Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Daur (siklus) Hidrologi

Daur Hidrologi merupakan suatu daur yang melingkupi proses perubahan bentuk air

yang ada dipermukaan bumi menjadi bentuk lain. Yang pertama daur tersebut dapat

merupakan daur pendek yaitu misalnya hujan yang jatuh di laut, danau atau sungai

yang segera dapat mengalir kembali ke laut. Kedua, tidak adanya keseragaman waktu

yang diperlukan oleh suatu daur. Pada musim kemarau kelihatannya daur terhenti

sedangkan di musim hujan berjalan kembali. Ketiga, intensitas dan frekwensi daur

tergantung pada keadaan geografi dan iklim, yang mana hal ini merupakan akibat

adanya matahari yang berubah-ubah letaknya terhadap meridian bumi sepanjang

tahun. Keempat, berbagai bagian dari daur dapat menjadi sangat kompleks sehingga

hanya dapat diamati bagian akhirnya saja dari suatu hujan yang jatuh di atas

permukaan tanah dan kemudian mencari jalannya untuk kembali ke laut.

Air laut menguap karena adanya radiasi matahari, dan awan yang terjadi oleh uap air,

bergerak di atas daratan berhubung didesak oleh angin. Presipitasi karena adanya

tabrakan antara butir-butir uap air akibat desakan angin, dapat berbentuk hujan yang

jatuh ke tanah yang berbentuk limpasan (run off) yang mengalir kembali ke laut.

Beberapa diantaranya masuk kembali ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus

ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah

4
permukaan air tanah atau permukaan (phreatik). Air dalam daerah ini bergerak

perlahan-lahan melewati akuifer masuk ke sungai atau kadang-kadang masuk ke laut.

Air yang merembes ke dalam tanah (infiltrasi) memberi hidup kepada tumbuh-

tumbuhan dan beberapa di antaranya naik ke atas lewat akar dan batangnya, sehingga

terjadi transpirasi, yaitu penguapan (evaporasi) lewat tumbuh-tumbuhan melalui

bagian bawah daun (stomata).

Air yang tertahan di permukaan tanah (surface detention) sebagian diuapkan dan

sebagian besar mengalir masuk ke sungai-sungai kecil mengalir sebagai limpasan

permukaan (surface runoff) ke dalam palung sungai.

Permukaan sungai dan danau juga mengalami penguapan sehingga masih ada air

yang dipindahkan menjadi uap. Akhirnya sisa air yang tidak diinfiltrasikan atau

diuapkan akan kembali ke laut lewat palung sungai. Air tanah jauh lebih lambat

bergeraknya, baik yang bergerak masuk ke dalam palung sungai atau yang merembes

ke pantai dan masuk ke laut. Dengan demikian seluruh daur telah dijalani dan akan

berulang kembali.

Daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari

atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer: evaporasi dari tanah atau laut

maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di

dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi kembali.

5
Presipitasi dalam segala bentuk, jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan

tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh

pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang kemudian berevaporasi dan atau mencapai

permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) selama suatu

waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (through fall = air tembus) khususnya

pada kasus hujan dengan intensitas yang tinggi dan lama. Sebagian presipitasi

berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan

tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke

dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di

bawah muka air tanah. Air ini secara perlahan berpindah melalui akuifer ke saluran-

saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa

mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga

memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa lengas ini

diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun.

Setelah bagian presipitasi pertama yang membasahi permukaan tanah dan

berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut

dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya, detensi permukaan menjadi lebih

tebal (lebih dalam) dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan betambahnya

kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir ini berbentuk

limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari

6
limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi.

Akhirnya, limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai.

Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir

kembali ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini nampak

kembali pada permukaan bumi sebagai presipitasi. Ini adalah daur hidrologi yang

sangat rumit. Daur ini juga mengandung daur-daur kecil seperti presipitasi yang jatuh

pada permukaan air dan kemudian berevaporasi tanpa terlibat dengan proses-proses

lainnya.

Sebagaimana dilihat dari penjelasan singkat tentang daur hidrologi, tanggapan daerah

aliran sungai terhadap presipitasi merupakan keluaran dari saling tindak proses ini.

Limpasan nampak pada sistem yang sangat kompleks setelah pelintasan presipitasi

melalui beberapa langkah penyimpanan dan transfer. Kompleksitas ini meningkat

dengan keragaman areal vegetasi, formasi-formasi geologi, kondisi tanah dan

disamping ini juga keragaman-keragaman areal dan waktu dari faktor-faktor iklim.

II.2 Curah Hujan

Proses terjadinya hujan tidak bisa dilepaskan dari siklus hidrologi yang pada dasarnya

merupakan proses berputar perubahan bentuk air menjadi gas kembali ke air. Air

yang ada dipermukaan bumi baik di lautan maupun di daratan termasuk yang terdapat

dalam tumbuhan akan menguap akibat energi radiasi matahari. Uap air selanjutnya

terangkat ke atas melalui proses konveksi, orografis dan frontal. Keadaan suhu udara

7
troposfer yang semakin ke atas semakin rendah mempercepat terjadinya proses

kondensasi . Awan yang terbentuk sebagai hasil dari kondensasi uap air akan terbawa

oleh angin sehingga berpeluang untuk tersebar ke seluruh permukaan bumi. Pada

keadaan di mana butiran air mencapai ukuran yang cukup besar sehingga tidak

tertahankan lagi oleh tarikan gravitasi bumi, maka jatuhlah ia sebagai hujan.

Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan luas

permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan dapat

dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam

jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan

dalam m3/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Curah hujan

10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m 2 adalah 10 liter

(Hilmin,2005).

II.3 Debit Limpasan (Run Off)

Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah

menuju sungai, danau atau laut.

Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua air yang

berasal dari curah hujan akan menjadi sumber bagi sistem drainase. Dari banyak

faktor, yang paling berpengaruh yaitu :

• Kondisi penggunaan lahan

• Kemiringan lahan

8
• Perbedaan ketinggian daerah

Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut koefisien air

limpasan. Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum ditentukan dengan

menggunakan metode rasional, antara lain sebagai berikut :

Q = 0,278 × C × I × A……………………………..……… ( 6 )

Dimana :

Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)

C = Koefisien limpasan (Tabel 2.3.1)

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)

9
Tabel 2.3.1 Beberapa Harga Koefisien Limpasan
Kemiringan Tutupan Koefisien Limpasan
<3% Sawah, rawa. 0.2
Hutan, perkebunan 0.3
Perumahan dengan kebun 0.4
3 % - 15 % Hutan, perkebunan 0.4
Perumahan 0.5
Tumbuhan yang jarang 0.6
Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0.7
> 15 % Hutan 0.6
Perumahan, kebun 0.7
Tumbuhan yang jarang 0.8
Tanpa tumbuhan, daerah tambang 0.9
Sumber : Diktat Kuliah Sistem Penyaliran Tambang (hal 4-3)

II.4. Air Tanah

Proses terjadinya air tanah berdasarkan bagaimana dan dimana air tanah tersebut

berada, distribusinya dibawah permukaan tanah dalam arah vertikal dan horizontal.

Zona geologi sangat mempengaruhi air tanah dan strukutrnya dalam arti kemampuan

untuk menyimpan dan menghasilkan air. Lapisan-lapisan bawah tanah akan

melakukan distribusi dan mempengaruhi gerakan air tanah, sehingga peranan geologi

terhadap hidrologi air tanah tidak dapat diabaikan.

Air tanah bermula dari berbagai cara, salah satu diantaranya adalah perembesan air

hujan ke dalam tanah. Air tanah bisa juga terbentuk dari peristiwa kondensasi dan

rembesan air danau, sungai, saluran air batuan, waduk-waduk,dan lain-lain. Air tanah

yang terbentuk akibat infiltrasi dan akibat kondensasi sangat erat kaitannya terhadap

kelembaban di atmosfir dan hydrosphere.

10
Kuantitas air hujan yang merembes ke dalam tanah tergantung kepada sifat serap

tanah tersebut, tipe vegetasi, topografi, posisi derajat kemiringan dan musim.

Kondisi-kondisi yang menyebabkan terdapatnya air tanah dalam lapisan kerak bumi

serta kualitasnya bermacam-macam. Karena hal tersebut di ataslah sehingga

diklasifikasikan berdasarkan kondisi terbentuknya.

Soil water terdapat pada permukaan bumi. Mereka dipengaruhi oleh perbedaan atau

peralihan iklim musiman. Pada musim panas menguap secara intensif; dalam musim

hujan ia bersenyawa dengan tanah menyebabkan tanah menjadi lumpur.

Sub-soil water, terdapat pada jarak tertentu di bawah permukaan tanah. Di bawahnya

terdapat apa yang disebut dengan lapisan kedap air. Lapisan ini kebanyakan terdiri

dari lapisan-lapisan tanah liat. Permukaan aliran air di bawah permukaan tanah

mengalir secara menurun menuju ke arah dimana ia terpotong atau tertimpa dan

membentuk semacam tekanan permukaan ( depression surface) dan biasanya keluar

berupa air artesian.

Perbedaan antara middle (interstratal) water dengan sub soil water adalah

terdapatnya lapisan kedap air di atas lapisan interstratal water. Lapisan kedap air ini

mencegah perembesan air permukaan (hujan, salju, dan air sungai) ke dalam

intersratal water.

Air tanah yang mengalir dengan pergerakan jauh lebih lambat di banding pergerakan

air di atas permukaan tanah. Kecepatan geraknya rata-rata 0,5-1 meter per hari. Laju

11
kecepatanya tergantung kepada ukuran pori-pori dalam lapisan batu-batu (laju

geraknya lebih cepat melalui lapisan batu-batu yang berpori besar), derajat

kemiringan hidrolik dari lapisan batu pembawa air, jarak tempuh, dan temperatur

yang menentukan kecairannya. Dalam lapisan tanah dan batu yang sulit diterobos air,

air tanah memerlukan waktu berbulan-bulan untuk mencapai jarak beberapa ratus

meter. Aktivitas air tanah yang deskruktif tercermin dalam penglarutan batu-batuan,

erosi mekanis dan penghanyutan partikel-partikel yang terkena erosi. Tidak seperti air

sungai, air tanah sangat padat dengan unsur-unsur mineral, kadang-kadang mencapai

kepadatan air garam.

Keseluruhan rangkaian fenomena geologis yang berkaitan dengan pelarutan

menyebabkan erosi lapisan tanah atau batuan membentuk lubang-lubang perembesan,

maka ketika air bergerak di lapisan batuan, air mengikis lapisan-lapisan batuan

dengan perjalanan memotong jalur-jalur air tadi sehingga mempertinggi arus-arus

bawah tanah (subterranean) dengan cabang-cabang aliran dan sebagian dari arus ini

menerobos ke permukaan menjadi air.

II.4.1.Sifat-Sifat Batuan Yang Mempengaruhi Air Tanah

Air tanah berada dalam formasi geologi yang tembus air (permeable) yang

dinamakan akuifer, yaitu formasi-formasi yang mempunyai struktur yang

memungkinkan adanya gerakan air melaluinya dalam kondisi medan (field condition)

biasa. Sebaliknya formasi yang sama sekali tidak tembus air (impermeable)

12
dinamakan aquiclude. Formasi tersebut mengandung air, tetapi tidak memungkinkan

adanya gerakan air yang melaluinya, sebagai contoh air dalam tanah liat. Aquifuge

adalah formasi kedap air yang tidak mengandung atau mengalirkan air, dan yang

termasuk dalam kategori ini adalah granit yang keras.

Porositas batuan atau tanah merupakan ukuran rongga-rongga yang terdapat di

dalamnya. ini dinyatakan dalam persentasi antara ruang-ruang kosong terhadap

volume massa.

Dipandang dari sudut pasok (supply) air tanah, batuan sedimen yang berbutir

mempunyai arti penting sekali. Porositas dalam endapan ini tergantung pada bentuk

dan susunan masing-masing butir dan tingkat sementasi dan pemadatannya. Dalam

formasi padat terbuangnya mineral oleh pelarutan dan tingkat frakturnya juga

merupakan faktor yang penting. Besarnya porositas berada mendekati 0% sampai

lebih dan 15%, tergantung kepada faktor-faktor tersebut di atas dan tipe material.

Nilai-nilai porositas untuk beberapa bahan sedimen dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel 2.4.1 Porositas Beberapa Bahan Sedimen


Bahan Porositas (%)
Tanah 50-60
Tanah Liat 45-55

Lanau (silt) 40-50


Pasir medium sampai kasar 35-40

13
Pasir bebutir serba sama (uniform) 30-40
Pasir halus sampai medium 30-35

Kerikil 30-40
Kerikil berpasir 20-35

Batu Pasir 10-20


Shale 1-10
Batu Kapur 1-10

Sumber : Diktat kuliah Tambang (hal 5-6)

II.4.2. Jenis dan Sifat Fisik Tanah/Batuan

Besarnya air limpasan juga tergantung pada permeabilitas tanah/batuan, yaitu daya

atau kemampuan tanah untuk dilalui oleh air. Jika permeabilias tanah/batuan besar

maka air limpasan yang mengalir akan banyak berkurang karena air akan mengalami

infiltrasi. Batuan yang memiliki permeabilitas yang kecil menyebabkan air hujan

yang jatuh sebagian besar akan menjadi air limpasan. Bila lapisan tanah lunak dan

lolos air, maka akan mudah terkikis oleh perembesan air dan tebing akan mudah

longsor.

Dari sudut pandang teknis, tanah-tanah itu dapat digolongkan ke dalam empat macam

pokok berikut ini :

• Batu Kerikil(Gravel)

• Pasir(sand)

• Lanau (Silt)

14
• Lempung : - Inorganik, Organik (Clay)

Golongan Batu kerikil dan pasir seringkali dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang

berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive, sedang golongan lanau dan lempung

di kenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir halus atau bahan-bahan yang

cohesive.

a. Batu Kerikil dan Pasir

Golongan ini terdiri dari pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk.

Butir-butir batu kerikil biasanya terdiri dari pecahan-pecahan batu, tetapi kadang-

kadang mungkin pula terdiri dari satu macam zat mineral tertentu, misalnya kwartz

atau flint. Butir-butir pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral, terutama

batu kapur (kwartz).

Dalam beberapa hal, mungkin hanya terdapat butir-butir dari satu ukuran saja, dalam

hal ini bahan tersebut dikatakan “seragam“. Pada macam lain, mungkin terdapat

ukuran-ukuran butir yang mencakup seluruh daerah ukuran, dari ukuran batu besar

sampai ke ukuran pasir halus, dan dalam hal ini bahan tersebut dikatakan bergradasi

baik.

b. Lempung

Lempung terdiri dari butir-butir yang sangat kecil dan menunjukan sifat-sifat

plastisitas dan cohesi. Cohesi menunjukan kenyataan bahwa bagian-bagian itu

melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan

15
bentuk itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya,

dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

c. Lanau

Adalah bahan yang merupakan peralihan antara lempung dan pasir halus. Kurang

plastis dan lebih mudah di tembus air dari pada lempung dan memperlihatkan sifat

dilatansi yang tidak terdapat dari lempung dan memperlihatkan sifat dilatansi yang

tidak terdapat pada lempung. Dilatansi ini menunjukan gejala perubahan isi apabila

lanau itu dirubah bentuknya. Juga lanau akan menunjukan gejala untuk menjadi

“quick” (hidup) apabila di guncang dan digetarkan.

Sedikit banyak, sifat-sifat tanah selalu tergantung pada ukuran butir-butirnya, dan ini

dipakai sebagai titik tolak untuk klasifikasi teknis dari tanah. Berdasarkan ini, tanah

dibagi sebagai berikut :

Tabel 2.4.3 Klasifikasi Tanah

Macam Tanah Batas-batas Ukuran Tanah


Berangkal (boulder) > 8 inci (20 cm)

Kerakal (Cobblestone) 3 inci – 8 inci (8 – 20 cm )

Batu kerikil (gravel) 2 mm – 3 inci ( 2 mm – 8 cm)

16
Pasir Kasar (Course sand ) 0,6 mm – 2 mm

Pasir sedang (Medium sand) 0,2 mm – 0,6 mm

Pasir halus (fine sand) 0,06 mm – 0,2 mm

Lanau (Siit) 0,002 mm – 0,06 mm

Lempung (clay) < 0,002 mm


Sumber : Buku Mekanika Tanah (hal 21)

Semua macam tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut

pori (voids) antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan antara satu

dengan yang lain sehingga air dapat mengalir melalui ruang pori tersebut. Proses ini

disebut rembesan (seepage) dan kemampuan tanah untuk dapat dirembes air disebut

daya rembesan (permeability).

II.5. Kemiringan Tanah

Ada tiga macam lereng yang perlu kita perhatikan yaitu :

• Lereng alam (yaitu lereng yang berbentuk karena proses-proses alam,

misalnya lereng suatu bukit).

• Lereng yang dibuat dalam tanah asli (misalnya bilamana tanah di potong

untuk pembuatan jalan atau saluran air untuk keperluan irigasi).

• Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan (misalnya tanggul untuk jalan

atau bendungan tanah).

17
Pada setiap macam lereng ini kemungkinan terjadinya longsoran selalu ada dan

bilamana perlu kita harus melakukan pemeriksaan atau penilaian terhadap lereng

tersebut untuk mengetahui apakah akan longsor atau tidak. Bidang yang menyelidiki

ini dalam bahasa inggris disebut “slope Stability”. Istilah “slope Stability” dalam

bahasa Indonesia ternayata belum disetujui secara umum, tetapi istilah “mantap” dan

“kemantapan” makin menjadi popular sekarang ini. Karena itu, istilah ini juga dipakai

disini,

Yaitu : Mantap = stable

Kemantapan = stability

Kemantapan lereng = slope stability

Prinsip dan cara yang dipakai untuk menentukan kemantapan lereng berlaku untuk

ketiga golongan lereng tersebut diatas.

Kita semua kiranya sudah sering melihat tanah longsor dan secara umum telah

mengetahui bentuknya tanah longsor. Biasanya jelas tanah yang longsor itu bergerak

pada suatu bidang tertentu. Bidang ini disebut bidang gelincir (slip surface) atau

bidang geser (shear surface). Bentuk bidang gelincir ini sering mendekati busur

lingkaran; dalam hal ini tanah longsor tersebut disebut “rotational slide” yang bersifat

berputar. Ada juga tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir lurus

dan sejajar dengan muka tanah; dalam hal ini tanah longsor disebut “ translational

slide”, yaitu bersifat bergerak dalam suatu jurusan. Tanah lonsor semacam ini

18
biasanya terjadi bilamana terdapat lapisan agak keras yang sejajar dengan permukaan

lereng.

II.6. Erosi

Erosi adalah pengikisan sebagian atau seluruh permukaan tanah oleh air atau angin.

Erosi yang disebabkan oleh air dapat berupa :

a. Erosi lempeng (sheet erosion), dimana butir-butir tanah diangkut lewat atas

permukaan tanah oleh selapis tipis limpasan permukaan yang dihasilkan oleh

intensitas hujan yang merupakan kelebihan dari daya infiltrasi.

b. Pembentukan polongan (gully), dimana terjadinya erosi lempeng terpusat pada

polongan tersebut. Kecepatan airnya jauh lebih besar dibandingkan kecepatan

limpasan permukaan tersebut di atas.

c. Longsoran massa tanah yang terletak di atas batuan keras atau lapisan tanah liat;

longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan yang panjang, sehingga lapisan

tanah tersebut menjadi jenuh oleh air tanah.

d. Erosi tebing sungai, terutama yang terjadi saat banjir, tebing tersebut mengalami

penggeseran air yang dapat menyebabkan longsornya tebing-tebing pada belokan-

belokan sungai.

II.6.1. Erosivitas, Erodibilitas dan Kecepatan Penggerusan

Erosi lempeng pada tanah tergantung kepada sifat-sifat curah hujan yang jatuh

tahanan yang diberikan oleh tanah terhadap pukulan butir-butir air hujan dan juga

19
tergantung kepada gerakan lapisan tipis air di atas permukaan tanah sebagai limpasan

permukaan (runOff).

Erosivitas merupakan sifat hujan; hujan dengan intensitas rendah jarang

rnenyebabkan erosi, tetapi hujan yang lebat dengan periode yang pendek atau panjang

dapat menyebabkannya limpasan permukaan yang besar dan kehilangan tanah. Sifat

curah hujan yang mempengaruhi erosivitas dipandang sebagai energi kinetik butir-

butir air hujan yang menumbuk permukaan tanah.

Erodibilitas merupakan ketidaksanggupan tanah untuk menahan tumbukan butir-butir

air hujan. Tanah yang tererosi cepat pada saat ditumbuk oleh butir-butir air hujan

mempunyai erodibilitas yang tinggi. Erodibilitas dapat diamati hanya kalau terjadi

erosi. Erodibilitas berbagai macam tanah hanya dapat diukur dan dibandingkan jika

disebabkan oleh hujan.

Kecepatan penggerusan (scour velocity), adalah kecepatan air yang akan

menggerakan tanah pada saat terjadi aliran lempeng (sheer flow atau rill flow) yang

bergerak di atas tanah tersebut (biasanya disebut overland flow). Kecepatan tersebut

tergantung kepada lereng permukaan, besarnya curah hujan yang tidak dapat

berinfiltrasi dan kekasaran permukaan tanah.

II.6.2 Rumus Kehilangan Tanah Universal

Rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

20
A=RKLSCP

Dengan

A = Kehilangan tanah yang dihitung dalam ton/ha.

R = Indeks erosivitas, yang diambil dari perkalian EI30 untuk suatu tempat, dibagi

100. R dapat diambil dari hujan tertentu, dan A menjadi kehilangan tanah yang

diramalkan untuk hujan tersebut. Biasanya diambil energi hujan tahunan rata-

rata sehingga diperoleh perkiraan kehilangan tanah tahunan

K = Merupakan faktor erodibilitas, dan merupakan kehilangan tanah per satuan

erosivitas untuk jenis tanah tertentu dalam kondisi dibajak dan ditanami terus

menerus pada plot yang mempunyai panjang 22,5 m dan kemiringan 9%. Ini

dinyatakan dalam ton per hektar per satuan erosivitas.

L = Faktor panjang kemiringan (length of slope factor), yang berhubungan dengan

kenyataan bahwa di Amerika Serikat panjang plot eksperimental selalu diambil

22,5 m. Oleh karena itu faktor ini dimaksudkan untuk membandingkan

kehilangan tanah dan suatu medan dengan panjang tertentu terhadap panjang

22,5 m tersebut.

S = Faktor kemiringan, yang merupakan ratio kehilangan tanah dan suatu medan

terhadap suatu medan serupa dengan kemiringan 9%.

C = Faktor pengelolaan tanaman, yang merupakan ratio kehilangan tanah dan suatu

medan yang mempunyai cara penanaman dan pengelolaan tertentu terhadap

medan serupa dalam kondisi dibajak tetapi tidak ditanami (fallow condition).

21
P = Faktor pengendalian erosi, merupakan ratio kehilangan tanah dari suatu medan

di mana tanamannya searah dengan kemiringan yang paling terjal.

Dengan variabel yang sebanyak itu di dalam rumus di atas maka tidaklah mudah

memecahkannya dengan cara kuantitatif, kecuali jika terdapat banyak data.

Rumus tersebut mempunyai dua buah kegunaan, yaitu:

(1). Meramalkan kehilangan tanah.

Jika medannya diketahui, cara pengelolaannya diketahui, maka kehilangan tanahnya

dapat diramalkan dari pola hujan tertentu yang tercurah selama waktu tertentu

(biasanya diambil curah hujan tahunan). Kehilangan tersebut merupakan nilai yang

diperkirakan (expected value), bukannya kehilangan yang bakal terjadi, dan tidak

merupakan nilai kehilangan yang bakal terjadi, misalnya selama tahun berikutnya,

karena intensitas curah hujannya tidak dapat ditentukan sebelum terjadi.

(2). Memilih cara bertani (agricultural practices).

Dalam penggunaan rumus tersebut, nilai A dipilih sebesar nilai yang dipandang dapat

diterima. karena menghentikan erosi sama sekali tidaklah mungkin. Beberapa faktor

seperti R, K dan S untuk medan tertentu tidak dapat segera diubah. Untuk faktor-

faktor lainnya mungkin dapat dilakukan dengan memilih cara bertani, sedemikian

rupa sehingga misalnya kalau C diberi nilai yang tinggi, maka P harus diperkecil.

22
Perlu dicatat disini bahwa persamaan diatas tersebut di atas hanya berlaku bagi lahan

yang diusahakan untuk bercocok tanam (lahan pertanian), jadi tidak termasuk erosi

yang terjadi dalam jalan-jalan air (watercourses).

Jadi, rumus dasarnya akan menjadi A = R K, untuk tanah yang permukaannya

dibajak, tanpa pengendalian erosi, panjang kemiringan 22,5 m, sedangkan

kemiringannya 9%. Pada prakteknya, variabel S dan L dapat disatukan, karena erosi

akan bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan medan

(lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah

besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya

kemiringan (lebih banyak limpasan menyebabkan lebih besarnya kedalaman aliran

permukaan, dan karena itu kecepatannya menjadi lebih tinggi). Penentuan yang

paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk

suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Berhubung berbagai lokasi

tersebut mempunyal iklim yang berbeda-beda, dengan berbagai ragam cara bercocok

tanam, maka untuk menentukan faktor C guna diterapkan pada suatu lahan tertentu,

diperlukan banyak data.

II.7. Tindakan-Tindakan Untuk Mengendalikan Erosi

23
Bila hendak melakukan tindakan anti erosi, kita harus memusatkan perhatian pada

usaha untuk memperkecil kecepatan air. Sekali didapatkan prinsip-prinsip dasarnya,

maka akan diperoleh beberapa cara untuk pemanfaatannya. Cara-cara tersebut

akhirnya akan saling menunjang.

Pertama-tama, kecepatan dapat dikurangi dengan memperkecil limpasan permukaan

(surface runoff), dengan membuat penangkap-penangkap air (interceptor), infiltrasi

atau dengan membuat tampungan cekungan (depression storage). Kecepatan air

tersebut dapat pula dikurangi dengan memperkecil lereng lahan atau dengan

memperbesar kekasaran jalan air.

Semua tindakan praktis tersebut di bawah ini dapat dilakukan guna memenuhi

prinsip-prinsip dasar tersebut di atas, yaitu:

a. Pengaturan penggunaan lahan

Ini memerlukan peraturan daerah atau undang-undang. Peraturan atau undang-undang

tersebut bertujuan untuk mengawetkan keadaan sekarang atau untuk memperbaiki

keadaan penggunaan lahan yang cocok untuk tujuan pengendalian erosi. misalnya

usaha penggarapan lahan (cultivation), penghutanan kembali (reforrestation) atau

penanaman kembali padang-padang rumput (reseeding grassland).

b. Usaha-usaha pertanian

Beberapa usaha peratanian diantaranya:

24
• Pembajakan sepanjang kontur

• Cocok tanam pias (strip cropping)

• Memperkuat ujung alur sungai erosi atau polongan (gully)

• Penutupan alur erosi.

• Sumuran penampung air.

II.8.Pengenalan Powersim Constructor

Selama abad ini, perubahan dari paradigma mekanistik menjadi ekologis telah

berjalan dalam pola dan kecepatan yang berbeda-beda di berbagai bidang ilmiah.

Perubahan itu tidak mantap. Ia telah meliputi berbagai revolusi ilmiah, berbagai

reaksi yang tak menyenangkan (Capra,2001).

Ketegangan yang utama adalah antara bagian-bagian dan keseluruhan. Penekanan

pada bagian bagian disebut mekanistik, reduksionis, atau atomik; penekanan kepada

keseluruhan disebut holistik, organismik, atau ekologis. Di abad ke-20 ilmu yang

berperspektif holistik telah dikenal sebagai ilmu ‘sistemik’ dan cara berpikir yang

dihasilkan disebut ‘pemikiran sistem’ (Capra,2001).

Berbagai pemikiran yang diajukan oleh para Biolog organismik selama paroh

pertama abad ke – 20 membantu melahirkan suatu cara berpikir baru “ pemikiran

sistem ” dalam kerangka keterkaitan, hubungan-hubungan konteks (Capra,2001).

25
Munculnya pemikiran sistem merupakan sebuah revolusi menyeluruh dalam sejarah

pemikiran ilmiah barat. Kepercayaan didalam setiap sistem yang kompleks perilaku

keseluruhan dapat dimengerti sepenuhnya cukup dengan mengamati sifat-sifat

bagian-bagiannya, sentral bagi paradigma Cartesian. Ini adalah metode berpikir

analitis Descartes yang terkenal, yang merupakan ciri fundamental pemikiran ilmiah

modern. Dalam pendekatan analitis atau reduksionis bagian – bagian itu sendiri tak

dapat dianalisis lebih lanjut, kecuali dengan mereduksinya menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil lagi. Ilmu pengetahuan barat telah maju dengan cara itu, dan tiap

langkah mempunyai suatu level unsur-unsur pokok fundamental yang tak dapat

dianalisis lebih lanjut.

Kejutan besar bagi ilmu pengetahuan abad ke – 20 ialah bahwa sistem-sistem tak

dapat dimengerti melalui analisis. Sifat-sifat bagian bukan sifat-sifat intrinsik, tetapi

yang dapat dimengerti hanya dalam konteks keseluruhan yang lebih besar.

Demikianlah hubungan di antara bagian-bagian dan keseluruhan telah dibalik. Dalam

pendekatan system, sifat-sifat bagian dapat dimengerti hanya dari pengetahuan

keseluruhan. Oleh karenanya, pemikiran sistem tidak berkonsentrasi pada balok-

balok dasar bangunan tetapi lebih pada prinsip-prinsip dasar organisasi. Pemikiran

sistem bersifat kontekstual, yang merupakan lawan dari pemikiran analitis. Analisis

berarti memisahkan sesuatu untuk dapat memahaminya; pemikiran sistem berarti

menempatkan sesuatu itu ke dalam konteks sebuah keseluruhan yang lebih besar.

Keinsyafan bahwa sistem-sistem adalah keseluruhan terpadu yang tak dapat

dimengerti dengan analisis lebih mengejutkan di dalam fisika ketimbang di dalam

26
Biologi. Karena sejak Newton, para Fisikawan telah percaya bahwa semua fenomena

fisik dapat direduksi menjadi sifat – sifat partikel – partikel yang keras dan padat.

Akan tetapi dalam tahun 1920-an, Teori Kuantum memaksa mereka menerima fakta

bahwa objek – objek material padat fisika klasik lenyap pada level subatomik

menjadi gelombang mirip pola – pola probabilitas. Lagi pula pola – pola ini tidak

menyajikan kemungkinan – kemungkinan, benda – benda, melainkan lebih berupa

kemunkinan saling – hubung. Partikel partikel subatomik tak memiliki arti sebagai

entitas yang terisolir dan hanya dapat dimengerti sebagai interkoneksitas, atau

korelasi – korelasi antara aneka proses observasi dan pengukuran. Dengan kata lain,

partikel – partikel subatomik bukan ”benda” melainkan saling – hubung

(interkoneksi) antara benda – benda, dan semua ini pada gilirannya, adalah

interkoneksi dari benda – benda lain, dan seterusnya. Dalam teori kuantum kita tidak

pernah berakhir dengan ‘benda’ apapun; kita senantiasa berurusan dengan saling –

hubung (interkoneksi) (Capra,2001).

Inilah yang ditunjukan oleh Fisika Kuantum bahwa kita tak dapat menguraikan dunia

kedalam unit-unit elementer yang berada secara bebas. Sebagaimana kita mengubah

perhatian kita dari objek-objek makroskopik menjadi partikel-partikel atom dan

subatomik, alam tidak menunjukan pada kita balok-balok bangunan apapun yang

terisolir, melainkan lebih memperlihatkan suatu jaringan kompleks hubungan-

hubungan di antara aneka bagian dari sebuah keseluruhan yang utuh.

Molekul-molekul dan atom-atom – struktur-struktur yang dilukiskan oleh fisika

kuantum terdiri atas komponen-komponen. Akan tetapi, komponen-komponen ini,

27
partikel-partikel subatomik tersebut, tak dapat dimengerti sebagai entitas-entitas

terpisah melainkan harus didefenisikan melalui-melalui interrelasi-interrelasinya

(Capra,2001).

Dalam formalisme teori kuantum, hubungan-hubungan ini diungkapkan dalam

kerangka probabilitas-probabilitas, dan probabilitas-probabilitas tersebut ditentukan

oleh dinamika sistem secara keseluruhan. Sedang dalam mekanika klasik sifat-sifat

dan perilaku bagian-bagian menentukan keadaan keseluruham. Dalam Mekanika

Kuantum situasinya terbalik : keseluruhanlah yang menentukan perilaku bagian-

bagian tersebut.

Sistem dan Berpikir Sistemik

Sistem ialah keseluruhan interaksi antara unsur dari sebuah obyek dalam batas

lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian dari keseluruhan

adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan (aggregate), yaitu terletak pada

kekuatan (power) yang dihasilkan oleh keseluruhan itu jauh lebih besar dari suatu

penjumlahan atau susunan. Apabila dalam aljabar 1 tambah 1 sama dengan 2, maka

dalam sistem 1 tambah 1 tidak sama dengan 2, nilainya bisa tak terhingga

Pengertian interaksi adalah pengikat atau penghubung antar unsur , yang memberi

bentuk/struktur kepada obyek, membedakan dengan objek lain, dan mempengaruhi

perilaku dari obyek.

28
Pengertian unsur adalah benda, baik konkrit atau abstrak, yang menyusun obyek

sistem. Untuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan salah satu

fungsi mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem sebagai

kerja keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau

subsistem.

Pengertian obyek adalah sistem yang menjadi perhatian dalam suatu batas tertentu

sehingga dapat dibedakan antara sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua

yang diluar batas sistem adalah lingkungan sistem. Pada umumnya, semakin luas

bidang perhatian semakin kabur batas sistem. Demikian pula sebaliknya, semakin

spesifik/konkrit obyek semakin jelas batas sistem. Dengan demikian , jelas bahwa

batas obyek dengan lingkungan cendrung bersifat mental atau konseptual, terutama

terhadap obyek-obyek non-fisik.

Selanjutnya pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan

dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah

sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap pengaruh

lingkungan. Sistem tertutup itu hanya ada dalam anggapan (untuk analisis), karena

pada kenyataan sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan, atau sebagai sistem

terbuka.

Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Untuk

kerja yang teramati merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu

keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di lain pihak,

unjuk kerja sistem yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh

29
sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu.

Perumusan tujuan dari sistem ini akan membantu memudahkan menarik garis batas

dari sistem yang menjadi perhatian. Artinya benda, baik konkrit maupun abstrak,

yang jelas menyebabkan dan / atau menyumbang langsung kepada pencapaian tujuan

sistem dikategorikan sebagai unsur. Sebaliknya, benda yang mempengaruhi dan/ atau

menyumbang tidak langsung dapat dikategorikan sebagai lingkungan.

Berpikir Sistemik

Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk

mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic

approach). Kejadian apapun baik fisik maupun nonfisik, dipikirkan sebagai unjuk

kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur

sistem dalam batas lingkungan tertentu.

Berdasarkan adanya pemahaman tentang kejadian sistemik tersebut, berikut ini ada

lima langkah yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bangunan pemikiran (model)

yang bersifat sistemik, yaitu : i) Identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata; ii)

Identifikasi kejadian yang diinginkan; iii) Identifikasi kesenjangan antara kenyataan

dengan keinginan; iv) Identifikasi dinamika menutup kesenjangan; v) Analisis

kebijakan.

30
Identifikasi Proses Menghasilkan Kejadian Nyata

Identifikasi proses yaitu mengungkapkan pemikiran tentang proses nyata (actual

transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). Proses nyata itu

merujuk kepada objektivitas dan bukan proses yang dirasakan atau subyektivitas.

Identifikasi Kejadian Diinginkan

Langkah kedua adalah memikirkan kejadian seharusnya, yang diinginkan, yang

dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state). Oleh karena

keharusan, keinginan, target dan terencana itu merujuk pada waktu mendatang,

disebut juga pandangan kedepan atau visi. Agar tidak dianggap mimpi, maka visi

yang baik perlu dirumuskan dengan kretiria layak (feasible) dan dapat diterima

(acceptable). Layak artinya dapat diantisipasi tidak akan menimbulkan pertentangan.

Dengan kedua kriteria ini berarti memikirkan limit kejadian yang akan direncanakan

dimana unjuk kerja sistem akan bersifat mantap (stable) dalam perubahan cepat

(dynamic) masa lampau dan mendatang.

Identifikasi Kesenjangan Antara Kenyataan dengan Keinginan

Langkah ketiga adalah memikirkan tingkat kesenjangan anatara kejadian aktual

dengan seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harusnya dipecahkan

atau dalam bahasa manajemen merupakan tugas (misi) yang harus diselesaikan.

Perumusan masalah ini secara konkrit, artinya bisa dinyatakan dalam ukuran

kuantitatif dan kualitatif.

31
Identifikasi Mekanisme Menutup Kesenjangan

Langkah keempat adalah identifikasi mekanisme tentang dinamika variabel-variabel

untuk mengisi kesenjangan antara kejadian nyata dengan kejadian yang diinginkan.

Dinamika tersebut adalah aliran informasi tentang keputusan-keputusan yang telah

bekerja dalam sistem. Keputusan-keputusan tersebut pada dasarnya adalah pemikiran

yang dihasilakan melalui proses pembelajaran (learning), yang dapat bersifat reaktif

atau kreatif. Pemikiran reaktif ditunjukan oleh aksi yang bentuk atau polanya sama

dengan tindakan masa lampau dan kurang antisipatif terhadap kemungkinan kejadian

masa mendatang. Sedang pemikiran kreatif ditunjukan oleh aksi yang bentuk dan

polanya berbeda dengan tindakan masa lampau, yang bersifat penyesuaian tindakan

masa lampau (adjustment) ataupun berorientasi ke masa datang (visionary) dengan

tindakan yang bersifat baru atau terobosan.

Sebagai sebuah proses dinamis, mekanisme tersebut bekerja dalam dimensi waktu,

dimana perencanaan atau tindakan ke pelaksanaannya memerlukan waktu tunda

(delay), sementara sistem yang ada tetap bekerja menghasilkan kinerja dan

mempengaruhi tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dan seharusnya.suatu

rumusan mekanisme interaksi dinamis menyeluruh yang dapat dipertanggung

jawabkan, pada umumnya bersumber dari hasil pembahasan untuk penyatuan

pendapat (share vision) unsur yang berkepentingan (stake-holders). Dalam sebuah

penelitian atau pengkajian , dimana peneliti mencoba mengisolasi dan menggali

informasi dari para unsur yang berkepentingan (tanpa melalui pembahasan), rumusan

32
mekanisme interaksi tersebut adalah hasil dari penggunaaan teknik pemetaan

kognitif (kognitif map) atau pemetaan sebab-akibat (causal map) tentang aliran

informasi dan proses keputusan dalam sistem.

Dalam sistem dinamis, proses perumusan mekanisme tersebut pada dasarnya adalah

penyederhanaan kerumitan untuk menciptakan sebuah konsep model (mental model).

Penanganan kerumitan ini berarti penyederhanaan terhadap kerumitan, namun

penyederhanyaannya bukan berarti mengabaikan unsur-unsur yang saling

mempengaruhi yang membentuk unjuk kerja sistem secara keseluruhan. Ada dua

jenis kerumitan yang perlu disederhanakan, yaitu kerumitan rinci dan kerumitan

perubahan. Kerumitan rinci (detail complexity) yaitu menyangkut ciri dan cara

bekerja unsur-unsur yang terlibat dalam sistem yang diamati dalam mengisi

kesenjangan. Kerumitan perubahan (dynamic complexity) yaitu menyangkut proses

dan kecepatan/kelambatan waktu yang diperlukan sistem dalam mengisi kesenjangan.

Hasil penyederhanyaan pemikiran tersebut dalam bentuk simpal-simpal (loops)

umpan balik, yang menunjukan struktur dan mekanisme dinamis mempengaruhi

proses nyata dalam menciptakan kejadian nyata. Sampai disini berarti telah dapat

dibuat penjelasan tentang dinamika struktural (structural dynamics) suatu sistem

yang diamati.

33
Analisis Kebijakan

Langkah kelima adalah analisis kebijakan, yaitu menyusun alternatif tindakan atau

keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual

transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual state).

Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired

state). Alternatif tersebut dapat satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi, baik

yang bersifat struktural atau fungsional. Intervensi struktural artinya mempengaruhi

mekanisme interaksi pada sistem, sedangkan intervensi fungsional artinya

mempengaruhi fungsi unsur dalam sistem. Pengembangan dan penetapan alternatif

intervensi tersebut, biasanya dipilih setelah melakukan pengujian (dapat dengan

simulasi komputer atau simulasi pendapat) berdasarkan dua kriteria, yaitu aman

(unrisky) dan manjur (effective). Aman artinya jalan tersebut tidak mengakibatkan

sistem secara keseluruhan labil atau kollaps. Manjur artinya berfungsi untuk

mencapai kejadian yang diinginkan.

Untuk memperoleh keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik,

hasil-hasil intervensi tersebut bisa ditunjukan secara visual dengan hasil simulasi,

baik melalui komputer (kuantitatif) maupun hasil interaksi pendapat (kualitatif).

Tindakan atau keputusan yang dipikirkan tersebut, yang berfungsi mengisi

kesenjangan yang timbul akibat perbedaan antara kejadian nyata dengan kejadian

yang diinginkan. Apabila tindakan tersebut bekerja di dalam sistem akan memberikan

masukan atau mengoreksi kejadian nyata menuju kejadian yang diinginkan. Dalam

34
proses berpikir tersebut, seperti telah dijelaskan, ringkasnya mengandung empat ciri :

yaitu pertama penyederhanaan kerumitan interaksi antar unsur; kedua

mempertimbangkan pengaruh waktu dalam interaksi unsur; ketiga, mengantisipasi

kejadian kedepan sebagai hasil dari tindakan/keputusan sekarang, dan; keempat

tindakan/keputusan tersebut adalah hasil analisis sistem untuk mengoreksi kejadian

nyata waktu lampau. Kekuatan dari proses berpikir sistemik tersebut terletak pada

kemampuan penstrukturan sistem untuk menjelaskan perilaku sistem.

Powersim Constructor adalah softwere yang lazim digunakan untuk membuat

pemodelan-pemodelan, Model yang dapat dibuat oleh Powersim yaitu meliputi

bidang Bisnis, Ekonomi, Sosial, Politik, dan Sains. Awal kemunculan Powersim

adalah untuk memudahkan membuat analisis terhadap gejala-gejala atau peristiwa

Ekonomi. Tetapi pada kenyataannya sampai sekarang Powersim tidak hanya

digunakan untuk memodelkan masalah-masalah ekonomi tetapi digunakan untuk

bidang-bidang yang lebih luas lagi.

Ciri khas Softwere ini lebih pada membuat bagan-bagan, kemudian dari bagan-bagan

tersebut dikoneksikan satu dengan yang lain sesuai dengan masalah (model) yang

ingin dibuat. Bagan-bagan tersebutlah yang dianalogikan dengan teori/masalah yang

ingin dipecahkan atau disederhanakan. Tinggal dipilih output seperti apa yang

diinginkan grafik, angka dan lain-lain semua tersedia pada softwere ini. Powersim

Constructor lebih mirip dengan pemetaan pemikiran (mind maping) sehingga dapat

lebih leluasa mengekspresikan pemikiran dengan menggunakan Powersim

35
Constructor, selain itu juga bagan-bagan tersebut dapat dibuat warna-warni sesuai

dengan kesukaan.

Prinsip kerja Powersim Construktor tidak terlalu rumit, prinsip kerjanya mirip dengan

logika (pikiran) oleh karenanya kadang-kadang kesulitan untuk membuat model.

Jika menggunakan pemetaan pemikiran maka membuat model dengan software ini

akan menjadi asyik dan menyenangkan.

36

Anda mungkin juga menyukai

  • Hasil Dan Pembahasan
    Hasil Dan Pembahasan
    Dokumen25 halaman
    Hasil Dan Pembahasan
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Metodologi
    Metodologi
    Dokumen3 halaman
    Metodologi
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Editing ArcMap MCRMP
    Editing ArcMap MCRMP
    Dokumen77 halaman
    Editing ArcMap MCRMP
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi-Arus
    Daftar Isi-Arus
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi-Arus
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen3 halaman
    Pendahuluan
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen12 halaman
    Bab 2
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Kesimpulan
    Kesimpulan
    Dokumen2 halaman
    Kesimpulan
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi-Gelombang
    Daftar Isi-Gelombang
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi-Gelombang
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Dinamika Laut (Arus)
    Dinamika Laut (Arus)
    Dokumen64 halaman
    Dinamika Laut (Arus)
    shadry
    Belum ada peringkat
  • Bab 7 8
    Bab 7 8
    Dokumen21 halaman
    Bab 7 8
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen16 halaman
    Bab 5
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Bab 6
    Bab 6
    Dokumen9 halaman
    Bab 6
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen10 halaman
    Bab 4
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen10 halaman
    Bab 3
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen12 halaman
    Bab 2
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen16 halaman
    Bab 1
    hendrawan.ladongi
    Belum ada peringkat