Anda di halaman 1dari 12

Uretroscopic and Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy for Rather Large Renal Pelvis Calculi

Introduction
Pendahuluan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil dan komplikasi dari ESWL dan retrograde urethroscopy lithotripsy menggunakan laser & litotripsor pneumoatik dibandingkan monoterapi ESWL untuk batu pelvis renalis berukuran antara 2cm 3cm.

Metode dan bahan


Sejumlah 55 pasien dengan batu pelviokalises berukuran 2 -3cm dibagi ke dalam kelompok 1 sebanyak 22 orang dan kelompok 2 sebanyak 33 orang. Pasien dalam grup 1 mendapatkan terapi laser/ pneumatik litotripsi beserta insersi double-J ureteral catheter lalu dilakukan ESWL 2- 4 minggu kemudian. Pada grup 2, pasien langsung diberikan terapi ESWL setelah dilakukan insersi double-J ureter catheter. Evaluasi dilakukan selama 3 bulan post-operatif untuk menilai periode bebas batu, komplikasi, serta efisiensi biaya.

Hasil
Pada grup 1, 5 pasien (22,7%) terjadi fragmentasi komplit dari batu setelah ureteroskopi dan retrograde litotripsi tanpa dilakukan ESWL. Setelah dilakukan 1 sesi ESWL, 9 pasien (40,9%) mengalami fragmentasi komplit dari batu dan terjadi setelah 2 kali sesi ESWL pada 3 pasien (13,6%) . Pada grup 2, kesuksesan terapi berhasil dicapai setelah 1 sesi ESWL pada 6 pasien (18,2%) dan 2 sesi ESWL pada 8 pasien (24,2%) Periode bebas batu secara signifikan lebih tinggi pada grup 1 (77,5%) dibandingkan grup 2 (42,4%) dengan P = 0.01. Periode anestesi pada grup 1 adalah 23.1 menit yaitu saat dilakukannya ureteroskopi, dan 13.2 menit pada grup 2 yaitu saat sistoskopi atau ureteroskopi, dan insersi ureteral kateter. Tidak terdapat komplikasi signifikan yang dilaporkan dari kedua grup. Rata-rata biaya untuk dilakukan terapi adalah US $ 400 pada grup 1 dan US $ 370 pada grup 2.

Kesimpulan
Ureteroskopik litotripsi yang dilakukan sebelum tindakan ESWL merupakan metode rasional untuk terapi dari batu pelviokalises berukuran cukup besar dengan biaya yang cukup dapat diterima

Pendahuluan
Batu ginjal disertai adanya nyeri, infeksi, atau gejala obstruksi aliran urin biasanya membutuhkan pembuangan dari batu secara tuntas. Tetapi, terapi juga dilakukan pada batu tanpa adanya gejala seperti tersebut diatas karena adanya metode dan alat yang minimally invasive. Batu ginjal seringkali diterapi dengan ESWL atau PCNL. Ukuran, lokasi, dan komposisi dari batu merupakan faktor penting yang mempengaruhi metode terapi. Walaupun kebanyakan penulis lebih menyukai penggunaan PCNL untuk batu berukuran lebih dari 2cm, ESWL merupakan salah satu alternatif lain yang dapat diterima setelah dilakukannya pemasangan kateter ureter. Pilihan lain adalah dengan menggunakan ureteroskopik litotripsi dengan ureteroskop rigid maupun fleksibel. Energi untuk litotripsi bisa bersumber dari ultrasound, pneumatik, atau laser. Namun, ureteroskopi litotripsi lebih jarang digunakan dibandingkan metode yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan menggunakan kombinasi dari metode ini dan ESWL, dapat digunakan sebagai alternatif dari PCNL dengan hasil yang memuaskan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan penggunaan ureteroskopi litotripsi serta ESWL dengan penggunaan ESWL saja sebagai terapi dari batu pelvis berukuran 2-3cm.

Metode dan Bahan


Dalam percobaan klinis yang dilakukan antara september 2003 september 2005, penulis mengevaluasi 124 pasien dengan batu pelvis renalis berukuran 2 3cm. Pasien tersebut tidak bersedia atau tidak dapat menjalani PCNL oleh karena adanya kontraindikasi dan dipilih untuk ikut serta dalam penelitian ini. Adapun kontraindikasi yang termasuk adalah gangguan kardiovaskular dan respirasi yang tidak memungkinkan pasien untuk berbaring terlentang maupun mengalami periode anestesi yang berkepanjangan. Batu ginjal didiagnosis dengan ultrasonografi, BNO, dan IVP. Urinalisis, kultur urin, dan pemeriksaan fungsi ginjal juga dilakukan sebelum melalui prosedur ini. Pasien dengan riwayat pembedahan atau riwayat ESWL sebelumnya, infeksi saluran kemih, kelainan anatomis (horseshoe kidney atau duplicate renal system), dan riwayat gangguan metabolik sebelumnya dikecualikan. Pada akhirnya, 66 pasien terpilih dan menyetujui untuk mengikuti penelitian.

Para pasien dibagi ke dalam kelompok 1 (31 pasien) dan 2 (35 pasien) berdasarkan pilihan mereka sendiri. Pada kelompok 1, pasien menjalani anestesi umum dengan propofol setelah 8 jam puasa, lalu setelah pasien dalam posisi litotomi, dimasukkan ureteroskop 5F semirigid atau fleksibel (Henke-Sass Wolf GmbH, Tuttlingen, Jerman) yang dimasukkan ke dalam ureter setelah mengetahui lokasi batu. Pneumatik atau laser litotripsi digunakan untuk memecah batu tersebut. Lalu kateter ureter disisipkan dan ESWL dilakukan apabila terdapat batu berukuran lebih dari 7mm. Pada grup 2, kateter ureter disisipkan setekah dilakukannya anestesi. 2 minggu kemudian, ESWL dilakukan pada pasien-pasien tersebut. Kedua kelompok ditindak lanjuti 2 minggu post operatif menggunakan ultrasonografi dan BNO. Prosedur yang dilakukan dianggap berhasil apabila tidak ditemukan adanya batu atau terdapat batu yang lebih kecil dari 5mm. Bila tidak berhasil ESWL kembali dilakukan untuk kedua kelompok dan diperiksa kembali menggunakan ultrasonografi dan BNO 2 4 minggu setelahnya. Biaya dari prosedur yang dilakukan dihitung dan dibandingkan pada kedua kelompok.

Hasil
Dari 66 pasien, 9 pada kelompok 1 dan 2 pada kelompok 2 tidak melanjutkan penelitian ini. Secara keseluruhan, catatan dari 22 pasien kelompok 1 dan 33 pasien kelpmpok 2 dianalisa. Rata-rata umur dari pasien kelompok 1 adalah 28.7 12.9 tahun (rentang 14 59 tahun) dan pada kelompok 2 29.4 9.1 tahun (rentang 14 5 tahun). Ukuran ratarata dari batu adalah 2.73 cm (rentang 2.53 2.98 cm) pada kelompok 1 dan 2.76 cm (rentang 2.54 2.99 cm) pada kelompok 2. tidak ada perbedaan signifikan antara usia pasien kelompok 1 dan 2. Pada kelompok 1, penggunaan ureteroskop untuk melihat batu pelvis renalis tidak berhasil dilakukan pada 2 pasien (9.1%). Pada 5 pasien (22.7%), kalkuli berhasil dipecahkan setelah ureteroskopi dan retrigrade litotripsi tanpa diperlukannya ESWL., pada 9 pasien (40.9%) setelah dilakukan 1 sesi ESWL, dan 3 (13.6%) pasien setelah dilakukan 2 sesi ESWL. Sisanya, batu yang besar masih ada walaupun sudah dilakukan 2 sesi ESWL. Tingkat kesuksesan dari prosedur secara keseluruhan adalah 77.3% (17 dari 22 pasien). Tiga pasien mengalami alergi dari obat anestesi, nyeri pinggang yang berat, dan demam serta menggigil (kecurigaansepsis) dan dirawat selama 1 hari setelah prosedur. Pada kelompok 2, keberhasilan terapi didapatkan setelah 1 sesi ESWL pada 6 pasien (18.2%) dan 2 sesi ESWL pada 8 pasien (24.2%). Dan pada sisa pasien masih terdapat residu setelah dilakukan 2 sesi ESWL. Tingkat kesuksesannya 42.4% (14 dari 33 pasien). Karenanya, tingkat bebas batu pada kelompoklebih tinggi dibanding kelompok 2. Periode anestesi 23.1 menit (saat ureteroskopi) pada kelompok 1 dan 13.2 menit (saat sistoskopi/ ureteroskopi dan insersi kateter ureter) pada kelompok 2. Tidak ada komplikasi signifikan yang terlihat pada seluruh pasien. Rata-rata biaya untuk tindakan adalah US $ 400 pada kelompok 1 dan US $ 370 pada kelompok 2.

Diskusi

Kesimpulan
Karena pada beberapa pasien, PCNL tidak mungkin karena untuk masalah medis atau kurangnya fasilitas di beberapa daerah, adalah rasional untuk mempertimbangkan metode alternatif untuk PCNL. Selanjutnya, beberapa urolog tidak memiliki cukup kenalan dengan PCNL dan memilih pilihan lain. Dalam pengalaman kami, ureteroscopic lithotripsy ditambah SWL adalah metode yang aman untuk pengobatan kalkuli agak besar dalam pelvis ginjal. Meskipun bahwa penulis masih percaya bahwa PCNL adalah pengobatan pilihan dalam kasus ini, kombinasi pendekatan endourological dan SWL selalu bisa menjadi alternatif yang menguntungkan karena menghilangkan saluran kulit dan komplikasinya. Selain itu, pendekatan ini tidak memerlukan posisi tengkurap yang bisa mengganggu pada beberapa pasien.

PCNL tidak dapat dilakukan pada beberapa pasien oleh karena masalah medis atau kurangnya fasilitas di beberapa tempat. Oleh karena itu, tindakan alternatif perlu dipikirkan. Dalam pengalaman kami, ureteroskopi litotripsi bersamaan dengan ESWL merupakan metode yang aman untuk pengobatan dari baru renal pelvis berukuran cukup besar. Meskipun penulis masih memilih PCNL untuk pilihan terbaik dari kasus tersebut. Kombinasi dari pendekatan endourologis dan ESWL dapat menjadi alternatif yang baik karena dapat mengeliminasi skin tracts dan komplikasinya. Selain itu, pendekatan ini tidak membutuhkan posisi telungkup saat tindakan yang dapat menjadi penyulit pada pasien.

Conflict of Interest
Tidak disebutkan

REFERENCES
1. Lingeman JE, Lifshitz DA, Eval AP. Surgical management of urinary lithiasis. In: Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED Jr, et al, editors. Campbells urology. 8th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2002. p. 3361-78. 2. Lam HS, Lingeman JE, Barron M, et al. Staghorn calculi: analysis of treatment results between initial percutaneous nephrostolithotomy and extracorporeal shock wave lithotripsy monotherapy with reference to surface area. J Urol. 1992;147:1219-25. 3. Streem SB, Lammert G. Long-term efficacy of combination therapy for struvite staghorn calculi. J Urol. 1992;147:563-6. 4. Lam HS, Lingeman JE, Mosbaugh PG, et al. Evolution of the technique of combination therapy for staghorn calculi: a decreasing role for extracorporeal shock wave lithotripsy. J Urol. 1992;148:1058-62. 5. [No authors listed]. Consensus conference. Prevention and treatment of kidney stones. JAMA. 1988;260:977-81. 6. Renner C, Rassweiler J. Treatment of renal stones by extracorporeal shock wave lithotripsy. Nephron. 1999;81:71-81. 7. Grasso M, Bagley D. Small diameter, actively deflectable, flexible ureteropyeloscopy. J Urol. 1998;160:1648-53. 8. Hafron J, Fogarty JD, Boczko J, Hoenig DM. Combined ureterorenoscopy and shockwave lithotripsy for large renal stone burden: an alternative to percutaneous nephrolithotomy? J Endourol. 2005;19:464-8. 9. Patel A, Fuchs GJ. Expanding the horizons of SWL through adjunctive use of retrograde intrarenal surgery: new techniques and indications. J Endourol. 1997;11:33-6.

Anda mungkin juga menyukai