Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum distal dan

anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemoroidal inferior dan superior. Kelainan daerah anorektal ini merupakan penyakit yang telah lama dikenal oleh masyarakat. Welling DR (1988) dalam Villalba dan Abbas (2007) menyatakan bahwa Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte menderita hemoroid. Penelitian tentang hemoroid telah banyak dipublikasikan sekitar tahun 1970-an. Hal ini menunjukkan bahwa hemoroid telah sejak lama menjadi masalah bagi kehidupan kita. Penyebab pasti dari hemoroid belum diketahui, faktor yang berperan dalam perkembangan hemoroid adalah kehamilan, hereditas, konstipasi, dan lamanya waktu yang dihabiskan di toilet saat buang air besar ( Villalba dan Abbas, 2007). Pasien dengan hemoroid dapat mengalami gejala maupun tidak sama sekali, hal ini bergantung pada jenis hemoroid serta derajat pada hemoroid internal. Pada derajat I ditandai dengan adanya darah segar pada saat defekasi, namun ketika hemoroid tidak ditatalaksana dengan baik maka dapat berlanjut ke derajat III atau IV. Hemoroid internal derajat IV dapat menimbulkan nyeri akut yang berat. Pigot dkk (2005) menyatakan terdapat empat gejala utama yang membuat pasien datang ke praktek dokter diantaranya adalah nyeri, perdarahan, massa, dan pruritus pada anal. Nyeri pada hemoroid eksternal yang mengalami trombosis dapat berlangsung selama 48 sampai dengan 72 jam kemudian nyeri berkurang secara spontan tetapi juga dapat berkurang setelah beberapa hari. Perdarahan merupakan gejala umum yang terdapat pada hemoroid. Sebanyak 20 persen perdarahan usus bagian bawah disebabkan oleh hemoroid (Strate dkk, 2008). Meskipun hanya 3 persen yang mengalami anemia dari perdarahan tersebut. Gejala-gejala ini mungkin tidak mengancam nyawa tetapi dapat mengurangi kualitas hidup seseorang. Hemoroid sering terjadi pada dewasa dengan umur 45 sampai dengan 65 tahun (Chong dkk, 2008). Di Amerika Serikat, hemoroid adalah penyakit yang cukup umum dimana pasien dengan umur 45 tahun yang didiagnosis hemoroid mencapai 1.294 per 100.000 jiwa (Everheart, 2004). Sebuah penelitian yang dilakukan di Iran menunjukkan sebanyak 48 persen dari pasien yang menjalani prosedur sigmoidoskopi dengan keluhan perdarahan anorektal memperlihatkan adanya hemoroid (Nikpour dan Asgari, 2008). Meskipun begitu,

menurut Pigot dkk (2005) epidemiologi hemoroid tidak begitu diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil yang sangat bervariasi. Banyak orang yang mengalami hemoroid dan tidak berkonsultasi dengan dokter. Pasien terkadang merasa ragu untuk mengobatinya karena rasa takut, malu, dan nyeri pada terapi hemoroid, sehingga insidensi yang sebenarnya dari penyakit ini tidak dapat dipastikan (Kaidar-Person dkk, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik (Sjamsuhidajat & Jong, 2004). Sementara pengertian menurut Smeltzer (2000) adalah pelebaran pembuluh darah/ plexus vena. 2. Anatomi fisiologi Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus, kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 15 cm. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, kolon ascendens dan dua pertiga proksimal kolon tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Suplai darah tambahan untuk rektum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

Gambar 1. Letak hemoroid (sumber : www.gambar anatomi fisiologi hemoroid.com) Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesentrika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang

mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-vena ini. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu. Propulasi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang terjadi akibat kontraksi voluntar. Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.

Gambar 2. Bentuk Hemoroid

3. Etiologi Yang menjadi etiologi pada penyakit hemoroid adalah mengejan pada waktu defekasi, kontipasi menahun, batuk kronik, makanan (pedas, diet rendah serat), sembelit kronis, terlalu lama berdiri atau duduk, dan angkat berat (Sjamsuhidajat & Jong, 2004; Reeves, 2001). Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid (Smeltzer , 2002). 4. Faktor resiko a. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya. b. Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis. c. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis. d. Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid. e. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi. f. Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi hormone relaksin. g. Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita sirosis hepatis. 5. Manifestasi Klinis Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan faeces, dapat hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap

dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupkan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang. 6. Patofisiologi Menurut Price (2000) dan Smeltser (2002), patofisiologi haemoroid adalah akibat dari kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan venous rectum dan vena haemoroidalis. Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban. Namun bila distensi terus menerus akan terjadi gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan karena adanya sfingter anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor rectum, pembesaran prostate. Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan hipertensi portal sering mengakibatkan haemorroid karena vena haemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu portal tidak memiliki katub sehingga mudah terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan peningkatan tekanan vena tersebut di atas yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena prolap dan menjadi haemorroid. Nyeri dan perdarahan adalah dua gejala utama dari haemorroid. Data yang perlu dikumpulkan meliputi hal-hal berikut : a. Nyeri Terjadi Karakteristik : dengan defekasi, duduk atau berjalan. : terus menerus atau berjangka waktu, tajam atau berdenyut. : ada atau tidak, jumlah warna (merah segar atau merah tua). : konsistensi (kerasnya), terdapat darah atau tidak

b. Perdarahan c. Kotoran

Perdarahan biasanya berwarna merah segar karena tempat perdarahan yang dekat. Haemorroid internal seringkali berdarah waktu defekasi, sedangkan haemorroid external jarang berdarah. Perdarahan rektal tidak boleh keliru dengan perdarahan menstruasi pada wanita. Terjadinya perdarahan sewaktu defekasi mengakibatkan trombosis. Strangulasi prolapsus terjadi karena adanya bendungan pada vena yang mengakibatkan suplai darah terhalang. Hal itu dapat menjadi indikasi dilakukannya haemorroidektomi.

7. Klasifikasi Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah. Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu : Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah perdarahan. Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah selesai defekasi. Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri. Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi.

8. Pemeriksaan a. Anamnesis Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi (mengejan), pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Umum Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan. Pemeriksaan Colok Dubur Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa

padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. Pemeriksaan Anoskopi Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap adanya darah samar. 9. Komplikasi Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian. 10. Penatalaksanaan Terapi non bedah 1. Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan

sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan berlebihan. Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri. 2. Skleroterapi Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikan. Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps. 3. Ligasi dengan gelang karet Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 4 minggu. Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 10 hari.

Gambar 3. Ligasi dengan Gelang Karet 4. Krioterapi Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel. 5. Hemorroidal Artery Ligation Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan hemoroid tidak mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan hemoroid mengempis dan akhirnya nekrosis 6. Infra Red Coagulation (IRC) / Koagulasi Infra Merah Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik digunakan pada hemoroid yang sedang mengalami perdarahan. 7. Bipolar Coagulation / Diatermi Bipolar Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik digunakan pada hemoroid yang sedang mengalami perdarahan.

Terapi Bedah Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benarbenar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional (menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler). 1. Bedah Konvensional Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu : Teknik Milligan Morgan Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan.

Teknik Whitehead Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.

Teknik Langenbeck Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan menimbulkan stenosis. jaringan parut sekunder yang biasa

2. Bedah Laser Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut syaraf terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan 7 . 3. Bedah Stapler Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.

Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua. Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya. Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat. Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu : Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan kerusakan dinding rektum. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah dilaporkan. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler. 11. Prognosis Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada

semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid. 12. Pencegahan Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan: a. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus. b. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari c. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan.

BAB III KESIMPULAN Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Diperlukan tindakan apabila hemoroid menimbulkan keluhan. Faktor resiko terjadinya hemoroid yaitu keturunan, anatomi, pekerjaan, umur, endokrin, mekanis, fisiologis dan radang. Hemoroid terdiri dari 2 jenis yaitu hemoroid interna yang terletak di atas garis mukokutan dan hemoroid eksterna yang terletak di bawah garis mukokutan. Manifestasi klinis hemoroid yaitu perdarahan per anum berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan faeces. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa, inspeksi, colok dubur dan penilaian anoskop. Bila perlu dilakukan pemeriksaan proktosigmoidoskopi untuk menyingkirkan kemungkinan radang dan keganasan. Diagnosis banding dari hemoroid yaitu Ca kolorektum, penyakit divertikel, polip, kolitis ulserosa dan fissura ani. Komplikasi dari hemoroid yaitu perdarahan hebat, inkarserasi dan sepsis. Penatalaksanaan hemoroid yaitu dengan konservatif, membuat nekrosis jaringan dan bedah. Prognosis hemoroid baik bila diberikan terapi yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA Linchan W.M. 1994. Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II. Jakarta: EGC, hal: 56-59. Mansjur A, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi III. Jakarta: FK UI, hal: 321324. Silvia A.P, Lorraine M.W. 1995. Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi IV. Jakarta: EGC, hal: 420-421. Syamsuhidayat R, Jong W.D. 2004. Hemoroid. Dalam: Buku Ajar Bedah. Edisi. 2. Jakarta: EGC, hal: 672-675. Werner Kahle (Helmut Leonhardt, Werner Platzer), dr Marjadi Hardjasudarma (alih bahasa). 1998. Berwarna dan Teks Anatomi Manusia AlatAlat Dalam, hal: 232.

Anda mungkin juga menyukai