (mean +SD) 53.0 + 39.1 77.3 + 29.9 21.2 %#

Plasebo Hari (mean +SD) 50.2 + 40.6 73.3 + 27.8 20.1 %#

% Perubahan+ Amox vs plasebo -33 -14 Sulf vs plasebo 8 5

56.3 55.0 50.0 + Dari awal masuk penelitian sampai akhir follow-up. Dihitung dalam Tabel XIII. #Jangka

waktu otitis media sebagai persentase dari keseluruhan follow-up.

TABEL XV Jangka Waktu Otitis Media*: Efek Timpanostomi

Penelitian

Follow-up (tahun)

Jangka waktu OM (%)*

% Perubahan: Kelompok timpanostomi tube vs kelompok plasebo+

Timpanostomi

Plasebo

tube Casselbrandt et. al. 2 6.6 15 -56 * Jangka waktu rata-rata otitis media, sebagai persentase dari keseluruhan follow-up. +Dihitung dalam Tabel XIII.

TABEL XVI Jangka Waktu Otitis Media*: Efek Adenoidektomi Penelitian Followup (tahun) Jangka waktu otitis media (% follow-up/tahun) % Perubahan: kelompok adenoidektomi 1 vs kelompok kontrol 1 Kelompok adenoidekParadise et. al. Paradise et. al.
* +

Jangka waktu otitis media (% follow-up/tahun)

% Perubahan: kelompok adenoidektomi 2 vs kelompok kontrol 2+

Kelompok kontrol 1 28.5 28.4 16.7 29.9 20.3 16.6 -47 -37 -10 -25 -1 16

Kelompok adenoidektomi 2 16.3 11.9 9.8

Kelompok kontrol 2 23.4 12.2 9.7 -30 -2 1.0

1 2 3 1 2 3

tomi 1 15 17.8 15.1 22.4 20 19.3

Jangka waktu otitis media sebagai persentase follow-up (tahun). +Dihitung dalam Tabel XIII.

Pengaruh intervensi terhadap kekambuhan otitis media


Gambar 1 menunjukkan perubahan persentase antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol atau plasebo, tidak terdapatnya kekambuhan otitis media pada masing-masing penelitian yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis memiliki perubahan persentase yang tinggi.Hal ini menunjukkan bahwa dari tiga kajian intervensi, antibiotik profilaksis (penelitian oleh Teele et. al. Dan Casselbrant et. al.) menunjukkan metode terbaik dalam mengurangi proporsi anak-anak menderita

kekambuhan otitis media.Adenoidektomi (penelitia oleh Paradise dan rekan pada tahun 1990 dan 1999) juga menyebabkan sedikit pengurangan prevalensi otitis media.Insersi timpanostomi tube (penelitian oleh Casselbrant et. al.) menunjukkan peningkatan prevalensi kekambuhan pada anak-anak yang dirawat.

Gambar 1. Efek perbedaan intervensi dalam pencegahan kekambuhan otitis media.Perubahan persentase antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol atau plaseboyang ditunjukkan pada penelitian yang relevan.

Pengaruh intervensi terhadap frekuensi otitis media


Gambar 2 menunjukkan perubahan persentase antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol atau plasebo, untuk frekuensi episode otitis media pada penelitian yang relevan. Penelitian berbeda menunjukkan hasil variabel sebagai perbandingan.Hasil yang paling konsisten ditemukan pada penelitian dengan antibiotik profilaksis (Madel et. al., Casselbrant et. al. dan Koivunen et. al.).Semua penelitian menunjukkan penurunan frekuensi otitis media pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol atau plasebo.Penelitian dengan insersi timpanostomi tube (Le et. al. Dan Casselbrant et. al.) juga menunjukkan

penurunan frekuensi otitis media pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol atau plasebo. Hasil penelitian adenoidektomi sulit untuk diinterpretasikan: penelitian pertama (Paradise et. al. 1999) menunjukkan penurunan frekuensi otitis media; penelitian lainnya (Koivunen et. al. 1990) menunjukkan tidak terdapat perubahan, dan penelitian ketiga (Paradise et. al. 1990) menunjukkan kenaikan frekuensi otitis media pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol atau plasebo. Pada percobaan untuk membandingkan keefektifan dari tiga tipe intervensi, rata-rata perubahan persentase pada frekuensi otitis media dihitung dalam berbagai bentuk dan diplotkan dalam diagram batang (Gambar 3). Hal ini menunjukkan antibiotik profilaksis merupakan cara paling efektif dalam mengurangi frekuensi otitis media, dari tiga intervensi yang dikaji. Bila dinilai hanya berdasarkan rata-rata perubahan persentase, insersi timpanostomi tube lebih unggul daripada adenoidektomi dalam mengurangi frekuensi otitis media.

Gambar 2. Efek perbedaan intervensi pada frekuensi episode otitis media.Perubahan persentase antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol atau plasebo yang ditunjukkan pada penelitian yang relevan.

Gambar 3. Rata-rata perubahan persentase (membandingkan intervensi dan kelompok kontrol atau plasebo) frekuensi otitis media pada ketiga intervensi.

Pengaruh intervensi terhadaptotal waktu otitis media


Gambar 4 menunjukkan perubahan persentase antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol atau placebo, untuk keseluruhan jangka waktu otitis media dalam penelitian yang relevan. Perubahan persentase terbesar pada keseluruhan jangka waktu otitis media ditunjukkan pada insersi timpanostomi tube (Casselbrant et. al.).Selain itu, insersi timpanostomi tube menunjukkan metode terbaik (dari tiga intervensi yang dikaji) dalam mengurangi lamanya waktu anak-anak menderita episode kekambuhan otitis media.Walaupun antibiotik profilaksis (Teele et. al., Mandel et. al.dan Casselbrant et. al.) tidak menunjukkan efek yang besar dibandingkan dengan insersi timpanostomi tube, hal tersebut menunjukkan perubahan persentase yang signifikan (kecuali pada sulfisoxazole menurut Teele et. al.).Hasil dari dua penelitian pada adenoidektomi (Paradise dan rekan 1990 dan 1999) sulit untuk diinterpretasikan.Walaupun penelitian pada tahun 1990 menunjukkan adenoidektomi tidak efektif dalam mengurangi keseluruhan jangka waktu otitis media dibandingkan dengan insersi timpanostomi tube dan antibiotik profilaksis, namun masih terdapat keuntungan dalam hal ini. Akan tetapi, penelitian Paradise dan rekan pada tahun 1999 menunjukkan peningkatan adenoidektomi, daripada pengurangan, jangka waktu pada otitis media.

Gambar 4. Efek perbedaan intervensi pada keseluruhan jangka waktu otitis media. Perubahan persentase antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol atau plasebo yang ditunjukkan pada penelitian yang relevan.

Anak-anak dibawah dua tahun Pengobatan pada anak-anak dibawah dua tahun dapat didiskusikan secara terpisah. Hanya dua penelitian meneliti anak-anak dibawah umur ini: Teele et. al. dan Koivunen et. al., Teele et. al. membandingkan antibiotik dengan plasebo dan hasilnya berkontribusi pada penilaian dari hasil pertama dan ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis dapat mengurangi kekambuhan otitis media dan keseluruhan jangka waktu otitis media.Selain itu, tidak terdapat data lainnya yang tersedia untuk kedua hasil pada kedua metode pengobatan lainnya. Koivunen et. al. membandingkan antibiotik versus adenoidektomi versus plasebo. Hasilnya digunakan pada penilaian dari hasil kedua: hal tersebut menunjukkan bahwa antibiotik mengurangi frekuensi episode otitis media tetapi tidak pada adenoidektomi, dibandingkan dengan plasebo. Tidak terdapat data yang tersedia

pada efek insersi timpanostomi tube terhadap frekuensi otitis media pada anakanak dibawah dua tahun. Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa pada anak-anak dibawah dua tahun, antibiotik profilaksis bermanfaat dalam mengurangi prevalensi kekambuhan otitis media, frekuensi episode otitis media, dan keseluruhan jangka waktu otitis media. Adenoidektomi tidak berhasil menunjukkan manfaat dalam mengurangi frekuensi otitis media.Tidak terdapat data yang mendukung keefektifan insersi timpanostomi tube pada anak-anak dibawah dua tahun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil studi dan variasi antar-studi


Tingkat keefektivitasan dari perlakuan-perlakuan yang dilakukan dikemukakan secara berbeda-beda pada berbagai studi. Beberapa studi mengatakan bahwa suatu perlakuan memberikan manfaat yang sangat besar, namun studi yang lain hanya menemukan hasil yang biasa saja dari perlakuan tersebut. Bahkan, beberapa studi mengemukakan hasil yang saling berkontradiksi pada perlakuan yang serupa. Salah satu penyebab perbedaan hasil studi tersebut adalah waktu follow-up yang lebih panjang daripada waktu terapinya.Misalnya, Casselbrant et al hanya melaporkan data dari akhir tahun kedua follow-up, sedangkan durasi fungsional dari tympanostomy tube biasanya 6-12 bulan.Oleh karena itu, pada rentang waktu follow-up tersebut, ada waktu di mana anak-anak dengan tympanostomy tube tersebut tidak terproteksi dengan perlakuan.Sehingga, waktu-waktu tersebut seharusnya tidak dapat digunakan untuk mengukur kefektivitasan perlakuan. Pemilihan subyek penelitian juga berbeda-beda antar-studi. Walaupun banyak studi yang menggunakan tiga atau lebih episode otitis media dalam enam bulan sebagai kriteria inklusi, beberapa studi menggunakan metode lain. Misalnya, Teele et al memasukkan bayi yang memiliki satu episode otitis media dalam enam bulan atau dua episode pada tahun pertama kehidupan ke dalam kriteria inklusinya, sedangkan Le et al juga menggolongkan anak dengan empat episode otitis media atau lebih sebelum usia satu tahun, atau enam episode atau

lebih pada usia antara 1-6 tahun. Dua studi tersebut membutuhkan episode otitis media yang lebih sedikit untuk dapat dimasukkan sebagai kriteria inklusi, dibandingkan dengan studi lain yang menggunakan tiga episode atau lebih dalam enam bulan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan penggunaan kriteria inklusi yang lebih ketat, anak-anak dengan risiko kekambuhan lebih tinggi akan lebih banyak terdeteksi. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap data outcome anak yang mendapatkan perlakuan plasebo. Tingkat keefektivitasan perlakuan juga dapat bervariasi pada anak dengan risiko kekambuhan yang tinggi.Oleh karena itu, kriteria inklusi yang berbeda-beda pada berbagai studi dapat mempengaruhi hasil penelitian. Kriteria inklusi dan eksklusi memiliki pengaruh yang penting terhadap hasil studi. Selain Teele et al, semua studi memiliki kriteria eksklusi. Berbagai kondisi diketahui sebagai predisposisi terhadap munculnya otitis media pada anak. Misalnya, pasien dengan bibir sumbing dan sindrom Down diketahui memiliki kerusakan fungsi tuba eustachi sehingga berisiko lebih tinggi terhadap munculnya penyakit telinga tengah. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kelainan anatomis tersebut terhadap risiko otitis media, dilihat perkembangannya terhadap terapi yang diberikan. Kondisi lain seperti imunodefisiensi, asma dan sinusitis kronis juga akan meningkatkan risiko otitis media. Kondisi-kondisi tersebut dimasukkan ke dalam kriteria eksklusi, namun beberapa studi masih memasukkannya. Hal ini akan mempengaruhi hasil data keefektivitasan terapi. Faktor lain yang berpengaruh adalah bagaimana kasus episode baru otitis media tersebut ditangani. Mayoritas studi menggunakan antibiotik untuk menangani episode baru otitis media yang terjadi selama masa followup.Sedangkan, pada kelompok antibiotik, pemberian profilaksis antibiotik dihentikan.Namun, jenis antibiotik, dosis, dan lama pemberian antibiotik tersebut berbeda-beda pada masing-masing studi.Misalnya, Teele et al yang memberikan cotrimoxazole, cefaclor atau erythromycin untuk menangani otitis media.Sedangkan, Paradise memberikan ampicillin atau amoxicillin sebagai terapi awal, dan erythromycin ethylsuccinate yang dikombinasi dengan sulfisoxazole acetyl sebagai alternatif terapi. Perbedaan protokol terapi di berbagai studi

tersebut akan mempengaruhi durasi episode otitis media, sehingga berpengaruh terhadap total jumlah episode otitis media selama masa follow-up. Ditambah pula, pada kelompok yang mendapatkan terapi bedah, pasien juga akan mendapatkan antibiotik. Oleh karena itu, pasien mendapatkan perlindungan ganda, yang akan sangat mungkin akan menurunkan frekuensi terjadinya otitis media. Namun, karena terapi hanya diberikan pada episode baru, prevalensi kekambuhan otitis media awal tidak akan terpengaruh hasilnya. Diketahui pula bahwa Le et al tidak melakukan randomisasi pada individu anak pada penelitiannya, melainkan randomisasi dilakukan pada telinga individu. Keuntungan metode ini adalah variabel seperti genotip, alergi dan faktor lingkungan akan dapat terkontrol. Namun, apabila seorang anak memiliki episode otitis media baru pada satu telinga, maka akan sangat sulit untuk mengisolasi telinga yang sudah terkena sebelumnya saat pemberian antibiotik oral diberikan. Sifat alamiah penyakit otitis media juga harus diperhatikan pada saat membandingkan hasil studi.Jenis kelamin dan musim juga termasuk salah satu dari faktor risiko otitis media.Laki-laki memiliki prevalensi lebih besar untuk terjadi otitis media episode tunggal maupun otitis media rekuren dibandingkan dengan wanita. Namun, karena studi dilakukan dengan randomisasi, maka jenis kelamin tidak akan berpengaruh banyak terhadap hasil tersebut. Walaupun otitis media dapat terjadi di seluruh musim, namun lebih banyak terjadi pada musim gugur dan salju.Variasi musim juga dapat berpengaruh pada hasil studi keefektivitasan antibiotik profilaksis.Prevalensi episode otitis media baru yang berbeda karena dipengaruhi musim diketahui dari pemberian plasebo. Jika plasebo diberikan pada musim panas dan terapi aktif pada musim salju, prevalensi rekurensi otitis media awal dan frekuensi episode kambuhan akan kecil. Hal ini berbeda dengan apabila pemberian plasebo dilakukan pada musim salju dan terapi aktif saat musim panas. Seperti disebutkan di atas, otitis media merupakan self-limiting. Delapan puluh delapan persen anak-anak akan menghilang gejala nyeri dan demamnya pada hari ke 4-7 tanpa pemberian antibiotik. Metode follow-up bervariasi pada masing-masing studi, namun kebanyakan dilakukan dengan interval bulanan.Oleh

karena itu, sangat mungkin apabila episode otitis media terjadi selama masa jeda follow-up, sehingga tidak tercatat. Insidensi otitis media pada anak juga mengalami perubahan saat mereka tumbuh.Insidensi puncak adalah saat anak berusia antara 6-18 bulan, dan secara berangsur menurun.Usia anak pada beberapa studi disesuaikan dengan periode follow-up. Studi dengan periode follow-up yang panjang, insidensi otitis media akan berubah selama periode follow-up seiring pertumbuhannya. Kondisi ini menyebabkan keefektivitasan perlakuan yang diberikan menurun seiring berjalannya follow-up, demikian pula insidensi otitis media pada kelompok kontrol atau plasebo.

KESIMPULAN
Meski terdapat beberapa keterbatasan diatas, namun masih dapat untuk membuatkesimpulanberikut dari data tujuh studiditinjau yang diambil. Pertama, kami menyimpulkan bahwaantibiotik profilaksisefektifdalam meningkatkanhasil ketiga otitis mediayang dinilai dalamtinjauan ini.Pengobatan denganantibiotik profilaksismengurangiprevalensikekambuhanotitis besar dalam daripadapenyisipan menguranngi media, tabung frekuensi episodeotitis media, dan total waktuotitis media setiap anak. Efektivitas antibiotikprofilaksislebih timpanostomidanadenoidektomy, kekambuhanotitis

mediadanotitismedia frekuensiepisode. Kedua, pengobatan dengan menggunakan tabungtimpanostomigagaluntuk mencegah terulangnyaotitis media.Namun,efektif dalam mengurangifrekuensi episodeotitis mediadan totalwaktu otitis media. Ketiga, studiyang adenoidektomi efektif dalam mengurangikekambuhanotitis tetapirata-ratahasildaritiga media.Datafrekuensiotitis mediaberbedaantarstudi,

relevanmenunjukkan

bahwaadenoidektomimengurangi

frekuensiepisodeotitis

media.Keduastudi

yang

menilaipengaruhadenoidektomipada total waktuotitis mediamemilikihasil yang bertentangan, dan karena itusulit untukmenarik kesimpulan. Adenoidektomitidak memiliki manfaatdalam pengobatanotitis mediapada anak-anakdi bawah usiadua tahun. Di masa yang akan datang, akan bermanfaatjikaprotokol standarmulai diterapkanuntuk semua studi, dengankriteria standar inklusidan eksklusi(termasuk usiainklusiyang lebih sempit), sebuah protokolpengobatan standar untukepisode baruotitis media, dan metodetindak lanjutstandar.Penerapanprotokoltersebut akanmembatasiberbagai faktoryang dapat mempengaruhihasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai