Anda di halaman 1dari 30

MEROKOK SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN AKIBAT STROKE

PEMBIMBING: dr. DIAH , SpS

OLEH: ACHMAD ABDULLAH ADI PARAMASWETA ADELIA KARTIKASARI INDANA ZULFA ZAKIAH

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN


Telah diketahui bahwa merokok berhubungan dengan peningkatan faktor resiko CVD. Banyak penelitian epidemiologi di populasi negaranegara barat menunjukkan hasil bahwa merokok merupakan faktor risiko terjadi stroke secara independen.
Akan tetapi, data-data epidemiologi mengenai hubungan merokok dengan stroke di masyarakat Jepang belum berkesimpulan demikian.

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN


Penelitian yang dilakukan Hisayama yang melibatkan 1600 penduduk pedesaan dan diobservasi selama 23 tahun, tidak menyimpulkan adanya hubungan merokok dengan infark serebral. Meskipun data-data penelitian tersebut menunjukan prevalensi merokok tinggi, tetapi mean kadar kolesterol darah rendah, sehingga hipertensi dianggap sebagai satu-satunya penyebab stroke pada tahun 1960-an sampai 1975.
Oleh karena itu, hasil penelitian tersebut harus dikaji ulang dengan penelitian cohort yang mewakili Jepang dengan tingkat kolesterol total lebih tinggi.

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN


Hipotesis penelitian ini adalah peningkatan asupan diet lemak sehari-hari dan peningkatan kadar kolesterol darah relatif akan lebih meningkatkan risiko terjadinya stroke, terutama infark serebral pada perokok. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara merokok dan risiko kematian akibat stroke dan subtipenya, CVD, semua macam penyakit jantung, penyakit jantung iskemik (IHD), dan seluruh penyebab lainnya.

SUBJEK DAN METODE


SURVEY DASAR Subjek penelitian ini adalah partisipan penelitian National Cardiovascular Survey yang diadakan dari tahun 1980. Survey ini dilakukan pada keseluruhan anggota rumah tangga berusia 30 tahun atau lebih dan terbagi menjadi 300 cabang sensus yang tersebar acak di seluruh Jepang.

Survey dasar yang dilakukan pada penelitian ini termasuk pengukuran berat badan, pemeriksaan kesehatan , pengukuran tekanan darah, pemeriksaan darah (termasuk pengukuran kolesterol serum), dan kuisioner gaya hidup perseorangan. Selain itu, dilakukan survey data tentang riwayat penyakit dahulu, meliputi penyakit jantung, stroke, DM, kebiasaan merokok dan kebiasaan minumminuman keras yang didapat melalui kuesioner

Pada riwayat kebiasaan merokok, subjek digolongkan kembali, apakah termasuk sebagai perokok aktif, telah berhenti merokok, atau tidak pernah sama sekali merokok. Selain itu, informasi lain yang perlu diketahui adalah tentang jumlah rokok yang dihisap per hari. Pada subjek yang mengkonsumsi minuman keras, dikaji lebih lanjut tentang rutinitas minumnya, yaitu kadang-kadang atau setiap hari.

SUBJEK DAN METODE


SURVEY FOLLOW UP Jumlah subjek yang didapatkan 10.546 dengan kriteria umur 30 tahun atau lebih dan memiliki informasi dasar (umur, jenis kelamin, tekanan darah) yang lengkap sejak tahun 1980

Subjek penelitian tersebut terus di-follow up sampai tahun 1994. Dari total 10.546, hanya 9.638 yang telah didapat status vitalnya pada tahun 1994 (91.4%). Sebanyak 1.617 subjek keluar dari penelitian dikarenakan pada saat dilakukan follow up ditemukan riwayat CVD sebelumnya (697 subjek), kehilangan data tentang merokok (12 subjek) dan tidak ter-follow up (908 subjek)

Dari 9.638 subjek, peneliti menganalisis data sebanyak 8.929 subjek dengan jumlah subjek pria 3971 dan wanita 4957

HASIL
Dari hasil penelitian, didapatkan jumlah perokok pria sebesar 50-70% dan perokok wanita sebesar 7-12%. Prevalensi perokok berat pada pria paling banyak didapatkan pada usia 30-39 tahun, sedangkan prevalensi mantan perokok paling banyak didapatkan pada usia tua. Pada wanita, prevalensi perokok berat dan mantan perokok relatif rendah bila dibandingkan dengan pria. Jumlah peminum minuman keras juga paling banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita

HASIL
TABEL 1 Pada tabel 1 didapatkan nilai mean BMI terbanyak pada pria dengan kelompok bukan perokok dan pada wanita dengan kelompok perokok menengah ( 20 batang / hari). Nilai SBP tertinggi didapatkan pada kelompok mantan perokok, baik pada pria maupun wanita. Kadar kolesterol total serum secara signifikan berbeda di antara kelompokan pria perokok, tetapi perbedaan absolutnya kecil.

HASIL
TABEL 2 Tabel 2 menunjukkan jumlah kematian yang terjadi berdasarkan umur per 100.000 orang per tahunnya. Tabel tersebut juga disajikan sesuai penyebab kematian berdasarkan kebiasaan merokok dan jenis kelaminnya. Diperkiraan sepertiga kematian yang terjadi disebabkan oleh CVD. Jumlah kematian akibat stroke dan penyakit jantung relatif sama. Kematian akibat stroke pada pria rata-rata terjadi pada usia sekitar 76.9 tahun dan pada wanita 77.3 tahun.

Di antara subtipe stroke, insiden kematian infark serebral hampir dua kali lipatnya kematian akibat stroke hemoragik.

HASIL
TABEL 3 Menunjukkan faktor risiko multivariat terjadinya kematian untuk semua penyebab dan kematian akibat CVD berdasarkan kebiasaan merokok. Risiko relatif ini dihitung berdasarkan umur, SBP, BMI, kolesterol total serum, kebiasaan meminum miras, dan diabetes melitus.

HASIL
Untuk semua penyebab kematian,baik pada pria maupun wanita, risiko terjadinya pada perokok aktif 12-55% lebih tinggi daripada bukan perokok. Risiko relatif pada pria perokok berat adalah 1,55 (95% CI 1,17-2,04). Pada kematian akibat CVD, terjadi peningkatan risiko pada pria perokok aktif sebanyak 50-100 (secara statistik signifikan) dibandingkan dengan pria bukan perokok.

Risiko relatif terjadinya kematian akibat CVD pada wanita perokok 40-135% lebih tinggi daripada wanita bukan perokok (tidak begitu signifikan). Untuk semua kematian akibat stroke, risiko relatifnya pada pria perokok menengah adalah 1,60 (95% CI 0,91-2,79) dan perokok berat 2,17 (95% CI 1,09-4,30), sedangkan pada mantan perokok sebesar 1.56 (95% CI, 0.84 to 2.90)

HASIL
Nilai risiko relatif terjadinya infark serebral pada pria perokok lebih tinggi daripada bukan perokok di antara semua subtipe stroke, dengan perbandingan: 3,06 untuk bukan perokok, 2,97 untuk perokok menengah, dan 3,26 untuk perokok berat. (P<0,05 untuk semuanya).
Untuk wanita, risiko relatif terjadinya kematian akibat stroke pada perokok berat secara signifikan lebih tinggi (relative risk [RR] 3,91; 95% CI 1,18-12,90) daripada bukan perokok.

Wanita perokok menengah memiliki risiko terjadi kematian akibat stroke 42% lebih tinggi daripada yang lainnya, meskipun secara statistik tidak signifikan karena merokok tidak berhubungan dengan stroke hemoragik, baik pada pria maupun wanita.

HASIL
Untuk semua penyakit jantung, risiko relatif terjadinya kematian secara bertahap meningkat pada pria bukan perokok (0,98) kemudian meningkat pada pria perokok menengah (1,40) dan pada perokok berat (2,15) (P < 0,05). Risiko terjadinya kematian akibat IHD pada pria bertahap meningkat pada pria mantan perokok (1,00), meningkat pada perokok menengah (1,56), dan meningkat lagi pada perokok berat (4,25) (P < 0,05). Risiko relatif terjadinya kematian akibat IHD pada wanita perokok lebih tinggi daripada bukan perokok, tetapi tidak signifikan secara statistik.

DISKUSI
Penelitian ini menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko independen terjadinya kematian akibat stroke pada pria dan wanita. Hubungan yang bertingkat jelas terlihat pada kematian baik akibat infark serebral maupun IHD dan juga kematian akibat CVD secara keseluruhan Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wanita perokok berat merupakan faktor risiko terjadinya kematian akibat stroke

DISKUSI
Kedua penelitian sebelumnya pada subjek yang difollow up selama 12 dan 20 tahun di Honolulu Heart Program dan menggunakan warga negara Amerika keturunan Jepang yang tinggal di Hawaii menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko terjadinya infark serebral dan stroke hemoragik. Berdasarkan penemuan hal tersebut bersama dengan penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa merokok benar-benar sebagai faktor resiko terjadinya stroke bagi orang Jepang.

DISKUSI
Beberapa penelitian lain sebelumnya di Jepang menunjukkan merokok merupakan faktor risiko terjadinya IHD, tetapi gagal menunjukkan hubungan merokok dengan semua subtipe stroke, baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Hal tersebut dimungkinkan karena hubungan tersebut hanya dapat terjadi bila kadar kolesterol total serum cukup tinggi atau tinggi sekali. Perubahan gaya hidup dan kondisi lingkungan di Jepang baru-baru ini membuat warga Jepang lebih mengonsumsi lemak.

DISKUSI
Seorang perokok lebih mudah terkena infark serebral atau stroke lunar daripada stroke hemoragik. Pada penelitian sebelumnya di populasi Jepang dengan kadar kolesterol rendah, nilai mean tekanan darah tinggi dan angka kejadian stroke hemoragik relatif tinggi. Dalam penelitain tersebut tidak didapatkan hubungan antara merokok dengan stroke.

DISKUSI
Hipertensi juga dikenal sebagai faktor risiko terjadinya stroke. Data-data penelitian ini mengarah pada merokok menjadi faktor risiko potensial untuk infark serebral, bahkan pada popoulasi dengan kadar kolesterol moderat (seperti di Asia dan beberapa negara bekembang lainnya). Penurunan angka insidensi merokok dan hipertensi menjadi prioritas untuk mengurangi pertambahan angka CVD di negara berkembang dan penurunan jumlah orang yang mengalami kelumpuhan di sebagian besar negara industri.

KESIMPULAN Merokok merupakan faktor risiko potensial terjadinya kematian akibat stroke, IHD, seluruh CVD, dan penyebab lainnya baik pria maupun wanita Jepang. Untuk itulah perlu disusun program promosi kesehatan anti merokok dan polis mengenai hal itu bukan hanya di Jepang, tetapi juga negaranegara Asia lainnya yang memiliki tingkat merokok tinggi.

Anda mungkin juga menyukai