Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Pada pertengahan tahun 1850-an, miokarditis kronis merupakan satusatunya yang dikenal sebagai penyakit otot jantung. Pada tahun 1900, sebutan sebagai penyakit miokard primer mulai diperkenalkan, hingga pada tahun 1957 istilah kardiomiopati digunakan untuk pertama kalinya. Lebih dari 25 tahun setelah itu, berbagai macam definisi dari kardiomiopati berkembang sesuai dengan bertambahnya kewaspadaan dan pemahaman terhadap penyakit ini( 1). Kelompok penyakit ini beberapa kali mengalami perubahan klasifikasi kelainannya. Bila dilihat dari definisi dapat disebutkan bahwa kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyakit yang langsung mengenai otot jantung atau miokard itu sendiri(5). Kelompok penyakit ini tergolong khusus karena kelainan yang ditimbulkannya bukan terjadi akibat penyakit perikardium, hipertensi, koroner, kelainan kongenital, atau kelainan katup. Walaupun untuk menegakkan diagnosis perlu menyingkirkan faktor-faktor etiologi tersebut, gambaran dari kardiomiopati itu sendiri sangat khusus baik secara klinis maupun hemodinamik. Dengan meningkatnya kewaspadaan terhadap kondisi penyakit ini serta teknik dan prosedur diagnostik yang semakin canggih saat ini kardiomiopati diketahui sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas yang bermakna(1). Akhir-akhir ini, insidens kardiomiopati semakin meningkat frekuensinya. Dengan bertambah majunya teknik diagnostik, ternyata kardiomiopati idiopatik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama. Di beberapa negara, penyakit ini bahkan merupakan penyebab kematian sebesar 30% atau lebih daripada semua kematian akibat penyakit jantung.(1)

B. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan referat ini antara lain adalah untuk memperoleh informasi ilmiah tentang kardiomiopati dan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian pada masa kepaniteraan klinik pada stase Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta di RSUD Karanganyar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Pada tahun 1968, WHO mengartikan kardiomiopati sebagai penyakit karena sebab yang tidak diketahui dengan manifestasi yang dominan berupa kardiomegali dan gagal jantung. Perkembangan yang terbaru adalah definisi menurut WHO tahun 1995, yaitu penyakit-penyakit miokardium yang berhubungan dengan disfungsi kardia serta mencakup adanya aritmogenik dari kardiomiopati / displasia ventrikular {arrythmogenic Right Ventricular

Cardiomyopathy/Dysplasia (ARVC/D)} dan kardiomiopati restriktif primer untuk pertama kalinya.(2) Kardiomiopati merupakan melemahnya kekuatan otot jantung yang disebabkan oleh perubahan struktur otot jantung yang sering dikaitkan dengan tidak adekuatnya kekuatan pompa jantung ataupun abnormalitas fungsi jantung yang lain.(3) Hasil konsensus panel ahli mengemukakan definisi kardiomiopati yaitu; suatu kelompok heterogen dari penyakit miokardium yang terkait dengan disfungsi mekanik dan/atau elektrik yang biasanya (tidak selalu) menunjukkan adanya hipertrofi atau dilatasi ventrikular yang tidak sesuai dan karena adanya berbagai penyebab yang biasanya adalah faktor genetik. Kardiomiopati yang terbatas hanya pada jantung atau yang merupakan bagian dari kelainan sistemik, sering mengakibatkan kematian kardiovaskular atau gagal jantung progresif (4) .

B. KLASIFIKASI a. Kardiomiopati Hipertropik (Hypertrophic cardiomyopathy/HCM) 1. Definisi Hypertrophic cardiomyopathy (HCM) merupakan kelainan genetik dominan pada otot jantung (myocardium) yang berhubungan dengan disfungsi kontraktilitas protein pada otot jantung. Resiko utama dari HCM adalah henti jantung mendadak yang bisa saja terjadi pada penderita karier yang tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis). Karena HCM merupakan penyakit genetik, maka diagnosa genetik pada pasien-pasien karier perlu dilakukan untuk menentukan tingkat resiko preklinik sehingga perencanaan penanganan penyakit segera bisa dilakukan(5) . HCM didapatkan di seluruh dunia, kejadian kurang lebih sama antara pria dan wanita, tetapi berbeda pada etnis atau ras tertentu (banyak pada orang Jepang), paling banyak pada orang muda usia 20-30 tahun, namun bervariasi dari 6 bulan sampai lebih 60 tahun. Pada populasi umum diperkirakan prevalensinya 1 : 500.(5) HCM dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang dicirikan

dengan pembesaran (hipertropi) dari otot jantung baik secara idiopatik maupun karena hal lain yang tidak diketahui sebabnya yang menyebabkan ukuran ventrikel mengecil ataupun normal, fungsi dinamis ventrikel yang meningkat dan menjadi tidak normalnya fungsi diastolik
[1]

. Hal hal yang

tidak diketahui sebabnya tersebut bisa saja disebabkan oleh hipertensi ataupun penyakit katup aorta lain, walaupun keberadaan dan penyebaran hipertropi otot jantung tidak berhubungan/relevan dengan keadaan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa hipertensi ringan sampai berat atau penyakit katup aorta ringan hingga berat tidak selalu menjadi penyebab dari hipertropik asimetrik otot jantung dengan hiperdinamik fungsi ventrikuler

HCM pada dasarnya adalah penebalan dari otot jantung yang menyebabkan makin besarnya ukuran jantung. Hal ini dapat mengganggu fungsi normal jantung, karena makin tebalnya otot jantung menyebabkan: Terbatasnya aliran keluar (outflow) dari vantrikel jantung Berkurangnya kemampuan jantung untuk berelaksasi sehingga jumlah pengisian darah pada fase relaksasi akan berkurang. Berkurangnya kemampuan katub jantung untuk berfungsi dengan baik. Sehingga keadaan di atas.(3) kondisi atau sebab apapun yang dapat

meningkatkan kontraksi dan denyut jantung dapat saja memperburuk ketiga

Gambar 1: Perbandingan ketebalan otot ventrikel kiri pada HCM dengan jantung normal

Hypertrophic Cardiomyopathy (HCM) dikenal juga sebagai Idiopathic hypertrophic subaortic stenosis (IHSS), Asymmetric septal hypertrophy (ASH), atau Hypertrophic obstructive cardiomyopathy (HOCM). Disebut IHSS jika penebalan otot jantungnya tidak diketahui
5

sebab

pastinya.

Penggunaan

istilah

HCM

lebih

tepat

karena

menggambarkan keadan umum terutama pada pasien dengan subaortic stenosis atau obstruksi intraventrikular. HCM dapat diklasifikasikan dengan obstruktif dan nonobstruktif tergantung ada tidaknya obstruksi dan lokasi obstruksi intraventrikuler. HCM juga dapat dibagi berdasarkan distribusi luasnya hipertropi menjadi Asymmetric Septal Hypertrophy (ASH),

Disproportionate Upper septal Thickening (DUST), Apical Asymmetrical Hypertrophy (AAH). Secara garis besar, HCM dapat dicirikan sebagai berikut : Dinding ventrikel kiri (miokard) yang menebal, terutama di daerah septum dan apeks Dilatasi tidak terjadi pada kavum ventrikel kiri (LV). Kontraktilitas LV normal atau hiperkontraktil. Adanya obstruksi teft ventricular outflow track (LVOT)
(2)

Gambar 2:.Tanda utama pada Kardiomiopati Hipertropik (HCM), yaitu menyempitnya aliran keluar, bocornya katub mitral dan mekian tebalnya bagian septum

2. Patofisiologi Penyebab utama dan patogenesis dari penyakit ini sebagian besar belum diketahui. HCM tipe asimetrik biasanya diturunkan secara genetik, artinya sebagian otot jantung lebih tebal dari bagian yang lain. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh adanya kelainan pada gen pengatur pertumbuhan otot jantung. Respon yang abnormal dari miokardium hingga kadar katekolamin normal telah digunakan untuk menggambarkan patofisiologi penyakit ini. Gambaran klinik diantara jenis-jenis HCM sering dihubungkan dengan penyakit feokromositoma, neurofibromatosis dan lentigenosis yang dianggap sebagai suatu kelainan genetik dari jaringan neural crest. Penelitian terakhir telah menemukan hubungan antara HCM dengan gen-gen rantai berat myosin jantung pada kromosom-14 yang ditemukan pada beberapa anggota keluarga menandakan adanya heterogenitas secara genetik. Adanya perbedaan penyakit gen diantara gen-gen yang telah dikode dapat memberikan gambaran klinik yang berbeda pada penderita HCM dalam satu keluarga.

Kofigurasi otot jantung normal

Konfigurasi abnormal otot jantung

Gambar 3. Perbedaan susunan serat otot pada jantung normal dan HCM

Serangan patologis biasanya terjadi pada pasien dengan obstruksi ventrikel kiri termasuk penebalan pada anterior mitral leaflet dan penebalan karena adanya plaque septum interventrikular bagian atas. Adanya penebalan pada anterior mitral leaflet menyebabkan aliran darah
7

akan sering kontak dengan septum interventrikuler . Plaque endokardial pada septum dapat saja menyebabkan jet lesion distal pada sumbatan yang ada. Arteri coronaria pada pericardial (5). Disisi lain, hipertropi septum bisa digambarkan sebagai peculiar catenoid shape yaitu bentuk konvex ke kiri dari apeks hingga bagian bawah dan konkaf pada ventrikel kiri di bagian kontralateralnya. Hal inilah yang menyebabkan septum intraventrikel menjadi adinamik karena adanya kontraksi yang isometrik dari septum dengan bentuk catenoid tersebut. Singkatnya secara garis besar, HCM dapat dicirikan dengan beberapa hal sebagai berikut: Obstruksi LVOT (left ventrikel outflow track) Disfungsi diastolic Regurgitasi mitral Iskemia miokard Aritmia. (2) 3. Gejala dan Tanda Sesak saat beraktivitas (dyspnea on effort) dan sesak mendadak saat tidur malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea) merupakan gejala yang paling sering timbul dan dapat menunjukkan adanya tahanan (kongesti) pada paru-paru. Dengan meningkatnya tekanan vena-vena pulmonalis dan tekanan atrium kiri saat terjadinya hiperdinamika dan hiperkonraktilitas ventrikel kiri menyebabkan makin kakunya ventrikel yang mengalami penebalan (hipertropi). Pada beberapa pasien, terutama pasien dengan volume overload, udem paru yang ringan bisa saja terjadi. Sering juga terjadi penurunan kesadaran baik pada tahap awal maupun yang ringan (ditandai dengan rasa pusing dan sedikit tidak
8

sadar). Hal ini mungkin saja berhubungan dengan berat-ringannya aktivitas kerja yang dilakukan,dan walaupun tidak dapat diprediksi, namun seringnya frekuensi serangan bisa sangat bervariasi. Mekanisme hal tersebut masih belum diketahui dengan pasti. Namun mungkin hal ini berhubungan dengan refleks vasodilatasi dan hipotensi yang disebabkan oleh meregangnya baroreseptor pada ventrikel kiri. Disisi lain, aritmia merupakan penyebab penting dalam meningkatnya curah jantung (2). Hal lain yang juga sering terjadi adalah angina effort typikal yang menstimulasi terjadinya penyakit pembuluh arteri jantung (coronary arterial disease).Ketika pembuluh darah arteri koroner di daerah epikardial berukuran besar dan paten, iskemia bisa saja terjadi dan menekan arteri-arteri dalam otot jantung dan meningkatkan tekanan otot jantung dan masa ototnya, sehingga saat itu kebutuhan akan oksigen sangat meningkat(2). Palpitasi bisa saja terjadi pada pasien-pasien yang sadar namun dengan denyut jantung yang cepat, terutama pada posisi miring ke kiri (posisi late lateral decubitus/LLD). Aritmia ventrikel dan atrium merupakan hal utama penyebab fenomena ini. Takiaritmia lebih sulit untuk diatasi dan biasanya berhubungan dengan kecilnya curah jantung dan hipotensi. Depolarsasi dini pada ventrikel dan supraventrikel yang terisolasi atau yang berlangsung pendek bisa saja terjadi dan bahkan dengan tanpa adanya gejala. Gejala klinis yang ada tidaklah khas dan sangat bervariasi. Namun gejala yang bisa dijadikan ukuran adalah seperti adanya gejalagejala sebagai akibat dari menebalnya otot ventrikel jantung (hipertropi ventrikel), sumbatan aliran keluar (outflow) dari ventrikel kiri dan tahanan/bendungan aliran masuk ke ventrikel kiri. Secara garis besar HCM dapat menunjukkan berbagai gejala, diantaranya :
9

Sakit / nyeri dada Pingsan, terutama saat berolah raga Rasa sempoyongan (Light-Headedness), terutama setelah aktivitas atau berolah raga Pusing Sensasi merasakan detak jantung (jantung berdebar) Pemendekan nafas / sesak Kegagalan Hati ( pada beberapa pasien) Hipertensi Gejala tambahan yang bisa terjadi adalah: Kelelahan, toleransi aktivitas yang berkurang Pemendekan nafas / sesak ketika berbaring

Beberapa Pasien bisa saja tidak mempunyai gejala, dan bahkan mereka tidak menyadari bahwa mereka mempunyai kondisi sampai seperti itu, dan kelainan itu biasanya ditemukan secara tidak disengaja saat pasien melakukan medical check up rutin. Gejala yang utama dari HCM pada banyak pasien muda adalah mendadak pingsan (syncope) dan bisa menyebabkan kematian mendadak. Hal ini disebabkan oleh adanya irama jantung yang sangat abnormal (aritmia jantung). HCM merupakan penyebab utama kematian dikalangan atlit muda dengan kenampakan fisik yang sehat yang mengalami mati mendadak saat mereka melakukan latihan yang berat(6). Tanda-tanda yang bisa saja terdeteksi pada penderita HCM diantaranya adalah: Denyut jantung S-4 pada palpasi arteri. Upstroke pada karotis yang terdengar jelas
10

Denyutan bisferious dengan tekanan denyut yang normal (pada obstruksi LVOT) Suara gallop: S-4 sering, S-3 jarang. Ejection systolic murmur (ESM) disepanjang perbatasan sistolik kiri. Apical systolic murmur dengan nada yang tinggi dan lama. Efek manuver valsava : meningkatnya intensitas murmur selama fase puncak peregangan (fase II) dan menurunnya intensitas murmur pada fase istirahat (fase IV).(6)

4. Pemeriksaan Fisik dan diagnosis Diagnosis HCM didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, didukung oleh pemeriksaan foto toraks, elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, angiografi radionuklid dan kateterisasi jantung.(4,10) Keluhan utama pasien dengan HCM adalah angina, sesak saat beraktivitas, palpitasi, kelelahan, gangguan kesadaran, pusing, pingsan atau hampir pingsan.[4,12] Namun demikian banyak pasien HCM asimptomatik.(8) Riwayat keluarga dengan sakit serupa sangat penting dalam anamnesis. Salah satu manifestasi klinis KH adalah kematian mendadak. 4 Kematian mendadak pada pasien usia muda dengan HCM berdasarkan populasi pasien di rumah sakit adalah 1% pertahun (laporan sebelumnya 2-4%).(7,9,12) Kematian mendadak paling sering pada anak-anak dan dewasa muda 15-35 tahun. Kebanyakan pasien meninggal saat istirahat atau melakukan aktivitas ringan, sepertiganya selama atau sesudah aktivitas berat.(7) Faktor risiko kematian mendadak adalah usia muda, penebalan dinding ventrikel kiri yang hebat, riwayat keluarga positif dan takikardi ventrikel non-sustained pada rekaman EKG 24 jam. Penyebab
11

kematian mendadak meliputi takiaritmi ventrikel, bradiaritmi, takikardi supraventrikel, iskemi miokard, peningkatan obstruksi jalur keluar ventrikel kiri mendadak, disfungsi diastolik, hipotensi yang diinduksi oleh latihan, aktivasi barorefleks ventrikel dengan hipotensi. Tujuh puluh lima persen (75%) pasien yang selamat sesudah henti jantung dan 50% pasien dengan sinkop mengalami takikardi ventrikel sebelumnya.(9) Pada pemeriksaan fisik didapatkan impuls carotid bisferiens (peningkatan cepat diikuti drop midsistolik) secara bergantian, diikuti oleh gelombang lebih lambat. Jantung sedikit membesar. Pada 40% pasien didapatkan systolic thrill. Tanda utama HCM adalah bising sistolik yang kasar, terdengar paling baik di tepi sternal kiri bawah dan apeks (holosistolik dan meniup) yang disebabkan regurgitasi mitral.(7) Berbagai manuver dapat mengubah intensitas bising stenosis aorta dan regurgitasi mitral. Manuver yang menurunkan volume ventrikel kiri seperti manuver Valsava, penggunaan amil nitrit, berdiri mendadak, akan meningkatkan gradien dinamik sehingga meningkatkan intensitas bising. Sebaliknya tindakan yang meningkatkan volume intraventrikel seperti berjongkok, mengangkat kaki pada posisi berbaring, infus fenilefrin, akan menurunkan gradient dinamik, menyebabkan berkurangnya intensitas bising.(5) 5. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan EKG akan ditemukan : Hipertropi ventrikel kiri yang ditandai dengan QRS yang sangat tinggi (hipertrofi ventrikel kiri), QRS bifasik dengan voltase tinggi (hipertrofi septum dan ventrikel kanan yang terlihat di (V2,V3,V4).(5) atau berubahnya gelombang ST-T pada lead precordial lateral (V4 V6). Namun tanda hipertopi ventrikel kiri ini bisa saja tidak terlihat pada pasien yang mengalami penebalan otot jantung secara masif, sehingga EKG yang normalpun bisa saja terjadi pada HCM.(6)
12

Inversi gelombang T yang nyata, poor R wave progresif dan gelombang Q pada sadapan inferior (pseudoinfark). Gelombang Q yang abnormal dan besar yang menstimulasi infark miokard akan terbentuk pada depolarisasi septum.(6)

Tanda lainnya adalah P-R interval yang pendek, Wollf-ParkinsonWhite syndrome, deviasi aksis kiri hemiblok anterior kiri, dan LBBB / RBBB komplit bisa saja ditemukan. Depolarisasi dini dari atrium dan ventrikel juga biasa terjadi, namun terkadang tanda tersebut hanya dapat di deteksi dengan ambulatory EKG recording. Terjadinya hambatan jantung yang komplit jarang terjadi.(6)

Inversi gel T yang dalam pada sandapan precordial bisa sebagai tanda adanya HCM apical, namun hal ini dapat ditemukan pada kardiomiopati jenis lainnya. Hal inilah yang sering menyulitkan dalam membedakan HCM dengan infark subendokardiak pada pasien-pasien dengan nyeri dada.(6) Foto thorax Pada foto thorax posisi PA dan lateral biasanya menunjukkan tanda-tanda normal. Akibat dari pembesaran ventrikel hampir tidak terlihat karena ukuran kavitas jantung tidak meningkat. Ukuran atrium kiri juga normal atau sedikit meningkat, namun lain halnya jika terjadi dekompensasi tahap lanjut. Pada foto toraks tampak pembesaran jantung ringan sampai sedang, dengan batas ventrikel kiri membulat.(7,10) Pembuluh darah paru seakan menghilang, namun udem paru ringan dan tanda hipertensi arteri pulmonalis jarang terjadi.(6) Echocardiografi Merupakan metode diagnosa yang penting dalam

mengidentifikasi HCM karena dapat mengevaluasi ketebalan otot jantung pada bagian septum interventrikuler dan dinding posterior dari ventrikel kiri serta pergerakannya saat terjadinya sistol, ukuran saat akhir diastol dan ukuran saat akhir sistol dari ruang ventrikel kiri. Juga bisa menunjukkan ukuran aliran keluar dari ventrikel kiri (yaitu ruang
13

diantara lembar katub anterior dan septum interventrikuler), dan juga bisa menunjukkan aspek fungsi pergerakan katub aorta dan katub mitral. Selain itu echokardiografi juga bisa menunjukkan penyebaran dan ketidak-simetrisan penebalan otot jantung. Adanya dinamisasi obstruksi aliran keluar (outflow) ventrikel kiri dapat didiagnosa dengan menganalisa pergerakan katub mitral saat terjadinya sistol. (10) Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan aliran darah dalam rongga jantung dan pembuluh darah besar. Selain itu juga untuk menilai beratnya obstruksi jalur keluar ventrikel kiri dan regurgitasi mitral serta komplians diastoli.(10) Oki dkk (14) dengan ekokardiogram transesofageal menemukan bahwa 44% pasien dengan HCM disertai dengan prolaps katub mitral, sedangkan SAM katup mitral ditemukan pada semua pasien. 6. Penatalaksanaan Penatalaksanan ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara mengurangi keluhan dan komplikasi, membatasi gejala dan memperlambat mendadak.(4) Penatalaksanaan utama adalah dengan obat-obatan. Pada sebagian kecil pasien mungkin diperlukan tindakan operatif. Olah raga kompetitif dan aktivitas berat lainnya harus dilarang. (10) Empat Obat-obatan yang dipakai meliputi Beta Blocker, penghambat saluran kalsium, antiaritmi dan obat profilaksis endokarditis infektif.(10) Beta Blocker bermanfaat untuk mengurangi denyut jantung, mengurangi gradien jalur keluar, mengurangi angina dengan penurunan kebutuhan oksigen miokard, memperbaiki pengisian
14

progresifitas

penyakit

dan

mencegah

kematian

diastolik ventrikel kiri, efek antiaritmi, mengurangi beban ventrikel kiri.(10,11,15). Ringkasnya Beta Blocker dapat memperbaiki semua keluhan utama seperti nyeri dada, sesak, pusing atau pingsan serta mencegah kematian mendadak. Obat pilihan adalah propanolol dengan dosis 160-320 mg/hari, kadang-kadang diperlukan dosis lebih tinggi (640 mg/hari). Alternatif lain adalah metoprolol dan atenolol.(4) Penghambat saluran kalsium digunakan pada HCM karena bersifat inotropik negatif dan kronotropik negatif serta memperbaiki komplians diastolik (relaksasi dan pengisian ventrikel), mengurangi iskemia miokard dan mengurangi obstruksi jalur keluar.(10,14) Golongan penghambat saluran kalsium yang dipakai adalah verapamil 3 x 80 mg sampai 3 x 240 mg per hari. Verapamil dikatakan memperbaiki keluhan angina lebih baik daripada beta blocker, selain itu bersifat antiaritmi dan mungkin memperbaiki kelainan metabolisme kalsium yang diduga sebagai penyebab HCM. Sebagai altenatif dapat dipakai diltiazem, sedangkan penggunaan nifedipin masih kontroversial.(10) Perrot dkk

melaporkan sebuah kasus kematian mendadak pada seorang lakilaki usia 62 tahun dengan HCM dan fibrilasi atrial (AF) yang diterapi dengan verapamil 360 mg/hari. Pada evaluasi pasien ini didapatkan blok atrioventrikuler (AV) derajat 3 diikuti asistol. Oleh karena itu perlu diwaspadai keracunan verapamil yang

menyebabkan disosiasi AV derajat 3, blok AV derajat 1-3 bahkan asistol. (16) Disopiramid efektif untuk penatalaksanaan aritmi ventrikel dan supraventrikel, di samping itu juga memiliki efek inotropik negatif sehingga mengurangi gradien subaortik, diberikandengan dosis 3 x 100-300 mg/hari.(15) Namun demikian disopiramid dapat

memperpendek waktu konduksi nodus atrioventrikuler sehingga


15

meningkatkan paroksismal.

kecepatan

ventrikel

selama

fibrilasi

atrial

Amiodaron efektif untuk mengatasi takiaritmi ventrikel dan supraventrikel. Diduga mekanisme kerjanya adalah melalui efek bradikardi, memperbaiki fungsi diastolik dan efek inotropik negatif. Amiodaron hanya digunakan pada pasien HCM yang tidak membaik dengan beta blocker dan penghambat saluran kalsium, karena berpotensi memperburuk hemodinamik atau keadaan klinis pada sebagian pasien.(15) Dosis 600 mg/hari selama 5 hari lalu 400 mg/hari dalam dosis terbagi dalam 5 hari berikutnya.(4) Untuk pencegahan mg/hari.
(8)

kematian

mendadak

digunakan

dosis

100-300

Pemakaian diuretik pada HCM masih kontroversial karena efek penurunan preload dapat mengeksaserbasi gradien jalur keluar, namun demikian diuretik dikombinasi dengan beta blocker atau verapamil dapat mengurangi kongesti paru pada gagal jantung kongestif sehingga memperbaiki keluhan sesak.(15) Pada pasien HCM dengan atrial fibrilasi (AF) karena risiko emboli sistemik dan stroke, memerlukan terapi antikoagulan. Bila terjadi aritmia ventrikel yang mengancam jiwa, obat pilihan adalah lidokain.(8) Obat-obat dengan efek inotropik positif seperti digoksin, epinefrin, dobutamin dan amrinon harus dihindari.(8,11,15) Tindakan pembedahan untuk HCM pertama kali dilakukan tahun 1958. Saat ini prosedur yang paling banyak dipakai adalah miotomi-miektomi septum ventrikel; suatu bagian basal septum ( sekitar 2-5 gram ) direseksi lewat suatu aortotomi atau miotomi septum yaitu suatu insisi dibuat pada area anatomi yang sama tetapi jaringan tidak dikeluarkan.(15) Tujuan intervensi bedah adalah menghilangkan obstruksi dinamik jalur keluar ventrikel kiri dan menurunkan tekanan sistolik ventrikel kiri. Tujuan akhir adalah memperbaiki keluhan dan kualitas hidup. Indikasi tindakan bedah
16

adalah pada pasien dengan gejala yang hebat yang tidak dapat diatasi dengan terapi medis dan gradien tekanan di ventrikel kiri sedikitnya 50 mm Hg saat sistol dengan hipertrofi septum yang hebat.(4,5,11,17) Pada beberapa pasien dilakukan penggantian katup mitral. Ini dilakukan pada keadaan rerurgitasi mitral berat karena prolaps katup mitral, obstruksi mid-cavity karena insersi abnormal muskulus papilaris pada daun katup mitral anterior.(11) Tindakan lain yang dapat dicoba adalah dual-chamber permanent pacing.(11,18,20) Tindakan ini memperbaiki keluhan dan menurunkan gradien jalur keluar, diduga karena mengubah pola kontraksi ventrikel. Perbaikan gejala biasanya terlihat setelah 6-12 minggu, tetapi perubahan selanjutnya terlihat sampai satu tahun berikutnya.(18) Membuat infark pada septum interventrikuler dengan injeksi etanol ke dalam arteri koronaria septal juga dilaporkan mengurangi obstruksi.(11,20) Insersi implantable

automatic defibrillator seharusnya dipertimbangkan pada pasien yang selamat dari henti jantung dan mereka yang memiliki risiko tinggi takiaritmia ventrikel.(11,20) Dalvi dkk(19) mengusulkan percutaneous radiofrequency ablation terhadap cabang berkas kiri yang menyebabkan blok cabang berkas kiri, sehingga akan mengubah pola kontraksi septum dan pada akhirnya menyebabkan ventrikel kiri. pengurangan obstruksi jalur keluar

7. Prognosis Pada penelitian terakhir angka mortalitas HCM 1% pertahun.(20) Prognosis sebagian besar ditentukan oleh kecenderungan terjadinya kematian mendadak (50-70% dari seluruh kematian).(4,11) Kematian mendadak banyak terjadi pada usia < 30 tahun. Pasien yang memiliki risiko tinggi kematian mendadak adalah mereka dengan episode
17

takikardi ventrikel, hipertrofi ventrikel yang hebat, riwayat sinkop, riwayat keluarga dengan kematian mendadak. Penyebab kematian lain adalah gagal jantung kongestif, emboli sistemik, endokarditis infektif, infark miokard masif.(4) Sebagian pasien keadaannya stabil atau malah membaik dalam jangka waktu 10 tahun.(7) Endokarditis infektif terjadi pada < 10% pasien HCM. Pasien yang dapat bertahan sampai usia lanjut (> 50 tahun) sering mengalami penipisan dinding ventrikel yang hipertrofi (karena nekrosis miokard) sehingga terjadi dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri tanpa gradien jalur keluar (5-10%). Pasien dengan mutasi gen Arg 403 Gln sering mengalami pengurangan masa hidup yang menyolok. Pasien KH dengan mutasi gen ini , tidak lebih dari 50% dapat melewati usia 45 tahun.(11) b. Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomiopati/DCM) 1. Definisi Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak

ditemukan. Dengan deskripsi kelainan yang ditemukan : dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering kali disertai gejala gagal jantung kongestif (CHF). Satu dari tiga kasus gagal jantung kongestif terjadi pada kardiomiopati dilatasi, dan yang lainnya merupakan konsekuensi dari penyakit jantung koroner(21). 2. Etiologi Penyebab yang tersering adalah penyakit jantung iskemik atau penyakit katup jantung. Masalah yang yang mendasar ditandai adalah dengan

menghilangnya

kontraktilitas

miokardium,

menghilangnya kemampuan sistolik jantung. Kardiomiopati dilatasi menyebabkan penurunan fraksi ejeksi, peningkatan volume end-diastolik, dan volume residual, penurunan volume sekuncup ventrikel, serta gagal biventrikel(3).

18

Gambar 4. Perbandingan jantung normal (kiri), kardiomiopati hipertrofik (tengah) dan kardiomiopati dilatasi (kanan).

Sekitar setengah kasus, etiologi kardiomiopati dilatasi adalah idiopatik, tetapi kemungkinan besar kelainan ini merupakan hasil akhir dari kerusakan miokard akibat produksi berbagai macam toksin, zat metabolit, atau infeksi. Kerusakan akibat infeksi viral akut pada miokard yang akhirnya mengakibatkan terjadi kardiomiopati dilatasi ini terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada kardiomiopati dilatasi yang disebabkan oleh penggunaan alkohol, kehamilan (pada 3-4 bulan pertama), penyakit tiroid, penggunaan kokain dan keadaan takikardia kronik yang tidak terkontrol, dikatakan kardiomiopati tersebut bersifat reversibel. Obesitas akan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung, sebagaimana juga gejala sleep apnea(22,23,24.25) Kardiomiopati dilatasi dapat juga diakibatkan oleh

konsekuensi lanjut infeksi virus, bakteri, parasit atau proses autoimun. Respon inflamasi dan autoimun termasuk pelepasan sitokin dan interleukin yang menghasilkan terjadinya miokarditis dan fungsi kontraktil. Jenis ini diklasifikasikan ke dalam inflammatory cardiomyopathy oleh WHO(3).
19

Penyakit ini bersifat genetik heterogen tetapi kebanyakan transmisinya secara autosomal dominan, walaupun dapat pula secara autosomal resesif dan diturunkan secara x-linked. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana seseorang akan memiliki predisposisi kardiomiopati dilatasi apabila tidak diketahui riwayat kejadian penyakit ini dalam keluarganya(2). 3. Gejala Klinis Gejala klinis yang menonjol adalah dyspnoe dan fatigue. Kongesti pulmonal sering didapati namun edema pulmonal jarang ada. Palpitasi, disritmia, sinkop merupakan gejala yang biasa. Tandatanda gagal jantung kongestif timbul secara bertahap pada sebagian besar pasien. Beberapa pasien mengalami dilatasi ventrikel kiri dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun sebelum timbul gejala. Pada beberapa kasus sering ditemukan gejala nyeri dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada yang tipikal kardiak tidak lazim ditemukan. Bila terdapat keluhan nyeri dada yang tipikal, dipikirkan kemungkinan terdapat penyakit jantung iskemia secara bersamaan. Akibat dari aritmia dan emboli sistemik kejadian sinkop cukup sering ditemukan keluhan nyeri dada akibat sekunder dari emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif(3,6). Keluhan seringkali timbul secara gradual, bahkan sebagian besar awalnya asimptomatik walaupun telah terjadi dilatasi ventrikel kiri selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dilatasi ini kadangkala diketahui bila telah timbul gejala atau secara kebetulan bila dilakukan pemeriksaan radiologi dada yag rutin. 4. Pemeriksaan Fisik Pembesaran jantung dengan derajat yang bervariasi dapat ditemukan, begitupula dengan gejala-gejala yang menyokong

diagnosis gagal jantung kongestif. Pada penyakit yang lanjut dapat pula ditemukan tekanan nadi yang sempit akibat gangguan pada isi
20

sekuncup. Pulsus Alternans dapat terjadi bila terdapat gagal ventrikel kiri yang berat. Tekanan darah dapat normal atau rendah. Jenis pernapasan Cheyne-stokes menunjukkan prognosis yang buruk. Peningkatan tekanan vena jugularis bila terdapat gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga dan keempat dapat pula terdengar, serta dapat ditemukan regurgutasi mitral ataupun trikuspid. Hati akan membesar dan seringkali teraba pulsasi, edema perifer serta asites akan timbul pada gagal jantung kanan yang lanjut. Pada pemeriksaan fisis jantung dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: Prekordium bergeser ke arah kiri Impuls pada ventrikel kanan Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi ventrikel kiri Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar presistolik gallop (S4) Split pada bunyi jantung kedua Gallop ventrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung 5. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran jantung akibat dilatasi ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi pembesaran pada seluruh ruang jantung. Pada lapang paru akan terlihat gambaran hipertensi pulmonal serta edema alveolar dan interstitial. Elaktrokardiografi akan menunjukkan gambaran sinus

takarkadi atau fibrilasi atrial, aritmia ventrikel, abnormalitas atrium kiri, abnormalitas segmen ST yang tidak spesifik dan kadang-kadang

21

tampak gambaran gangguan konduksi intraventrikular dan low voltage(6) 6. Penatalaksanaan Terapi kardiomiopati dilatasi ini ditujukan untuk

pengurangan garam dan penggunaan digitalis glikosida, vasodilator, dan diuretik. Antikoagulan diberikan untuk mencegah emboli sistemik atau pulmonal. Istirahat total dianjurkan untuk perawatan jangka panjang agar terjadi penurunan beban kerja jantung yang melemah. Kortikosteroid dan immunosupressan dapat berguna bagi orang yang mengalami inflamasi, serta vasodilator digunakan untuk melawan kongesti. Dilatasi vena mengurangi volume preload dengan

meningkatkan pooling vena perifer, sehingga terjadi penurunan volume darah sentral dan mengurangi kongesti pulmonal(3). Golongan kalsium antagonis tidak dianjurkan untuk dikombinasi pemberiannya dengan pengobatan standar seperti di atas, dan bukan merupakan pengobatan lini pertama. Kemungkinan terdapatnya hubungan antara kardiomiopati dilatasi dengan

abnormalitas sirkulasi mikrovaskular, gangguan kanal kalsium merupakan alasan pertimbangan pemberian golongan obat ini sebagai salah satu pilihan pengobatan. Secara umum penggunaan obat-obat golongan ini dapat ditoleransi dengan baik, walaupun efek depresi miokardium yang merupakan efek samping penting yang harus dipertimbangkan dalam pilihan pengobatan.(7) 7. Prognosis Secara umum prognosis penyakit ini jelek. Beberapa variasi kinis yang dapat menjadi prediktor pasien kardiomiopati dilatasi yang mempunyai resiko kematian tinggi antara lain : terdapatnya gallop protodiastolik (S3), aritmia ventrikel, usia lanjut, dan kegagalan stimulasi inotropik terhadap ventrikel yang telah mengalami miopati tersebut.(7)
22

Dapat dikatakan bahwa semakin besar ventrikel yang disertai disfungsi semakin berat berhubungan erat dengan prognosis yang semakin buruk. Khususnya bila terdapat dilatasi ventrikel kanan disertai gangguan fungsinya. Uji latih kardiopulmonal juga berguna sebagai gambaran prognostik. Keterbatasan yang bermakna dari kapasitas latihan yang digambarkan dengan penurunan ambilan oksigen aiatemik maksimal merupakan prediktor mortalitas dan dipergunakan sebagai indikator dan pertimbangan untuk trensplantasi jantung.(7) Kematian biasanya baru terjadi setelah 5 tahun(3). c. Kardiomiopati Restriktif 1. Definisi Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya tidak diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel(3,4) Pada pemeriksaan patologi-anatomis ditemukan adanya fibrosis, hipertrofi atau infiltrasi pada otot-otot jantung yang menyebabkan gangguan fungsi diastolik tersebut(3,7). 2. Etiologi a. Kardiomiopati restriktif idiopatik Pada pasien ini ditemukan adanya fibrosis dan berbagai macam variasi hipertrofi selular, dan dinding ventrikel sendiri bisa saja tidak bertambah tebal. Usia rata-rata yang mengalami kardiomiopati ini adalah sekitar 20-30 tahun, kebanyakan di antaranya adalah wanita. Manifestasi klinisnya juga bervariasi mulai dari yang simtomatik namun stabil sampai kepada yang dapat meninggal secara tepat tanpa transplantasi untuk mengatasi gagal jantungnya. .(7) Kardiomiopati idiopatik juga ditemukan pada anak-anak terutama perempuan dengan usia sekitar 4 tahun. Pada umumnya meninggal setelah beberapa tahun, mengindikasikan bahwa prognosis pada anak-anak lebih buruk daripada orang dewasa. .(7)
23

b. Familial kardiomiopati Pernah dilaporkan adanya kardiomiopati restriktif yang dialami oleh sejumlah anggota keluarga.(7). c. Loeffler kardiomiopati Merupakan kardiomiopati yang berhubungan dengan eosinofilia. Laki-laki lebih banyak terkena kardiomiopati ini. Terdapat beberapa tingkatan klinis, yaitu; keterlibatan multiorgan, adanya respon inflamasi sistemik, dan tromboemboli. .(7) d. Fibrosis endokardial tropik (jarang) Manifestasi berupa gagal jantung dengan asites serta edema yang sering terjadi pada masa akhir anak-anak dan masa dini dewasa.(7) e. Amyloidosis Pasien dengan amyloidosis kardiak harus dievaluasi adanya keterlibatan organ lain karena biasanya amyloidosis kardiak ini muncul bersama dengan beberapa bentuk penyakit sistemik. Pasien dengan gejala gagal jantung yang disebabkan amyloidosis kardiak ini akan meninggal dalam jangka waktu 6 bulan. Tingkat keparahan hemodinamik dan masalah tekanan arterial yang rendah serta insufisiensi renal menyebabkan pasien ini sulit ditangani. f. Inborn error metabolik Gambaran kardiomiopati restriktif didapati juga pada glicogen storage disease, Fabry disease, gaucher disease, dan mukolpolisakaridase. (7) g. Hemokromatosis dan Hemosiderosis Dapat menyebabkan kardiomiopati restriktif, namun merupakan manifestasi yang jarang. Kebanyakan berhubungan dengan kardiomiopati dilatasi.(7) h. Sarkoidosis (jarang)

24

Manifestasinya biasa berupa aritmia dan konduksi yang abnormal. Apabila terdapat gagal jantung kongestif, fungsi sistolik akan menurun, dan biasanya terdapat aneurisma ventrikular.(7) i. Radiation-induced fibrosis Lebih sering menyebabkan perikarditis konstriktiva, namun dapat juga menyebabkan kardiomiopati restriktif. (7) j. Sebab lainnya Pseudoxanthoma elasticum, arteritis koroner, tuberkulosis miokardial, infiltrasi lemak terhadap miokardium, defisiensi karnitin, neoplasma, dan carsinoid heart disease.(7) 3. Gejala Klinis Manifestasi klinis berdasarkan kepada kelainan hemodinamik yang mengakibatkan adanya gejala-gejala gagal jantung kongestif. Gejala yang sering meskipun tidak spesifik antara lain dyspnoe, paroxysmal nocturnal dyspnoe, orthopnoe, oedem perifer, ascites, dan gejala umum lainnya seperti lemah, dan lemas(6). 4. Pemeriksaan Fisik Tergantung derajat penyakitnya, dapat ditemukan

pemeriksaan fisis dalam batas normal sampai didapatkan keadaan gagal jantung kongestif yang berat, antara lain edema perifer, ascites, dan volume cardiac output yang rendah dengan manifestasi berupa ekstremitas yang dingin, hipotensi, dan letargi(6). 5. Pemeriksaan Penunjang Pada rontgen thorax ditemukan kongesti vena pulmonalis dan efusi pleura(6). Pada pemeriksaan EKG ditemukan low voltage. Terlihat juga gangguan konduksi intra-ventrikular dan gangguan konduksi atrioventrikular. Pada pemeriksaan Echocardiography tampak dinding ventrikel kiri menebal serta penambahan massa di dalam ventrikel. Ruangan ventrikel normal atau mengecil dan fungsi sistolik yang masih normal. Pada sandapan jantung ditemukan compliance
25

ventrikel kiri mengurang dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan(7). 6. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan untuk kardiomiopati ini yaitu; terapi terhadap irama, sistem konduksi, dan komplikasi tromboemboli, serta pengobatan terhadap kelainan lain yang mendasari jika ada. Obat-obat anti aritmia diberikan bila ada gangguan irama. Umumnya aritmia dapat menyebabkan kematian mendadak. Pemasangan alat pacu jantung untuk gangguan konduksi yang berat dapat diberikan.(7)

26

BAB III KESIMPULAN Terminologi kardiomiopati telah mengalami beberapa kali perkembangan. Berdasarkan hasil konsensus panel ahli dinyatakan bahwa definisi kardiomiopati yaitu suatu kelompok heterogen dari penyakit miokardium yang terkait dengan disfungsi mekanik dan/atau elektrik yang biasanya (tidak selalu) menunjukkan adanya hipertrofi atau dilatasi ventrikular yang tidak sesuai dan karena adanya berbagai penyebab yang biasanya adalah faktor genetik. Kardiomiopati hipertrofik adalah kelainan primer pada miokard yang tidak diketahui penyebabnya, diturunkan secara dominan autosomal, ditandai dengan hipertrofi masif ventrikel kiri, septum interventrikuler (kadangkadang ventrikel kanan), dengan penurunan volume sistolik, peningkatan kekuatan kontraksi dan gangguan relaksasi Kardiomiopati dilatasi adalah jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan. Dengan deskripsi kelainan yang ditemukan : dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering kali disertai gejala gagal jantung kongestif (CHF). Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya tidak diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel Dari seluruh etiologi yang diketahui, pada dasarnya kardiomiopati ini bermanifestasi klinis berupa penyakit gagal jantung kongestif seperti; sesak, gangguan konduksi, gangguan workload, gangguan kontraksi, dan lain-lain.

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Nasution SA, 2007, Kardiomiopati, dalam Sudoyo AW dkk (ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 1600-1603, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Wayne J, Braundwald E. cardiomyopathy and Myocarditis. In Harrison principles of international Medicine 16 th vol II: pp 1408-13 3. Maron BJ. Hypertrophic cardiomyopathy. Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Braunwald E, eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders; 2007. Dikutip dari http://www.mdconsult.com/about/book/838215252/instruct.html?DOCID=1549. 4. Goodwin JF. Cardiomyopathy and myocarditis. In Cheng TO (ed). The International Textbook of Cardiology. New York : Pergamon Press, 1986: pp 732-51. 5. Mason JW. Classification of cardiomyopathy. In Schlant RC, Alexander RW (eds). Hurst`s. The Heart. 8th ed.Vol II. New York : Mc Graw Hill Inc., 1994 : pp 1585-90. 6. Pravin Shah,MD. Hypertrophic cardiomyopathies. In Crawford MH (ed). A lange medical book; Current Diagnosis & Treatment in Cardiology Interntional Edition, New York : Prentice-Hall International,Inc, 1994: pp 172-78 7. Wynne J, Braunwald E. The cardiomyopathies and myocarditides. In Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, et al (eds). Harrison`s Principles of Internal Medicine.14th ed. Vol 1. New York : Mc Graw Hill, 1998 : pp 1328-34. 8. Follman D, Sobotka P. Valvular heart diseases. In Hall JB, Schmidt GA, Wood LDH (eds). Principles of Critical Care. Vol II. New York : Mc Graw Hill Inc, 1992 : pp 1542-55. 9. Maron BJ, Roberts WC. Hypertrophic cardiomyopathy. In Schlant RC, Alexander RW (eds). Huest`s. The Heart. 8th ed. Vol II. Mc Graw Hill Inc., 1994 : pp 1621-33.
28

10. Nishimura RA, Giulani ER, Tajik AJ, Brandenburg RO. Hypertrophic cardiomyopathy. In Brandenburg RO, Fuster V, Giuliani ER, Mc Goon DC (eds). Cardiology : Fundamentals and Practice. Chicago : Year Book Medical Publishers Inc, 1987 : pp 1636-50. 11. Spirito P, Seidman CE, McKenna WJ, Maron BJ. The management of hypertrophic cardiomyopathy. N Engl J Med 1997; 336 : 775-83. 12. Watkins H, Rosenzweig A, Hwang DS, et al. Characteristics and prognostic implications of myosin missense mutations in familial hypertrophic cardiomyopathy. N Engl J Med 1992; 326 : 1108-14. 13. Alday LE, Moreyra E. Secondary hypertrophic cardiomyopathy in infancy and childhood. Am Heart J 1984; 108: 996-8. 14. Oki T, Fukuda N, Iuchi A, et al. Transesophageal echocardiographic evaluation of mitral regurgitation in hypertrophic cardiomyopathy and related abnormalities of the mitral complex. J Am Soc Echocardiogram 1995; 8: 50310 15. Maron BJ, Bonow RO, Cannon R, Leon MB, Epstein SE. Hypertrophic cardiomyopathy : interrelation of clinical manifestation, pathophysiology and therapy. N Engl J Med 1987; 316: 844-52. 16. Perrot B, Danchin N, Chaise AT. Verapamil : a case of sudden death in a patient with hypertrophic cardiomyopathy. Br Heart J 1984; 51 : 352-4. 17. Goodwin JF. Congestive and hypertrophic cardiomyopathies. Lancet 1970; April : 731-9. 18. Fananapazir L, Epstein ND, Curiel RV, et al. Long term results of dual chamber(DDD) pacing in obstructive hypertrophic cardiomyopathy. Evidence for progressive symptomatic and hemodynamic improvement and reduction of left ventricular hypertrophy. Circulation 1994; 90: 2731-42. 19. Dalvi B. Percutaneous radiofrequency ablation of the left bundle branch : an alternative modality of treatment for patients with HOCM. Med Hypothesis 1994; 43: 141-4

29

20. Jota S. Kardiomiopati. Dalam Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996 : hal. 1072-6. 21. Maron BJ dkk, 2006, Contemporary Definitions and Classification of The Cardiomyopathies, Circulation, 113, 1807-1816. 22. McCane KL, Huether SE, 2006, Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 5th edition, Canada: Alsevier Mosby. 23. Mestroni L. Gilbert EM dkk, 2009, Dilated Cardiomyopathies, dalam Fuster V, ORourke RA, Walsh RA dkk (ed.), Hursts The Heart 12th edition, 476-489, New York: McGraw-Hill. 24. Pinney SP dkk, 2009, Myocarditis and Spesific Cardiomyopathies, dalam Fuster V, ORourke RA, Walsh RA dkk (ed.), Hursts The Heart 12th edition, 506-517, New York: McGraw-Hill. 25. Shaw LR, ORourke RA, 2009, Hypertrophic Cardiomyopathies, dalam Fuster V, ORourke RA, Walsh RA dkk (ed.), Hursts The Heart 12th edition, 490-505, New York: McGraw-Hill.

30

Anda mungkin juga menyukai