Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG Indonesia yang semula adalah net-exporter dibidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan. Pada periode bulan Januari-Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia hanya mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat deficit BBM sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia per barel mencapai USD 70. Dengan kata lain, pemerintah harus mengeluarkan Rp 170 miliar per hari (Erliza dkk, 2008 Tingginya harga minyak dunia menyebabkan harga BBM dalam negeri meningkat. Indonesia yang merupakan negara kapitalis pun akhirnya menyesuaikan harga BBM dengan mengurangi subsidi BBM. Hasilnya, sejak 1 Oktober 2005, harga BBM dalam negeri terus mengalami kenaikan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan, terlebih lagi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar. Artinya, jika terus dikonsumsi, tidak ditemukan cadangan minyak baru dan teknologi baru untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang. Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan tersebut telah menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan bakar berbasis nabati salah satu contohnya adalah bioetanol. Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti kelapa, serbuk kayu, umbi-umbian, tebunira, sorgum, nira nipah, jagung, dan lain-lain.

Hampir semua tanaman yang disebutkan diatas merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut digunakan sebagai bahan pangan. Saat ini, bahan-bahan tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya ampas kelapa yang banyak terdapat pada limbah industri pengolahan kelapa. Ampas kelapa sangat asing dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Selama ini, sisanya hanya ditumpuk atau dibuang sehingga mudah mencemari lingkungan. Bahkan ampas kelapa kebanyakan dijadikan pakan ternak. Belum optimalnya peanfaatan amaps kelapa sebagai bahan baku bioenergi, memacu penulis untuk melakukan penelitian seberapa besar volume alkohol yang dapat dihasilkan ampas kelapa. Maka dari berbagai faktor yang telah disebutkan, harapan dari penelitian ini ialah tidak lepas untuk meningkatkan perkembangan industri bioetanol dari ampas kelapa sebagai sumber energi terbarukan.

Ada pun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisa dan mempelajari pengaruh lama fermentasi terhadap volume dan kadar etanol yang dihasilkan. 2. Menganalisa dan mempelajari pengaruh massa ragi pada proses fermentasi terhadap volume etanol dan kadar etanol yang dihasilkan. 3. Menganalisa dan mempelajari kondisi optimum menghasilkan etanol dari ampas kelapa melalui proses fermentasi.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap volume dan kadar etanol yang dihasilkan. 2. Mengetahui pengaruh massa ragi pada proses fermentasi terhadap volume etanol dan kadar etanol yang dihasilkan. 3. Mengetahui kondisi optimum menghasilkan etanol dari ampas kelapa melalui proses fermentasi.

Ruang lingkup penelitian ini meliputi fermentasi ampas kelapa menjadi bioetanol dengan bantuan ragi roti (Saccharomyces Cereviciae). Dalam penelitian ini, peneliti memvariasikan waktu fermentasi dan massa ragi yang digunakan. Yaitu dengan variasi waktu 4-6 hari dan dengan variasi massa ragi 5 gram, 10 gram, dan 15 gram. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian yaitu ampas kelapa.

II. TINJAUAN PUSTAKA Kelapa dapat tumbuh pada wilayah tropis dan tumbuh baik pada iklim panas yang lembab. Namun, bila udara terlalu lembab dalam waktu yang lama, juga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman. Ini disebabkan akan mengurangi penguapan dan penyerapan unsure hara. Adapun suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa adalah 27-28 oC. Curah hujan rata-rata 1200-2500 mm per tahun. Sedangkan untuk pH antara 6,5-7,5. Tanaman kelapa memiliki klasifikasi ilmiah yang digolongkan sebagai berikut: - Divisi - Kelas - Ordo : Spermathophyta : Monocotyledoneae : Palmales

- Famili : Palmae - Genus : Cocos - Spesies : Cocos Nucifera

Buah kelapa yang normal terdiri dari beberapa bagian, yaitu kulit luar (epicarp), sabut (mesocarp), tempurung (endocarp), kulit daging buah (testa), daging buah (endosperma), air kelapa dan lembaga. Sekitar 35% total berat buah kelapa merupakan berat sabut kelapa. Tebal sabut kelapa kurang lebih 5 cm dan tebal daging buah kelapa kurang lebih 1 cm atau lebih. Selain lemak, daging kelapa terdiri atas senyawa-senyawa organic atau anorganik yang menjadikan kalori dan gizi. Daging kelapa yang sudah masak dapat dijadikan kopra dan bahan makanan. Komposisi kimia daging kelapa

ditentukan umur buah. Komposisi tersebut pada berbagai tingkat dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel ditampilkan bahwa semakin tua umur kelapa kandungan lemaknya semakin tinggi.

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Daging Kelapa Berbagai Tingkat Umur Analisis (dalam 100 gr) Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Thiamin Asam Askorbat Air Bagian yang dapat dimakan Buah Muda 68 kal 1 gr 0,9 gr 14 gr 17 mg 30 mg 1 mg 0 mg 4 mg 83,3 gr 53,0 gr Buah Setengah Tua 180 kal 4 gr 13 gr 10 gr 18 mg 35 mg 1,3 mg 0,5 mg 4 mg 70 gr 53,0 gr 359 kal 3,4 gr 34,7 gr 14 gr 21 mg 21 mg 2 mg 0,1 2 mg 46,9 gr 53,0 gr Buah Tua

Nilai gizi daging buah kelapa sangat bervariasi tergantung beberapa faktor, baik faktor dalam maupun faktor luar. Faktor dalam yang dimaksud adalah varietas kematangan atau kemasakan buah ketika dipetik. Adapun faktor luar yang dimaksud antara lain, budidaya tanaman kelapa. Faktor lingkungan, faktor teknologi lepas panen. Lengkapnya nilai gizi pada daging buah kelapa menghasilkan produk olahan. Ampas Kelapa Selama ini ampas kelapa (leftover coconut flesh) sebagian besar dimanfaatkan untuk pakan ternak. Atau, manfaat lain seperti penurun kolesterol karena ampas kelapa mengandung galaktomanan. Sehingga, dengan

mengolahnya menjadi bioetanol maka akan meningkatkan daya guna dari ampas kelapa dan menjadi salah satu sumber bahan bakar alternatif di daerah sentra kelapa. Tabel 2.3. Komposisi Kimia Ampas Kelapa Karakteristik Protein (%) Serat Kasar (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Galaktomannan (%) Manana (%) Selulosa (%) Data Literatur 4,11 30,58 15,89 74,69 4,65 0,66 61 26 13

Sumber : Barlina et al., 1997 Selulosa Selulosa adalah polymer glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk polymer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan bantuan asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol.

Gambar 2.1. Skema Rantai Selulosa

Hemiselulosa Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polymer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat. Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.

Gambar 2.2. Gula Penyusun dari Hemiselulosa Lignin Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman. Secara umum, tanaman terbentuk dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relative

tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi.

Gambar 2.3. Struktur Lignin

Pretreatment (Delignifikasi) Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial. Pretreatment terkadang merupakan tahapan yang banyak memakan biaya dan berpengaruh besar terhadap biaya keseluruhan proses. Sebagai contoh pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam proses hidrolisis. Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis.

Gambar 2.4. Skematis Tujuan Pretreatment

Seperti dijelaskan pada gambar diatas, Proses pretreatment ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan lignin dan hemisellulosa, merusak struktur krital dari sellulosa serta meningkatkan porositas bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal sellulosa akan mempermudah terurainya sellulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa turut terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh mikroorganisme menghasilkan etanol (Mosier et al., 2005).

Hidrolisa Selulosa Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa,

sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik. Ada dua macam hidrolisa yang digunakan pada pembuatan bioetanol dari bahan baku biomassa, yaitu enzimatis dan hidrolisa asam. Hidrolisa sellulosa secara enzimatik memberi yield etanol sedilkit lebih tinggi dibandingkan metode hidrolisa asam (Palmqvist dan Hahn-

Hgerdal, 2000). Namun proses enzimatik tersebut merupakan proses yang paling mahal. Proses recycle dan recovery enzim sellulose diperlukan untuk menekan tingginya biaya produksi (Iranmahboob et al., 2002; Szczodrak dan Fiedurek, 1996).Selain itu, proses hidrolisa enzimatik memerlukan pretreatment bahan baku agar struktur sellulosa siap untuk dihirolisa oleh enzim (Palmqvist dan Hahn-Hgerdal, 2000). Mengingat kerumitan proses hidrolisa enzimatik sebagaimana tersebut di atas, hidrolisa enzimatik dengan enzim sellulose mempengaruhi 43,7% biaya total produksi. Hemisellulosa dan selulosa mudah dihidrolisa menggunakan asam konsentrasi rendah (encer) pada kondisi reaksi moderat, akan tetapi diperlukan kondisi yang lebih ekstrim untuk dapat menghidrolisa sellulosa. Keuntungan utama hidrolisa dengan asam encer adalah, tidak diperlukannya recovery asam, dan tidak adanya kehilangan asam dalam proses (Iranmahboob et al., 2002). Umumnya asam yang digunakan adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto, 2004) pada range konsentrasi 2-5% (Iranmahboob et al., 2002; Sun dan Cheng, 2002), dan suhu reaksi 160oC. Suhu yang lebih tinggi akan mempermudah dekomposisi gula sederhana dan senyawa lignin. Fermentasi Fermentasi alkohol adalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol dan CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir dalam keadaan anaerob (Prescott dan Dunn, 1959). Perubahan dapat terjadi jika mikroba tersebut bersentuhan dengan makanan yang sesuai bagi pertumbuhannya. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan biasanya menghasilkan gas karbondioksida. Hasil fermentasi dipengaruhi banyak faktor. Seperti, bahan pangan atau substrat, jenis mikroba dan kondisi sekitar. Bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi. Akan tetapi, untuk disakarida, pati (polisakarida) atau karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana. Selain itu, pada dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim.

Tetapi

sampai

saat

ini

industri

fermentasi

masih

memanfaatkan

mikroorganisme, antara lain karena cara ini jauh lebih mudah dan murah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, fermentasi alkohol merupakan proses terjadi karena adanya aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir. Besar kecilnya aktifitas hidup mikroba ini akan menentukan jumlah alkohol yang terbentuk dan aktifitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut umumnya berhubungan erat dengan penyediaan dan pemakaian nutrisi yang digunakan untuk menunjang aktifitas hidupnya. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi etanol : 1. Jenis Mikroorganisme Bila dilihat dari jenisnya, maka terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang banyak digunakan dalam proses fermentasi diantaranya adalah khamir, kapang dan bakteri. Tetapi tidak semua mikroorganisme tersebut dapat digunakan secara langsung. Masih diperlukan seleksi untuk menjamin berlangsungnya proses fermentasi. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis substrat (bahan) yang digunakan sebagai medium, misalnya untuk menghasilkan etanol digunakan khamir Saccharomyces Cerevisae. Seleksi ini bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi tinggi terhadap konsentrasi gula yang tinggi. Sehingga dapat menghasilkan kadar etanol yang dikehendaki. 2. Lama Fermentasi Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi biasanya ditentukan pada jenis bahan, jenis ragi dan jenis gula. Pada umumnya diperlukan waktu 4 20 hari untuk memperoleh hasil fermentasi yang sempurna. Menurut Amarine (1982) fermentasi berlangsung dua sampai tiga minggu dan ditandai dengan tidak diproduksinya CO2.

3.

Derajat Keasaman Pada umumnya pH untuk fermentasi buah-buahan atau pembentukan sel khamir dibutuhkan keasaman optimum antara 3,0 5,0. Diluar itu maka pertumbuhan mikroba akan terganggu. Untuk

mengatur pH dapat digunakan NaOH untuk menaikan dan asam nitrat untuk menurunkan pH. Sebelum difermentasi, sari buah dipasteurisasi ditambahkan dengan SO2. Hal ini untuk mencegah timbulnya bakteri dan khamir yang tidak diinginkan. Sumber SO2 adalah NaHSO3, kalium atau natrium bisulfit. 4. Kadar Gula Kadar gula yang optimum untuk aktifitas pertumbuhan khamir adalah sekitar 10 18 %. 5. Suhu Setiap golongan memiliki suhu pertumbuhan yang optimum yang berbeda-beda, untuk mikroba ini suhu optimumnya 19 32 oC.

Etanol Etanol atau disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna. Etanol merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan

termometer modern. Etanol termasuk isomer konstitusional dari dimetil eter dan alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Fermentasi gula (glukosa) menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia.

C6H12O6

2C2H5OH + 2CO2

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.

Tabel 2.4. Sifat Fisika dan Kimia Etanol

Properti Berat molekul (g/mol) Titik beku (C) Titik didih normal (C) Densitas (g/ml) Viskositas pada 20C (Cp) Panas (J/kg) penguapan

Nilai 46,1 -114,1 78,32 0,7983 1,17

normal 839,31

Panas pembakaran pada 25C 29676,6 (J/kg) Panas jenis pada 25C (J/kg) Nilai oktan (penelitian)* 2,42 106-111

(Sumber : Kirk-Orthmer, Enyclopedia of Chemical Technolgy, vol 9, 1967)


*

American Petroleum Institute

Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang mengandung pati atau selulosa, maka etanol mampu menjadi bioenergi. Atau lebih dikenal dengan istilah bioetanol. Salah satu proses pembuatan etanol dalam industri dengan cara fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan memakai berbagai macam bahan baku. Bahan baku yang umum digunakan antara lain,

1.

Sugar Bahan bahan ini mengandung gula atau disebut substansi sakarin yang rasanya manis. Bahan ini berasal dari gula tebu, gula bit, molase ( tetes ) buah-buahan yang langsung dapat difermentasikan menjadi alcohol.

2.

Starches Starches adalah bahan yang mengandung pati, gandum, kentang, akar tumbuh-tumbuhan, jagung, ubi kayu, padi padian dan lain-lain. Bahan jenis ini terlebih dahulu harus dihidrolisa dengan bantuan enzim atau katalis asam terlebih dahulu, agar dapat menjadi gula, kemudian difermentasikan menjadi etanol.

3. Cellulose Material Bahan-bahan ini mengandung sellulosa, misalnya ampas kelapa, kayu, ampas tebu, kulit kerang, waste sulft liquor yang merupakan residu dari pabrik pulp dan kertas. Untuk menghasilkan etanol sellulosa harus dihidrolisa dengan mineral atau larutan asam sebelum difermentasikan.

Evaporasi Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Evaporasi merupakan perpindahan kalor ke zat cair mendidih yang sangat sering ditemukan sehingga biasanya ditangani sebagai satu operasi tersendiri. Tujuan evaporasi yaitu untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Evaporasi dilaksanakan dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi.

Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap.

Evaporator mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam kondenser (untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya. Hasil dari evaporator (produk yang diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah dievaporasi bisa saja terdiri dari beberapa. Komponen volatil (mudah menguap). Evaporator biasanya digunakan dalam industri kimia dan industri makanan

Kromatografi Gas Kromatografi adalah suatu cara pemisahan di dalam analisis kimia. Di dalam kromatografi diperlukan adanya dua fase yang tidak saling menyampur, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa zat padat yang ditempatkan dalam suatu kolom atau dapat juga berupa cairan terserap (teradsorpsi). Sedangkan fase gerak berupa gas (gas pembawa) atau cairan. Campuran yang akan dipisahkan komponennya dimasukan ke kolom yang mengandung fase diam. Dengan bantuan fase gerak, komponen campuran itu kemudian dibawa bergerak melalui fase diam dalam kolom. Perbedaan antaraksi atau afinitas antara komponen-komponen campuran itu dengan kedua fase, menyebabkan komponen-komponen itu bergerak dengan kecepatan berbeda melalui kolom. Akibat adanya perbedaan kecepatan (differential migration), komponen-komponen itu terpisah satu sama lain. Bagian-bagian alat kromatografi gas adalah : 1. Tangki gas pembawa. Gas pembawa yang biasa digunakan seperti helium, hidrogen, dan nitrogen. 2. Alat pengatur tekanan (regulator), regulator digunakan untuk mengatur tekanan gas-gas yang digunakan.

3. Injection port. Tempat memasukkan cuplikan dengan cara penyuntikan. Waktu injeksi harus singkat, suhu lebih tinggi dari titik didih dan volume cuplikan berkisar 1-20 L. 4. Kolom. Tempat terjadinya proses pemisahan komponen-komponen cuplikan. 5. Oven. Berfungsi untuk memanaskan kolom dengan sesuai dengan titik didih cuplikan dan tingkat pemisahan yang diinginkan. 6. Detektor. Mendeteksi komponen-komponen yang keluar dari kolom. Detektor ini akan mengirimkan isyarat listrik ke alat pencatat (recorder). Ada tiga jenis detektor kromatografi gas yaitu, Flame Ionisation Detector, Thermal Conductivity Detector, dan Electron Capture Detector. 7. Recorder. Alat pencatat yang berfungsi untuk mencatat isyarat-isyarat.

III. METODOLOGI Parameter parameter yang dipilih pada penelitian ini antara lain : 1. Lama Fermentasi Faktor faktor yang mempengaruhi fermentasi salah satunya adalah lama fermentasi. Pemilihan lama fermentasi sebagai parameter yang dicoba karena lama waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi ampas kelapa untuk menghasilkan etanol yang maksimal, maka dilakukan parameter lama waktu. Lama waktu fermentasi berlangsung 4-6 hari. 2. Massa Ragi Parameter lain yang juga dicoba adalah massa ragi. Saccharomyces Cereviceae yang terdapat pada ragi sebagai agen fermentasi, sangat berpengaruh untuk memperoleh kadar dan volume etanol optimal. Berapa massa ragi yang dibutuhkan untuk memberikan hasil optimal, maka dipakai parameter massa ragi pada penelitian ini. Variasi massa ragi sebanyak 5 gram, 10 gram dan 15 gram.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Ampas Kelapa 2. Saccharomyces Cerevisiae (ragi roti) 3. Aquadest 4. NaOH (Natrium Hidroksida) 5. Asam Sulfat (Asam Sulfat)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Neraca Analitis 2. Gelas Ukur 3. Pengaduk 4. Erlemeyer 5. Saringan 6. Pipet tetes 7. Corong 8. Beker gelas 6. Selang Plastik 7. Autoklaf 8. Oven 9. Alumunium foil 10. pH meter 11. Evaporator 12. Gas Kromatografi

Prosedur Penelitian Persiapan Awal Perlakuan Ampas Kelapa 1. Ampas kelapa dikeringkan dalam dalam oven pada suhu 100 oC selama 180 menit lalu didinginkan. 2. Alat alat yang digunakan pada proses delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi delignifikasi. Delignifikasi 1. Ampas kelapa seberat 500 gram dimasukan ke dalam beker gelas 1000 ml. 2. Bahan baku (ampas kelapa) dicampurkan dengan NaOH 10% dalam autoklaf pada suhu 80oC selama 90 menit untuk memecah lignoselulosa menjadi selulosa, hemiselulosa dan lignin. 3. Beker gelas ditutup rapat menggunakan alumunium foil. Alat alat yang digunakan pada proses delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi hidrolisis. 2. Dengan pengadukan yang merata, ampas kelapa hasil delignifikasi direaksikan/direndam dengan larutan H2SO4 0,75% di dalam autoklaf pada suhu 126oC selama 240 menit. Perendaman ini bertujuan agar terjadi hidrolisis pada selulosa yang terkandung dalam ampas kelapa. Produk selulosa lalu dipecah menjadi glukosa, dan hemiselulosa dipecah menjadi xylose. 3. Ampas kelapa didiamkan selama 24 jam dengan beker gelas tertutup rapat alumunium foil. Fermentasi 1. Alat alat yang digunakan pada proses fermentasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi fermentasi.

Hidrolisis 1.

2.

Hidrolisat ampas kelapa yang telah disesuaikan pH nya dimasukan ke fermentor (erlemeyer). Hidrolisat dibagi menjadi 9 sampel dengan masing-masing massa 30 gram.

3.

Ragi roti (Saccharomyces Cerevisiae) dicampurkan dengan hidrolisat (ampas kelapa). Masing-masing dengan variasi massa 5 gram, 10 gram, dan 15 gram.

4.

Aquadest sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam masing-masing erlemeyer yang berisikan ragi roti dan hidrolisat.

5. Tutup rapat masing - masing erlenmeyer dengan alumunium foil supaya tidak ada kontaminan yang mengganggu fermentasi. 6. Fermentasi dilakukan selama 4-6 hari. Evaporasi 1. 2. 3. Peralatan evaporasi dirangkai dengan benar. Hasil fermentasi lalu dimasukkan ke dalam labu. Hasil fermentasi dipanaskan dalam labu dengan menggunakan mantel (jaket) pemanas listrik. 4. 5. 6. Temperatur hasil fermentasi dijaga pada suhu 80 C. Proses distilasi dilakukan selama 1,52 jam. Etanol yang dihasilkan kemudian ditimbang lalu ditutup rapat.

Analisa Kadar Etanol 1. Persiapan larutan cuplikan (sampel) dan larutan baku. 2. Persiapan operasi alat kromatografi gas. 3. Injeksi larutan cuplikan dan larutan baku dengan cara penyuntikan. 4. Puncak etanol akan terlihat dari kromatogram.

Tugas Teknologi Fermentasi

Pembuatan Etanol Dari Ampas Kelapa

Disusun Oleh:

Ergina Syamsiar Masgul Ahmad Rifaldi Djahir Maya Puspita Sari Deskriana Rahmelia

A 251 09 034 A 251 10 001 A 251 10 008 A 251 10 015 A 251 10 032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2012

Anda mungkin juga menyukai