Anda di halaman 1dari 20

TAHAP I KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Kepala Keluarga : Tn.

R Alamat Lengkap Bentuk Keluarga : RT 4 / RW 33 Mojosongo, Surakarta : Nuclear family

Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah N Nama o 1 Tn. R 2 Ny. S 3 Sdr P Kedudukan Suami Istri Anak ke-1 L/ P L P L Umur (th) 55 43 27 Pendidikan terakhir SMP SD SD Pekerjaan Penambang batu Buruh Buruh bangunan Ket Penderita TB Paru Kasus 4 Sdr. H 5 Sdr. S 6 Sdr. F 7 An.T 8 An. S 9 An. A Anak ke-2 Anak ke-3 Anak ke-4 Anak ke-5 Anak ke-6 Anak ke-7 L L L P P P 25 22 19 18 16 SD SD SD SMP SD Pekerja Bengkel Pekerja Bengkel Pekerja Bengkel Pekerja Bengkel Pekerja Baru -

Bengkel 8 SD Sumber : Data primer, 2 Agustus 2012

Keterangan: Keluarga Sdr. P adalah nuclear family yang terdiri atas 9 orang. Terdapat satu orang sakit yaitu Sdr. P, umur 27 tahun, beralamat di Mojosongo RT 4 / RW 33,

Surakarta. Diagnosa klinis penderita adalah TB Paru lesi luas kasus baru dengan BTA (+). Pendidikan terakhir penderita adalah SD. Penderita saat ini bekerja sebagai buruh bangunan. Penderita tinggal di rumah bersama orang tua dan saudara-saudaranya.

TAHAP II STATUS PENDERITA A. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis kelamin Agama Suku Tanggal pemeriksaan B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Batuk berdahak : : Sdr. P : 27 tahun : Laki-laki : Islam : Jawa : 2 Agustus 2012

Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluhkan batuk. Batuk bercampur dengan dahak berwarna putih, kadang disertai dengan darah. Batuk terjadi terus menerus, tidak ada perbedaan waktu batuk pada pagi, siang, atau malam hari. Selain itu pasien juga mengeluh keringat pada malam hari tanpa aktivitas fisik dan nyeri dada saat batuk. Selama sakit ini, pasien mengatakan nafsu makannya menurun, dan berat badannya mengalami penurunan 5 kg. Kemudian pasien berobat ke RS. Dr Moewardi. Disana pasien dicek dahak dan dirontgen dada. Pasien didiagnosis sakit TB kemudian diberi OAT. Pihak RS menyarankan agar pengobatan selanjutnya dilanjutkan di Puskesmas terdekat saja karena obatnya sama dari pemerintah. 3. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat tekanan darah tinggi b. Riwayat sakit gula c. Riwayat asma d. Riwayat alergi telur e. Riwayat kontak penderita TB 3 : disangkal. : disangkal. : disangkal. : (+) : (+)

f. Riwayat batuk lama g. Riwayat OAT h. Riwayat mondok

: (+) sejak bulan Mei tahun 2012. : (+) sejak bulan Juli tahun 2012. : (+) di RSUD Dr. Moewardi karena keluhan yang sama selama 6 hari.

4. Riwayat Penyakit Keluarga a. Riwayat tekanan darah tinggi b. Riwayat sakit gula c. Riwayat batuk lama d. Riwayat asma/alergi 5. Riwayat Kebiasaan b. Riwayat merokok c. Riwayat minum MIRAS : : (+) satu bungkus per hari selama 13 tahun. : (+) : (+) Bapak pasien. : disangkal. : disangkal. : disangkal.

a. Riwayat olah raga teratur : Sepak bola 2 kali dalam 1 minggu.

6. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi : Pasien adalah seorang laki-laki berusia 27 tahun dan belum menikah. Pasien merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Saat ini penderita tinggal di rumah orang tuanya bersama saudara-saudaranya. Penderita sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan. Kesan ekonomi cukup dengan penghasilan pasien per bulan Rp. 400.000,00. 7. Riwayat Gizi : Penderita makan sehari-harinya 4 kali sehari dengan nasi, sayur, dan lauk pauk seperti telur, tahu, dan tempe, kadang dilengkapi buah. Nafsu makan dalam beberapa bulan terakhir mengalami penurunan.

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan kurang. 2. Tanda Vital Tensi Pernafasan 3. Status Gizi BMI 4. Mata 5. Thoraks -Cor = BB TB2 : : BJ III intensitas normal, heart rate 84x/menit regular, bising (-). tambahan ronkhi basah kasar (+/+). 6. Abdomen 7. Ekstremitas : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) 15x/menit. : akral dingin (-), edema (-). = 45 = 17,5 (underweight) (1.60)2 : 120/70 mmHg : 22x/menit Nadi Suhu : 84 x/menit : 36,8oC per axiler

: konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-).

- Pulmo :dalam batas normal, Suara Dasar Vesikuler (+/+), suara

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan dahak : BTA +3 dengan kesan TB paru aktif. E. RESUME Sejak bulan Juli 2012, pasien sering mengeluhkan batuk, batuk disertai dengan dahak, nyeri dada (+), nafsu makan menurun (+), berat badan menurun (+), keringat dingin malam hari (+). Pasien berobat ke RSUD Dr Moewardi dan didiagnosa TB paru lesi luas kasus baru dengan BTA (+) dan diberi oral anti tuberkulosis (OAT). Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi respirasi 22x/menit dan auskultasi paru didapatkan suara tambahan ronkhi basah kasar (+/+). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan BTA (+) dan tampak infiltrat di apeks paru sebelah kanan pada foto rontgen. Pemeriksaan foto thoraks : Tampak infiltrat di apeks paru sebelah kanan

F. DIAGNOSIS HOLISTIK 1. Diagnosis Biologis: TB paru aktif lesi luas kasus baru dengan BTA (+) dan gizi kurang (underweight). 2. Diagnosis Psikologis: Hubungan Sdr. P dengan orang tua dan saudaranya saling mendukung, saling memperhatikan dan pengertian. 3. Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya: Kondisi lingkungan dan rumah yang kurang sehat, hubungan dengan tetangga berlangsung baik. Untuk status ekonomi pasien, tingkat kesejahteraan pasien kurang. G. PENATALAKSANAAN 1. Non Medikamentosa a Edukasi b Olah raga 2. Medikamentosa a Oral Anti TBC (OAT)

TAHAP III IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA A. FUNGSI HOLISTIK 1. Fungsi Biologis Keluarga Sdr. P adalah nuclear family yang terdiri atas 9 orang. Terdapat satu orang yang sakit yaitu Sdr. P berusia 27 tahun, tinggal bersama orang tua (Tn. R 55 tahun dan Ny. S, 43 tahun) dan keenam saudaranya yang lain, yaitu Sdr. H (25 tahun), Sdr. S (22 tahun), Sdr. F (19 tahun), An. T (18 tahun), An. S (16 tahun), dan An. A (8 tahun). Semuanya tinggal bersama serumah. Secara umum keluarga ini tampak kurang sehat, bahagia, saling menyayangi dan mendukung dalam kesulitan. 2. Fungsi Psikologis Hubungan yang terjadi antar anggota keluarga terjalin cukup baik, akrab, luwes dan tidak terjadi perselisihan, terbukti dengan komunikasi yang hidup antar anggota keluarga. Mereka saling menyayangi dan saling mendukung satu sama lain. 3. Fungsi Sosial Pasien dan keluarga hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan social tertentu dalam masyarakat. Sdr. P cukup baik berinteraksi dengan anggota masyarakat dan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. 4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan orang tua dan saudaranya yang sudah bekerja, dengan total penghasilan kurang lebih sebesar Rp. 1.500.000 perbulan. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke puskesmas. Pembiayaan kesehatan dengan asuransi kesehatan PKMS gold.

5.

Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi Penderita cukup terbuka sehingga bila mengalami kesulitan atau masalah penderita sering bercerita pada keluarganya.

Simpulan : Fungsi holistik keluarga Sdr. P umur 27 tahun yang mengalami gangguan adalah fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan. B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE) Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan APGAR score. APGAR score akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara keseluruhan. Tabel 2. Daftar APGAR Score No 1 2 3 4 APGAR Saya puas dengan keluarga saya yang telah menolong saya disaat susah Saya puas dengan cara keluarga saya membicarakan segala sesuatunya dan berbagi masalah dengan saya Saya puas dengan cara keluarga saya untuk menyetujui dan mendukung keinginan saya akan hal baru Saya puas dengan cara keluarga saya menunjukkan kasih sayangnya dan menanggapi kemarahan saya, perhatian dan cinta saya untuk mereka Saya puas dengan cara keluarga saya membagi waktu dengan saya TOTAL (kontribusi) Keterangan : <5 buruk 6-7 cukup 8-10 baik

Tabel 3. Fungsi Fisiologis Keluarga Tn. R

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6 7 8 9

Nama Tn. R Ny. S Sdr. P Sdr. H Sdr. S Sdr. F An. T An. S An. A

A.P.G.A.R. score 8 10 8 10 Sumber : Data primer,2 Agustus 2012

Ket: Tn. R, Sdr H, Sdr S, Sdr F, Sdr T tidak dilakukan penilaian fungsi fisiologis karena selama tiga hari kunjungan tidak ada di rumah. (8+10+8+10) Fungsi fisiologis keluarga = 4 Simpulan: Fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Sdr. P termasuk dalam kategori keadaan baik. C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M) Tabel 4. Fungsi Patologis Keluarga Sdr. P (SCREEM) SUMBER Social Cultural Religion Economic PATOLOGI Interaksi sosial yang baik. Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik. Pasien tidak menjalankan sholat 5 waktu. KET _ _ + = 9(Baik)

Education Medical

Ekonomi keluarga cukup, karena masih ada anak yang + belum mandiri dalam keuangan, sedangkan pendapatan keluarganya Rp1.500.000 per bulan. Pendidikan penderita kurang + Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga _ menggunakan pelayanan puskesmas. Sumber : Data Primer, 2 Agustus 2012

Simpulan: Dalam keluarga Sdr. P fungsi patologis yang positif adalah fungsi religi, ekonomi, dan pendidikan. 9

D. GENOGRAM Fungsi genetik dinilai dari genogram keluarga Diagram 1. Genogram Keluarga Sdr. P

Tn. R 55 tahun

Ny. S 43 tahun

Sdr. H 25 tahun Sdr. P, 27 tahunTB parulesiluaskasusb arudengan BTA (+)

Sdr. S 22 tahun

Sdr. F 19 tahun

An. T 18 tahun

An. S 16 tahun

An. A 8 tahun

Sumber : Data Primer, 2 Agustus2012 Keterangan: : Laki-laki hidup : Perempuan hidup atau : Laki-laki/perempuan meninggal : Penderita : Tinggal serumah Simpulan : Tn. R 55 tahun Ny. S 43 tahun Sdr. P 27 tahun

Tidak adanya penyakit keturunan pada keluarga pasien. An. A 8 tahun E. FUNGSI HUBUNGAN INTERAKSI KELUARGA Diagram 2. Pola Hubungan Interaksi Keluarga Tn. R An. S 16 tahun 10 An. T 18 tahun Sdr. F 19 tahun Sdr. S 22 tahun Sdr. H 25 tahun

Sumber : Data Primer, 2 Agustus2012 Keterangan : : hubungan baik : hubungan tidakbaik Simpulan: Hubungan antara Sdr. P dengan seluruh anggota keluarganya harmonis. F. FUNGSI PERILAKU 1. Pengetahuan Keluarga Sdr. P kurang memahami penyakit Sdr. P, terutama tentang bahaya penularannya. 2. 3. Sikap Kurang berperilaku yang memenuhi standar hidup sehat. Tindakan Keluarga Sdr. P kurang perhatian dengan mengingatkan penderita untuk rutin kontrol dan meminum obat. Simpulan : Faktor perilaku keluarga Sdr. P berpengaruh negatif terhadap kesehatan Sdr. P.

11

G. FAKTOR NON PERILAKU 1. Lingkungan Rumah yang dihuni keluarga ini serta lingkungan sekitar rumah tidak memenuhi syarat rumah sehat. 2. Keturunan Tidak terdapat faktor keturunan yang mempengaruhi penyakit penderita. 3. Pelayanan Kesehatan Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sudah cukup baik. Simpulan : Faktor non-perilaku keluarga Sdr. P berpengaruh negatif terhadap kesehatan Sdr. P. H. FAKTOR INDOOR Keluarga Sdr. P tinggal di sebuah rumah: 1. Ukuran 10 x 7m2. 2. 4 kamar tidur. 3. 1 kama rmandi dengan jamban. 4. Lantai masih menggunakan lantai semen. 5. Penerangan rumah dan ventilasi masih kurang.

Diagram 3. Denah Rumah Tn. R

12

Kamar tidur

Kamar tidur

Kamar tidur

TV
Kamar tidur Tempat kerja, menata sedotan Tikar untuk tidur

Tempat cuci piring dan baju WC Kamar mandi Dapur Ruang tamu

Simpulan: Faktor indoor rumah Sdr. P kurang baik. I. FAKTOR OUTDOOR Rumah keluarga Sdr. P berada di perkampungan. Antara satu rumah dengan lainnya terpisahkan oleh tembok. Jalan umum di sekitar rumah belum beraspal. Simpulan : Faktor outdoor rumah Sdr. P kurang baik. Tabel 5. SimpulanFungsi Keluarga Sdr. P Fungsi Holistik Fisiologis Patologis Genogram Pola interaksi Faktor perilaku Faktor non perilaku Faktor indoor Faktor outdoor Keterangan Kurang baik Baik Kurang baik Baik Baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik TAHAP IV

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DAN RUMAH YANG KURANG SEHAT DENGAN TB PARU LESI LUAS KASUS BARU DENGAN BTA (+) DAN GIZI KURANG (UNDERWEIGHT)

13

TB Paru merupakan salah satu dari macam penyakit yang berhubungan erat dengan kondisi lingkungan sekitar. Mayoritas penduduk Indonesia termasuk golongan menengah kebawah sehingga adanya penyakit saluran napas semacam tuberkulosis sangat mudah terjadi penularan (Soewasti, 2000). Beberapa parameter yang dianggap berpengaruh terhadap terjadinya penularan TB paru, diantaranya kepadatan hunian, pencahayaan, ventilasi, jenis lantai dan dinding, jenis bahan bakar serta kebiasaan dan perilaku penghuni (Soewasti, 2000). Empat hal pokok guna memenuhi kriteria rumah sehat, yakni memenuhi kebutuhan fisiologis, memenuhi kebutuhan psikologis, memenuhi persyaratan pencegahan penyakit antar anggota keluarga atau penghuni rumah, dan memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar dan dalam rumah (Sulistyowati, 2006). Pasien Sdr P, 27 tahun, nuclear family dengan TB Paru aktif lesi luas kasus baru dengan BTA (+). Dari segi psikologis, hubungan Sdr. P dan keluarganya harmonis. Pasien tidak mengalami beban psikis yang berarti karena penyakitnya. Dari segi sosial, keluarga Sdr. P termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah, hubungan dengan lingkungan sekitar/tetangga adalah baik. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan sangat kurang. Tempat tinggal dan lingkungan sekitar masih kurang sehat, kebersihan kurang baik, ventilasi dan penerangan kurang memadai. Pada pasien tersebut juga didapatkan gizi kurang. Dari hasil anamnesis diketahui bahwa berat badan pasien 45 kg dan tinggi badan pasien 160 cm. Berdasarkan hal tersebut dapat dihitung BMI pasien 17,5 yang tergolong underweight. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena faktor genetik, yaitu ibu pasien yang terlihat kurus dan ayah pasien yang juga kurus menurut penjelasan dari ibu pasien. Selain faktor genetik, faktor perilaku juga mempengaruhi kondisi pasien seperti pola makan pasien yang tidak teratur. Dari faktor ekonomi pasien yang kurang juga dapat mengakibatkan makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi. Sebelum melakukan kunjungan ulang, kami sudah berkomunikasi dengan keluarga pasien untuk meluangkan waktu pada kunjungan berikutnya. Tetapi,

14

karena alasan pekerjaan, beberapa anggota keluarga tidak bisa ada di rumah pada saat kunjungan, sehingga pada kunjungan berikutnya, kita tetap tidak dapat melakukan penilaian fungsi fisiologis secara lengkap pada setiap anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah. Peran Puskesmas Sibela dalam penemuan dan penanganan kasus TB yang ada di wilayah kerjanya dilakukan oleh unit P2 TB. Disini unit P2 TB melakukan beberapa upaya untuk untuk meningkatkan angka cakupan penemuan kasus TB yang merupakan salah satu masalah yang menjadi prioritas di Puskesmas Sibela. Beberapa kegiatan yang dilakukan unit P2 TB adalah sebagai berikut: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kegiatan Penjaringan suspek Kunjungan rumah Kunjungan rumah pasien mangkir Pemberian PMT Sasaran Pasien BP, KIA Kontak dengan pasien TB Pasien TB mangkir Pasien TB dengan Indikator CDR > 80% 100% dikunjungi Kasus DO = 0

gizi Kesembuhan 99% Kesembuhan 99% Kesembuhan 99% Adanya kasus

kurang Penyuluhan DOTS Keluarga pasien Pengawasan menelan Pasien TB obat Penyuluhan TB Kader, masyarakat

rujukan dari kader 8. Pertemuan DPS atau masyarakat DPS di wilayah puskesmas Adanya rujukan Sibela kasus, 80% CDR >

Namun karena keterbatasan jumlah tenaga kerja dan beberapa tenaga kesehatannya merangkap tugas sehingga ada tugas yang terbengkalai. Hal ini menyebabkan cakupan angka penjaringan TB yang rendah, hal ini disebabkan karena: 1. Pengetahuan masyarakat akan penyakit TB rendah sehingga kesadaran penderita untuk berobat rendah.

15

2. Adanya stigma yang jelek tentang penyakit TB sehingga penderita malu untuk berobat. 3. Pengetahuan tentang pengobatan TB yang lama serta efek samping yang tidak menyenangkan menyebabkan pasien malas untuk memeriksakan diri. 4. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader kesehatan (Posyandu, Desa Siaga) mengenai TB sehingga rujukan ke Puskesmas kurang. 5. POKJANAL TB yang belum berfungsi secara maksimal. 6. Kurangnya koordinasi dan kepatuhan para dokter, spesialis dan RS swasta dalam menerapkan prosedur standar DOTS dalam pemeriksaan, diagnosis, pengobatan maupun pencatatan dan pelaporan pasien TB. Untuk penyelesaian masalah cakupan penjaringan kasus TB yang masih rendah di wilayah kerja Puskesmas Sibela, kami berusaha menyususun beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai berikt: Masalah 1. Pengetahuan masyarakat akan penyakit TB rendah sehingga kesadaran penderita untuk berobat rendah 2. Adanya stigma yang jelek tentang penyakit TB sehingga penderita malu untuk berobat 3. Batuk dengan tidak menutup mulut dan membuang dahak sembarangan Alternatif Pemecahan Masalah 1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kapada masyarakat 2. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-tempat umum

3. Diberikan edukasi kepada pasien untuk menutup mulut dengan tisu sekali pakai ketika batuk dan membuang dahak serta bekas tisu yang digunakan ke tempat tertentu (misal: kaleng bekas) untuk kemudian dibuang ke tempat yang telah disediakan (bisa dikubur atau pada tempat yang terkena sinar matahari langsung). selain itu pasien juga dianjurkan untuk memakai masker supaya air ludah tidak menyemprot ketika pasien berbicara atau batuk sehingga risiko penularan TB ke anggota keluarga bisa

16

4. Rumah tidak sehat

5. Status gizi yang rendah

6. Pengetahuan tentang pengobatan TB yang lama serta efek samping yang tidak menyenangkan menyebabkan pasien malas untuk memeriksakan diri. 7. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader kesehatan (Posyandu, Desa Siaga) mengenai TB sehingga rujukan ke Puskesmas kurang.

8. POKJANAL TB yang belum berfungsi secara maksimal

dikurangi 4. Meminta bantuan dana kepada dinas kesehatan, untuk pembangunan rumah yang layak bagi pasien penderita TB. Mengingat rumah yang sehat merupakan faktor pendukung bagi kesembuhan pasien. 5. Diberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya untuk mengonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna dan perlu pengecekan berat badan pasien setiap bulan oleh petugas P2TB, sehingga status gizi pasien bisa terpantau. Bila tidak ada kenaikan berat badan sehingga status gizi masih rendah, maka bisa diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi pasien. 6. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman para penderita TB yang sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB 7. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB dengan teratur sampai tuntas 8. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh 9. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi tentang TB 10. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru 11. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke Puskesmas 12. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan oleh Dinas Kesehatan supaya kegiatan POKJANAL TB bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan serta apabila terjadi kendala dalam pelaksanaannya bisa segera diatasi secara komprehensif antara Dinas Kesehatan dengan 17

tim pelaksana POKJANAL TB setempat

9. Kurangnya koordinasi dan kepatuhan para dokter, spesialis dan RS swasta dalam menerapkan prosedur standar DOTS dalam pemeriksaan, diagnosis, pengobatan maupun pencatatan dan pelaporan pasien TB

13. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter, spesialis dan RS swasta

Berkaitan mengenai pasien yang ada di laporan FOME ini, peranan petugas Puskesmas Sibela dalam memberikan edukasi terhadap pasien maupun anggota keluarga masih dirasa kurang, mengingat juga pendidikan pasien dan keluarga pasien yang rendah menyebakan penyuluhan-penyluhan yang dilakukan puskesmas dan leaflet yang kami berikan kurang efektif. Sehingga seharusnya pasien maupun keluarganya diberikan konseling mengenai penyakit TB ketika pasien atau keluarganya mengambil obat ke puskesmas. Hal ini diharapkan keluarga pasien lebih perhatian terhadapa kesehatan pasien terutama dalam hal rutin minum obat sampai pasien dinyatakan sembuh. Selain itu juga diharapkan dengan konseling tersebut, pasien sendiri faham mengenai cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan sakit TB yang diderita kepada anggota keluarga yang lain dan masyarakat sekitar, salah satunya dengan menutup mulut dengan tisu atau masker saat batuk dan membuang dahak di tempat yang khusus disedikan sendiri. TAHAP V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Diagnosis Holistik

18

1.

Biologis

: TB paru lesi luas kasus baru dengan BTA (+) dengan gizi kurang (underweight) : Hubungan Sdr P dengan orang tua dan saudaranya saling mendukung, saling memperhatikan dan saling pengertian : Kondisi lingkungan dan rumah yang kurang sehat, hubungan dengan tetangga berlangsung baik. Untuk status ekonomi pasien, tingkat kesejahteraan pasien cukup

2. Psikologis 3. Sosial

B. SARAN KOMPREHENSIF 1. Promotif a. Membiasakan membuka jendela rumah setiap pagi. b. Menjaga kebersihan rumah. 2. a. b. c. 3. Preventif Penderita menggunakan alat pengaman (menutup mulut dengan kain atau masker terutama saat batuk) agar tidak menularkan penyakit Menjaga hygiene dan sanitasi Mengusahakan ventilasi rumah yang baik Kuratif Saat ini penderita memasuki pengobatan fase intensif, sehingga diberikan pengobatan berupa regimen pengobatan 2RHZE/4H3R3, yang terdiri atas, rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol. 4. Rehabilitatif a. Mengurangi aktivitas berat b. Berolahraga ringan secara teratur c. Memberikan latihan pernafasan d. Keluarga disarankan memberikan perhatian terhadap penyakit TB paru yang diderita Sdr. P DAFTAR PUSTAKA Soewasti, (2000). " Hubungan Kondisi Perumahan dengan Penularan Penyakit TB Paru ", Media Litbang Kesehatan, Vol.X No.2, pp : 27-31. Sulistyowati, (2006). TBC Paru, Pembunuh yang Dapat Dicegah

19

http://222.124.164.132/article.php?sid=55500 (5 Agustus 2012).

20

Anda mungkin juga menyukai