Anda di halaman 1dari 35

STATUS PASIEN KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF BEDAH RUMAH SAKIT HUSADA

Rumah sakit Tanggal Ujian Nama Mahasiswa NIM

: Husada : 28 Mei 2013 : Titis Kusuma Anindya : 11.2011.223 Tanda Tangan :

IDENTITAS PASIEN Nama Suku bangsa Status perkawinan Pekerjaan Alamat : Nn. R : Jawa : Belum Menikah : Pegawai swasta : Diketahui Jenis kelamin : Perempuan Umur Agama Pendidikan : 20 tahun : Islam : tamat SMU

Tanggal masuk RS. Husada: 19 Mei 2013 jam: 23:00

I. ANAMNESIS Diambil dari: Autoanamnesis, Tanggal: 19 Mei 2013, Jam: 23:00

Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit Husada.

Keluhan Tambahan: -

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah sejak dua hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan berawal di ulu hati kemudian menjalar ke kanan bawah. Nyeri juga
1

dirasakan sampai ke pinggang kanan. Pasien mengaku keluhan seperti ini pernah dialaminya kurang lebih lima bulan yang lalu namun hilang-timbul. Pasien mengatakan mensturasi terakhir sekitar satu minggu yang lalu. Keluhan mual, muntah, demam dan nafsu makan menurun disangkal. Riwayat pengobatan disangkal. BAK dikatakan dalam batas normal, tidak ada rasa nyeri saat miksi dan urin berwarna kuning jernih. BAB dikatakan menjadi agak sulit dari biasanya, frekuensinya menjadi dua hari satu kali. Pasien menyangkal adanya DM dan hipertensi.

Riwayat penyakit keluarga: Dikeluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami hal yang sama dengan pasien.

Riwayat masa lampau: Riwayat asma, hipertensi, dan kencing manis disangkal pasien. Pasien mengaku memiliki penyakit maag.

II. Status Praesens Status umum : Tampak sakit sedang : Compos mentis (GCS 15 E4 V5 M6) : Tekanan darah: 120/80 Nadi:82 X/menit, RR:20 X/menit, S: 36,8 0C : Kuning langsat : Tidak teraba : Normocephaly : Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, reflex cahaya +/+, pupil isokor Telinga Hidung Mulut/gigi Tenggorokan Leher Thorax Paru-paru: Inspeksi : Bentuk normal, sela iga tidak melebar, tidak ada retraksi,gerakan dada simetris pada keadaan statis dan dinamis, jenis pernapasan : Normotia, membran timpani utuh, sekret (-), serumen (-) : Normosepta, darah (-), secret (-) : Tak tampak kelainan : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis. : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar :

Keadaan umum Kesadaran Tanda-tanda vital Kulit Kelenjar limfe Kepala Mata

abdominothoracal, tidak ada bekas luka


2

Palpasi : Sela iga normal, tidak melebar maupun mengecil, gerakan simetris, fremitus taktil normal. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-/-), wheezing (-/-). Jantung: Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak, simetris, sela iga tidak membesar, sikatrik(-). Palpasi : Sela iga tidak membesar, iktus kordis tidak teraba. Perkusi : Batas kanan Batas kiri Batas atas : pada sela iga IV parasternal kanan : pada sela iga IV axilaris anterior : pada sela iga II medioklavikula kiri

Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-). Abdomen: Inspeksi Palpasi : Tidak ada bekas operasi dan luka : Massa (-), defans muskuler (+), nyeri tekan epigastrik (+), nyeri titik mc burney (+), nyeri lepas titik mc burney (+), rovsing sign (+), Blumberg sign (-), obturator sign (-), psoas sign (-) Perkusi Auskultasi : timpani di seluruh lapang abdomen : bising usus positif normal

Hati: tidak teraba membesar Limpa: tidak teraba membesar Ginjal: CVA -/-, ballotement -/Colok dubur : tidak dilakukan Alat Kelamin : tidak dilakukan

Ekstremitas (lengan & tungkai): Edema :

hangat

_ III. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium tanggal 19 Mei 2013 Hematologi Hemoglobin: 12,4 g/dl Hematokrit: 39 vol %
3

Leukosit: 8,6 ribu/ml Trombosit: 247 ribu/ml MCV: 89 fl MCH: 29 pg MCHC: 32 % Eritrosit : 4,35 ribu/ml

PTT: hasil: 11 kontrol: 11 APTT: hasil 35 kontrol: 36

Fungsi ginjal Ureum: 17 mg/dl Kreatinin: 0,66 mg/dl

Diabetes GDS: 92 mg/dl

Elektrolit Kalium: 4,20 mmol/L Natrium: 136 mmol/L Clorida: 104 mmol/L

Pemeriksaan pregnantie test urine tanggal 20 Mei 2013 Negatif

Pemeriksaan Foto thorax tanggal 20 Mei 2013 Cor dan pulmo tidak tampak kelainan

V. Resume Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah sejak dua hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan berawal di ulu hati kemudian menjalar ke kanan bawah. Nyeri juga dirasakan sampai ke pinggang kanan. Pasien mengaku keluhan seperti ini pernah dialaminya kurang lebih lima bulan yang lalu namun hilang-timbul. Pasien mengatakan mensturasi terakhir sekitar satu minggu yang lalu. Mual, muntah, demam dan nafsu makan menurun disangkal. Riwayat pengobatan
4

disangkal. BAK dikatakan dalam batas normal. BAB dikatakan menjadi agak sulit dari biasanya, frekuensinya menjadi dua hari satu kali. Hipertensi dan Dm disangkal.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan defans muskuler (+) nyeri titik mc burney (+), nyeri lepas titik mc burney (+), rovsing sign (+),Blumberg sign (-), obturator sign (-), psoas sign (-), bunyi usus (+) normal, ketuk CVA -/-. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hematologi: Leukosit: 8,6 ribu/ml. Pada pemeriksaan pregnantie kehamilan didapatkan hasil negatif (-).

VI. Diagnosa Kerja Apendisitis akut

VII. Diagnosa Banding Kehamilan ektopik terganggu (KET) Pielonefritis akut dextra

VIII. Pemeriksaan Anjuran USG abdomen Apendikogram

IX. pengobatan Operatif: apendiktomi Medikamentosa: Ceftriaxone IV 1x1gram Remopain IV 3x1 amp Ranitidine IV 2x1 amp

X. Prognosis Ad Vitam : dubia at bonam

Ad Functionam : dubia at bonam Ad Sanationam : dubia at bonam

XI. Laporan operasi 1. Pasien dianastesi


5

2. Pasien didesinfeksi dengan menggunakan bethadin pada area yang akan diinsisi 3. Operator, asisten operator, perawat instrumen dan asissten instrumen mencuci tangan, melakukan growning dan gloving 4. Perawat instrumen mengecek jumlah instrumen dan kasa yang disediakan 5. Melakukan draping 6. Insisi pada titik mac burney , kemudian perdalam insisi lapis per lapis sampai dengan fasia muskulus oblikus eksternus. 7. Fasia dibuka dengan mess diperlebar dengan gunting, dilakukan split terhadap muskulus oblikus eksternus, muskulus oblikus internus dan muskulus transvelsalis abdominis sesuai dengan arah masing-masing serat otot. 8. Tampak peritonium, peritonium diangkat dengan pinset anatomis diterawang hingga tidak terdapat organ intra abdomen yang terikut, peritonium dibuka dengan gunting dan diperlebar sesuai dengan arah insisi kulit. 9. Identifikasi sekum dan ambil sekum dengan pinset anatomis panjang, sekum diluksir / dikeluarkan dengan cara menariknya ke media kaudal. 10. Tangkap sekum dengan kasa basah. Cari appendiks. 11. Bebaskan dan potong mesoapendiks dari puncak kea rah basis 12. Lakukan ligasi basis apendiks dengan cat gut 13. Dilakukan pemotongan atas dari pengikatan tersebut. 14. Pemberian betadine di ujung pemotongan apendiks 15. Tutup peritonium, Aproksimasi muskulus, Jahit fasia, Jahit subkutan, Jahit kulit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Apendisitis merupakan peradangan pada umbai cacing atau apendisitis versiformis. Orang awam menyebutnya sebagai peradangan pada usus buntu. Usus buntu ini merupakan penonjolan kecil berbentuk halus sebesar jari kelingking yang berada di usus besar tepatnya di daerah perbatasan dengan usus. Sesuai namanya, usus buntu merupakan benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus buntu ini memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, namun bukan merupakan organ yang penting. Apendisitis merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi abdomen kegawatdaruratan. Insidensi apendisitis akut di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen. Apendisitis umumnya penyakit pada usia belasan dan awal 20-an dengan penurunan setelah usia 30 tahun. Diagnosis apendisitis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukan. Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan penyulit perforasi dengan segala akibatnya. Peranan pemeriksaan penunjang khusunya di bidang radiologi sangat penting untuk membantu penegakan diagnosis apendisitis sehingga penanganan yang diberikan dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan akurat berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut.

I.

ANATOMI
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin.1 Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen, tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.2 Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya
7

merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 3, 4 Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks.1 Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal. 5 Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1 Jenis posisi: Promontorik Retrocolic Antecaecal Paracaecal : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya retroperitoneal. : appendiks berada di depan caecum. : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.

Pelvic descenden: appendiks menggantung ke arah pelvis minor Retrocaecal caecum.6 Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis, : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas ke belakang

sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.1 Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis, cabang dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1 Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa oleh mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa. Histologis: Tunika mucosa Tunika submucosa Tunika muscularis : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus. : banyak folikel lymphoid. : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum longitudinale (

gabungan tiga tinea coli) sebelah luar. Tunika serosa viscerale.6 : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum

II. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.1 Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.1 Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit. 6
9

III. DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis disebut juga umbai cacing. Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks yang timbul mendadak dan dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang dapat menimbulkan penyumbatan. Dapat terjadi pada semua umur, namun jarang dilaporkan terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Apendisitis akut memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang secara umum berbahaya. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada apendiks sehingga mengakibatkan terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses di sekitar apendiks. 7

IV. ETIOLOGI
Appendisitis umumnya terjadi karena adanya proses radang bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya: 7 1. Faktor sumbatan (Obstruksi) Obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Obstruksi terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid (60%), 35% karena statis fekal, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh (4%) dan cacing askaris serta parasit dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur. 7 2. Faktor bakteri Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
10

terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Infeksi enterogen merupakan faktor primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan meperberat infeksi karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur dapat ditemukan kombinasi antara Bacteriodes splanicus dan E.coli, kemudian Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%. 7 3. Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan dengan terjadinya malformasi yang herediter dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik, dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Kejadian ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam keluarga terutama diet rendah serat yang dapat mempermudah terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen. 7 4. Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun, sekarang terjadinya sebaliknya. Bangsa kulit putih justru merubah kebiasaan makannya ke pola makan tinggi serat. Negara berkembang yang dulu mempunyai kebiasaan makan tinggi serat, kini beralih ke pola makan rendah serat, sehingga memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi. 7

Selain infeksi, appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. 7

V.

EPIDEMIOLOGI
Insiden appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, namun dalam dekade tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. 7 Pria lebih banyak daripada wanita, sedang bayi dan anak sampai berumur 2 tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%. Frekuensi mulai menanjak setelah usia 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar pada umur 9 hingga 11 tahun. 7 Walaupun appendisitis dapat terjadi pada setiap umur, namun puncak insiden terjadi pada umur belasan tahun dan dewasa muda (20-30 tahun). 7
11

VI. PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.8 Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.6 Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 8, 9 Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.8 Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 8 Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.8 Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
12

terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 1 Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. 8 Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 3 Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 1

VII. GEJALA KLINIS


Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain : a) Nyeri abdominal Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.1 b) Mual-muntah biasanya pada fase awal. c) Nafsu makan menurun. d) Obstipasi dan diare pada anak-anak. e) Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5-38,5 C

13

Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. 1

Kelainan patologi Peradangan awal

Keluhan dan tanda Kurang enak ulu hati/daerah pusat, mungkin kolik

Apenditis mukosa

nyeri tekan kanan bawah (rangsaganan automik)

Radang di seluruh ketebalan dinding

nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan muntah

Apendisitis komplet radang peritoneum parietale appendiks

rangsangan peritoneum lokal (somatik) nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans muskuler lokal

Radang alat/jaringan yang menempel pada appendiks

genitalia

interna,

ureter,

m.psoas,

kantung kemih, rektum

Perforasi

demam sedang, takikardia, mulai toksik, leukositosis

Pendindingan (Infiltrat)

Tidak berhasil

demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik

Berhasil

massa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur membaik

14

Abses

demam remiten, keadaan umum toksik, keluhan dan tanda setempat

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. 1 Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 1

Stadium pada Apendisitis i. Stadium awal appendisitis: Obstruksi lurnen apendiks mengarah pada edema mukosa, ulserasi mukosa dengan akumulasi cairan dan peningkatan tekanan intraluminer. Pasien menampakkan gejala nyeri periumbilikal atau epigastrik. 7 ii. Appendisitis supuratif : Peningkatan tekanan intraluminer mengakibatkan peningkatan tekanan perfusi kapiler, yang bersamaan dengan obstruksi limfatik dan drainase vena, diikuti invasi cairan inflamasi dan bakterial pada dinding appendisitis. Penyebaran transmural bakterial menyebabkan appendisitis supuratif akut. Ketika inflamasi serosa apendiks bersentuhan dengan peritoeum parietal secara klinis nyeri pasien berpindah dari periumbilikus ke kuadran perut kanan bawah, selanjutnya menjadi lebih berat. 7 iii. Appendisitis gangrenosa : Vena intramural dan thrombosis arteri, menghasilkan appendisitis gangrenosa. 7 iv. Appendisitis perforasi : Hasil dari iskemia jaringan adalah infark appendisitis dan perforasi. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis terlokalisasi atau generalisata. 7 v. Phlegrnon appendisitis atau abses: Inflamasi atau perforasi apendiks dapat dilingkupi dengan omentum majus yang berdekatan atau loop usus halus menghasilkan appendisitis phlegmon atau abses fokal. 7

VIII. DIAGNOSIS VIII.1. DIAGNOSA KERJA


VIII.1.1. Pemeriksaan Fisik
15

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. 1 1. Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler. 1 2. Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu: Nyeri tekan di Mc. Burney Nyeri lepas Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.1 3. Auskultasi Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. 1 Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak

16

dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 1 Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. 7 Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan). 7 Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. 7 Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver. 7 Rovsings sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan. Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian Obraztsovas sign

dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign

Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.

Dunphys sign

Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

Ten Horn sign Kocher (Kosher)s sign

Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan
17

bawah. Sitkovskiy (Rosenstein)s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-Michelsons Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan sign Aure-Rozanovas sign bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit trianglekanan (akan positif Shchetkin-Bloombergs sign) Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

VIII.1.2. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis (10.000 20.000/ml dan neutrofil diatas 75 %) pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat. 7 Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis. 7

VIII.1.3. Histopatologi Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi. Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi appendisitis akut. Hasilnya adlah perlu adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan ahli bedahnya. 7

Definisi histopatologi apendisitis akut: 1 Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di
18

lapisan epitel. 2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel. Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke 3 dalam lapisan epitel. Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses 4 apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa. Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses 5 mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis.

VIII.1.4. Gambaran Radiologi Apendisitis Banyak pasien dengan gejala klinis yang khas dilakukan operasi segera tanpa pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologi dilakukan pada pasien dengan keadaan klinis tak jelas atau menampilkan komplikasi. 9 1. Radigrafi Foto Polos Saat ini foto polos abdomen dianggap tidak spesifik dan tidak direkomendasikan kecuali ada kelainan yang membutuhkan pemeriksaan foto polos abdomen (seperti perforasi, obstruksi usus atau batu utereter). Kurang dari 50% pasien dengan appendisitis akan menampakkan tanda spesifik apendisitis pada foto polos abdomen. Temuan spesifik pada foto polos abdomen adalah adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval, densitas kalsifikasi pada kuadran bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm. Terkadang dapat berbentuk shell like atau laminated. Temuan lain adalah ketidakjelasan otot psoas kanan, colon cut off sign, distensi/dilatasi terisolasi pada loop terminal ileum sekum, dan kolon asenden (kurang sering) dengan air fluid level. Atoni dinamakan Ileus sekal, hasil dari iritasi peritoneurn dengan edema lokal dan retensi cairan. Terutama dengan apendiks retrosekal, edema dinding sekum dapat menyebabkan penebalan haustra dan thumbprinting. Atoni usus biasa terjadi apabila sudah teriadi abses atau perkembangan dari peritonitis mengikuti perforasi. Udara yang mengisi apendiks dapat terlihat pada appendisitis, temuan ini sangat mendukung inflamasi. 9

19

Perforasi dari apendiks jarang menyebabkan pneumoperitoneum. Karena apendiks biasanya obliterasi dan sisi yang terinflamasi terlokalisir dengan reaksi peritoneum. Apabila terjadi perforasi apendiks atau perisekal abses dapat terlihat gambaran gelembung udara atau kumpulan gelembung udara kecil. Pada perforasi inkomplet berhubungan dengan kumpulan cairan perikolom, dapat menyebabkan terpisahnya kolon asenden dari dinding lateral abdomen atau dengan deformitas dinding lateral kolon asenden. 9 Tanda dari appendisitis akut: - Kalsifikasi apendiks (0,5-6cm) - Sentinel loop- pelebaran ileum atonik berisi air fluid level - Dilatasi sekum - Preperitoneal fat line yang melebar dan / kabur - Kaburnya region kanan bawah, mengacu pada cairan dan edema - Skolisis konkaf ke kanan - Massa kuadran bawah kanan yang mendesak sekum - Kaburnya batas muskulus psoas kanan (tidak khas) - Udara pada apendiks (tidak khas)

Gambaran foto polos abdomen tampak apendikolith (panah).

2. PEMERIKSAAN APENDIKOGRAFI Pemeriksaan apendikografi tidak mempunyai peran diagnosis dalam kasus appendisitis. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini pada pasien dengan peritonitis dan curiga perforasi. Nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik karena appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada 10-20% pada orang normal. Keuntungan dari pemeriksaan ini dapat untuk menegakkan diagnosis menyerupai apendisistis. Kerugian pemeriksaan ini penyakit lain yang tingginya hasil

adalah

nondiagnostik, eksposi radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi, pemeriksaan ini tidak
20

cocok untuk pasien gawat darurat. Pemeriksaan apendikografi sekarang jarang dilakukan dalam kasus appendisitis pada era sonografi dan CT scan. Temuan appendikografi pada appendisitis: 9 Non filling appendiks Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran edema mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut. Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

Gambaran pengisian penuh dengan kontras pada apendiks, apendiks normal.

Dari pemeriksaan menggunakan barium, kriteria diagnosis appendisitis : (1) non filling apendiks dengan desakan local sekum; (2) pengisian dari apendiks dengan penekanan local pada sekum ; (3) nonfilling apendiks dengan adanya massa pelvis (kabur pada kuadran bawah kanan dengan perubahan letak usus halus akibat desakan); (4) pola mukosa apendiks irregular dengan terhentinya pengisian. 9

Gambaran foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema single kontras. Tampak Sekum (C) dan appendix yang mengalami osifikasi dan kontur yang ireguler (tanda panah).

3. SONOGRAFI

21

Apendiks dapat terlihat di atas muskulus psoas. Tanda khasnya berupa apendiks nonkompresibel dengan diameter 6 mm atau lebih. Apendikolith merupakan lumen terobstruksi mencapai lebih dari 30% kasus. Appendisitis dapat terlihat bersamaan dengan ileus dan atau cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas sonografi sekitar 90%. Jika terjadi perforasi, maka apendiks menjadi kompresibel, dan dapat menjadi peritonitis generalisata, sehingga sulit menampakkan kelainan dengan teknik tersebut. Apendiks normal kompresibel dengan tebal dinding sama atau kurang dari 3 mm. Ukuran apendiks dapat membedakan apendiks normal dari apendiks dengan inflamasi akut. Pemeriksaan color Doppler juga memberikan peranan, memperlihatkan hyperemia pada dinding pada apendisistis akut terinflamasi. 9 Gambaran sonografi diperlukan untuk penegakkan diagnosis, meskipun gambaran apendiks timbul dari dasar sekum mustahil untuk ditemukan dan kompresi tak dapat dilakukan. Meskipun demikian identifikasi ujung buntu dari apendiks dengan peningkatan diameter, distensi lumen,. Inflamasi lemak sekitar nyata. Jika terjadi rupture dari apendiks dalam pelvis dapat teridenttifikasi terlebih dahulu pada sonografi. Identifikasi abses pelvis tanpa identifikasi apendiks dapat mengakibatkan kecurigaan lain dari sumber inflamasi pelvis. 9 Tanda appendisitis akut pada sonografi : - Indentifikasi apendiks - Struktur tubuler dengan ujung buntu pada titik nyeri - Non-kompresibel - Diameter 6 mm atau lebih - Tidak adanya peristaltic - Apendikolith dengan bayangan akustik - Ekogenesitas tinggi non-kompersibel disekitar lemak - Cairan disekitar lesi atau abses - Edema dan ujung sekum

Gambaran sonografi dari perforasi apendiks : - Cairan perisekal terlokalisir - Phelgmon - Abses - Lemak perisekal yang prominen - Hilangnya gambaran melingkar dari lapisan submukosa
22

Gambaran appendisitis tampak penebalan dari dinding apendiks.

Gambaran appendisitis dengan gambaran apendikolith (jarang terlihat dengan USG) (panah).

4. CT SCAN CT sekarang dipertimbangkan sebagai pemeriksaan diagnostik paling akurat untuk menyingkirkan appendisitis. Telah dilaporkan keakuratan diagnosis CT scan rata-rata antara 93% dan 98 % dengan sensitifitas 90-98% dan spesifitas 83-98%; diagnosis alternative 48% - 80. Variasi dari tehnik CT pada pasien dengan kecurigaan appendisitis dapat dievaluasi dengan beberapa tehnik, termasuk scan CT perut dan pelvis dengan atau tanpa kontras, CT scan konvensional dan helical, scan penuh dan terbatas pada abdominopelvik, dan kombinasi bervariasi materi kontras. Keuntungan dari CT tanpa kontras bahwa penggunaanya dapat mengurangi resiko reaksi kontras intravena dan biaya lebih murah. 9 Bahan kontras dapat dimasukkan baik melalui kolon ataupun ditambahkan dengan melalui mulut sampai mencapai kolon; bagaimanapun setiap teknik mempunyai perbedaan hasil secara statistik dalam keakuratan diagnosis. Tanda CT scan dari apendiks termasuk ukuran diameter apendiks lebih dari 6mm, kegagalan apendiks terisi dengan kontra oral atau udara untuk mencapai ujungnya, apendikolith dan penyangatan dari dinding dengan kontras intravena. Disekelilingnya dapat ditemukan perubahan inflamasi, termasuk peningkatan atenuasi lemak, cairan, inflamasi phlegmon, penebalan sekum, abses, gas intraluminal dan pembesaran limfe.
23

Terkadang lumen dari sekum dapat dilihat sebagai tunjuk bagian apendiks terbuka yang terobstruksi. 9

Gambaran CT scan tampak apendiks terinflamasi (A) dengan apendikolith (a).

Gambaran CT scan aksial tampak perubahan inflamasi perisekum (panah) dan cairan bebas minimal dalam pasien deengan ruptur apendiks akut.

Gambaran CT scan aksial apendiks terinflamasi dengan apendikolith (panah) dan cairan periappendisial dan perisekum.

24

Gambaran Appendisitis perforasi dengan abses. Tampak apendikolith (panah) dan udara dalam abses dan perubahan inflamasi dengan penebalan dinding (panah terbuka).

5. MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MRI juga dipergunakan untuk mendiagnosis appendisitis, namun demikian MRI mempunyai keterbatasan dalam mendeteksi apendikolith. Pada pemberian kontras tampak penyengatan dari dinding apendiks yang terinflamasi mengindikasikan appendisitis. Penyengatan ringan tampak pada normal apendiks. Dengan teknik saturasi lemak, dapat dilihat perbedaan kontras antara apendiks terinflamasi dengan lemak sekitarnya. Fat-suppressed, T2-weighteed. Potongan aksial dan koronal juga mendeteksi appendisitis dan komplikasinya. 9 Appendisitis akut tampak sebagai hiperintensitas sentral dan jaringan periapendiks hiperinterns nyata dengan penebalan dinding dengan hiperinterns ringan. Tingkat kepercayaan MRI dengan kontras gadolinium fat-suppressed merupakan pemeriksaan sensitive (97%) dan akurat (95%) dalam mendeteksi appendisitis bagaimanapun pemeriksaan ini tidak rutin dipergunakan. MRI tanpa kontras juga dipergunakan dalam mendeteksi appendisitis dengan akurasi 100%. 9

VIII.1.5. Sistem skor Alvarado Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan , temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan
25

lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10. 9 Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut: Gejala dan tanda: Nyeri berpindah Anoreksia Mual-muntah Nyeri fossa iliaka kanan Nyeri lepas Peningkatan suhu > 37,3 C Jumlah leukosit > 10x103/L Jumlah neutrofil > 75%
0

Skor 1 1 1 2 1 1 2 1

__________________________________________________ Total skor: Keterangan Alavarado score : Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram: 14 56 79 14 56 dipertimbangkan appendicitis akut possible appendicitis tidak perlu operasi appendicitis akut perlu pembedahan : 10

Penanganan berdasarkan skor Alvarado : observasi : antibiotic

7 10 : operasi dini

VIII.2. DIAGNOSA BANDING


1. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis. 1 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual-muntah. 1
26

3. Ileitis akut Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan. 1 4. DHF Pada penyakit ini dapat dimulai dengan nyeri perut yang mirip peritonitis dan pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat. 1 5. Peradangan pelvis Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. 1 6. Kehamilan ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. 1 7. Diverticulitis Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis. 1 8. Batu ureter atau batu ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. 1

IX. PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang

27

dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintanganrintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. 2 Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase. 2 Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 1 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 2

28

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 2 Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. 1 Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat : 1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi. 2. Diet lunak bubur saring 3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.1, 3 Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase. 3 Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. 3 Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

LED Jumlah leukosit


29

Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila : 1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen 2. Pemeriksaan fisik :
o

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)

o o

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.

Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat : 1. Bila LED telah menurun kurang dari 40 2. Tidak didapatkan leukositosis 3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa


o o o

Apakah penderita sudah bed rest total Pemakaian antibiotik penderita Kemungkinan adanya sebab lain.

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase. 3 Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi.

Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi : 1. 2. 3. 4. Cutis Sub cutis Fascia Scarfa Fascia Camfer 6. 7. 8. 9.
30

MOI M. Transversus Fascia transversalis Pre Peritoneum

5.

Aponeurosis MOE

10.

Peritoneum

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)10 Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision10 Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikulamidinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.

Rutherford

Morissons

incision (insisi

suprainguinal)10 Merupakan insisi perluasan dari insisi

McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

31

Low Midline Incision10 Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi

perforasi dan terjadi peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah10 Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.

X.

KOMPLIKASI
Apendisitis merupakan penyakit yang jarang mereda dengan spontan, namun penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan terjadi perforasi. Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, oleh karen itu observasi untuk penegakan diagnosis ini aman dilakukan dalam waktu tersebut. 7 Tanda terjadinya perforasi antara lain adalah peningkatan nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan makin jelasnya leukositosis. Bila perforasi disertai peritonitis umum atau pembentukan abses terjadi sejak pasien datang pertama kali, diagnosis dapat dengan pasti ditegakkan.7 Bila terjadi peritonitis umum, terapi spesifik yang dilakukan adalah tindakan operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang adalah pasien diharapkan untuk tirah baring dalam posisi Fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas

32

dilanjutkan dengan pemberian antibiotik sesuai hasil kultur, transfusi untuk menangani anemia, dan bila terdapat syok septik dapat dilakukan penanganan secara intensif. 7 Jika telah terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum dan vagina. Terapi awal diberikan kombinasi antibiotik, misal ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin. Adanya sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase. 7 Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Keadaan ini merupakan indikasi pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. 7

XI. PROGNOSA
Bila diagnosis yang akurat disertai dengan penanganan pembedahan yang tepat, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas bila timbulnya adanya komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. 7

33

BAB III PEMBAHASAN KHUSUS


Pasien datang ke Rumah Sakit Husada dengan keluhan sakit pada perut bagian bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan bermula dari ulu hati kemudian ke kanan bawah. Nyeri juga dirasakan sampai ke pinggang kanan. Keluhan nyaeri pada perut bagian kanan bawah yang hilang timbul pernah dirasakan kurang lebih lima bulan yang lalu. Pada appendisitis biasanya didapatkan nyeri yang khas yang menjalar dari ulu hati ke perut kanan bawah. Nyeri yang dirasakan pasien sampai ke pinggang kanan menandakan letak dari peritonium, yaitu retroperitoneal. Keluhan appendisitis biasanya dikeluhkan secara akut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/80mmHg, N: 88x/menit, T:36,8 oC, RR:18x/menit. Nyeri tekan epigastrik (+), nyeri tekan titik Mc.Burney (+), nyeri lepas (+), Rovsing sign (+), nyeri tekan suprapubik (+), defens muskular (+), bising usus (+) normal. Pada pemeriksaan fisik appendisitis akan didapatkan adanya demam, nyeri tekan Mc. Burney, nyeri lepas titik Mc.Burney, nyeri tekan dan nyeri lepas pada iliaka kiri (Rovsing dan Blumberg sign). Defens muskular tidak selalu ada, bila terdapat defens muskular maka terdapat ransangan peritoneum parietal. Bising usus biasanya didapatkan normal, apabila ditemukan bising usus yang menurun maka perlu dicurigai terjadinya peritonitis. Pada pasien ditemukan peningkatan sedikit leukosit, namun hal tersebut masih dalam batas normal. Pada pasien dilakukan operasi appendiktomi dan diberi pengobatan Ceftriaxone IV 1x1gram, Remopain IV 3x1 amp, dan Ranitidine IV 2x1 amp. Penatalaksanaan appendisitis dapat dilakukan 2 jenis operasi, yakni appendiktomi dan laparoskopi appendisitis. Pasien diberi antibiotik untuk proses peradangan, antinyeri dan antimual.

34

DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta. 2. Referat Appendicitis. Diunduh dari: http://scribd.com/mobile/doc/4589446?width=400 tanggal 29 Mei 2013. 3. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya. 4. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication. 5. Kartika, Dina, 2005. Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta. 6. Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines. http://www.patholoyoutlines.com 7. Referat Apendisitis. Diunduh dari : http://www.scribd.com/mobile/doc/76835820?width=400 tanggal 29 Mei 2013. 8. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 9. Monita, Nadia. 2009. Pencitraan Apendisitis. Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara. Jakarta. 10. Penatalaksanaan Appendisitis. Diunduh dari : http://generalsurgeryfkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-apendisitis.html tanggal 29 Mei 2013

35

Anda mungkin juga menyukai

  • Format Ujian-Case
    Format Ujian-Case
    Dokumen36 halaman
    Format Ujian-Case
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • MINOOORRR
    MINOOORRR
    Dokumen4 halaman
    MINOOORRR
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Kolaborasi TB Hiv (Bab9 11)
    Kolaborasi TB Hiv (Bab9 11)
    Dokumen36 halaman
    Kolaborasi TB Hiv (Bab9 11)
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Hiperemesis Gravidarum
    Hiperemesis Gravidarum
    Dokumen16 halaman
    Hiperemesis Gravidarum
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Jur Ding
    Jur Ding
    Dokumen20 halaman
    Jur Ding
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Obgyn
    Obgyn
    Dokumen45 halaman
    Obgyn
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen22 halaman
    Jurnal
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Presus
    Presus
    Dokumen35 halaman
    Presus
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Perdarahan Subkonjungtiva
    Penyuluhan Perdarahan Subkonjungtiva
    Dokumen9 halaman
    Penyuluhan Perdarahan Subkonjungtiva
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Perdarahan Subkonjungtiva
    Penyuluhan Perdarahan Subkonjungtiva
    Dokumen9 halaman
    Penyuluhan Perdarahan Subkonjungtiva
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Evprog Rokok NEW
    Evprog Rokok NEW
    Dokumen25 halaman
    Evprog Rokok NEW
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Irama Sirkadian
    Irama Sirkadian
    Dokumen10 halaman
    Irama Sirkadian
    Nanda Cendikia
    Belum ada peringkat
  • Presus
    Presus
    Dokumen45 halaman
    Presus
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Presus TBI (Repaired)
    Presus TBI (Repaired)
    Dokumen31 halaman
    Presus TBI (Repaired)
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • IPS Ekspor Impor
    IPS Ekspor Impor
    Dokumen5 halaman
    IPS Ekspor Impor
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Artikel Evprog
    Artikel Evprog
    Dokumen10 halaman
    Artikel Evprog
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Kesan Dan Pesan
    Kesan Dan Pesan
    Dokumen6 halaman
    Kesan Dan Pesan
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Evprog Rokok NEW
    Evprog Rokok NEW
    Dokumen25 halaman
    Evprog Rokok NEW
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Natal GKRI Proskyneoo 2012
    Natal GKRI Proskyneoo 2012
    Dokumen2 halaman
    Natal GKRI Proskyneoo 2012
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • KD Kompleks
    KD Kompleks
    Dokumen8 halaman
    KD Kompleks
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Sqe 2
    Sqe 2
    Dokumen4 halaman
    Sqe 2
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Presus TBI (Repaired)
    Presus TBI (Repaired)
    Dokumen31 halaman
    Presus TBI (Repaired)
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Format Ujian Case
    Format Ujian Case
    Dokumen35 halaman
    Format Ujian Case
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Pilo 2
    Pilo 2
    Dokumen22 halaman
    Pilo 2
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Presus TBI (Repaired)
    Presus TBI (Repaired)
    Dokumen31 halaman
    Presus TBI (Repaired)
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Hiperemesis Gravidarum
    Hiperemesis Gravidarum
    Dokumen16 halaman
    Hiperemesis Gravidarum
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Refrat
    Refrat
    Dokumen24 halaman
    Refrat
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • IPS Ekspor Impor
    IPS Ekspor Impor
    Dokumen5 halaman
    IPS Ekspor Impor
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat
  • Obgyn
    Obgyn
    Dokumen45 halaman
    Obgyn
    Titis Kusuma Anindya
    Belum ada peringkat