Anda di halaman 1dari 8

PEMBUATAN MEDIA KC Oleh : Amanda Sari Widyanti / A24100050 TINJAUAN PUSTAKA Media merupakan suatu bahan yang penting

untuk pertumbuhan kultur. Media untuk pertumbuhan kultur dapat berupa media padat dan media cair. Media padat biasanya digunakan untuk mengkulturkan kalus kemudian diinduksi menjadi tanaman lengkap, sedangkan media cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Komponen yang penting dalam suatu media adalah senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh, dan suplemen organik (Yuwono 2008). Media dalam kultur jaringan tanaman umumnya terdiri dari beberapa komponen seperti hara makro, hara mikro, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen lain, karbon dan sumber energy, bahan organik kompleks, bahan pemadat, dan zat pengatur tumbuh (Gunawan 1988) Salah satu media yang umum digunakan adalah media Knudson C (KC). Komposisi media KC mempunyai kandungan garam terutama garam-garam makro yang lebih rendah daripada media MS (Dinarti et al. 2010) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Kegiatan praktikum dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Insititut Pertanian Bogor. Praktikum dilaksanakan pada Selasa 16 April 2013 dimulai pukul 07.00 hingga 08.30 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah larutan stock yaitu FeSO4 7H2O, MnSO4 H2O, Ca(NO3)2, KCl, KH2PO4, MgSO4, NH4NO3, (NH4)2SO4, air kelapa, nanas, gula, dan agar. Alat yang digunakan antara lain autoclave, botol kultur, blender, plastik, karet, panic, kompor, pipet, bulb, gelas ukur, pisau, label, dan alat tulis. Metode Kerja Semua bahan stock dipipet sesuai dengan ketentuan. Bahan stock kemudian dicampur di satu wadah. Selanjutnya air kelapa dan anas yang sudah diblender dicampur dengan larutan stock. Setelah itu ditambahkan aquades hingga larutan mencapai 250 ml. Kemudian agar bening tanpa rasa dimasukkan dan dimasak. Setelah mendidih, larutan KC dimasukkan ke dalam botol kultur dan dibagi merata dalam 15 botol yang disediakan. Tiap botol kemudian diberi label dan dimasukkan ke dalam autoclave. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil kegiatan berupa 15 botol media kultur jaringan KC yang dapat digunakan untuk penanaman PLB anggrek pada praktikum selanjutnya. Menurut Dinarti et al (2010), komposisi media KC mempunyai kandungan garam terutama garam-garam makro yang lebih rendan daripada media MS. Sementara pada percobaan lain menurut Amalia et al (2013) penambahan vitamin ke dalam media KC dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan dan organ tanaman anggrek. Air kelapa yang ditambahkan pada proses pembuatan media juga diketahui sebagai sumber yang dapat digunakan untuk perkembangan embrio, diantaranya sitokinin endogen (Wattimena et al 2003). Air kelapa mengandung gula dan gula

alcohol yang selalu diberikan karena dapat memperbaiki pertumbuhan in vitro (Wattimena 1991). KESIMPULAN Pembuatan media KC dilakukan untuk mendapatkan media bagi penanaman subkultur anggrek. Media KC umumnya mempunyai kandungan garam makro yang lebih rendah daripada media MS. Perlu ditambahkan vitamin ke dalam media KC untuk meingkatkan pertumbuhan tanaman anggrek. SUBKULTUR ANGGREK PADA MEDIA KC Oleh : Amanda Sari Widyanti/A24100050 TINJAUAN PUSTAKA Phalaenopsis meruapakan salah satu genus anggrek yang marak dibudidayakan. Salah satu jenis phalaenopsis adalah Phalaenopsis gigantea. Perbanyakan P.gigantea secara vegetative sulit dilakukan karena sifatnya yang monopodial. Sementara spesies P.gigantea merupakan salah satu prioritas untuk konservasi tumbuhan Indonesia pada tahun 2010 (Risna et al 2010). Perdagangan P. gigantea sudah diatur dan dibatasi oleh kuota karena sudah termasuk dalam Appendix II CITES (CITES 2011) dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 7/1999, serta Peraturan Menteri Kehutanan No P.57/Menhut II/ 2008 (Risna et al 2010). Namun status kelangkaan spesies ini belum dieavaluasi dalam IUCN red list (WCMC 2011). Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor telah melakukan upaya konservasi spesies ini, salah satunya dengan cara perbanyakan secara kultur jaringan atau in vitro. Media yang sering digunakan pada kultur jaringan anggrek adalah media Vacin and Went dan KC. Namun media ini tidak mempunya komposisi yang lengkap, sehingga dibutuhkan media yang komponennya lengkap untuk pertumbuhan optimal. Di era tahun 2000, protokol regenerasi tanaman Phalaenopsis direalisasikan menggunakan medium konsentrasi nutrisi Murashige dan Skoog ( MS) yang ditambahkan thidiazuron 0-1 mg/l dan 2,4- dichloropenoxyacetic acid (2,4-D) 0-10 mg/l, sedangkan PLBs dapat dibentuk dari kalus tersebut pada medium MS yang ditambah thidiazuron saja sebanyak 0,1-1 mg/l (Ying-Chun et al 2000). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Kegiatan praktikum dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada Selasa 23 April 2013 dimulai pukul 07.00 hingga 8.30 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah PLB Anggrek Plaeonopsis gigantea, alcohol, dan media Kc. Alat yang digunakan antara lain Laminar Air Flow, pinset, bunsen, spray alcohol, plastik, dan botol.

Metode Kerja Semua alat dan bahan disemprot alkohol dan dimasukkan ke dalam laminar. Bahan tanam (PLB Anggrek) dipisah-pisahkan menjadi beberapa bagian. Bahan tanam yang sudah dibagi kemudian dimasukkan ke dalam media menggunakan pinset yang sudah disterilkan dengan cara dimasukkan alcohol dan dibakar. Setiap botol berisi 2-5 PLB anggrek. Media kemudian ditutup dengan plastic dalam posisi dekat dengan Bunsen agar tetap steril. Botol diberi label sesuai tanggal praktikum dan nama kelompok. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah data hasil pengamatan yang dilakukan selama 3 minggu berturut-turut setelah perlakuan (1 3 MST). Tabel 1. Hasil pengamatan PLB 1-3 MST MST(Minggu Setelah Tanam) 1 2 3 14 27 35 112 99 91

PLB

kontam Tidak Kontam

Grafik 1. Persentase kontaminasi PLB

kontaminasi
30.00% 25.00% 20.00% 15.00% kontaminasi 10.00% 5.00% 0.00% kontaminasi 1 MST 11.11% 2 MST 21.43% 3 MST 27.78%

Umumnya media yang sering digunakan pada kultur jaringan anggrek adalah media Vacin and Went dan KC. Hasil penelitian Widyastuti (2003) menunjukkan bahwa hasil terbaik dalam pertumbuhan kecambah P.gigantea dijumpai pada media KC dengan penambahan ekstrak pisang atau ubi. Namun pada percobaan lain, kultur in vitro spesies Phalaenopsis lain pada media KC ditambah bahan organik air kelapa dan ekstrak taoge juga menunjukkan hasil yang optimal.

Percobaan ini menggunakan Phalaenopsis gigantea seperti yang sudah marak diuji coba oleh peneliti.Media KC yang digunakan juga mengandung bahan organik berupa air kelapa dan ekstrak nanas. Air kelapa telah diketahui sebagai sumber zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan untuk perkembangan embrio, diantaranya adalah sitokinin endogen (Wattimena et al 2003). Data pengamatan memberikan gambaran bahwa tingkat kontaminasi PLB relative lebih rendah dibanding tanaman yang tidak kontam. Hal tersebut menunjukkan proses penanaman PLB anggrek pada media KC cukup optimal karena hingga minggu ke-3 pengamatan, PLB kontam tidak mencapai 50 %. Walaupun demikian, pada grafik 1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan persentase kontaminasi tiap minggu. Kontaminasi kemungkinan terjadi karena kurang sterilnya alat yang digunakan maupun kesalahan praktikan dalam proses pemindahan PLB. KESIMPULAN Keberhasilan metode kultur jaringan sangat bergantung pada media yang digunakan. Umumnya didapatkan hasil lebih optimal dengan penambahan senyawa organic pada media. Selain media, metode pelaksanaan pemindahan PLB ke media KC juga penting diperhatikan untuk menghindari kontaminasi yang menurunkan hasil produksi kultur jaringan yang dilakukan. STERILISASI ANGGREK Oleh : Amanda Sari Widyanti/ A24100050 TINJAUAN PUSTAKA Pelaksanaan kegiatan kultur jaringan tanaman memiliki banyak sekali masalah sebagai pengganggu. Salah satu gangguan yang terjadi dalam kegiatan kultur jaringan adalah berasal dari bahan tanam tanaman itu sendiri. Misalnya tumbuhan berasal dari lapang, kondisi tumbuhan yang terserang penyakit, dan bahan yang tersedia terbatas. Tumbuhan yang berasal dari lapang sudah pasti mengandung debu, kotoran, dan berbagai kontaminan. Kontaminan yang berasal dari lingkungan dapat mengakibatkan tumbuhan terserang penyakit. Menurut Sandra (2003), sterilisisas adalah proses untuk mematikan atau menonaktifkan spora dan mikroorganisme sampai ke tingkat yang tidak memungkinkan lagi berkembang biak atau menjadi sumber kontaminan selama proses perkembangan berlangsung. Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) sterilisasi eksplan dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu secara mekanik dan secara kimia. Sterilisasi eksplan secara mekanik digunakan untuk eksplan yang keras (misalnya tebu, biji salah, dan sebagainya) atau berdaging (misalnya wortel, umbi dan sebagainya) yaitu dengan membakar eksplan tersebut di atas lampu spiritus sebanyak tiga kali. Sedangkan seterilisasi eksplan secara kimia digunakan utnuk eksplan yang lunak (jaringan muda) seperti daum, tangkai daun, anther, dan sebagainya. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agrnomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Praktikum dilaksanakan pada Selasa 30 April 2013 pukul 07.00 sampai 08.30. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan untuk praktikum adalah anggrek Vanda dan dan Amorphophalus. Alat yang digunakan antara lain, cawan petri, scalper nomor 4, pinset, laminar air flow, Bunsen, korek api, alcohol, dan media KC 10 botol. Metode Pelaksanaan Semua alat yang akan digunakan disterilkan menggunakan alcohol. Bahan yang digunakan berupa anggrek dan amorphophalus juga disterilkan dengan cara dibakar cepat di atas Bunsen. Mata scalper diganti agar steril. Kemudian potong kedua ujung bagian anggrek Vanda. Setelah itu diambil bagian yang berserabut dan diletakkan di media KC. Kegiatan diulangi hingga 10 botol. Botol kemudian ditutup plastic, diberi label dan disimpan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah data hasil pengamatan yang dilakukan sampai 2 MST Tabel 1. Pengamatan anggrek Vanda Bahan 1 MST Tanam Kontam Tidak Kontam Tunas Anggrek 2.3 7.7 Grafik 1. Perkembangan sterilisasi anggrek

Kontam 4

2 MST Tidak Kontam 6

Tunas -

Perkembangan anggrek
Kontam Tidak Kontam Tunas

7.7 6 4 2.3 0 1 MST 2 MST 0

Sterilisasi dilakukan untuk membersihkan buah anggrek dari mikroorganisme yang dapat mengganggu pertumbuhan biji anggrek saat di kondisi in vitro. Sterilisasi buah anggrek biasanya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan buah yang masih tertutup atau buah yang sudah pecah. Jika buah masih tertutup maka sterilisasi

lebih mudah dengan menggunakan alkohol dan buah dibakar di atas api Bunsen. Jika buah sudah pecah maka sterilisasi juga harus dilakukan terhadap biji yang sudah keluar. Pada praktikum ini, eksplan anggrek Vanda yang digunakan masih dalam keadaan tertutup dan belum pecah, sehingga sterilisasi dilakukan dengan cara mekanik yaitu dibakar di atas api bunsen. Metode penanamannya yaitu penanaman langsung dengan pinset. Biji anggrek disebar di atas media agar dan tidak di dalamnya supaya dapat memperoleh oksigen yang cukup.

Gambar 1. Biji anggrek yang sudah disebar Berdasarkan data pengamatan (tabel 1) anggrek Vanda dapat terlihat bahwa masih ada kontaminasi yang terjadi dan belum munculnya tunas sampai minggu ke-2 setelah tanam. Perkembangan sterilisasi anggrek (grafik 1) didapatkan bahwa tingkat kontaminasi dari minggu ke-1 ke minggu-ke2 meningkat. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses sterilisasi masih kurang sempurna atau karena faktor lingkungan tertentu yang menyebabkan perkembangannya terganggu. Menurut grafik juga didapatkan bahwa tanaman anggrek Vanda yang disterilisasi belum menunjukkan tanda-tanda mengeluarkan tunas. KESIMPULAN Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan sterilisasi salah satunya adalah sterilisasi mekanik. Sterilisasi mekanik terutama digunakan bagi tanaman anggrek yang buahnya belum pecah. Sterilisasi ini tergolong lebih mudah dibanding sterilisasi kimia. Namun tingkat ketelitian dan kebersihan dalam proses sterilisasi perlu ditingkatkan agar perkembangan anggrek dalam kultur in vitro dapat berjalan lebih optimal dan meminimalisir kontaminasi. DAFTAR PUSTAKA Amalia R, Nurhidayati T, Nurfadilah S. 2013. Pengaruh jenis dan konsentrasi vitamin terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji Dendrobium laxiflorum J.J Smith secara in vitro. Jurnal Sains dan Seni POMITS. 1(1): 1-6 CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). 2011. Appendices I, II, and III. [Internet] [Waktu dan tempat pertemuan

tidak diketahui]. [diunduh pada 28 Mei 2013]. Tersedia pada : http://www.cites.org/eng/app/appendices.shtml Dinarti D, Sayekti U, Alitalia Y. 2010. Kultur jaringan kantong semar (Nepenthes mirabilis). J.Hort Indonesia. 1(2): 59-65. Gunawan LW. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tanaman Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta (ID): Kanisius. Risna RA, Kusuma YWC, Widyatmoko D, Hendrian R, Pribadi DO. 2010. Spesies Prioritas untuk Konservasi Tumbuhan Indonesia Seri I Arecaceae, Cyatheaceae, Nepenthaceae, Orchidaceae. Bogor(ID): LIPI Pr. Sandra E. 2003. Kultur Jaringan Anggrek Skala Rumah Tangga. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka. Wattimena GA. 1991. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor _________, Dinarti D, Rahayu MS and Dahniar N. 2003. Preliminary study on the effect of coconut water and aspirin on in vitro conservation of sweet potato (Ipomoea batata L.) International Seminar on Sweet Potato Departement of Agrnomy IPB and CIP-South Asia and Pasifik. Bogor(ID): Departement of Agronomy IPB. WCMC. 2011. The List of Indonesian Threatened Plants. Gland (CH) and Cambridge (UK): The World Conservation Monitoring Centre IUCN. Widyastuti T. 2003. Pengaruh media dasar dan penambahan persenyawaan organik kompleks terhadap pertumbuhan semai anggrek bulan raksasa (Phalaenopsis gigantea J. J. Smith, 1909) pada kultur in vitro [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Ying-Chun C, Chen C, Wei-Chin C. 2000. A reliable culture of protocol for plant regeration from callus Phalaenopsis. In vitro cell dev. Biol-Plant. 36(5): 420-423 Yuwono T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta(ID): Universitas Gajah Mada Pr.

Anda mungkin juga menyukai