Anda di halaman 1dari 5

CERPEN Sosok Kugy

Rinjani Ratnasari Afianto 9A-29

Sosok Kugy
Langkahku terhenti. Kuhela napas. Sudah beberapa hari ini kakiku selalu membawaku kesini ketempat bermain tua yang sudah tak terpakai lagi. Dulu sewaktu aku masih kecil, taman ini ramai sekali. Banyak anak bermain dan berlariandengan riang, sesekali tergelak sambil membawa bekal yang mereka bawa dari rumah. sekarang, dengan hati pedih kuperhatikan beberapa ayunan yang kosong, bergoyang sedikit ditiup angin. Peroaotan yang dihuni dedaunan. Jungkat-jungkit yang catnya sudah me-mutar. Anakanak agaknya pun sudah malas pergi bermain PlayStation atau menonton TV. Tatapan mataku tertuju pada bangku taman yang warnaya sudah suram seiring waktu. Dibawah naungan pohon mahoni. Pohon kesayangannya disanalah kami sering duduk berdua, sekedar menikmati bekal roti atau kue kering. Kadang-kadang kami hanya berbagi cerita. Tanpa sadar bibirku mengukir segurat senyum ah, sungguh, sebuah kenangan indah yang masih terpetri kuat di benakku. Naan. Kurasakan tepukan ringan di bahuku. Dan aku menoleh, mendapati sosok yang ku kenal baik tersenyum dengan tulus. Kubalas dengan senyum masam. Tinggalkan aku sendiri, Wenda. Wenda mundur selangkah. Ada ekspresi sedih memancar sedih di wajahnya. Aku hanya ingin menemanimu, sahutnya pelan. Aku menahan nafas, Aku tidak butuh di temani. Apalagi olehmu. Pergilah.

Air menggenang di bola mata Wenda. Tanpa perlu berkata kata lagi dia pergi. Ada sebersit perasaan menyesal di ddaku. Wenda bermaksud baik, aku tau. Tapi saaat ini aku ingin sendiri. Bagiku, taman ini milikku berdua dengan Kugy. Tak ada tempat untuk orang lain disana. Kugy... sudah berapa tahun kau meninggalkanku meninggalkan kenangan manis yg tak dapat kulupakan. Kau cinta pertamaku. Banyak yg sudah menduganya menggoda kita berdua. Kini aku sadar. Perasaanku nyata. Lebih nyata dari orang lain kira. Sampai sekarang aku masih saja mengenangmu. Aku tak tau sudah veberapa lama aku duduk temenung disana. Mentari yang tadinya masih berpijar di langit sekarang masih tenggelam. Angin berhembus, namun lama lama membuatku kedinginan. Entah mengapa bulu kudukku berdiri. Mungkin sudah saatnya aku pergi. Saat aku beranjak, kulihat sekelebat bayangan putih berlari ke ara ayunan. Seorang anak, gumamku. Namun begitu wajahnya terlihat jelas, aku tak dapat bernapas untuk beberapa saat. Wajah Kugy! Aku berusaha meraihnya. Berjalan ke arah Kugy perlahan. Sosok itu menatapku sebentar, kemudian berlari, menghilang seakan ditelan kegelapan malam. Kugy..? sekian lama kau mucul lagi dalam hidupku. Badanku bergetar. Entah perasaan apa yang telah melandaku Takut? Gembira? Entahlah. Apa mungkin kita dapat memunculkan sesorang hanya dengan memikirkannya sepenuh hati? Aku tidak tau... tapi mungkin itulah yang terjadi. ----Pasti kamu bermimpi. Sahur teman sekelasku Eko, saat peristiwa itu aku ceritakan padanya. Mana mungkin kamu bertemu Kugy lagi? Dia sudah bertahun tahun meninggal. Atau jangan jangan, bisiknya pelan, kamu ketemu hantunya. Hantu atau bukan, aku masih mencintainya, Ko, Gila, apa! Kalau bukan dia hantu, alamnya kan udah beda, sahutnya santai. ku pikir aku harus menemuinya lagi... Gila. Ujar Eko hanya menggeleng-gelengkan kepala, seakan tak tahu harus berkata apa lagi. Masih saja mengejar cinta monyetmu.

Aku hanya dapat menatapnya. Eko tak mengerti. Taka ada seorangpun yang mengerti hal ini. Mereka tidak tau apa yang selalu ada dalam benakku. Sosok Kugy. Yang tersenyum, tertawa menentang angin duduk di ayunan. Yang menangis saat terantuk batu setelah menaiki perosotan. Yang tampak bahagia naik jungkat-jungkit denganku. Dala setiap nafas yang kutarik dan kuhembuskan, ada sosok Kugy di sana. Begitu menyatu, mengkristal. Memang, dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tapi terus kenapa? Apa itu berarti aku dapat melupakannya begitu saja? Sore harinya aku pergi ke taman bermain itu lagi. Seakan ada magnet yang menarikku kesana. Membuatku duduk betah duduk menunggu. Entah satu jam, dua jam. Aku tak peduli. Kurasakan angin berhembus. Perlahan, namun membuatku tersntak. Mataku nyalang mencari-cari. Aku yakin, sosok Kugy akan kulihat lagi. Kali ini ia tak akan ku lepaskan untuk selamanya! Sekelebat bayangan menerpa. Sosok yang riang tertawa tawa. Sosok Kugy, ia membawa boneka teddy bear. Aku ingat sekali itu memang boneka kesayangannya. Ia berlari lari menuju ayunan. Kugy! kuberanikan diri untuk menegurnya. Anak itu menoleh, menatapku dengan heran. Ia tak mengenaliku! Oh tentu saja... sudah lama sekali berlalu. Heru yang ia kenal adalah anak laki lagi seumurannya. Bukan aku yang sekarang. Mataku menyipit aku harus mendapatkan kepercayaannya akan aku penuhi tahun tahun yang terbentang di antara kami dengan semua kisahku aku berani meghentikan nafasku saat ini juga kalo saja aku dan Vini dapat tertawa kembali seperti dulu Kugy? tanyaku lagi, hati hati. Ini Keenan, gy dulu kita sering maen bareng disini inget kan?.Anak itu mendekatiku tanpa kusadari aku merinding. Akankah aku berkomunikasi dengan roh gaib aku tak peduli. Semua akan kuhadapi demi cintaku padanya. Kakak siapa ya, Kugy gak kenal.Sosok Kugy menggeleng penuh rasa ingin tahu. Ada rasa kecewa melandaku. Biarpun anak itu mirip dengan Kugy, suara yang dimilikinya bukan suara yang dimiliki oleh Kugy.

Saat itu juga sebuah sosok lain muncul. Tante Ami ! seruku sedikit kaget, saat melihat ibunya Kugy. Perempuan setengah baya itu menatapku dengan saksama. Siapa ya ?. Tante Ami memekik sebentar. kamu keenan, ya ? teman Kugy dulu ?.Aku menggangguk. Aku menatap Kugy dan tante Ami bergantian. Apa arti semua ini ?. Mama, siapa kakak ini, ma ?. Anak yang kusangka Kugy bertanya sambil mengerutkan alis persis seperti yang dilakukan Kugy dulu. Hatiku terenyuh jadinya. Sungguh menyakitkan melihat kemiripan anak itu dan Kugy. Seperti kembali masa lalu saja. Tante Rina tersenyum. Ini adiknya Kugy, Naan. Mirip sekali ya,dengan kakanya yang meninggalkan kita dulu ? suara tante Ami tercekat penuh emosi. Butuh waktu lama bagiku untuk mencerna semuanya. Aku hanya dapat mematung.Mirip sekali dengan Kugy, tante kasih nama Kugy juga.. tante Ami berusaha tersenyum. Kugy ,salaman ya sama kak Keenan. Dulu kak Keenan temen deketnya kak Kugy. Kugy kecil dan aku bersalaman. Aku tersenyum getir. Setelah itu aku tak ingat apa yang terjadi. Tiba-tiba saja aku sudah berada dalam kamarku duduk dengan kelu. Kugy memang telah tiada. Aku menangis. Tangis yang sejak dulu tak pernah karena aku tak pernah mengakui kepergian Kugy. Tangis kehilangan. Aku memang mencitai Kugy, sampai sekarang. Pun masih, tapi tak mungkin memang sudah saatnya aku merelakannya. Peristiwa yang baru aku alami tadi seakan menyadarkanku akan hal ini. Sosok Kugy yang selalu menghantuiku bukan Kugy yang sebenarnya. Kugy sudah tidak ada di dunia ini lagi. Selama ini aku tidak mau melepaskannya,karena membayangkan sosok itu tidak dapat ku lihat lagi membuatku sakit luarbiasa. Aku sangat ingin keajaiban terjadi tapi sekarang aku sadar, itu tidak mungkin. Kini, aku yakin aku harus menghadapinya. Membiarkan Kugy pergi. Untuk kebaikanku juga kebaikan Kugy. Mungkin saja arwahnya tidak tenang di alam sana karena aku masih saja berharap dia kemabali padaku. Saat itu juga aku ingin berbagi cerita. Tentang pencerahan yang baru kualami. Tentang perasaanku yang baru kusadari. Kugy adalah bagian dari masa laluku. Memang,kenanganyang kualami denganya begitu menyenangkan. Tapi, seindah apapun itu, sudah berlalu.Telepon berdering.Heru ? Ini aku, Wenda. Suara Wenda terdengar. maafkan aku kalau aku menggangumu...Tidak apaapa, Wenda . Aku senang kok menerima teleponmu, sahutku sambil menahan tangis. Tapi ini tangis bahagia

Anda mungkin juga menyukai