Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT SESSION ANXIETY DISORDER

Disusun oleh : Thayalan Rao Hesti Nurmala Riqzi 1301-1210-0214 1301-1210-0059

Preceptor : HM Zainie Hassan AR, dr., SpKJ (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG 2011

I.

IDENTITAS PRIBADI Nama Umur Alamat Agama Suku Status marital Pendidikan terakhir Pekerjaan : Ny. M : 37 tahun : Sukagalih : Islam : Sunda : Menikah : SMP : IRT

II. KETERANGAN DIPEROLEH DARI : Pasien sendiri A. Keluhan Utama Sering takut B. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 3 tahun SMRS, pasien mengeluh seringkali merasa takut terutama setiap mendengar suara yang keras misalnya suara teriakan anaknya dan suara orang marah meskipun tidak ditujukan pada dirinya. Keluhan ini disertai dengan jantung berdebar, nyeri kepala, berkeringat, dan sesak. Saat berada di luar rumah dan saat bersosialisasi dengan tetangga, pasien sering merasa gelisah dan tidak tenang, sehingga pasien memilih untuk berdiam di rumah. Pasien merasa curiga saat tetangga atau keluarganya berbisik-bisik seperti membicarakan tentang dia di belakang. Pasien mengaku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Selain itu, pasien juga mengaku sering merasa sedih saat mengingat masalah ekonomi keluarganya, perpisahannya dengan suami, dan merasa keluarga tidak menghargai dirinya. Pasien terkadang merasa tidak berguna namun menyangkal adanya keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Karena keluhan itu, pasien menjadi sulit berkonsentrasi, susah tidur dan sering terbangun, serta kehilangan nafsu makan. Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan untuk keluhan tersebut. Pasien menyangkal penggunaan obat-obat terlarang atau meminum alkohol. Pasien menyangkal halusinasi suara, penglihatan, bau, kecap dan sentuhan. Saat berusia 11 tahun, pasien ditinggalkan oleh kedua orang tua lalu dibawa oleh kakaknya untuk tinggal bersama. Semenjak itu, pasien telah dibebani dengan

2 banyak tanggung jawab seperti mengurus keponakannya, mencari uang untuk membiayai keluarga kakaknya saat kakak pasien bercerai dengan suaminya. Saat itu kakak pasien mulai mengalami gangguan kejiwaan hingga sekarang. Pasien menikah pada tahun 1997 dan telah dikurniakan satu anak. Setelah menikah pasien sering mendapat kekerasan secara verbal dari suaminya karena menuntut pasien untuk mencari uang. Pasien terpaksa bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan dan menggunakan hasil pendapatanya untuk menguruskan keluarga. Pasien merasa terlalu tertekan dari kekerasan suaminya sehingga pasien terpaksa berpisah dengan suami pada tahun 2008. Sejak saat itu pasien menjadi semakin merasa tertekan karena harus mengurus ibu, anaknya dan seorang keponakan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu 1 tahun yang lalu pasien telah berhenti menstruasi

D. Riwayat Hidup Pasien Masa dikandung dan sekitar persalinan Tidak diketahui Masa Bayi Tidak diketahui Masa Prasekolah Tidak diketahui Masa Sekolah dan Prapubertas Pasien mulai bersekolah saat berumur 7 tahun. Penderita selalu masuk dalam peringkat 10 besar di sekolah. Pergaulan dengan teman terbatas, penderita lebih banyak diam di rumah. Masa Pubertas Pasien ditinggalkan oleh kedua orang tua. Pendidikan terhenti sampai kelas SMP. Pasien dibawa oleh kakak untuk tinggal bersama. Pergaulan dengan teman terbatas, pasien lebih banyak diam di rumah. Pertamakali menstruasi umur 13 tahun. Masa Dewasa Kesehatan fisik baik. Menikah pertama kali umur 23 tahun dan berpisah umur 34 tahun, memiliki satu orang anak. Sering tertekan dengan saudara dan suami. Kurang taat beribadah. Menstruasi berhenti pada umur 36 tahun. Masa Tua

3 Pasien belum memasuki masa tua

E. Riwayat Pekerjaan Pasien pernah bekerja di restoran sebagai pelayan selama 12 tahun dan berhenti pada 2011

F. Lain-lain Pasien tidak pernah berurusan dengan polisi, pengadilan ataupun penjara

G. Kepribadian Sebelum Sakit Pasien adalah orang yang pendiam, mudah tersinggung, bila ada masalah panderita jarang bercerita pada anggota keluarga, dan biasanya menyimpan segala masalah dalam hati. Sebelum sakit, penderita memiliki kebiasan makan dan tidur yang teratur.

H. Kehidupan Psikoseksual Tidak diketahui

I.

Konsep dan Konsekuensi terhadap Moral Agama Sosial : baik : tidak taat beribadah : kurang

J.

Kehidupan Sosial Penderita adalah orang yang pendiam. Penderita tidak mengikuti organisasi sosial. Teman akrab hanya 2 orang.

III. STATUS GENERAL Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg Nadi = HR Suhu :84x/menit : afebris

Respirasi : 24x/menit Keadaan Gizi Kepala : Mata : Baik

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

4 Telinga Leher Thorax : Tidak ada kelainan

: KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat : Bentuk dan gerak simetris, BPH ICS VI, peranjakan 2 cm

Jantung : Ictus cordis tidak tampak, teraba di ICS V kiri, Batas kiri LMCS ICS V, kanan LSD, atas ICS III BJ murni reguler, S3-S4 (-),murmur (-) Paru : VF kiri = kanan , sonor, VR kiri = kanan, VBS kiri = kanan, wheezing (-/-), ronkhi (-/-) Abdomen : Datar, lembut, ruang traube kosong Hepar/lien : tidak teraba BU (+) normal Ekstremitas : edema -/-, sianosis -/-

IV. STATUS PSIKIATRIKUS Roman Muka Kesadaran Kontak/Rapport Orientasi : cemas : kompos mentis : ada/adekuat : Tempat Waktu Orang Perhatian Persepsi : baik : Halusinasi Ilusi Ingatan : Masa lalu Masa kini Segera Intelegensia Pikiran : disangkal : disangkal : baik : cukup baik : baik : baik : baik : baik

: sesuai pendidikan : Bentuk Jalan Isi : realistik : koheren : waham referensi (+)

Penilaian (IOI) Emosi Dekorum

: baik : Mood : eutimik : Sopan santun Afek : baik : sesuai

5 Cara berpakaian Kebersihan Tingkah Laku Bicara : Normoaktif : Relevan : baik : baik

V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL Aksis I Aksis II : generalized anxiety disorder : tidak ada

Aksis III : menopause sejak satu tahun lalu Aksis IV : masalah sosioekonomi, psikososial dan lingkungan Aksis V : GAF saat pemeriksaan : 70-61 (Gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi , secara umum masih baik)

VI. PENATALAKSANAAN Psikofarmaka Psikoterapi : Alprazolam 3 x 0,25 mg : supportif individu konseling keluarga

VII. USUL PEMERIKSAAN -

VII. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : ad bonam : dubia ad bonam

VIII. FORMULASI PSIKODINAMIKA Pasien adalah seorang perempuan berusia 37 tahun bersuku Sunda dan beragama Islam, menikah, memiliki seorang anak dan merupakan seorang IRT. Pasien memiliki sifat pendiam, mudah tersinggung, dan hanya bisa berteman dengan beberapa orang (f. predisposisi). Bila ada masalah, pasien jarang bercerita pada anggota keluarga dan biasanya menyimpan segala masalah dalam hati (f.predisposisi).

6 Sejak 3 tahun SMRS, pasien mengeluh seringkali merasa takut terutama setiap mendengar suara yang keras misalnya suara teriakan anaknya dan suara orang marah meskipun tidak ditujukan pada dirinya (gejala ansietas). Keluhan ini disertai dengan jantung berdebar, nyeri kepala, berkeringat, dan sesak (gejala ansietas). Saat berada di luar rumah dan saat bersosialisasi dengan tetangga, pasien sering merasa gelisah dan tidak tenang, sehingga pasien memilih untuk berdiam di rumah (gejala ansietas). Pasien merasa curiga saat tetangga atau keluarganya berbisik-bisik seperti membicarakan tentang dia di belakang (delusi referensi). Pasien mengaku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Selain itu, pasien juga mengaku sering merasa sedih saat mengingat masalah ekonomi keluarganya, perpisahannya dengan suami, dan merasa keluarga tidak menghargai dirinya (f.presipitasi). Pasien terkadang merasa tidak berguna namun menyangkal adanya keinginan untuk mengakhiri hidupnya (gejala depresi). Karena keluhan itu, pasien menjadi sulit berkonsentrasi, susah tidur dan sering terbangun, serta kehilangan nafsu makan (gejala depresi). Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan untuk keluhan tersebut. Pasien menyangkal penggunaan obat-obat terlarang atau meminum alkohol. Pasien menyangkal halusinasi suara, penglihatan, bau, kecap dan sentuhan. Saat berusia 11 tahun, pasien ditinggalkan oleh kedua orang tua lalu dibawa oleh kakaknya untuk tinggal bersama (f.predisposisi). Semenjak itu, pasien telah dibebani dengan banyak tanggung jawab seperti mengurus keponakannya, mencari uang untuk membiayai keluarga kakaknya saat kakak pasien bercerai dengan suaminya (f.presipitasi). Saat itu kakak pasien mulai mengalami gangguan kejiwaan hingga sekarang. Pasien menikah pada tahun 1997 dan telah dikurniakan satu anak. Setelah menikah pasien sering mendapat kekerasan secara verbal dari suaminya karena menuntut pasien untuk mencari uang (f.presipitasi). Pasien terpaksa bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan dan menggunakan hasil pendapatanya untuk menguruskan keluarga. Pasien merasa terlalu tertekan dari kekerasan suaminya sehingga pasien terpaksa berpisah dengan suami pada tahun 2008 (f.presipitasi). Sejak saat itu pasien menjadi semakin merasa tertekan karena harus mengurus ibu, anaknya dan seorang keponakan.

7 PEMBAHASAN ANXIETY DISORDER

Perasaan cemas mempunyai dua komponen, yaitu perasaan takut atau gelisah, yang disertai dengan gejala fisiologis seperti berdebar dan berkeringat. Perasaan malu dapat memperberat gangguan ini. Selain efek motorik dan viseral, perasaan cemas dapat mempengaruhi pikiran, persepsi, dan kemampuan belajar karena dapat menurunkan konsentrasi, mengganggu kemampuan mengingat kembali, dan mengasosiasikan satu hal dengan hal yang lain.

Epidemiologi Merupakan gangguan psikiatrik yang paling sering ditemukan. Secara general, wanita lebih sering menderita gangguan cemas daripada lelaki.

ANXIETY

Panic disorder

Phobia

Obsesif Kompulsive

Generalized anxiety 3-8% dari populasi 1:2

Posttrauma 1-3% dari populasi 1:2

Prevalensi

1.5-4% dari populasi

10% dari populasi 1:2

2-3% dari populasi 1:1

Rasio M:F

1:1 bukan dengan agarophobia 1:2 dengan agarophobia

Onset Umur

Lewat 20s

Lewat childhood

Remajadewasa 35% dalam keluarga dekat

Awal dewasa 25% dalam keluarga dekat

Semua umur -

Riwayat Keluarga

20% dalam keluarga dekat(1st degree)

Boleh

Patomekanisme A. Faktor Psikologis

8 Terdapat tiga teori yang mendasari terjadinya gangguan cemas yaitu: 1. teori psikoanalitik 2. teori perilaku 3. teori eksistensial

1. Teori psikoanalitik Rasa cemas merupakan perasaan adanya tanda bahaya yang tidak disadari. Cemas digambarkan sebagai hasil konflik psikis antara pikiran yang buruk dengan ancaman dari superego atau kenyataan. Sebagai respons terhadap hal ini, ego membuat suatu mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak

menyenangkan ini untuk menjadi sesuatu yang disadari. Freud mengemukakan bahwa rasa cemas inilah yang menyebabkan represi, dan represi akan menyebabkan rasa cemas. Gangguan cemas ini mempunyai tahapan dimana pada tahap awal mungkin hanya terjadi perasaan takut merasa kehilangan apabila sesuatu berjalan dengan tidak sesuai dengan yang seharusnya (disintegration anxiety), sampai tahap paranoid anxiety yang berhubungan dengan persepsi buruk misalnya seseorang beresiko meninggal karena suatu bahaya.

2. teori perilaku Rasa cemas merupakan respon terhadap stimulasi lingkungan yang spesifik. Hal ini kemungkinan disebabkan munculnya respons internal cemas karena meniru respons orang tua. Oleh karena itu dapat diberikan terapi berupa desensitisasi dengan memberikan stimulasi paparan berulang terhadap penyebab cemas. Berdasarkan teori ini, pasien cenderung meng-overestimate stimulus dan meng-underestimate kemampuan yang dimiliki dirinya untuk menghindari ancaman tersebut.

3. teori eksistensial Teori ini mendasari generalized anxiety disorder dimana tidak ditemukan stimulus terjadinya rasa cemas yang kronis ini. Konsep utamanya adalah bahwa seseorang menemukan suatu perasaan kehampaan yang berat, bahkan lebih berat daripada kematiannya sendiri.

B. Faktor Biologis 1. Sistem saraf otonom

9 Stimulasi pada ANS menyebabkan gejala takikardia, sakit kepala, diare, dan takipnea. Pada pasien dengan gangguan cemas, terdapat peningkatan simpatetik, lambat beradaptasi terhadap stimulus berulang, dan merespon berlebihan terhadap stimulus sedang. Gejala ANS ini merupakan gejala cemas perifer yang terjadi karena peningkatan sekresi epinefrin oleh kelenjar adrenal.

2. Neurotransmitter Tiga neurotransmitter yang berperan dalam gangguan cemas adalah norepinefrin, serotonin, dan GABA. NE. Pasien dengan gangguan cemas dicurigai mempunyai sistem noradrenalin yang regulasinya tidak normal dan dapat burst sewaktu-waktu. Badan sel neuron dari sistem noradrenalin terletak di locus ceruleus di rostral pons, dimana aksonnya menjulur ke cerebral cortex, limbic system, brainstem, dan spinal cord. SEROTONIN. Sebagian besar neuron dari sistem serotonin terletak pada raphe nuclei di rostral brainstem, dengan akson memanjang ke cerebral cortex, limbic system (terutama amygdala dan hippocampus), serta hipotalamus. GABA. Teori ini didukung oleh peran benzodiazepine yang dapat meningkatkan aktivitas GABA pada reseptornya dalam mengurangi gejala gangguan cemas.

3. Genetik Hampir setengah dari seluruh pasien yang mempunyai gangguan panik memiliki setidaknya satu saudara yang mengalami hal yang sama.

4. Neuroanatomi Locus ceruleus dan raphe nuclei memanjang terutama ke limbic system dan cerebral cortex. Limbic system, selain menerima persarafan noradrenalin dan serotonin juga mempunyai reseptor GABA. Daerah yang berperan pada gangguan cemas di limbic system adalah septohippocampal pathway. Sedangkan pada korteks serebri, yang berperan pada gangguan cemas adalah frontal cortex, yang berhubungan dengan daerah parahippocampal, cingulate gyrus, hypothalamus, dan lobus temporal.

Klasifikasi Gangguan Cemas Berdasarkan DSM IV TR, gangguan cemas dibagi menjadi: 1. Panic disorder with agoraphobia

10 2. Panic disorder without agoraphobia 3. Agoraphobia without history of panic disorder 4. Specific phobia 5. Social phobia 6. OCD 7. Posttraumatic stress disorder 8. Acute stress disorder 9. Generalized anxiety disorder 10. anxiety disorder due to general medical condition 11. substance-induced anxiety disorder 12. anxiety disorder not otherwise specified

Berdasarkan ICD-10, gangguan cemas dibagi menjadi: F40 GANGGUAN ANXIETAS FOBIK

Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu itu membahayakan. sendiri), yang sebenarnya pada saat kejadian ini tidak

Kondisi lain (dari individu itu sendiri) seperti perasaan takut akan adanya penyakit (nosofobia) dan ketakutan akan perubahan bentuk badan

(dismorfofobia) yang tak realistic dimasukkan dalam klasifikasi F45.2 (gangguan hipokondrik). Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam. Secara subjektif, fisiologik dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbeda dari anxietas yang lain dan dapat dalam bentuk yang ringan sampai yang berat (serangan panic). Anxietas fobik seringkali berbarengan (coexist) dengan depresi. Suatu episode depresif seringkali memperburuk keadaan anxietas fobik yang sudah ada sebelumnya. Beberapa episode depresif dapat disertai anxietas fobik yang temporer, sebaliknya afek depresif seringkali menyertai berbagai fobia, khususnya agrophobia.

11 Pembuatan diagnosis tergantung dari mana yang jelas-jelas timbul lebih dahulu dan mana yang lebih dominan pada saat pemeriksaan.

F40.0 Agorafobia Pedoman Diagnostik a. Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti : Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan

manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;

b. Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/ ketidakramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri; dan

c. Menhindari situasi fobik harus atau sudah merupakan yang menonjol (penderita menjadi house-bound).

Karakter kelima : F40.0 = Tanpa gangguan panik F40.01 = Dengan gangguan panik

F40.1 Fobia Sosial Pedoman Diagnostik Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:

a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;

b. Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the family circle); dan

c. Menhindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala menonjol.

Bila terlalu sulit membedakan antara fobia sosial dengan agrofobia, hendaknya diutamakan diagnosis agrofobia (F40.0).

12

F40.2 Fobia Khas (Terisolasi) Pedoman Diagnostik

Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk diagnostik pasti :

a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;

b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly specific situations); dan

c. Situasi fobik tersebut sedapat munkin dihindarinya.

Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti halnya agorafobia dan fobia sosial.

F40.8 Gangguan Anxietas Fobik Lainnya

F40.9 Gangguan Anxietas Fobik YTT

F41.0 Ganguan panik (anxietas Paroksismal Episodik) Pedoman Diagnosis: Ganguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tida ditemukan adanya gangguan anxietas fobik.

Untuk diagnisis pasti, harus ditemukan beberapa kali serangan anxietas berat (severe attack of autonmic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan: (a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya. (b) Tadak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yg dapat diduga sebelumnya (unpredictable situastion)

13 (c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gajala anxitas pada periode diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).

F41.1 Gangguan cemas menyeluruh. Pedoman Diagnosis: Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala premier yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu sahaja (sifatnya free floting atau mengambang)

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut: (a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb.) (b) ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gementaran, tadak dapat santai); dan (c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb.)

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Ganguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gagguan obsesif kompulsif.

F42 GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF Pedoman Diagnostik

14 Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan(distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut: a. harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri b. sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan lagi oleh penderita c. pikiran untuknmelakukan tindakan tersebut di atas bukan merukan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan d. gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresi, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.

Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala ang lain menghilang. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.

15 F42.0 Predominan Pikiran Obsesif Atau Pengulangan Pedoman Diagnostik Keadaan ini dapat berupa: gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien) Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu menyebebkan penderitaan (distress).

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (Obsessional Rituals) Pedoman Diagnostik Umumnya tindakan kompulsif berkaitan gengan: kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi, atau masalah kerapihan dan keteraturan. Hal tersebut dilatar-belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidak-mampuan mengambil keputusan dan kelambanan.

F42.2 Campuaran Pikiran dan Tindakan Obsesif Pedoman Diagnostik Kebanyakan dari penderita obsesif-kompullsif memperlihatkan pikiranobsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya idnyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan respons yang berbeda terhadap pengobatan Tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi perilaku.

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

16 Definisi Kekhawatiran yang berlebihan dan meresap disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

Epidemiologi Gangguan kecemasan umum merupakan gangguan yang paling sering ditemukan dengan gangguan mental penyerta, biasanya gangguan kecemasan atau gangguan mood lainnya. Rasio wania banding pria adalah 2:1.

Etiologi 1. Faktor biologis Neurotransmiter yang berperan adalah GABA, serotonin, dan yang lain seperti NE, glutamat, dan sistem kolesistokinin Bagian otak yang mungkin berperan adalah lobus ocipital, basal ganglia, limbic system, dan frontal cortex 2. Faktor Genetik 3. Faktor psikososial Cognitive-behavioral school Pasien merespon bahaya yang sebenarnya tidak benar. Perhatian yang tertuju pada hal negatif Distorsi pada pemrosesan informasi Pandangan yang terlalu negatif dari kemampuan pasien untuk beradaptasi

Psychoanalytic school Adanya konflik yang tidak disadari

Pedoman Diagnostik Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala premier yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu sahaja (sifatnya free floting atau mengambang)

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

17 (d) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb.) (e) ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gementaran, tadak dapat santai); dan (f) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb.)

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Ganguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif kompulsif.

Penatalaksanaan 1. Psikoterapi Terapi kognitif-perilaku Terapi suportif Terapi berorientasi tilikan

2. Farmakoterapi Penggolongan: Benzodiazepine : Diazepam, Chlordiazepoxide, Lorazepam, Clobazam, Bromazepam, Oxazolam, Clorazepate, Aprazolam, Prazepam. Non-Benzodiazepine : Sulpiride, Buspirone, Hydroxyzine.

Tabel Obat-obatan Antiansietas


No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

18
1 Diazepam LOVIUM MENTALIUM STESOLID VALISANBE VALIUM Tab 2-5 mg Tab 2-5-10 mg Tab 2-5 mg Ampul 10 mg/2 cc RectalTube 5mg/2,5cc 10mg/2,5cc Tab 2-5mg Tab 2-5 mg Ampul 10 mg/2cc Drg 5-10mg Cap 5mg Tab 0,5-1-2mg Tab 1mg Tab 0,5-2mg Tab 10mg Tab 10mg Tab 1,5-3-6 mg Tab 0,25-0,5-1mg Tab 0,25-0,5-1mg Tab 0,25-0,5-1mg Tab 0,25-0,5-1mg Tab 0,25-0,5-1mg Tab 0,25-0,5-1mg Tab 0,25-0,5-1mg Cap 50mg Tab 10mg Tab 10mg Tab 10mg Caplet 25mg Oral = 10-30 mg/hari, 2-3x sehari <10kgbb=5mg >10kgbb=20mg

Chlordiazepoxide

CETABRIUM TENSINYL ATIVAN REBAQUIL MERLOPAM FRISIUM CLOBAZAM-DM LEXOTAN XANAX ALGANAX CALMLET FEPRAX FRIXITAS ALVIZ ZYPRAX DOGMATIL BUSPAR TRAN-Q XIETY ITERAX

15-30mg/hari 2-3x sehari 2-3x1mg/h

Lorazepam

Clobazam

2-3x10mg/h

5 6

Bromazepam Aprazolam

3x1,5mg/h 3x0,25-0,5mg/h

7 8

Sulpiride Busiprone

100-200mg/h 15-30mg/h

Hydroxyzine

3x25mg/h

Mekanisme kerja Benzodiazepine : Obat anti anxietas Benzodiazepine bereaksi dengan reseptornya (Benzodiazepine Receptors) akan me-reinforce the inhibitory action of GABA-ergic neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut diatas mereda. Non-Benzodiazepine: mediasi reseptor serotonin (5-HT1A) (Buspirone); antihistamin dengan aktivitas antiemetik (Hidrokxyzine)

19 BENZODIAZEPINE Efek Samping Sedasi Relaksasi otot Ketergantungan Rebound Phenomena

Interaksi Obat Benzodiazepine + CNS depressants (phenobarbital, alchohol, obat anti psikosis, anti depresi, opiates) potensiasi efek sedasi dan penekanan pusat napas, resiko timbulnya respiratory failure. Benzodiazepine + CNS stimulants (amphetamine, caffeine, appetite

suppressants) = antagonisme efek anti anxietas, sehingga efek benzodiazepine menurun. Benzodiazepine + Neuroleptika = efek manfaat klinis dari Benzodiazepine mengurangi kebutuhan dosis neuroleptika, sehingga resiko efek samping neuroleptika berkurang.

Lama Pemberian: Pada sindrom anxietas yang disebabkan faktor situasi eksternal, pemberian obat tidak lebih dari 1-3 bulan. Pemberian yang sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila sindrom anxietas dapat diramalkan waktu datangnya dan hanya pada situasi tertentu (anticipatory anxiety), serta terjadinya tidak sering. Penghentian selalu secara bertahap(stepwise)agar tidak menimbulkan gejala lepas obat (withdrawal symptoms).

Perhatian Khusus Kontraindikasi : Pasien dengan hipersensitifitas terhadap benzodiazepine, glaucoma, myasthenia gravis, chronic pulmonary insufficiency, chronic renal or hepatic disease. Gejala over dosis / intoksikasi : Kesadaran menurun, lemas, jarang yang sampai dengan coma. Pernapasan, tekanan darah, denyut nadi menurun sedikit.

20 Ataksia, disartria, convulsion, refleks fisiologis menurun.

Terapi suportif : Tata laksana terhadap Respiratory Depression dan shock.

Perbandingan Buspirone dengan Benzodiazepine Buspirone Tidak efektif untuk mengatasi panic disorder, OCD, dan social phobia Lebih efektif terhadap gejala anger dan hosility, sama efektifnya dengan benzodiazepine pada gejala psikis cemas dan kurang efektif terhadap gejala somatik Onset of action lebih lambat Tidak mempunyai efek cepat sehingga biasanya didahului dengan pemberian benzodiazepin, setelah itu dilanjutkan dengan buspirone Tidak mempunyai efek sedasi, efek withdrawal, dan efek ketergantungan pada pemakaian jangka panjang

Anda mungkin juga menyukai