Anda di halaman 1dari 27

BAB 1 PENDAHULUAN

Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan dengan kasus abses hati amebik lebih sering berbanding abses hati piogenik dimana penyebab infeksi dapat disebabkan oleh infeksi jamur, bakteri ataupun parasit. Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amoebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh Entamoeba Histolytica. Sedangkan AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang. Tiap tahunnya 40.000-100.000 kematian disebabkan oleh infeksi E.Hystolitica. Diperkirakan 10% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi oleh E. hystolitica, tetapi hanya10% yang memperlihatkan gejala. Insiden amoebiasis hati di RS di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien pertahun. Sedangkan untuk AHP Secara epidemiologi, didapatkan 8 15 per 100.000 kasus AHP memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,

didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% , sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. Kasus abses hati yang dibahas pada makalah ini merupakan kasus asli yang ditemukan di RSUD Sobirin Musi Rawas. Permasalahan utama yang dibahas dalam makalah ini yaitu bagaimana cara mendiagnosis kasus abses hati amebik, pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan

diagnosis, penatalaksanaan yang tepat, komplikasi yang dapat terjadi dan cara pencegahan juga edukasi yang dapat diberikan. Laporan kasus ini bertujuan untuk memperoleh pembelajaran mengenai abses hepar. Dengan demikian, penanganan kasus abses hepare dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.

BAB II LAPORAN KASUS 1. IDENTIFIKASI Nama Jenis kelamin Usia Alamat Agama Pekerjaan Status perkawinan MRS : Tn. I : Laki-laki : 47 tahun : Tanjung Ning Tengah : Islam : Petani : Menikah : 4 April 2013

2. ANAMNESIS Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas yang semakin bertambah sejak 2 hari SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit 5 hari SMRS, os mengeluh nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk, nyeri tidak menjalar, demam tinggi (+), menggigil (+), berkeringat banyak (+), mual (+), muntah (-),napsu makan menurun (+), batuk (-), sesak nafas (-), BAB cair 2-3x/hari, warna hijau, lendir (+) dan BAK biasa. Os berobat ke Puskesmas dan dikatakan sakit maag. 2 hari SMRS, os mengeluh nyeri perut kanan atas terus-menerus dan semakin bertambah terutama jika makan makanan bersantan dan lemak. Demam tinggi (+), menggigil (+), berkeringat banyak (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun (+),sesak napas (-), nyeri dada (-), BAB cair 2-3x/hari, warna hijau, lendir (+) dan BAK berwarna teh tua. Os kemudian berobat ke RS.Sobirin. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat diare kronik sebelumnya disangkal Riwayat sakit kuning disangkal Riwayat transfusi darah disangkal Riwayat minum jamu-jamuan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Keadaan umum Keadaan sakit Kesadaran Gizi Berat badan Tinggi Dehidrasi Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu : Tampak sakit sedang : Sakit sedang : Kompos mentis : Cukup : 58 kg : 163 cm : (-) : 110/80 mmHg : 102 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup : 20 x/menit : 39,3 oC

Keadaan Spesifik Kulit Warna sawo matang, efloresensi dan jaringan parut (-), pigmentasi dalam batas normal, keringat umum (-), keringat lokal (-), turgor baik, lapisan lemak cukup, ikterus pada kulit (-), anemis pada telapak tangan dan kaki (-), nodul subkutan (-), pertumbuhan rambut normal, sianosis (-).

Kelenjar Getah Bening Kelenjar getah bening submandibula, leher, axilla, dan inguinal tidak ada pembesaran dan tidak ada nyeri penekanan.

Kepala Bentuk oval, simetris, ekspresi biasa, rambut tidak mudah dicabut, alopesia (-), malar rash (-), deformitas (-), muka sembab (-)

Mata Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+), pergerakan bola mata ke segala arah baik, lapangan penglihatan luas.

Hidung Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik. Selaput lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan. Pernafasan cuping hidung tidak ada

Telinga Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran baik.

Mulut Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atropi papil ( - ), gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernafasan khas (-).

Leher Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, tekanan vena jugularis (5-2) cmH2O, kaku kuduk tidak ada.

Thorax Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi : Statis kanan kiri simetris, dinamis kanan kiri simetris : Stem fremitus kanan = kiri normal : Redup pada lapangan paru kanan mulai ICS V ke bawah, sonor pada lapangan paru kiri. Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis tidak teraba : Batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra ICS IV, batas kiri linea midclavicula sinistra ICS V Auskultasi : HR : 102 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi : Datar, venektasi (-) : Lemas, nyeri tekan (+) regio epigastrium dan hipokondrium dextra, hepar

teraba 3 jari dibawah arcus costae, konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan rata, fluktuasi (+), nyeri tekan (+), Ludwig sign (-), lien tidak teraba, undulasi (-), murphy sign (+). Perkusi Auskultasi : Thympani, shifting dullness (-) : Bising usus ( + ) normal

Alat Kelamin Tidak diperiksa

Ekstremitas Ekstremitas Atas Eutoni, eutrofi, gerakan ke segala arah, kekuatan +5, nyeri sendi (-), pitting edema (-), jaringan parut (-), telapak tangan pucat (-), ujung jari dingin (-), palmar eritem (-), jari tabuh (-), varices (-), refleks fisiologis normal, turgor normal.

Ekstremitas Bawah Eutoni, eutrofi, gerakan ke segala arah, kekuatan +5, nyeri sendi (-), pitting edema (-), jaringan parut (-), telapak kaki pucat (-), ujung jari dingin (-), varices (-), refleks fisiologis normal, turgor normal.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG 4.1.Laboratorium (5 April 2013) Darah Rutin Parameter Hemoglobin Eritrosit Hematokrit Leukosit Trombosit LYM% NEUT% MXD% Hematologi HbsAg Kimia Darah BSS SGOT SGPT BILIRUBUN TOTAL BILIRUBIN INDIRECT BILIRUBIN DIRECT PROTEIN TOTAL ALBUMIN GLOBULIN Feses Rutin Makroskopik Parasit Cacing tambang Cacing Ascariasis lumbricoides Cacing Trichuris trichiura :::Konsistensi Warna Bau Lendir : ++ : encer : kuning tua : busuk Negatif Hasil 11.1 3.8 31.0 19.6 468 7.0% 90.3% 2.7% Negatif Nilai normal 14-17 4.5-5.5 42-50 5-11 150-450 20-40 45-77 3-10

127.3 37.0 78.6 2.1 1.1 1.0 6.4 3.0 3.4

70-180 18-37 22-40 0-1 0-0,76 0-1 6-9 4-6 1-3

Cacing Enterobius vermicularis Cacing pita Cacing Entamoeba Histolytica Cacing Entamoeba coli Giardia lambia

:::::-

Leukosit : + Eritrosit : ++ Makrofag : -

4.2.USG ABDOMEN ( 8 April 2013) Hepar : ukuran normal, parenkim halus, tampak SOL 7,4 cm dilobus kiri, batas tegas. Galbladder : membesar, dinding tebal, sludge (+). Kesan : abses hepar dan cholesistitis

4.3. Aspirasi (15 April 2013) :

Kesan : pus berwarna coklat kemerahan

5. DIAGNOSIS SEMENTARA : Abses Hepar Amebik + Kolesistitis 6. DIAGNOSIS BANDING : Abses Hepar Piogenik + Kolesistitis

7. PENATALAKSANAAN Non farmakologis : Istirahat Diet hati III

Farmakologis : IVFD RL / D5 gtt X/menit Metronidazole Inf 4x500 mg selama 10-14 hari Cefotaxime 2x1 gram (iv) Parasetamol 3x500 mg (K/P) Tramadol 2x100 mg

8. RENCANA PEMERIKSAAN o Foto thorax PA o Kultur dan resistensi mikroorganisme o Serologi

9. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionan : bonam : bonam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amoebic (AHA) dan abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess).

II. EPIDEMIOLOGI Di negara negara berkembang yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. Pria lebih sering menderita AHA dibanding wanita. Pravelensi terbanyak ditemukan pada umur antara 30 50 tahun dengan perbandingan 4 : 1 lebih sering pada orang orang dewasa. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke 6.

II. ETIOLOGI Abses Hati Amebik (AHA) Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling sering terjadi akibat infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita dengan amebiasis intestinalis klinis.
10

Entamoeba histolytica mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk kista, dan bentuk aktif (vegetatif). Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron) dan berukuran besar (yaitu 20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu

mengakibatkan destruksi jaringan. Abses Hati Piogenik (AHP) Sedangkan etiologi AHP adalah enterobacteraceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides, fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterocolitica, salmonella typhi, brucella melitensis dan fungal. Infeksi dari hati dapat juga berasal dari: 1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran empedu. 2. Viscera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau pieloflebitis atau embolisasi. Biasanya berasal dari apendisitis, diverticulitis atau penyakit Crohn. Kolitis ulseratif jarang dengan abses hati. 3. Arteri hati pada bakterimia/septikemia akibat infeksi ditempat lain. 4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster, duodenum, ginjal, rongga subdiafragma atau pankreas. 5. Trauma tusuk atau tumpul. 6. Kriptogenik.

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI a. Anatomi Hepar Hati adalah organ terbesar dalam tubuh kita, dengan berat 1.200 gram 1.500 gram. Pada orang dewasa 1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi 1/18 dari berat bayi. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan

11

sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatika. Struktur Mikroskopis Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus. Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kuppfer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50 % dari semua makrofag dalam hati adalah sel Kuppfer, sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai kanalikuli, yang berjalan ditengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar hingga menjadi duktus koledokus.

12

Gambar 1. Anatomi Hepar

Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatik, dan dari aorta melaui arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.

b. Fisiologi Hepar Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya adalah ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ikut mengatur volume darah, dan sebagai alat penyaring (filter) semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestinal yang akan dialirkan ke organ melalui sistem portal. Selain itu sel- sel hati berfungsi sebagai pusat metabolisme diantaranya (metabolisme hidrat arang, protein, lemak, empedu), Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme, sebagai alat sekresi untuk keperluan badan (seperti enzim, glukosa, protein, faktor koagulasi dan empedu). Adapun sel kuppfer berfungsi sebagai sel retikuloendotelial yang mengurai Hb menjadi bilirubin, membentuk - globulin dan immune bodies, dan sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen makromolekular.

13

V.PATOGENESIS Abses Hati Amebik (AHA) Cara penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene perorangan yang buruk. Pada kelompok homoseksual disebutkan insidens amebiasis lebih tinggi dikaitkan dengan masalah hubungan oro-anal atau oro-genital yang dilanjutkan dengan genito-oral. Sesudah masuk per oral hanya bentuk kista yang bisa sampai ke dalam intestinal tanpa dirusak oleh asam lambung, kemudian kista pecah, keluar trofozoit. Di dalam usus trofozoit menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar. Amoeba kemudian tersangkut menyumbat venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati sehingga kemudian terbentuk abses. Didaerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan di dalam cairan dibagian sentral abses. Kira-kira 25 % abses hati amoebik mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.

Terdapat periode laten yaitu jarak waktu yang lamanya bervariasi kadang-kadang sampai bertahun-tahun diantara kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya abses hati. Jarak waktu antara serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati berbeda-beda. Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu, tetapi bentuk yang kronis lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun. Disamping itu hanya lebih kurang 10 % penderita abses hati yang dapat ditemukan adanya kista E.histolytica dalam tinjanya pada waktu yang bersamaan, bahkan dilaporkan 2-33 %. Faktor yang berperan dalam keaktivan invasi amoeba ini belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit flora bakteri usus dan daya tahan tubuh sesorang baik humoral maupun seluler.

14

Gambar 2. Patogenesis Abses Hepar Amebik

Abses Hati Piogenik (AHP) Abses hati piogenik paling sering disebabkan oleh penyakit saluran empedu (35-45 % kasus). Perluasan infeksi di dalam perut (diverticulitis, apendistis, penyakit crohn) lewat vena porta merupakan penyebab untuk 20 % lainnya. Sisa kasus disebabkan oleh perluasan infeksi lokal secara langsung, penyebaran hematogen lewat arteri hepatika dari tempat yang jauh, atau penyebab idiopatik (10-20 %). Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistim biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses filelebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus.

15

VI. MANIFESTASI KLINIS Abses Hati Amebik (AHA) Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul secara mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal sembuh. Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda tanda pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru paru. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang dibuat. Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar. Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90 % didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru hepar meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada pemeriksaan toraks didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi pleura atau friction rub dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.

16

Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik. Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 % kasus. Gambaran klinik tidak klasik ditemukan benjolan di dalam perut (seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pankreas), Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan masa yang diduga ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut, gejala kardiak bila ruptur abses ke rongga perikardium, gejala pleuropulmonal, abdomen akut. Abses Hati Piogenik (AHP) Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten, intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap. Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya ikterus pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.

17

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Secara umum pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi, anemia ringan sampai sedang, peningkatan laju endapan darah (LED), peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan bilirubin, SGOT, SGPT, berkurangnya kosentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.

Abses Hati Amebik (AHA) Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai peran yang besar dalam diagnostik, dan tidak ada satupun pemeriksaan tersebut yang patognomonik untuk abses hati amebik. Ditemukan leukositosis, sebagian besar penderita menunjukkan peninggian LED. Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan akan kembali normal dengan penyembuhan abses. Pemeriksaan serologik sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dengan sensitivitas 91 93 % dan spesifitas 94-99%. Pemeriksaan serologik positif berarti sedang atau pernah terjadi amebiasis invasif. Didaerah endemik amebiasis, seseorang tanpa sedang menderita amebiasis invasif sering memberikan reaksi serologik positif akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Cara pemeriksaan yang paling sensitif ialah cara ELISA. Pemeriksaan parasit E. Hystolitica dilakukan pada isi abses atau cairan aspirasi lainnya, biopsi abses, tinja atau biopsi kolonoskopi/sigmoidoskopi dengan hasil dari penderita 1/3 penderita. Pada pemeriksaan radiologis dengan foto thoraks tampak diafragma kanan meninggi dengan gerakan terbatas, dan mungkin ada efusi pleural. Pada foto toraks bisa didapatkan pula kelainan lain seperti corakan bronkhovaskuler paru kanan bawah bertambah, infiltrat, atelektasis, garis adhesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses paling sering di bagian superoanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian anteromedial diafragma kanan. Abses di lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan sabit di daerah curvatura minor pada foto memakai barium. Secara angiografik abses tampak sebagai daerah avaskuler dengan pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan hipervaskularisasi. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) digunakan rutin untuk diagnostik, penuntun aspirasi dan pemantauan hasil terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik dan dapat dievaluasi sifat cairan abses. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebik adalah:
18

Lesi hipoeekoik pada gain normal maupun ditinggikan dan pada gain tinggi jelas tampak echo halus homogen tersebar rata.

Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding, terletak dekat permukaan hati.

Terdapat peninggian echo pada bagian distal abses.

Pemeriksaan tomografi dengan komputer merupakan cara terbaik untuk melihat gambaran abses terutama untuk abses yang multipel atau yang letaknya posterior. Sensitivitas adalah 98 % dan dapat mendeteksi lesi berukuran 5 mm. Dibanding USG, pemeriksaan dengan cara ini biayanya lebih mahal.

Abses Hati Piogenik (AHP) Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada 60-87 % kasus. Anemia (biasanya normositik normokrom) ditemukan pada 50 %, sedangkan peninggian alkali fosfatase (90%), kadar albumin serum dibawah 3 gr% (33-74 %) dan waktu protrombin memanjang (34-54 %) menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini disebabkan abses di dalam hati. Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini adalah E. Coli, S.aurens dan S.hemolyticus, tetapi semenjak ditemukannya dan digunakannya

antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri aerob gram negatif seperti P. vulgaris, A.aerogenes, S. Faecalis dan P.aeroginosa secara tersendiri atau bersama-sama dapat ditemukan pada kultur dari pus abses hati. Selain itu kuman anaerob ( Bacteriodes, Fusobacterium, Clostridium, dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau busuk. Pada foto thoraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleural, atelektasis basiler,empiema atau abses paru. Kelainan-kelainan ini ditemukan pada 20-82 % kasus. Pada foto thoraks PA sudut kardio-frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kosto-frenikus anterior tertutup. Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau air fluid level. Abses di lobus kiri akan mendesak kurvatura minor seperti tampak pada foto dengan kontras barium. Secara angiografik abses merupakan daerah avaskuler. Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan atau MRI, ultrasonografi abdominal dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki nilai diagnostik semakin tinggi. Abdominal CT-scan memiliki sensitifitas 95-100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80-90 %,
19

Ultrasound Gided Aspirate for Culture and Special Stain, dengan kultur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90 % kasus, sedangkan gallium dan technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas 50-90 %.

VIII. DIAGNOSIS Abses Hati Amebik (AHA) Kritera Diagnosis Abses Hepar Amoebik : Hati yang membesar dan nyeri Leukositosis, tanpa anemia pada penderita abses amoebik yang akut atau leukositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik. Adanya pus amoebik yang mungkin mengandung trofozoit E. Histolytica. Pemeriksaan serologik terhadap E. Histolytica positif. Gambaran radiologik yang mencurigakan, terutama pada foto thoraks

posteroanterior dan lateral kanan. Adanya filling defect pada sidik hati Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazole.

Abses Hati Piogenik (AHP) Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan gejala dapat ringan, tetapi biasanya terdapat demam, menggigil, anoreksia, dan penurunan berat badan. Nyeri perut dan hepatomegali terjadi pada setengah kasus, ikterus pada sepertiganya. Pada pemeriksaan fisi ditemukan leukositosis, anemia, peningkatan alkali fosfatase dan bilirubin serta penurunan albumin adalah penemuan yang khas. Biakan darah positif pada lebih dari 50 % kasus. Diagnosis didasarkan pada deteksi didini lesi oleh pemeriksaan radiologis, dengan pemastian oleh pemeriksaan ultrasonik atau aspirasi dengan panduan CT. Foto polos dapat memperlihatkan akumulasi udara di kuadran kanan atas. Efusi pleura kanan, atelektasis dan naiknya hemidiafragma juga merupakan petunjuk yang penting. Diagnosis AHP kadangkadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan diagnosis dini memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP karena penyakit ini dapat disembuhkan. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP,
20

demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif setelah beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis. IX. KOMPLIKASI Abses Hati Amebik (AHA) Komplikasi yang dapat terjadi pada Abses Hati Amebik, yaitu : a) Infeksi sekunder Merupakan komplikasi paling sering terjadi pada 10-20 % kasus. b) Ruptur atau penjalaran langsung Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitoneum. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal (10-20 %), kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9 %) selanjutnya perikardium (0,01 %) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal. c) Komplikasi vaskuler Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang terjadi. d) Parasitemia, amebiasis serebral E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.

Abses Hati Piogenik (AHP) Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti : a) Septikemia/bakterimia dengan mortalitas 85 %, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7 %, kelainan pleuropulmonal,gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum. b) Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diathesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder, gagal hati dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses.

21

X. PENATALAKSANAAN 1. Abses Hati Amebik (AHA) Pada prinsipnya pengobatan medikamentosa terdiri dari pemberian amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid intestinal untuk pemberantasan parasit E. Histolytica di dalam usus sehingga dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit. Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan pilihan pertama dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan klorokuin. Baik emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung (kecuali perkarditis amebik) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB selama 7-10 hari atau 1,5 mg dehidroemetin/kgBB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin kurang toksik dibanding dengan emetin. Amebisid jaringan yang lain ialah klorokuin yang mempunyai nilai kuratif sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar yang tinggi didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang diberikan 600 mg klorokuin basa, lalu 6 jam kemudian 300 mg dan selanjutnya 2 x 150 mg/hari selama 28 hari, ada pula yang memberikan klorokuin 1 gr/hari selama 2 hari, diteruskan 500 mg/hari sampai 21 hari. Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat 3 x 500 mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroksikuin 3 x 600 mg/hari selama 21 hari atau klefamid 3 x 500 mg/hari selama 10 hari. Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara diatas tidak berhasil, dalam arti kata masih membesar, masih terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut kanan atas, tanda ludwig positif dan gejala lainnya, dapat dilakukan tindakan aspirasi.

2. Abses Hati Piogenik (AHP) Penatalaksanaan AHP dengan menggunakan antibiotika spektrum luas oleh karena penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotika
22

tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Pada terapi awal menggunakan penisilin. Selanjutnya, dikombinasikan antara ampisilin, aminoglikosida atau sefalosporin generasi III dan klidamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48 72 jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratoris, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur sensifitas aspirat abses hati. Pengobatan parenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama 10 14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian. Penatalaksanaan secara konvesional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas. Penatalaksanaan saat ini, adalah menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal.

XI. PROGNOSIS Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis abses : Usia, makin tua prognosis akan makin buruk. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita. Lokalisasi abses, mudah/sukar dicapai untuk drainase Virulensi parasit/bakteri. Letak dan jumlah abses, abses soliter prognosis lebih baik dibandingkan dengan abses ganda multipel Stadium penyakit Adanya komplikasi septikemia, abses subfrenik, ruptur ke organ lain Bakterimia poli mikroba Gangguan faal hati.

Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.

23

BAB IV ANALISIS KASUS

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan infeksi bakeri, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistm gastrointestinal yang di tandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, selsel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati. Dari identifikasi didapatkan bahwa seorang laki-laki, usia 47 tahun , pekerjaan petani datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Berdasarkan teori abses hepar lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade keempat. Prevalensi lebih tinggi di negara berkembang yang berhubungan dengan sanitasi yang buruk, ekonomi rendah, serta gizi yang buruk. Dari anamnesis didapatkan 5 hari SMRS, os mengeluh nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk,demam tinggi (+), menggigil (+), berkeringat banyak (+), mual (+),napsu makan menurun (+), BAB cair 2-3x/hari, warna hijau, lendir (+) dan BAK biasa. Os berobat ke Puskesmas dan dikatakan sakit maag. Sejak 2 hari SMRS, os mengeluh nyeri perut kanan atas terus-menerus dan semakin bertambah terutama jika makan makanan bersantan dan lemak. Demam tinggi (+), menggigil (+), berkeringat banyak (+), mual (+), nafsu makan menurun (+),BAB cair 2-3x/hari, warna hijau, lendir (+) dan BAK berwarna teh tua. Berdasarkan teori penderita abses hepar amebik biasanya datang keluhan utama nyeri perut kanan atas atau nyeri ulu hati jika abses terdapat dilobus hepar kiri dan gejala konstitusional seperti demam (87-100% kasus), menggigil dan berkeringat (36-69% kasus), mual (32-85% kasus), napsu makan menurun (33-64% kasus). Selain itu akan didapatkan diare pada 1/3 kasus abses hepar amebik, atau tanpa riwayat diare pada sebagian pasien lainnya. Ditemukannnya nyeri perut kanan atas terutama saat makan makanan bersantan dan lemak menunjukkan adanya kolesistitis pada pasien ini, mungkin disebabkan infeksi kandung empedu. Dari pemeriksaan fisik demam (T: 39,3 oC), skelera ikterik (+), pada abdomen didapatkan lemas, nyeri tekan (+) regio epigastrium dan hipokondrium dextra, hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae, konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan rata, fluktuasi (+), nyeri tekan (+), Ludwig sign (-),murphy sign (+). Berdasarkan teori demam ditemukan pada 99% kasus. Ikterus ditemukan <10% kasus biasanya disebabkan oleh abses yang multipel

24

atau abses yang besar sehingga menekan traktus biliaris. Hepatomegali ditemukan pada 91,3100% kasus. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb rendah, eritrosit menurun disebabkan karena trofozoit Entamoeba hystolitica mampu memangsa eritrosit. Leukositosis dan neutrofil meningkat menunjukkan adanya infeksi akut. Peningkatan SGPT disebabkan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penurunan albumin menunjukkan gangguan fungsi sintesis hati. Peningkatan globulin disebabakn karena adanya infeksi yang menyebabkan peningkatan sintesis antibodi. Dari pemeriksaan feses tidak ditemukan adanya kista Entamoeba hystolitica karena periode laten antara kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya abses hati berbedabeda. Hanya sekitar 10% penderita abses hepar yang dapat ditemukan adanya kista E.hystolytica dalam tinjanya pada waktu bersamaan. Faktor yang berperan dalam keaktivan invasi amoeba ini belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diet flora bakteri usus dan daya tahan tubuh seseorang baik humoral maupun selular. Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan hepar : ukuran normal, parenkim halus, tampak SOL 7,4 cm dilobus kiri, batas tegas. Galbladder : membesar, dinding tebal, sludge (+). Kesan : abses hepar dan cholesistitis. Dari hasil aspirasi pada tanggal 15 April 2013 didapatkan pus sebanyak 10 cc berwarna coklat kemerahan (anchovy sauce) yang khas umtuk abses yang disebabkan oleh Entamoeba hystolitica. Abses ini terdiri dari jaringan hati yang nekrotik, sel-sel inflamasi dan sel darah dalam parenkim hati. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan aspirasi abses dapat ditegakkan diagnosis abses hepar amebik dan cholesistitis. Adapun penatalaksanaan pasien ini meliputi terapi nonmedikamentosa yaitu istirahat dan diet hati III. Terapi medikamentosa meliputi : IVFD RL gtt xx/mnt, metronidazole 4x500 mg selama 14 hari yang merupakan amebisid jaringan pilihan pertama. Selain itu, diberikan juga cefotaxime 2x1 gram (iv) sebagai antibiotik pada cholesistitis, paracetamol sebagai antipiretik dan tramdol sebagai analgetik. Prognosis pada kasus ini baik vitam maupun fungtionam adalah bonam. Prognosis pada kasus abses hepar dipengaruhi oleh usia, status imunitas dan nutrisi penderita baik, lokasi abses mudah /tidak dicapai untuk drainase, virulensi parasit atau bakteri, abses yang soliter , dan tidak ditemukan adanya komplikasi .

25

Kerangka Konsep Infeksi terjadi setelah menelan air atau makanan yang terkontaminasi Entamoeba histolyca Kista tertelan dan dinding kista dicerna oleh usus halus Keluar tropozoin imatur di usus halus
Bentuk histolitika : BAB cair, berlendir

Tropozoid menjadi dewasa setelah di usus besar Invasi organ melalui penjalaran sirkulasi (sistem vena porta, pembuluh limfe, dan mesenterium) Sampai ke parenkim hepar

Jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi dan sel darah

Terjadi thrombosis dan histolisis Abses hepar amoebik Nyeri perut kanan atas Infeksi PGE2 Demam

Cairan coklat dan kemerahan

Mempengaruhi gaster dan asam lambung

Mual

26

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, ed. IV. FKUI: 2006; p 460-1. 2. Abdurachman SA. Abses Hati. dalam Gastroenterologi Hepatologi. Infomedika: 1990; p 395-404. 3. Barakate MS, et all. Liver Abscess. Ann Surg. 1996;223; p 600-1 4. Canto MIF, et al. Bacterial Infecion of The Liver an Billiary System. In Surawich C, Owen R (Eds). Gastrointestinal and Hepatic Infection. Philadelphia. 1995; p 355-86 5. Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology Principles and Practice. German. Sringer: 2006. 6. Schiff, E R, et al. Schiff's Diseases of the Liver, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins : 2007 7. Ghani M, Hoofnagle JH. Harrison's Principles of Internal Medicine: Approach to the patient with liver disease. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2000. p. 1808-1813.

27

Anda mungkin juga menyukai