Anda di halaman 1dari 18

TUGAS REFERAT PATOLOGI ANATOMI INFARK MIOKARD AKUT BLOK CARDIOVASKULAR

Asisten : Dessriya Ambar R. G1A010086

Oleh : Muhammad Fadlil Azka Mulia Sari G1A011110 G1A011112 Laila Noviatin Ni'matul Faizah G1A011111

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2013 HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS REFERAT PATOLOGI ANATOMI INFARK MIOKARD AKUT BLOK CARDIOVASCULAR

Oleh: Muhammad Fadlil Azka Mulia Sari G1A011110 G1A011112 Laila Noviatin Ni'matul Faizah G1A011111

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian identifikasi laboratorium Patologi Anatomi Blok Cardiovaskular pada Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Diterima dan disahkan, Purwokerto, 1 Mei 2013 Asisten,

Dessriya Ambar R. G1A010086 I. PENDAHULUAN

Infark miokard akut (IMA) adalah oklusi koroner akut disertai iskemia suatu yang keadaan berkepanjangan transisi dan yang pada akhirnya pada menyebabkan akibat kerusakan sel dan kematian (infark) miokard. Iskemia sendiri merupakan reversible miokard ketidakseimbangan antara pasokan dan ke butuhan miokard yang menyebabkan hipoksia miokard (Alwi, 2006; Price, 2005). Terjadinya infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan Diabetes stenosis Mellitus, ringan. Faktor-faktor yang yang mempermudah terjadinya IMA antara lain: merokok, hipertensi, obesitas, hiperkolesterolemia, (Sylvana, 2005). Menurut WHO (2008), pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut, merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit infark miokard akut di seluruh dunia. Infark miokard acut di Amerika Serikat menurut Preskom Kalbe, dr. Boenyamin Setiawan PhD, adalah sekitar 1,5 juta kasus per tahun. Jika hal ini diterapkan di Indonesia, berarti ada sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi penduduk 270 juta). Di jakarta sendiri dengan estimasi penduduk 10 juta, diperkirakan ada sekitar 10.000 kasus/tahun. Dari kasus tersebut menurut Ir. Rustiyan Oen, MBA, Managing Director RS Mitra Keluarga Group, diperkirakan 30% harus menemui ajalnya. Penyakit infark miokard akut adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua di negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Sunanto, 2007). kepribadian neurotik

II. PEMBAHASAN A. Definisi Infark miokard akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard. Iskemia sendiri merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan ke butuhan miokard yang menyebabkan hipoksia miokard (Alwi, 2006; Price, 2005). B. Etiologi Terjadinya infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Faktor-faktor yang mempermudah obesitas, terjadinya IMA antara lain: merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, kepribadian yang

neurotik (Sylvana, 2005). C. Epidemiologi Menurut WHO (2008), pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut, merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit infark miokard akut di seluruh dunia. Penyakit infark miokard akut adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua di negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Sunanto, 2007).

Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,5 juta infark miokard terjadi setiap tahunnya. Mortalitas karena infark akut kurang lebih 30 persen, dengan lebih separuh dari kematian terjadi sebelum pasien / penderita masuk rumah sakit. Meskipun harapan hidup sesudah perawatan di rumah sakit telah meningkat selama dua dekade terakhir, tambahan 5 10 persen pasien yang selamat meninggal pada tahun pertama sesudah infark miokard dan jumlah infark miokard setiap tahun di Amerika Serikat sebagian besar tetap tidak berubah sejak awal tahun 1970-an. Resiko mortalitas berlebihan dan infark miokard non fatal rekuren menetap pada pasien yang sembuh (Alwi, 2006). Infark miokard acut di Amerika Serikat menurut Preskom Kalbe, dr. Boenyamin Setiawan PhD, adalah sekitar 1,5 juta kasus per tahun. Jika hal ini diterapkan di Indonesia, berarti ada sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi penduduk 270 juta). Di jakarta sendiri dengan estimasi penduduk 10 juta, diperkirakan ada sekitar 10.000 kasus/tahun. Dari kasus tersebut menurut Ir. Rustiyan Oen, MBA, Managing Director RS Mitra Keluarga Group, diperkirakan 30% harus menemui ajalnya (Sunanto, 2007). D. Faktor Risiko Infark Miokard Akut lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu faktor resiko yang sering terjadi pada infark miokard, selain itu faktor resiko yang menyebabkan infark miokard seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes. Sejumlah faktor resiko lain yang berkaitan dengan gaya hidup pada penyakit jantung koroner juga dapat menjadi faktor resiko dari infark miokard seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik (Yanti, 2010; Sudoyo, 2007). Infark Miokard Akut dengan elevasi gelombang ST (STEMI) pada pemeriksaan Ekokardiografi umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak

aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu, STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Yanti, 2010; Sudoyo, 2007). E. Tanda dan Gejala 1. IMA tanpa ST elevasi Gejala klinis yang mungkin muncul adalah nyeri dada substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala tersering pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat atau terakselerasi memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada saat istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun (Alwi, 2009). 2. IMA dengan ST elevasi Infark beberapa miokard dengan elevasi gelombang ST biasanya diketahui diketahui dengan beberapa tanda dan gejala yang diketahui dari pemeriksaan. Pada anamnesis biasanya adanya keluhan nyeri dada yang hampir setengah kasus terjadi akibat aktivitas fisik berat, stress, penyakit medis atau bedah. Dirasakan pada saat pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada merupakan pertanda awal dalam kelainan utama ini (Harun, 2009; Alwi, 2009). F. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut (Alwi, 2009) : a. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial. benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dpelintir. c. Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. e. f. Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas. 2. Pemeriksaan fisik Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Sekitar seperempat pasien dengan infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan/atau hipotensi). Tanda fisis lainnya adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intesitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub (Alwi, 2009). 3. EKG Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari perubahan EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen ST disebabkan oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia (Alwi, 2009). 4. Laboratorium (Alwi, 2009) b. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih

a.

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.

b. cTn: ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam biola ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. c. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. d. Creatinin Kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. e. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. F. Patogenesis Interaksi lipid core formasi trombus platelet rich agregasi platelet, vasokontriksi, pembentukan trombus Trombosit tidak akan melekat pada endotel yang intake Kolagen sebagai agonis trombosit berada pada plaque dan subendotel (Von Willebrand) Trombosit yang tidak aktif melekat pada endotel Proses awal dalam formasi trombus yang dipacu oleh von willebrand pada glikoprotein I B trombosit. Adesi trombosit akan diikuti aktivasi trombosit.

Pemacu aktavasi trombosit, vasokontriksi, dan proliferasi neointimal ADP, seretonin dan TX A2 ADP berada pada granul intraselular dilepas pada waktu trombosit distimulasi oleh molekul adesi. ADP merangsang aktivitas ikatan fibrinogen-GP IIb/IIIa. Agregasi trombosit dan Aktivasi trombin oleh agonis Mengubah GP IIb/IIIa menjadi mampu berinteraksi dengan protein adesif plasma (fibrinogen dan von willebrand) Aktivasi trombosit baru dan Trombus membesar Lumen pembuluh darah tertutup. (Harun, 2009).

G. Patofisiologi

nyeri

arterosklerosis

aktivitas simpatik

cardiac work cardiac efisiency

Iskemi Miokardial

disritmia

ATP ion pump Ca2+ Aktivasi protease Kerusakan Membran

Aktivasi reseptor TNF ICE-related protease activation Inaktivasi PARP Fragmentasi DNA

nekrosis

apoptosis

nekrosis (Sherwood, 2001; Brown, 2005; Elsevier, 2010).

H. Gambaran Histopatologi dan Penjelasannya

Gambar 1. Makroskopis IMA pada arteri coronaria circumflexa sinistra (Kumar, 2007)

Gambar 2. Terdapat sel otot yang masih normal dan terdapat sebukan sel radang terdapat pada histopatologi IMA (Kumar, 2007) I. Terapi Lama 1. Farmakologi a. Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri. Dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping : konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri (Harun, 2009; Alwi, 2006).

b. Penyekat beta Tujuan pemberian penyekat beta adalah memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan risiko kejadian aritmia vebtrikel yang serius (Harun, 2009; Alwi, 2006). c. Antitrombotik Tujuan primer pengobatan adalah untuk mendapatkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis (Harun, 2009; Alwi, 2006). d. Inhibitor ACE Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung (Harun, 2009; Alwi, 2006). 2. Non Farmakologis a. Aktivitas pertama b. Diet : Pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat, kalium, magnesium dan rendah natrium (Harun, 2009; Alwi, 2006). J. Terapi Baru Para pakar telah mengembangkan strategi baru penanganan IMA, seperti penggunaan stent/ring dan IV platelet GP IIb/IIIa inhibitor untuk menunjang hasil PCI (Percutaneous Coronary Intervention) pada IMA. Penggunaan obat-obatan seperti sirolimus dan paclitaxel bisa proliferasi endotel, mencegah sumbatan, dan menghambat : Pasien harus istirahat dalam 12 jam

memperbaiki kondisi. Penggunaan ring ini terbukti lebih efektif dibandingkan dengan brachiterapi (radiasi) (Zhu et al, 2001). K. Prognosis Sepertiga pasien STEMI meninggal dalam 24 jam setelah mengalami keluhan nyeri dada. IMA memiliki angka mortalitas 30%, setengahnya dari kasus meninggal saat perjalanan ke rumah sakit. 510% pasien yang selamat dari serangan akut meninggal dalam 1 tahun setelah serangan infark miokard. Secara keseluruhan, prognosis bisa bervariasi bergantung dari tingkat infarknya, terganggu atau tidaknya fungsi ventrikel kiri, dan penanganan revaskularisasi pada pasien (Zafari, 2013). L. Komplikasi a. Aritmia supraventrikular Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan (Isselbacher, 2005). b. Gagal jantung Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti paru-paru dengan adanya gagal

jantung sistolik dan / diastolik (Isselbacher, 2005). c. Sistole prematur ventrikel Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra indikasikan 2005). karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas selanjutnya Isselbacher (Isselbacher,

III. KESIMPULAN 1. Infark miokard akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard. 2. Terjadinya infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah koroner. 3. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya IMA antara lain: merokok, hipertensi, obesitas, hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, kepribadian yang neurotik. 4. Obat-obatan yang dapat membantu penyembuhan infark miokard akut antara lain morfin, penyekat beta, antitrombotik dan inhibitor ACE. 5. Komplikasi dari infark miokard akut antara lain aritmia supraventrikular, gagal jantung serta sistole prematur ventrikel.

DAFTAR PUSTAKA Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut dengan ST Elevasi. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Brown, Carol T. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1 . Jakarta: EGC. Elsevier Ltd. Rang et al. 2010. Pharmacology 5E. Available at :

www.studentconsult.com Harun, Sjaharuddin, Idrus Alwi. 2009. Infark Miokard Akut Tanpa ST Elevasi. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Isselbacher, J Kurt. 2005. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. Jakarta : EGC. Kumar, Vinay dan Ramzi S. Cotran. 2007. Pembuluh Darah dalam: Robbins Buku Ajar Patologi Vol. 2 Ed. 7. Jakarta: EGC. Price, Sylvia Anderson. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal589-590. Sherwood, Lauralee. 2001. dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC. Sudoyo, W. Aru, Bambang Setiyohadi. 2007. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI. Sunanto, Eva Suarthana. 2007. Epidemiologi Untuk Klinisi. Jurnal

Kardiologi Indonesia, J Kardial Ind 2007; 28:85-89. Sylvana, Fransisca, Gabriela D.A.C.M. 2005. Infark Miokard Wijaya Akut.

Surabaya: Surabaya.

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Kusuma

Yanti, Suharyo Hadisaputra, Tony Suhartono. 2010. Journal Risk Factors Coronary Heart Disease in Type 2 Diabetes Mellitus Patient. Available from URL: http://www.undip.ac.id. Zafari, A Maziar. 2013. Myocardial Infarction. Medscape Article.

http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview Zhu MM, Feit A, Chadow H, Alam M, Kwan T, Clark LT. Primary stent implantation compared with primary balloon angioplasty for acute myocardial infarction: a meta-analysis of randomized clinical trials.

Am J Cardiol. Aug 1 2001;88(3):297-301.

Anda mungkin juga menyukai