Anda di halaman 1dari 6

Kriminalisasi Perbuatan Magis dalam RUU KUHP

NOFRY HARDI 1220113030


TUGAS PEMBARUAN HUKUM PIDANA DOSEN; PROF.DR. ISMANSYAH, SH, MH FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2013

PADANG 2013

Kriminalisasi Perbuatan Magis dalam RUU KUHP Kriminalisasi Perbuatan Magis dalam KUHP Oleh: Nofry Hardi Ilmu Hitam dan Realitas Sosial menegaskan bahwa kejahatan yang dipandang bersumber dari dunia lain (otherworldly power) ada dalam realitas sosial dan perlunya dekriminalisasi terhadap sejumlah pasal dalam KUHP yang terbukti mandul. Perbuatan magis seperti santet, teluh, sihir, dan guna-guna adalah realitas sosial secara empiris yang keberadaannya diakui oleh sebagian masyarakat kita. Bahkan, di banyak negara seperti di Benua Afrika dikenal dengan "The Spirit of African" . Di Haiti dikenal dengan Voodoo. Ada pandangan perbuatan seperti itu merupakan perbuatan yang menakutkan dan jahat. Oleh karena itu, sekaligus dapat digunakan untuk mencari keuntungan oleh anggota masyarakat untuk menangkal perbuatan magis itu dan atau untuk melakukan perbuatan magis tersebut terhadap masyarakat yang percaya terhadap adanya kekuatan magis. Kebijakan politik hukum pidana yang masih berlaku sampai dengan saat ini berhubungan dengan masalah magis itu dapat kita lihat pada Pasal 545 - 547 KUHP yang dinilai mandul dan perlu didekriminalisasi. Pasal-pasal itu selengkapnya berbunyi; Pasal 545 KUHP: "Barangsiapa menjadikan pencariannya untuk menyatakan

peruntungan seseorang, untuk mengadakan peramalan atau penafsiran mimpi" Pasal 546 KUHP: "Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat-jimat atau benda-benda yang dikatakan olehnya mempunyai kekuatan gaib."

PEMBARUAN HUKUM PIDANA

PADANG 2013

Kriminalisasi Perbuatan Magis dalam RUU KUHP Pasal 547 KUHP: "Seorang saksi ketika diminta untuk diberikan keterangan di bawah sumpah menurut undang-undang dalam sidang pengadilan memakai jimat atau benda sakti". Pasal-pasal tersebut merupakan delik formil. Tidak diperlukan adanya akibat yang timbul dari perbuatan magis dan tidak pula diperlukan apakah orang percaya atau tidak terhadap ada tidaknya kekuatan magis yang ditawarkan. Penekanan pasal tersebut menyangkut larangan atas profesi atau pekerjaan dari orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib yang bisa memberikan bantuan jasa untuk menimbulkan kesaktian yang mungkin untuk melakukan perbuatan pidana tanpa bahaya bagi dirinya sendiri yang tentunya dapat diartikan bahaya bagi orang lain juga mengadakan peramalan dan peruntungan seseorang. Memperhatikan pasal-pasal tersebut dan realitas keberadaannya secara empiris, di mana pada kenyataannya praktik menjual jasa klenik dan peramal bebas berprofesi secara terang-terangan, bahkan dilakukannya penawaran melalui iklan-iklan di pelbagai surat kabar dapat diartikan bahwa tujuan politik hukum dari pasal-pasal itu bagaikan "macan ompong" yang tidak efektif. Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP yang baru pada Pasal 293 Ayat (1) menyebutkan: "Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan magis, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang".

PEMBARUAN HUKUM PIDANA

PADANG 2013

Kriminalisasi Perbuatan Magis dalam RUU KUHP Memperhatikan RUU Pasal 293 tersebut dapat dikatakan bahwa RUU Pasal 293 hanyalah meneruskan kebijakan politik hukum Pasal 545-547 KUHP yang lama dengan bahasa yang lebih tegas dan membatasi substansi magis hanya terhadap perbuatan menawar-nawarkan kemampuan dirinya mempunyai kekuatan magis sebagai delik formil tanpa mempermasalahkan substansi dengan mengidentifikasi perbuatan dan akibat dari perbuatan magis sebagai delik materiil. Perlukah kriminalisasi perbuatan magis Menjadi pertanyaan menarik, perlukah kriminalisasi perbuatan magis tersebut diatur dalam RUU KUHP yang baru. Untuk mendapatkan pertimbangan perlu tidaknya perbuatan magis dikelompokkan sebagai delik yang merupakan perbuatan kejahatan berdasarkan tujuan pencegahan terhadap praktik main hakim sendiri oleh anggota masyarakat terhadap orang yang dituduh sebagai dukun santet dan praktik penipuan dengan mengaku sebagai orang yang bisa memberi jasa kepada orang lain dengan menimbulkan kematian karena mempunyai kekuatan magis, dapat dikemukakan beberapa hal. 1. Pertama, perbuatan magis yang dapat disebut sebagai santet, teluh, sihir dan gunaguna adalah realitas sosial secara empiris sebagai kepercayaan sebagian masyarakat yang tidak dapat disangkal keberadaannya, namun secara akademis berdasarkan ratio principle masih dipertanyakan kebenaran keberadaannya untuk dapat dimasukkan ke dalam undang-undang yang akan berlaku sebagai hukum positif.

PEMBARUAN HUKUM PIDANA

PADANG 2013

Kriminalisasi Perbuatan Magis dalam RUU KUHP 2. Kedua, main hakim sendiri yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap pelaku yang dianggap sebagai dukun santet yang telah menimbulkan sejumlah besar korban sesungguhnya merupakan perbuatan melawan hukum dengan kekerasan yang dilakukan bersama-sama di muka umum yang telah diatur dalam Pasal 170 KUHP yang sekarang berlaku. 3. Ketiga, Pasal 293 RUU KUHP lebih merupakan larangan terhadap menawarnawarkan jasa praktik magis seperti yang ada dalam "Kode Etik Komunitas Paranormal" yang diberlakukan untuk mencegah adanya usaha penipuan terhadap masyarakat dengan cara memberikan harapan melalui kekuatan magis untuk menimbulkan kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, sementara tujuan kriminalisasi terhadap perbuatan menawar-nawarkan jasa praktik magis yang tidak dilengkapi dengan perlu adanya akibat magis yang timbul karena sulitnya membuktikan perbuatan magis sebagai suatu kejahatan sebagaimana disyaratkan Pasal 183 KUHAP, yaitu harus adanya alat bukti yang sah, seperti Keterangan Ahli, Keterangan Saksi atau Korban dan Keterangan Terdakwa akan lebih tepat apabila ketentuan untuk tujuan kriminalisasi tersebut dihubungkan dengan Pasal 378 KUHP yang telah merumuskan tentang tindak pidana penipuan dengan tipu muslihat. Dengan tujuan untuk mencegah dan memberantas praktik magis di tengah-tengah masyarakat sebaiknya Pasal 545-547 KUHP yang walaupun digambarkan sebagai "macan ompong" yang tidak efektif, masih diperlukan keberadaannya. Saya berpendapat bahwa pasal tersebut di atas untuk didekriminalisasikan atau dihapus karena menurut

PEMBARUAN HUKUM PIDANA

PADANG 2013

Kriminalisasi Perbuatan Magis dalam RUU KUHP saya yang diperlukan bukanlah menghapus pasal sebagai instrumen pencegahan tetapi yang diperlukan adalah bagaimana penegakan hukum benar-benar dilaksanakan. Sementara itu, tujuan Pasal 293 RUU KUHP dengan menggunakan bahasa yang lebih baru dan tegas dapat melengkapi ketiga pasal tersebut di atas. Jika mencermati dengan teliti perbuatan magis berupa santet, sihir, teluh dan guna-guna yang masuk dalam kelompok ilmu hitam atau black magic kalaupun secara empiris diakui sebagai ada, hal itu adalah sarana dalam melakukan kejahatan tidak berbeda dengan sarana lain seperti misalnya menggunakan pisau/golok atau benda-benda lain sebagai peralatan kerja yang juga bisa dipakai sebagai sarana kejahatan. Dengan demikian seyogyanya yang menjadi kriminalisasi adalah perbuatan yang merupakan kejahatan, bukan permasalahan sarana yang digunakan dalam melakukan perbuatan kejahatan itu sebagaimana yang telah diatur secara jelas dalam Bab III dan IV KUHP tentang Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh.

**************

TERIMA KASIH

PEMBARUAN HUKUM PIDANA

Anda mungkin juga menyukai