Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SISTEM INFORMASI ASURANSI DAN KEUANGAN ASURANSI SYARIAH

Nama

: - Rizka Amalia Amin (18110170)

Kelas

: 3KA34

SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS GUNADARMA

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya kepada kita semua sehingga tugas makalah Sistem Informasi Asuransi dan Keuangan ini saya dapat selesaikan tepat pada waktunya. Walaupun hasilnya masih jauh dariapa yang menjadi harapan Bapak dosen. Namun sebagai awal pembelajaran dan agar menambah spirit dalam mencari pengetahuan yang luas, bukan sebuah kesalahan jika kami mengucapkan syukur. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Demikian, harapan saya semoga hasil pengkajian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Betapa penting dan besar manfaatnya asuransi dalam masa pembangunan dewasa ini terutama dalam usaha menyerap modal swasta melalui premi asuransi yang didapat dari para pemegang polis. Dengan mulai tampak adanya perubahan dalam cara berfikir sebagian besar bangsa Indonesia, dari tradisional ke modern maka tiba saatnya dunia perasuransian di Indonesia untuk mengembangkan usahanya. Kebutuhan manusia akan perlindungan baik itu terhadap dirinya maupun barang-barangnya (aset) sudah semakin besar. Hal ini dipengaruhi kondisi keamanan di negara kita yang perlu dijaga serta didukung tingginya tingkat pengetahuan manusia. Salah satu produk yang dimiliki manusia adalah asuransi. Perkembangan asuransi sendiri di Indonesia berkembang sangat pesat. Ini menunjukkan tingginya kebutuhan masyarakat adanya asuransi. Jika kita memperhatikan konsep asuransi maka hal tersebut jelas dapat memberikan perlindungan lebih pada nasabahnya. Orang yang mengikuti asuransi akan mendapat jaminan atas ganti kerugian barang-barangnya jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan (avengement). Hal ini tidak terlepas dari pengertian asuransi itu sendiri yang mana tercantum dalam pasal 246 KUHD yaitu suatu perjanjian (timbal balik) dengan mana seorang penanggung meningkatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan membayar suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan didirikannya, karena suatu peristiwa tak tentu. Pengertian asuransi juga terdapat dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, yaitu: Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penaggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yangtidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Berdasarkan perkembangannya, terdapat beberapa jenis asuransi diantaranya asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Kedua asuransi tersebut sering disebut dengan asuransi non syariah. Selain itu juga terdapat asuransi syariah yang berdasarkan pada hukum Islam. Sebenarnya dalam hukum Islam sendiri masih terdapat pertentangan mengenai halal atau haramnya produk asuransi. Dalam praktek asuransi syariah juga masih belum sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam sehingga batasan antara asuransi non syariah dengan asuransi syariah sangat tipis. Asuransi syariah diharapkan dapat mengatasi pertentangan mengenai halal atau haramnya produk asuransi dan dapat diterapkan di Indonesia tanpa menyalahi syariat Islam.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asuransi Syariah Asuransi dalam bahasa Arab disebut Attamin yang berasal dari kata amanah yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah mentaminkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang hilang. Sedangkan pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut muamin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut muamman lahu atau mustamin. Konsep asuransi Islam berasaskan konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata kafala yakfulu yang artinya tolong menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful yang berarti saling menanggung/memikul resiko antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Saling pikul resiko inidilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (tabarru) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut. 2.2 Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam Perkembangan asuransi di Indonesia sudah berjalan dengan sangat pesat dan bahkan sudah memasyarakat di Indonesia. Diperkirakan juga banyak umat Islam terlibat di dalamnya. Di kalangan umat Islam, ada anggapan bahwa asuransi non syariah yang banyak berkembang tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqih Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga,yaitu: 1. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya (termasuk asuransi jiwa).

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah Al-Qalqii(Mufti Yordania), Yusuf Qadhawi dan Muhammad Bakhil Al-MuthI(Mutfti Mesir). Alasan-alasan yang mereka kemukakan adalah: Asuransi sama dengan judi, Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti, Asuransi mengandung unsur riba, Asuransi mengandung unsur pemerasan karena pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi, premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba, Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai, Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah. 2. Asuransi non syariah diperbolehkan

Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf,Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas SyariahUniversitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pemegang KitabAl-Muamallha A-Hadistah Wa Ahkamuha). Mereka beralasan:-Tidak ada nash (Al-Quran dan Sunnah) yang melarang adanyaasuransi.-Ada kesepakatan dan kerelaan dari kedua belah pihak -Saling menguntungkan kedua belah pihak -Asuransi dapat menaggulangi kepentingan umum, sebab premi-premiyang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan-Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)-Asuransi termasuk koperasi (Syirkah TaAwuniyah)Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti Taspen 3. Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad AbduZahrah (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Kairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula halnya dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan golongan yang mengatakan asuransi syuhbat adalah karena tidak ada dalil yang tegasharam atau tidak haramnya asuransi itu.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat ada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keraguraguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar. Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam atau yang dikenal dengan asuransi syariah. Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda NabiMuhammad SAW: Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yang tidak meragukan kamu. 2.3 Dasar hukum Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, yaitu AlQuran dan sunnah Rasul, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum Islam. 1. Al-Quran

Diantaranya ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai muatan nilai yang ada dalam praktik asuransi adalah: Surah Al-Maidah ayat Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya Ayat ini memuat perintah (amr) tolong-menolong antar sesama manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana social (tabarru). Dana sosial ini berbentuk rekening tabarru pada perusahaan asuransi dan difungsikan untuk menolong salah satu anggota (nasabah) yang sedang mengalami musibah (peril). Surah Al-Baqarah ayat 185 Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

Dalam konteks bisnis asuransi, ayat tersebut dapat dipahami bahwa dengan adanya lembaga asuransi, seseorang dapat memudahkan untuk menyiapkan dan merencanakan kehidupannya dimasa mendatang dan dapat melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian yang tidak disengaja 2.4 Sejarah Asuransi Syariah Perkembangan industri asuransi syariah di negeri ini diawali dengan kelahiran asuransi syariah pertama Indonesia pada 1994. Saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia. Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia. Hal tersebut kemudian mendorong berbagai perusahaan ramai-ramai masuk bisnis asuransi syariah, di antaranya dilakukan dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh maupun membuka divisi atau cabang asuransi syariah. 2.5 Tujuan Berdirinya Asuransi Syariah Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.

Produk dan Mekanisme Operasional Produk unggulan Asuransi Syariah agak berbeda dengan Asuransi Konvensional, produk UnitLink (gabungan Asuransi dan Investasi) menjadi trend sementara pada Asuransi Syariah Takaful pada setiap perusahaan memiliki produk unggulan yang berbeda sesuai dengan permintaan nasabah. Di dalam pengelolaaan dana Asuransi Syariah, yang sebenarnya terjadi adalah Takaful Umum Takaful Umum Fokus utamanya memberikan layanan dan bantuan menyangkut asuransi di bidang kerugian seperti perlindungan dari kebakaran, pengangkutan, niaga, dan kendaraan bermotor, dengan harapan bisa tercapainya masyarakat Indonesia yang sejahtera dengan perlindungan asuransi yang sesuai Muamalah Syariah Islam.h saling bertanggung jawab, bantu-membantu dan melindungi para peserta Asuransi. Takaful Keluarga Fokus utamanya memberikan layanan dan bantuan menyangkut asuransi jiwa dan keluarga, dengan harapan bisa tercapainya masyarakat Indonesia yang sejahtera dengan perlindungan asuransi yang sesuai Muamalah Syariah Islam. 2.6 Perkembangan Dan Pertumbuhan Asuransi Syariah Di Indonesia Keuntungan perusahaan Asuransi Syariah diperoleh dari berbagai keuntungan dana dari peserta, yang dikembangkan dengan prinsip sistem bagi hasil (mudharabah). Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati oleh nasabah dengan perusahaan Asuransi. Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada tahun 2001 baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat memberi dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan tahun 1998. Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam. Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk pengamanan aset dan transaksi perbankan. Perkembangan bisnis asuransi syariah yang saat ini berkembang di Indonesia, dimulai sejak awal 1990-an. Sampai saat ini berkembang dengan sangat menjanjikan. Dari sisi populasi kita tahu, jumlah penduduk Indonesia itu kelima terbesar di dunia.

Selain itu, penduduk muslimnya sekitar 88 persen dari lebih dari 220 juta penduduk yang ada. Jadi secara keseluruhan Indonesia memiliki potensi pengembangan bisnis asuransi syariah cukup menjanjikan. Potensi pengembangan bisnis asuransi syariah masih sangat besar, meskipun pasarnya belum matang. Kalaupun sudah matang, memang masih harus menggali lagi. Apalagi, sekarang ini belum banyak juga ya ng mengakses layanan asuransi secara nasional. Dalam asuransi syariah, tidak mengenal pengalihan risiko (transfer of risk) yang digunakan adalah pembagian risiko (sharing of risk). Dengan konsep pembagian risiko, yang saling menanggung risiko adalah para peserta itu sendiri bukan perusahaan asuransi, sehingga perusahaan asuransi bukan sebagai penanggung tetapi berfungsi sebagai pemegang amanah, juga peserta tidak membeli polis tetapi memberikan donasi/derma (dalam asuransi syariah sering dinamakan tabarru) yang diniatkan untuk tolong menolong diantara peserta bila terjadi musibah, juga tidak terjadi pengalihan kepemilikan dana, yang ada adalah pengumpulan dana atau pooling of fund. Contoh, ketika seorang peserta mengikuti asuransi kebakaran; untuk rumah tinggal, dia akan memberikan kontribusi dana (ditentukan oleh perusahaan asuransi syariah) yang diniatkan untuk tolong menolong diantara peserta, perusahaan asuransi syariah akan memasukkan dana tersebut kedalam suatu kumpulan dana peserta (rekening khusus), bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal tersebut maka perusahaan (sebagai wakil dari peserta) akan mengambil dana dari rekening khusus diatas dan memberikannya kepada peserta yang mengalami musibah, namun bila tidak terjadi musibah kebakaran terhadap tempat tinggal peserta diatas, dan masih ada kelebihan dana pada rekening khusus diatas, maka ada pengembalian sebagian dana tersebut. 2.7 Dampak Perkembangan Dan Pertumbuhan Asuransi Syariah Di Indonesia Adapun beberapa dampak perkembangan dan pertumbuhan asuransi syariah terhadap perekonomian umat di Indonesia Yaitu: 1. Berkembangnya unit usaha kecil dan menengah, serta pembangunan karena adanya asupan dana investasi dari perusahaan asuransi syariah yang terkait. Secara otomatis akan mengurangi angka pengangguran, karena banyak perekrutan agen asuransi.

2. Meningkatkan pendapatan setiap individu. Bertambahnya kemampuan belanja setiap individu, yang berdampak pula pada peningkatan pada angka pertumbuhan

maupun perusahaan, akan berdampak pula penambahan pemasukan bagi Negara. Prospek Dan Strategi Pembangunan Di Indonesia sudah ada 3 perusahaan yang full asuransi syariah, 32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang reasuransi syariah. Ini pertumbuhan premi industri bisa menembus Rp 1 trilun tahun ini. Rencana masuknya asuransi raksasa di pasar asuransi syariah diharapkan mendukung pencapaian target itu. Premi industri asuransi syariah tanah air diperkirakan kembali mengulang prestasi tahun lalu dengan tumbuh sebesar 60%-70%. pada 2006, industri asuransi syariah membukukan pertumbuhan premi sebesar 73% dengan nilai total Rp 475 miliar. Hingga akhir 2007,mencapai Rp 700 miliar. Kalau tahun depan tumbuh 50% saja, sampai melebihi Rp 1 triliun. Pada 2003, hanya ada 11 pemain dalam industri syariah. Jumlah itu meningkat menjadi 30 pemain pada 2006. Per juli 2007, terdapat 38 pemain asuransi syariah dengan rincian 2 perusahaan asuransi syariah, 1 asuransi umum, 12 asuransi jiwa syariah, 20 asuransi umum syariah, dan 3 asuransi syariah. Sistem asuransi syariah menjanjikan sistem yang lebih adil, transparan dan terhindar dari unsur perjudian. Oleh karena itu orang merasa lebih aman dengan asuransi syariah. Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat. Pada akhirnya, sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-pelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami, bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan antara atasan dan bawahan.

BAB III PENUTUP

Simpulan : Asuransi syariah menurut definisi Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabaru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Tujuan berdirinya Asuransi Syariah Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja) Ada tujuh perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Perbedaan tersebut adalah: Asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas

mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.

Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan tolong menolong.

Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah).

Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta. Perusahaan

hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti yang

terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru (dana

kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan. Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan

peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.

Saran: Kepada perusahaan asuransi syariah yang merupakan cabang dari unit asuransi konvensional harusnya bisa seperti PT Asuransi Takaful Umum yang memberikan perlakuan akuntansi atas pendapatanya sudah sesuai dengan PSAK 108: akuntansi transaksi asuransi syariah, terutama dalam melakukan penyajian atas pendapatan dana tabarru yang dipisah dengan pendapatan perusahaan.

Kepada praktisi asuransi syariah yang ahli dibidangnya, berharap agar para praktisi dapat lebih berkontribusi dalam mengasilkan buku akuntansi syariah yang berkualitas.

Referensi

http://www.asuransinomor1.com/asuransi-syariah http://asuransihalal.wordpress.com/ http://www.asuransisyariah.net/ http://reinasta.co.id/index.php/artikel/69-sejarah-asuransi-syariah http://malqinstitute.wordpress.com/2010/06/10/analisis-kasus-asuransi-konvensional-danasuransi-syariah/

Anda mungkin juga menyukai