Gawat 1
Gawat 1
ARDS
Suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar membran kapiler alveoli Timbul sebagai komplikasi interna & bedah Sejarah: korban perang dunia I & II, meninggal karena gagal napas
Patogenesis: kerusakan jaringan agregasi netrofil pada sel endotel pelepasan toksin, radikal bebas, kinin, asam arakidonat kerusakan endotel peningkatan permeabilitas kapiler alveolar Ciri edema paru karena ARDS: tidak adanya peningkatan tekanan pulmonal
Penyebab
Langsung:
Aspirasi asam lambung Tenggelam Kontusio paru Pneumonia berat Emboli lemak & cairan amnion Inhalasi bahan kimia Keracunan oksigen Sepsis Trauma berat Luka bakar Pankreatitis Syok hipovolumik
Tidak langsung:
Kriteria Diagnosis
Riwayat faktor pencetus atau penyebab berupa penyakit dasar Hipoksemia yang refrakter dengan terapi oksigen adanya shunting (pirau) darah melalui daerah paru yang tidak terventilasi, disebabkan alveoli terisi eksudat protein dan terjadi atelektasis Foto toraks memperlihatkan gambaran infiltrat bilateral yang difus Tidak ditemukan gejala edema paru kardiogenik dan tekanan baji paru < 18 mmHg
Penatalaksanaan
Penanganan penyakit dasar: hipotensi, sepsis Penatalaksanaan suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat: ventilator mekanik Optimalisasi fungsi hemodinamik: restriksi cairan, diuretik, vasodilator pulmoner (inhalasi nitrit oksid)
KRISIS HIPERTENSI
Krisis hipertensi: peningkatan TD bermakna dan simtomatik (> 180/110 mmHg), dinilai hipertensi emergensi jika mengancam jiwa atau fungsi organ dan dinilai sebagai urgensi jika tidak ada risiko tsb. Hipertensi maligna: sindrom yang ditandai dengan peningkatan TD disertai ensefalopati atau nefropati akut istilah ini sudah tidak digunakan lagi
Hipertensi emergensi: penurunan tekanan darah segera (tidak harus mencapai normal) untuk mencegah atau membatasi kerusakan target organ Hipertensi urgensi: tekanan darah harus diturunkan dalam beberapa jam sampai 24-48 jam, dengan obat antihipertensi peroral kadang parenteral
Patofisiologi
Dapat terjadi pertama kali atau dapat sebagai komplikasi hipertensi esensial atau sekunder Diinisiasi oleh peningkatan mendadak resistensi vaskular karena vasokontriktor humoral Mekanisme patofisiologi sangat komplek dan melibatkan sistem RAA, hilangnya vasodilator endogen, pelepasan endotelin 1
Manifestasi Klinis
Nilai absolut TD tidak sepenting jumlah peningkatan Pasien hipertensi long standing dapat memiliki toleransi baik dengan TDS 200 mmHg atau peningkatan diastolik sampai 150 mmHg tanpa mengalami ensefalopati Mayoritas mengalami peningkatan TD persisten beberapa tahun sebelumnyaa
Gejala utama berkaitan dengan SSP: nyeri kepala (85%), mual muntah, pandangan kabur (60%), lemah, bingung, kejang Nyeri dada (27%) Dispneu (22%) Defisit neurologis (21%) Hematuria, albuminuria new onset
Diagnosis
Anamnesis cermat: riwayat obat, kontrol sebelumnya, obat tujuan rekreasi TD harus diperiksa di kedua lengan Identifikasi bukti cedera end organ edema paru, murmur, bruit arteri ginjal, fundoskopi, tanda lateralisasi Evaluasi jantung: EKG Lab: darah lengkap, elektrolit, kimia darah, foto toraks, EKG, CT scan
Na nitroprusid Nikardipin Enalaprilat Hidralazin Diazoksid Di Indonesia: clonidin, 900 mg diberikan dalam 250 ml larutan infus dekstrosa
Tata Laksana
Dirawat di ICU untuk observasi dan pemberian obat parenteral Koreksi cepat dan berlebihan menyebabkan penurunan perfusi lebih berat dan memperburuk cedera Rute yang tidak terprediksi seperti jalur sublingual & im dihindari Target awal terapi hipertensi emergensi adalah mengurangi MAP tidak lebih 25% (hitungan menit sampai jam)
MAP = CO x SVR DP + 1/3 (SP-DP) MAP= mean arterial pressure CO= cardiac output SVR= systemic vascular resistance DP= diastolic pressure SP= sistolic pressure
Jika telah stabil TD diturunkan sampai dengan 160/110-100 mmHg dalam 2-6 jam berikutnya Penurunan TD selanjutnya hingga normal dapat dilakukan dalam 24-48 jam berikutnya
Hipertensi urgensi, penggunaan obat oral untuk menurunkan TD secara bertahap dalam 24-48 jam Koreksi TD yang terlalu cepat dapat menurunkan perfusi bermakna yang mengakibatkan iskemia dan infark jaringan
Sedapat mungkin dihindari pemberian OAH pada trimester pertama Hindarkan pemberian obat secara episodik Obat yang aman:
Metildopa: hipertensi ringan dan sedang Labetalol: 200-600 mg 2x per hari Beta bloker: aman diberikan pada trimester ketiga pindolol, oxprenolol. Atenolol tidak boleh diberikan karena menurunkan BB janin Penyekat kalsium: nifedipin, sangat dianjurkan untuk memakai slow releasei Clonidin: 2 x 0,05-0,2 mg/har
Serangan Asma
Muntah Akut
Nausea yaitu perasaan subyektif dari keinginan untuk muntah Muntah yaitu pengeluaran isi gastrointestinal dengan kekuatan penuh Retching yaitu kontraksi otot torakoabdominal yang terkoordinasi tetapi tidak menimbulkan pengeluaran oral isi lumen saluran cerna atas Regurgitasi: keluarnya isi lambung atau esofagus secara spontan tanpa nausea atau kontraksi otot spasmodik
Anamnesis
Muntah akut: berakhir 1-2 hari infeksi, obat, toksin Muntah kronik: berakhir 1 minggu atau lebih obat yang lama atau psikiatrik Muntah yang timbul lambat setelah makan gastroparesis atau obstruksi saluran cerna lebih distal Rasa terbakar di dada refluks gastroesofageal Disertai keluhan kembung dan diare berlendir sindrom usus iritabel Hematemesis kerusakan mukosa atau laserasi mukosa (robekan Mallory Weiss)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: hb, lekosit, elektrolit, albumin, tes kehamilan, kadar Fe, amilase lipase, tiroid, kreatinin, gula darah, keton, kortisol Pemeriksaan struktural: radiografi abdominal, usg, ct scan Pemeriksaan fungsional: pemeriksaan pengosongan lambung dengan cairan dan padat, manometri lambung, elektrogastrografi
Penatalaksanaan
Perbaiki cairan dan elektrolit Pengaturan makanan dan minuman: hindari makanan yang iritatif Obat tertentu
Kortikosteroid untuk Addison Obat penekan asam lambung untuk penyakit peptik Antihistamin: motion sickness, labirintis, nausea paska operasi, nausea dengan uremia meclizine, dimenhidrinat, difenhidramin. Ef samping: sedasi Antikolinergik: sangat efektif untuk motion sickness skopolamin, hiosin. Ef samping: sedasi & mulut kering
Antidopaminergik: nausea kronik dan aktif untuk gastroenteritis fenotiazin (cpz, perfenazin, perfenatin), butirenon Prokinetik: gangguan motilitas gastrointestinal domperidon, cisaprid, metoklopramid Obat serotonin 5HT3 antagonis (ondansetron dan granisetron) nausea dan muntah akibat obat kemoterapi Obat lain: obat antidepresan, benzodiasepin dapat membantu nausea dan muntah Tindakan bedah
Patofisiologi
Alveolus, ruang interstisial peribronkovaskular dan kapiler berada dalam keseimbangan fisiologis Dipertahankan oleh tekana hidrostatik intra kapiler antara 8-12 mmHg & tek onkotik protein plasma sebesar 25 mmHg Mekanisme awal: peningkatan tekanan di kapiler > 25 mmHg
Diagnosis
Anamnesis: DD (+), PND (+), ortopneu, batuk riak darah Px fisik: takipneu, takikardia, basah berkeringat dingin, gelisah, agitatif. Hipertensi, gallop, murmur Lab: BNP (brain natriuretic peptide) membedakan UPA kardiogenik (>500pg) dan non kardiogenik (<100) Radiologi: infiltrat, Kerley line, kardiomegali EKG dan Ekhokardiografi
Manajemen
Mengatasi hipoksemi: pasien diposisikan duduk bersandar dengan kaki menggantung untuk memperluas rongga dada dan menurunkan venous return dan preload. Diberi oksigen 100% 4-5 liter/menit SO2 masih <90%: pemasangan CPAP tanda gagal napas: intubasi Mengatasi udem paru: menurunkan preload dan mengeluarkan volume
Lanjutan . Nitrogliserin (NTG) dan furosemid merupakan obat pilihan utama. NTG spray atau tablet diberikan dulu sebelum iv Mengatasi kegelisahan: diberikan morphin sulfat intravena Mengatasi gangguan kardiovaskular: ACE inhibitor obat pilihan untuk gagal jantung sistolik dan hipertensi. Dopamin dan dobutamin obat pilihan untuk hipotensi