Anda di halaman 1dari 38

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (RSU IPI) adalah sebuah rumah sakit swasta yang berdiri sejak tahun 1980. Pada awalnya rumah sakit ini merupakan sebuah klinik bersalin yang didirikan oleh seorang dokter umum yang berlokasi di jalan Bilal No. 48 Medan dengan luas tanah 600 m. Pada tahun 1982 dengan bertambah banyaknya pasien yang bersalin dan juga pasien yang berobat umum, Yayasan Imelda memperluas lahannya dengan membeli tanah yang berlokasi di jalan Bilal No. 52 Medan seluas 3000 m. Pada tanggal 25 Maret 1983 berdirilah Rumah Sakit Umum Imelda (RSU Imelda) Medan dan mendapat izin sementara sebagai rumah sakit umum. Pada tahun 1985, terjadi perubahan penggunaan lahan yang sudah ada dan Rumah Sakit Umum Imelda Medan pindah ke jalan Bilal No. 24 Medan dengan luas tanah 3244 m, dan mendapat izin Penyelenggaraan dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor YM.02..04.2.2.864 tahun 2003. Pada tanggal 21 Mei 2004 lalu, rumah sakit yang terletak di lokasi strategis di Medan itu ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pekerja (RSP) di Sumatera Utara dan berubah nama menjadi RUMAH SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA INDONESIA (RSU IPI) Medan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta dan sesuai dengan SK Depkes RI No.

OT.01.01.III.3.2.452/Depkes/SK/IV/2008 tanggal 17 april 2008 RSU IPI Medan diklasifikasikan sebagai rumah sakit umum tingkat utama yang memiliki pelayanan medik umum, spesialistik, dan subspesialistik.

5.1.2. Distribusi

Proporsi

Pasien

Demam

Tifoid

Berdasarkan

Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Umur termuda 1 tahun, tertua 63 tahun, sex ratio 100%. Lebih lengkapnya distribusi proporsi berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut ini:

Tabel 5.1.

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Jenis Kelamin Total f 36 16 20 8 15 3 0 2 100 % 36 16 20 8 15 3 0 2 100

Kategori Umur (tahun) 18 9 16 17 24 25 32 33 40 41 48 49 56 57 64 Total

Laki-laki f 21 7 8 2 8 2 0 2 50 % 21 7 8 2 8 2 0 2 50

Perempuan f 15 9 12 6 7 1 0 0 50 % 15 9 12 6 7 1 0 0 50

Dari Tabel 5.1. di atas dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan kelompok umur tertinggi pada kelompok umur 1 - 8 tahun (36%) dengan proporsi laki-laki 21% dan perempuan 15%, dan terendah pada kelompok umur 57 - 64 (2%) tahun dengan proporsi laki-laki 2% dan perempuan 0%.

5.1.3. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama Keluhan utama pasien Demam Tifoid berbeda-beda, tidak semua pasien datang dengan keluhan utama demam, sehingga keluhan demam tidak semua tercatat di dalam kartu rekam medik sebagai keluhan utama. Selain keluhan utama demam, pasien Demam Tifoid juga memiliki keluhan utama muntah, nyeri ulu

hati, diare dan lemas. Untuk lebih jelasnya distribusi proporsi berdasarkan keluhan utama dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut ini: Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Jumlah Proporsi (%) 94 2 2 1 1 100

No. 1 2 3 4 5

Keluhan Utama Demam Muntah Nyeri Ulu Hati Diare Lemas Total

f 94 2 2 1 1 100

Dari Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa keluhan utama pasien yang mengalami demam 94 pasien (94%), kemudian muntah dan nyeri ulu hati sebanyak 2 pasien (2%) dan yang mengalami diare dan lemas hanya 1 pasien (1%).

5.1.4. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Keluhan Tambahan Selain keluhan utama pasien Demam Tifoid juga memiliki beberapa keluhan tambahan. Keluhan tambahan adalah gejala yang menyertai gejala utama pada pasien Demam Tifoid seperti muntah, mual, diare, dll. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.3. dibawah ini:

Tabel 5.3.

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Tambahan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Jumlah Proporsi (%) 50 46 29 28 24 20 18 17 7 6 3 2

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Keluhan Tambahan (n=100) Muntah Mual Diare Batuk Sakit Kepala Tidak Nafsu Makan Nyeri Otot dan Sendi Nyeri Ulu Hati Konstipasi Demam Lemas Lidah Kotor

f 50 46 29 28 24 20 18 17 7 6 3 2

Dari Tabel 5.3. di atas dapat dilihat keluhan tambahan yang tertinggi adalah muntah 50 pasien (50%) kemudian mual 46 pasien (46%), diare 29 pasien (29%), dan terendah adalah lidah kotor 2 pasien (2%).

5.1.5. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Pemeriksaan Fisik Pada pasien Demam Tifoid dilakukan pemeriksaan fisik yaitu untuk menemukan tanda klinis penyakit pada pasien Demam Tifoid. Dari data yang diperoleh dari rekam medik berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan 59 yang tercatat dan 41 tidak tercatat. Untuk lebih jelasnya pemeriksaan fisik yang tercatat dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4.

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan Fisik di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Jumlah Proporsi (%) 25,42 22,03 11,86 8,47 6,77 6,77 5,08 5,08 3,38 3,38 1,69

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Pemeriksaan Fisik (n=59) Nyeri Tekan Pada Epigastrium Perut Kembung Lidah Kotor Bibir Kering dan Pecah-Pecah Akral Hangat Peristaltik Usus Peristaltik Usus Akral Dingin Wajah Pucat Lemas Hepatomegali

f 15 13 7 5 4 4 3 3 2 2 1

Dari Tabel 5.4. di atas dapat dilihat keluhan tambahan tertinggi adalah nyeri tekan pada epigastrium 15 pasien (25,42%), kemudian perut kembung 13 pasien (22,03%), lidah kotor 7 orang (11,86%), dan terendah hepatomegali 1 pasien (1,69%).

5.6.1. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah tepi pada pasien Demam Tifoid dapat berupa leukopenia, limfositosis, trombositopenia, eosinofilia dan anemia. Dari data yang diperoleh dari rekam medik berdasarkan pemeriksaan darah tepi, didapatkan 79 yang tercatat dan 21 tidak tercatat. Untuk lebih jelasnya pemeriksaan darah tepi yang tercatat dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5.

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan Darah Tepi di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Jumlah Proporsi (%) 36,7 27,84 18,98 8,86 7,59

No. 1 2 3 4 5

Pemeriksaan Darah Tepi (n=79) Trombositopenia Anemia Leukopenia Eosinofilia Limfositosis

f 29 22 15 7 6

Dari Tabel 5.5. di atas dapat dilihat pemeriksaan darah tepi tertinggi trombositopenia 29 pasien (36,7%), anemia 22 pasien (27,84%), leukopenia 15 pasien (18,98%) dan yang terendah limfositosis 6 pasien (7,59%).

5.1.7. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Serologis Dari 100 pasien Demam Tifoid berdasarkan hasil pemeriksaan serologis uji Widal (+) berjumlah 94 pasien (94%), dan uji Widal (-) berjumlah 6 pasien (6%). 5.1.8. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi Dari 100 pasien Demam Tifoid yang tidak mengalami komplikasi 98 pasien (98%) sedangkan yang mengalami komplikasi hanya 2 pasien (2%). Didalam rekam medik pasien yang mengalami komplikasi tidak tuliskan jenis komplikasi yang terjadi.

5.1.9. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Pemberian Cairan Penderita Demam Tifoid harus mendapat cairan yang cukup, cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.6. dibawah ini: Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Pasein Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemberian Cairan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Jumlah Proporsi (%) 98 1 1 100

No. 1 2 3

Pemberian Cairan RL RA Dextro Total

f 98 1 1 100

Dari Tabel 5.8. di atas dapat dilihat pemberian cairan tertinggi adalah RL 98 pasien (98%), sedangkan RA dan Dextro masing-masing 1 pasien (1%).

5.1.10. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Pengobatan Pada pasien Demam Tifoid, pemberian obat terdiri dari pengobatan antibiotik dan simtomatik. Pemberian antibiotik dapat diberikan secara oral dan parenteral demikian juga dengan pengobatan simtomatik.

Tabel 5.7.

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan Antibiotik Secara Oral di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. 1 2 3 4 5 6

Antibiotik (n=100) Sefalosporin Generasi III Tiamfenikol Cotrimoksazol Kloramfenikol Golongan 4-Fluoroquinolon (Ciprofloxacin) Amoxicilin/Ampisilin

f 33 30 12 11 9 8

Jumlah Proporsi (%) 33 30 12 11 9 8

Dari Tabel 5.7. di atas dapat dilihat pengobatan antibiotik secara oral tertinggi adalah Sefalosporin Generasi III 33 pasien (33%), kemudian Tiamfenikol 30 pasien (30%), Cotrimoksazol 12 pasien (12%), dan terendah

Amoxicilin/Ampisilin 8 pasien (8%).

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan Antibiotik Secara Parenteral di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari 100 data pasien Demam Tifoid berdasarkan pengobatan antibiotik secara parenteral ssyaitu Sefalosporin Generasi III 28 pasien (28%), dan Amoxicilin/ Ampisilin sebanyak 1 pasien (1%).

Tabel 5.9.

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan Simtomatik Secara Oral di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Obat (n=100) Analgesik - Antipiretik Antiemetik Antasid Vitamin Mukolitik & Ekspektoran Antitusif Elektrolit Antidiare Kortikosteroid Suplemen Antikonvulsan

f 99 75 52 34 11 10 9 9 9 7 3

Jumlah Proporsi (%) 99 75 52 34 11 10 9 9 9 7 3

Dari Tabel 5.9. di atas dapat dilihat pengobatan simtomatik secara oral yang tertinggi adalah Analgesik - Antipiretik 95 pasien (95%), Antiemetik 75 pasien (75%), Antasid 52 pasien dan yang terendah adalah Antikonvulsan 3 pasien (3%).

Tabel 5.10.

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan Simtomatik Secara Parenteral di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. 1 2 3 4 5

Obat (n=100) Antasid Analgesik - Antipiretik Antiemetik Antikonvulsan Kortikosteroid

f 42 41 16 1 1

Jumlah Proporsi (%) 42 41 16 1 1

Dari Tabel 5.10. di atas dapat dilihat bahwa pengobatan simtomatik secara parenteral yang terbanyak adalah Antasida 42 pasien (42%), Analgesik Antipiretik 41 pasien (41%), dan yang terendah adalah Antikonvulsan & Kortikosteroid 1 pasien (1%).

5.1.11. Lama Rawatan Rata-Rata Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Lama rawatan merupakan lamanya pasien Demam Tifoid menjalani perawatan di rumah sakit, dihitung sejak tanggal mulai dirawat sampai dengan tanggal keluar seperti yang tercatat di kartu status. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.11. dibawah ini: Tabel 5.11. Lama Rawatan Rata-Rata Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Lama Rawatan (Hari) X SD Coefisien of Variation Minimum Maksimum 3,87 1,993 51,49% 1 9

Dari Tabel 5.11. di atas dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid adalah 3,87 hari (empat hari), Standar Deviasi (SD) 1,993 dan nilai Coefficient of Variation = sebesar 51,49% yang berarti lama rawatan

rata-rata pasien Demam Tifoid bervariasi, dimana lama rawatan minimum adalah satu hari dan lama rawatan maksimum adalah sembilan hari. Untuk penjelasan lebih lengkap karakteristik pasien yang lama rawatan minimum (satu hari) dapat dilihat pada Tabel 5.12. berikut ini:

Tabel 5.12.

Karakteristik Pasien Demam Tifoid yang Lama Rawatan Hanya Satu Hari Rawat Inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Karateristik Pasien 20 tahun Perempuan Demam Mual, muntah, batuk Uji Widal (+) IVFD RL, Inj. Ranitidine (Antasid), PCT (Analgesik-Antipiretik), Inj. Metoklopramide (Antiemetik) Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Tidak ada komplikasi PBJ 21 tahun Perempuan Demam Mual, muntah, diare, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan pada epigastrium Uji Widal (+) IFVD RL, Inj. Metoklopramide (Antiemetik), PCT (Analgesik-Antipiretik), Antasida dan Ranitidine (Antasid) Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Tidak ada komplikasi PAPS 24 tahun

2.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

3.

Umur

Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Perempuan Demam Muntah, diare Wajah pucat, Perut kembung Anemia Uji Widal (+) IVFD RL, Inj. Metoclopromide (Antiemetik), B comp (Vitamin), Hufadryl (Antitusif)

Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik 4.

Tidak ada komplikasi PBJ 10 tahun Perempuan Demam Mual, muntah, diare, batuk Lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah, perut kembung

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Uji Widal (+) IVFD RL, PCT (Analgesik-Antipiretik), Curcuma (Suplemen), Hufadon (Antasid)

Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan 5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Tidak ada komplikasi PBJ 22 tahun Laki-laki Demam Mual, sakit kepala Eosinofilia Uji Widal (+) IVFD RL, Sanmol dan Inj. Novalgin (Analgesik-Antipiretik), Neurodex

(Kortikosteroid), Lapixime dan Inj. Cefotaxime (Sefalosporin G.III), Inj. Ranitidin (Antasid) Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik 6. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan Tidak ada komplikasi PBJ 37 tahun Laki-laki Demam Lemas, Akral hangat IVFD RL, Sanmol dan Inj. Novalgin (Analgesik-Antipiretik), Ambroxol (Mukolitik), OMZ dan Legisil (Antasid) Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Tidak ada komplikasi PAPS 19 tahun Laki-laki Demam Mual, muntah, diare, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati Pemeriksaan Fisik 7. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan Nyeri tekan pada epigastrium Trombositopenia Uji Widal (+) IVFD RL, Inj. Metoclopromide (Antiemetik), Antasida, OMZ dan Inj. Ranitidine (Antasid), PCT (AnalgesikAntipiretik) Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Tidak ada komplikasi PAPS

Dari Tabel 5.11. di atas dapat dilihat bahwa ada sembilan orang dengan lama rawatan satu hari, dengan umur termuda 10 tahun, tertua 37 tahun. 5.1.12. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Keadaan sewaktu pulang merupakan keadaan atau kondisi pasien Demam Tifoid ketika meninggalkan rumah sakit. Keadaan sewaktu pulang terdiri dari sembuh klinis, pulang berobat jalan, pulang atas permintaan sendiri dan meninggal dunia. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.12. dibawah ini: Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Jumlah Proporsi (%) 0 91 9 0 100

No. 1 2 3 4

Keadaan Sewaktu Pulang Sembuh Pulang Berobat Jalan (PBJ) Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) Meninggal Dunia Total

f 0 91 9 0 100

Dari Tabel 5.13. di atas dapat dilihat bahwa keadaan sewaktu pulang yang terbanyak adalah pasien yang pulang berobat jalan 91 orang (91%), pulang atas permintaan sendiri 9 orang (9%) sedangkan keadaan sewaktu pulang sembuh dan meninggal (0%). Untuk penjelasan lebih lengkap mengenai PAPS dapat dilihat pada Tabel 5.14. berikut ini:

Tabel 5.14.

Karateristik Pasien Demam Tifoid yang Keadaan Sewaktu Pulang PAPS Rawat Inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Karateristik Pasien 8 tahun Perempuan Demam Muntah, diare, konstipasi, tidak nafsu makan Uji Widal (+) IVFD RL, Tiamfenikol, PCT (AnalgesikAntipiretik), Cotrimoxazole, Zinkid (Antidiare), Hufadril (Antitusif), Hufavit (Vitamin), Hufadon (Antasid), Oralit (Elektrolit) Lama Rawatan Status Komplikasi Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik 4 hari Tidak ada komplikasi 24 tahun Perempuan Demam Mual, diare, nyeri ulu hati Nyeri tekan pada epigastrium, peristaltik usus

2.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Trombositopenia Uji Widal (+) IVFD RL, Inj. Ranitidin (Antasid), Inj. Domperidon (Antiemetik), PCT (Analgesik-Antipiretik), Cotromoxazole

Lama Rawatan Status Komplikasi 3. Umur

5 hari Tidak ada komplikasi 21 tahun

Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan

Perempuan Demam Mual, muntah, diare, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Nyeri tekan pada epigastrium Uji Widal (+) IVFD RL, Inj. Metoclopromide (Antiemetik), PCT (Anlagesik-Antipiretik), Antasida dan Ranitidin (Antasid)

Lama Rawatan Status Komplikasi Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan

1 hari Tidak ada komplikasi 44 tahun Perempuan Demam Mual, muntah, diare, sakit kepala, konstipasie, batuk, tidak nafsu makan Lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah,

4.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Perut kembung IVFD RL, Sanmol (Analgesik-Antipiretik), Bernovolox (Flouroquinolon)

Lama Rawatan Status Komplikasi Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama 5. Keluhan Tambahan

2 hari Tidak ada komplikasi 37 tahun Laki-laki Demam Mual, muntah, sakit kepala, tidak nafsu makan

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium

Anemia

Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Uji Widal (+) IVFD RL, PCT (Analgesik-Antipiretik), Antasid, B comp (Vitamin), Domperidone (Antiemetik), Lapixime dan Inj. Ceftriaxon (Sefalosporin G.III)

Lama Rawatan Status Komplikasi Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik 6. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

2 hari Tidak ada komplikasi 37 tahun Laki-laki Demam Lemas, Akral hangat IVFD RL, Sanmil dan Inj. Novalgin (Analgesik-Antipiretik), Ambroxol (Mukolitik), OMZ dan Legisil (Antasid)

Lama Rawatan Status Komplikasi Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium 7. Pemeriksaan Serologis Pengobatan

1 hari Tidak ada komplikasi 1 tahun Laki-laki Diare Demam, mual, muntah Peristaltik usus Anemia Uji Widal (+) IVFD RL, Sanmol dan Inj. Novalgin (Analgesik-Antipiretik), Inj. Dexamethasone (Kortikosteroid), San prima (Cotrimoxazole), Stesolid (Antikonvulsan), Zinkid (Antidiare), Tiamfenikol

Lama Rawatan

3 hari

Status Komplikasi Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan Pemeriksaan Fisik 8. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Tidak ada komplikasi 37 tahun Laki-laki Demam Lemas, akral hangat IVFD RL, Sanmol dan Inj. Novalgin (Analgesik-Antipiretik), Ambroxol (Mukolitik), OMZ dan Legisil (Antasid)

Lama Rawatan Status Komplikasi Umur Jenis Kelamin Keluhan Utama Keluhan Tambahan

1 hari Tidak ada komplikasi 19 tahun Laki-laki Demam Mual, muntah, diare, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati

Pemeriksaan Fisik 9. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Serologis Pengobatan

Nyeri tekan pada epigastrium Trombositopenia Uji Widal (+) IVFD RL, Inj. Metoclopromide (Antiemetik), Antasida, OMZ dan Inj. Ranitidine (Antasid), PCT (AnalgesikAntipiretik)

Lama Rawatan Status Komplikasi

1 hari Tidak ada komplikasi

5.1.13. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang narasi

Tabel 5.13.

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Lama Rawatan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Keadaan Sewaktu Pulang PBJ PAPS 1 4 3 2 18 3 3

Lama Rawatan (Hari) 4 16 1 5 13 1 6 5 0 7 5 0 8 6 0 9 2 0 Total

22 1

91 9

Dari Tabel 5.13. di atas dapat dilihat bahwa keadaan sewaktu pulang berdasarkan lama rawatan yang tertinggi adalah PBJ dengan lama rawatan 3 hari 22 orang dan terendah lama rawatan 9 hari 2 orang. PAPS dengan lama rawatan tertinggi 1 dan 2 hari sebanyak 3 orang.

5.2.

Pembahasan Penelitian Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan

5.2.1. Distribusi

Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dirawat inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar 5.1.

Umur dan Jenis Kelamin


57 - 64 49 - 56 Umur (Tahun) 41 - 48 33 - 40 25 - 32 17 - 24 9 - 16 1-8 30 21 20 10 0 10 8 7 9 15 20 8 2 2 2 0 0 0 1 7 6 12 laki-laki perempuan

Gambar 5.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSU Imelda Pekerja Indonesia Tahun 2011 Dari gambar 5.1. dapat dilihat proporsi pasien Demam Tifoid pada lakilaki usia 1 8 tahun (21%) lebih tinggi dibanding proporsi pasien Demam Tifoid

pada usia 17 24 dan 33 40 tahun (8%). Proporsinya mengalami penurunan dari 8 % menjadi 1% pada usia 9 16 tahun, dan 6% pada usia 25 32 tahun. Proporsi pada perempuan tertinggi kelompok umur 1 8 tahun (15%), dan mengalami penurunan pada kelompok umur 9 16 tahun menjadi 9%. Pada usia 17 24 tahun proporsinya mengalami kenaikan 12%. Proporsi pada perempuan terendah pada usia 41 48 tahun (1%). Proporsi penderita Demam Tifoid baik laki-laki maupun perempuan tertinggi pada kelompok umur 1 8 tahun dan kelompok umur 9 16 tahun. ini menunjukkan bahwa pada usia tersebut adalah usia anak-anak dan remaja yang rawan terjangkitnya Demam Tifoid. Karena pada usia tersebut adalah usia sekolah dan biasanya mereka masih menyukai membeli makanan dan minuman di lingkungan sekolah dan di pinggir jalan yang higienenya tidak dapat dijamin. Lingkungan tersebut berperan besar dalam penyebaran kuman Salmonella typhi melalui asupan makanan adan minuman yang terkontaminasi (Musnelina L, 2004 dan Davey P, 2006). Umur pasien yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus (Sumarno, 2010). Menurut Juwono (1999), di daerah endemik insidensi tertinggi didapatkan pada anak-anak dan usia remaja. Insidensi penyakit ini terjadi pada pasien yang berumur 12-30 tahun sebesar 70-80%, umur 30-40 tahun sebesar 10-20% dan umur diatas 40 tahun hanya 5-10%. Angka kejadian Demam Tifoid tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan (Rampengan, 2008).

5.2.2. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Keluhan Utama
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 94

Proporsi (%)

2 Demam Muntah

2 Nyeri Ulu Hati

1 Diare

1 Lemas

Gambar 5.2. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RSU Imelda

PekerjaIndonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari gambar 5.2. dapat dilihat bahwa keluhan utama pasien Demam Tifoid tertinggi adalah demam 94 orang (94%), kemudian mengalami muntah dan nyeri ulu hati 2 orang (2%), sedangkan diare dan lemas sebanyak 1 orang (1%). Hal ini menunjukkan bahwa demam merupakan gejala paling sensitif terhadap pasien Demam Tifoid di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan. Demam merupakan gejala utama Demam Tifoid yang terjadi karena kuman Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Juwono R, 1999). Biasanya saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utamanya adalah demam, yang diderita 5-7 hari, yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika. Pada minggu pertama, serangan demam dapat mencapai 400C (Widodo D, 2009). Tidak semua pasien datang dengan keluhan demam, sehingga keluhan demam tidak semua tercatat di dalam kartu status rekam medik menjadi keluhan utama. Hal ini sesuai dengan penelitian Rani. N. F. Nainggolan di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang Siantar (2008) dimana pasien Demam Tifoid berdasarkan gejala subjektif (symptom) yang terbanyak demam (100%), serta muntah (38,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr.

Pirngadi Medan (2011) dimana pasien Demam Tifoid berdasarkan keluhan utama yang terbanyak demam (81%).

5.2.3. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Tambahan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Keluhan Tambahan
Lidah Kotor Lemas Demam Konstipasi Nyeri Ulu Hati Nyeri Otot dan Sendi Tidak Nafsu Makan Sakit Kepala Batuk Diare Mual Muntah 0 10 20 30 Proporsi (%) 40 50 2 3 6 7 17 18 20 24 28 29 46 50 60

Gambar 5.3. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Tambahan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.3. dapat dilihat bahwa keluhan tambahan pasien Demam Tifoid tertinggi adalah muntah (50%) dan yang terendah adalah lidah kotor (2%). Sensitivitas muntah 50% yang menunjukkan dari 100 pasien Demam Tifoid terdapat 50 orang yang mengalami muntah, sensitivitas mual 46%, menunjukkan dari 100 pasien Demam Tifoid terdapat 46 orang yang mengalami mual. Penampilan demam pada kasus Demam Tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidus, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama (Sumarno S, 2010). Pada minggu pertama demam bersifat bertahap makin naik setiap hari, disertai dengan lemah badan (lesu), malas, nyeri kepala, nyeri otot punggung dan sendi, perut kembung, konstipasi (kadang-kadang diare), mual, muntah, batuk dan anoreksia. Tidak semua pasien datang mengeluhkan demam, sehingga keluhan demam tidak tecetak didalam kartu rekam medis menjadi keluhan utama dan keluhan tambahan.

5.2.4. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan Fisik di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Pemeriksaan Fisik
Hepatomegali Lemas Wajah Pucat Akral Dingin Peristaltik Usus Peristaltik Usus Akral Hangat Bibir Kering dan Pecah-Pecah Lidah Kotor Perut Kembung Nyeri Tekan Pada Epigastrium 0 5 10 15 Proporsi (%) 20 25 1.69 3.38 3.38 5.08 5.08 6.77 6.77 8.47 11.86 22.03 25.42 30

Gambar 5.4. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan Fisik di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari gambar 5.4. dapat dilihat bahwa hasil pemeriksaan fisik pasien Demam Tifoid tertinggi adalah nyeri tekan pada epigastrium 15 orang (25,42%), perut kembung 13 orang (22,03%), dan terendah adalah hepatomegali 1 orang (1,69%). Pada minggu pertama, serangan demam dapat mencapai 400C, dengan nadi antara 80 100 per menit denyut lemah. Pernafasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis. Perut kembung dan merasa tidak enak. Pada akhir minggu pertama diare lebih sering terjadi. Lidah tampak kotor dan berkerak (furred tounge), berwarna merah di ujung serta bergetar atau tremor (Soedarto, 1990 dan Zulkoni A, 2010).

5.2.5. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan Darah Tepi di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Pemeriksaan Darah Tepi


40 35 30 25 20 15 10 5 0 Trombositope nia 36.7 Anemia 27.84 Leukopenia 18.98 Eosinofilia 8.86 Limfositosis 7.59 %

Gambar 5.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan Darah Tepi di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari gambar 5.5. dapat dilihat bahwa hasil pemeriksaan darah tepi pasien Demam Tifoid tertinggi yaitu trombositopenia 36,7%, dan terendah yaitu limfositosis 7,59%. Sensitivitas trombositopenia 36,7% menunjukkan dari 100 orang pasien Demam Tifoid terdapat 29 orang yang mengalami trombositopenia, sensitivitas anemia 27,84% menunjukkkan dari 100 orang pasien Demam Tifoid terdapat 22 orang yang mengalami anemia, sensitivitas leukopenia 18,98% menunjukkan dari 100 orang pasien Demam TIfoid terdapat 15 orang yang mengalami leukopenia. Sensitivitas eosinofilia 8,86% menunjukkan dari 100 orang pasien Demam Tifoid terdapat 7 orang yang mengalami eosinofilia, dan sensitivitas limfositosis 7,59% menunjukkan dari 100 orang pasien Demam Tifod terdapat 6 orang yang mengalami limfositosis. Pemeriksaan darah tepi pada pasien Demam Tifoid dapat ditemukan leukopenia, limfositosis, trombositopenia, anemia, eosinofilia. Pada hasil pemeriksaan darah tepi adanya leukopenia dan limfositosis menjadi dugaan kuat diagnosis Demam Tifoid (Soegijanto, 2002).

5.2.6. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Serologis di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Uji Widal
6% Positif Negatif

94%

Gambar 5.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan Serologis Uji Widal di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari gambar 5.6. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan pemeriksaan serologis uji Widal (+) terdapat 94% dan uji Widal (-) sebanyak 6%. Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terjadap Salmonella typhi terdapat dalam serum pasien Demam Tifoid. Uji Widal (+) pada pasien Demam Tifoid apabila hasil diagnosa ditemukan titer 1/200, peningkatan titer uji Widal sebanyak 4x (selama 2-3 minggu), jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas, sedangkan uji Widal (-) pada pasien Demam Tifoid dapat terjadi karena faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien seperti pengambilan serum terlalu dini, pengobatan antibiotik sebelumnya dan riwayat vaksinasi (Rampengan, 2008 dan Laurentz, 2007).

Uji Widal sebaiknya tidak hanya satu kali saja dilakukan, melainkan perlu dilakukan pemeriksaan berikutnya 5 7 hari setelah pemeriksaan pertama untuk melihat kenaikan titer 4 kali sehingga dapat memastikan diagnosa Demam Tidoid. Di Rumah Sakit ini tidak diketahui kapan dilakukan dilakukan pemeriksaan pasien Demam Tifoid dengan uji Widal dan berapa kali dilakukan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr. Pirngadi Medan (2011) dimana pasien Demam Tifoid berdasarkan pemeriksaan serologis uji Widal dengan proporsi terbanyak uji Widal (+) (79%).

5.2.7. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Status Komplikasi
2%

98%

Tidak Ada Komplikasi

Ada Komplikasi

Gambar 5.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari gambar 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan status komplikasi tertinggi pada yang tidak mengalami komplikasi (98%) dan yang mengalami komplikasi (2%). Komplikasi dapat terjadi di dalam usus (intestinal) seperti perdarahan intestinal dan perforasi usus. komplikasi di luar usus (ekstra-intestinal) seperti komplikasi kardiovaskular, komplikasi darah, komplikasi paru, komplikasi hepar

dan kandung empedu, komplikasi ginjal, komplikasi tulang, dan komplikasi neuropsikiatrik (Widodo D, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siska Ishalani Hasibuan di RS Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun (2010) dengan desain case series bahwa proporsi tertinggi pasien Demam Tifoid tanpa komplikasi (94,8%). Hasil penelitian Rani. N. F. Nainggolan di RS Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang Siantar tahun 2009 dengan desain case series bahwa proporsi tertinggi Demam Tifoid tanpa komplikasi (91,5%). Tidak dapat diketahui komplikasi yang terjadi karena didalam rekam medik tidak tercatat.

5.2.8. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pemberian Cairan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Terapi Cairan
120 100 80 60 40 20 0 RL RA Dextro 1 1 % 98

Gambar 5.8. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Terapi Cairan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari gambar 5.8. dapat dilihat bahwa pemberian cairan tertinggi yaitu RL 98 orang (98%), kemudian RA dan Dextro masing-masing 1 orang (1%). Sebagian besar pasien Demam Tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar

pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama (Sumarno S, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr. Pirngadi Medan (2011) dimana pasien Demam Tifoid berdasarkan terapi cairan dengan proporsi terbanyak yaitu RL (88%).

5.2.9. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Antibiotik Oral
Amoxicilin/Ampisilin Golongan 4-Fluoroquinolon (Ciprofloxacin) Kloramfenikol Cotrimoksazol Tiamfenikol Sefalosporin Generasi III 0 5 10 15 20 25 30 8 9 11 12 30 33 35

Proporsi (%)

Gambar 5.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan Antibiotik Secara Oral di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.9. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan pengobatan antibiotik secara oral tertinggi adalah Sefalosporin Generasi III (33%) dan terendah Amoxicilin/Ampisilin (8%). Obat untuk Demam Tifoid yang dapat digunakan saat ini adalah: Kloramfenikol, Tiamfenikol, Cotrimoxazole (Trimethoprim-Sulfamethoxazole), Ampisilin, Amoxicilin, Sefalosporin generasi III (misalnya: ceftriaxon) dan

Kuinolon golongan 4-Fluoroquinolone (misalnya: Ciprofloxacin, Norvloxacin, Ofloxacin, Pefloxacin) dan Azithromycine (Soewondo, 2002). Pemberian antibiotik empiris yang tepat pada pasien Demam Tifoid sangat penting karena dapat mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian (Sidabutar S, 2010). Pemberian cefriaxon (golongan sefalosporin generasi III) sebagai terapi empiris pada pasien Demam Tifoid secara bermakna dapat mengurangi lama pengobatan dibandingkan dengan pemberian jangka panjang kloramfenikol. Perbedaan yang mendasar pada kedua antibiotik ini adalah lama demam turun lebih cepat sehingga lama terapi lebih singkat, efek samping lebih ringan, dan angka kekambuhan yang lebih rendah pada penggunaan cefriaxon dibandingkan dengan kloramfenikol. Cefriaxon terbukti dapat dijadikan sebagai antibiotik pilihan utama pada kasus multidrug resistant Salmonella typhi (MDRST) (Sidabutar S, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun (2011) dengan desain case series bahwa proporsi tertinggi pasien Demam Tifoid dengan pengobatan Sefalosporin Generasi III (42%).

Antibiotik Parenteral
30 25 20 15 10 5 0 Sefalosporin Generasi III Amoxicilin/ Ampisilin 1 28

Gambar 5.10. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan Antibiotik Secara Parenteral di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.10. di atas dapat dilihat bahwa pemberian obat antibiotik secara parenteral pada pasien Demam Tifoid tertinggi adalah Sefalosporin generasi III 28 orang (28%) dan Amoxicilin/Ampisilin 1 orang (1%). Strategi terapi untuk anak-anak berbeda dengan dewasa. Fluoroquinolon secara luas dianggap optimal untuk orang dewasa, karena obat ini tidak boleh diberikan pada anak karena akan menyebabkan menutupnya lempeng epifisis. Dan pada anakpun diberikan pilihan berikutnya yaitu sefalosporin, karena kloramfenikol bukan lagi optimal melainkan alternatif terapi (WHO, 2007).

Simtomatik Oral
Antikonvulsan Suplemen Kortikosteroid Antidiare Elektrolit Antitusif Mukolitik & Ekspektoran Vitamin Antasid Antiemetik Analgesik - Antipiretik 0 20 40 60 80 100 120

Gambar 5.11. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan Simtomatik Oral di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari gambar 5.11. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan pengobatan simtomatik secara oral tertinggi adalah Analgesik Antipiretik (95%), diikuti Antiemetik (75%) dan terendah Antikonvulsan (3%). Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-

gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot.


Berdasarkan keluhan utama demam 94 orang (94%) dan keluhan tambahan demam 4 orang (4%).

Antiemetik adalah zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah. Berdasarkan keluhan utama muntah 2 orang (2%) dan keluhan tambahan muntah 50 orang (50%) sedangkan mual 46 orang (46%). Antasid adalah zat yang berfungsi untuk menetralisir asam lambung. Antidiare adalah obat yang diberikan untuk mengatasi gejala diare. Berdasarkan keluhan tambahan diare 29 orang (29%). Mukolitik adalah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspetorasi). Antitusif adalah obat yang menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran napas batuk dengan meninggikan ambang rangsang yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk. Berdasarkan keluhan tambahan batuk 28 orang (28%). Antikonvulsan digunakan untuk mencegah kambuhnya kejang dan mengakhiri aktivitas klinik dan elektrik kejang. Kortikosteroid adalah nama jenis hormon yang merupakan senyawa regulator seluruh sistem homeostasis tubuh organism agar dapat bertahan mengahadapi perubahan lingkungan dan infeksi. Vitamin adalah bahan utama bagi fungsi tubuh dan kesehatan yang dibutuhkan dalam jumlah takaran yang lebih sedikit namun memiliki manfaat yang sangat berguna bagi tubuh. Suplemen adalah kombinasi dari dua atau lebih vitamin dan zat berkhasiat sesuai dengan efek terapeutik yang diinginkan. Suplemen bisa berupa gabungan dari berbagai macam vitamin ataupun zat lain ( non vitamin ) seperti asam amino maupun sediaan herbal yang memiliki khasiat terapeutik yang sudah dibuktikan khasiat dan kegunaanya.

Simtomatik Parenteral
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 42 41 Proporsi (%)

16

1 Antasid Analgesik (Non Opioat) & Antipiretik Antiemetik

Antikonvulsan Kortikosteroid

Gambar 5.12. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pengobatan Simtomatik Secara Parenteral di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Dari gambar 5.12. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan pengobatan simptomatik secara injeksi tertinggi Antasid (42%) diikuti Analgesik - Antipiretik (41%), Antiemetik 16%, Antikonvulsan dan Kortikosteroid (1%).

5.2.8. Lama Rawatan Rata-rata Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011 Lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid adalah 3,87 hari (4 hari), Standar Deviasi (SD) 1,993 dan nilai Coefficient of Variation =

sebesar 51,49% yang berarti lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid bervariasi, dimana lama rawatan minimum adalah 1 hari dan lama rawatan maksimum adalah 9 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun (2011) bahwa lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid adalah 4,25 hari (4 hari) dan nilai Coefficient of Variation sebesar 61,34 % yang berarti lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid bervariasi.

5.2.9. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang rawat inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar 5.14.

Keadaan Sewaktu Pulang


9%

91%

Pulang Berobat Jalan (PBJ)

Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

Gambar 5.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 5.14. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi keadaan sewaktu pulang pasien Demam Tifoid adalah pulang berobat jalan (91%) dan yang terendah adalah pulang atas permintaan sendiri (9%). Hal ini sesuai dengan penelitian Siska Ishalani Hasibuan di RS Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun (2010) bahwa proporsi tertinggi pasien Demam Tifoid berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang tertinggi adalah pulang berobat jalan (97,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rani. N. F. Nainggolan di RS Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang Siantar tahun (2009) dengan desain case series bahwa proporsi tertinggi keadaan sewaktu pulang adalah pulang berobat jalan (48,3%).

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. 6.1.1 KESIMPULAN Berdasarkan sosiodemografi umur termuda 1 tahun, umur tertua 64 tahun, proporsi tertinggi kelompok umur 1 8 tahun 36%, dan sex ratio 100%. 6.1.2 Keluhan utama demam 94%, muntah dan nyeri ulu hati 2%, keluhan tambahan muntah 50%, mual 46%, diare 29% dan terendah lidah kotor 2%. Pemeriksaan fisik nyeri tekan pada epigastrium 25,42%, perut kembung 22,03% dan terendah hepatomegali 1,69%. Pemeriksaan serologis uji Widal (+) 94%. Pemeriksaan darah tepi trombositopenia 36,7%, anemia 27,84%, leukopenia 18,98%, eosinofilia 8,86% dan limfositosis 7,59%. 6.1.3. Tidak ada komplikasi 98%. 6.1.4. Pemberian cairan RL 98%, asering dan dextro 1%. 6.1.5. Pemberian obat antibiotik secara oral adalah Sefalosporin Generasi III 33%, Tiamfenikol 30%, Cotrimosazol 12%, Kloramfenikol 11%, Golongan 4-Fluoroquinolon (Ciprofloxacin) dan Kortikosteroid 9% dan Amoxicilin/Ampisilin 8%. Pemberian obat antibiotik secara parenteral adalah Sefalosporin Generasi III 28% dan Amoxicilin/Ampisilin 1%. 6.1.6. Pemberian obat simtomatik secara oral adalah Analgesik - Antipiretik 95%, Antiemetik 75%, Antasid 52% dan terendah Antikonvulsan 3%. Pemberian obat simtomatik secara parenteral adalah Antasida 42%, Analgesik & Antipiretik 41%, Antiemetik 16%, Antikonvulsan dan Kortikosteroid 1%. 6.1.7. Keadaan sewaktu pulang pada kasus Demam Tifoid PBJ 91% dan PAPS 9%. 6.1.8. Lama rawatan 3,87% (4 hari), dimana lama rawatan minimum 1 hari dan lama rawatan maksimum 9 hari.

6.2. 6.2.1

SARAN Di harapkan hasil penelitian ini berguna dan bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan institusi lokasi penelitian.

6.2.2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengatahui faktor-faktor yang menyebabkan pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS).

Anda mungkin juga menyukai

  • Anti Tetanus Serum
    Anti Tetanus Serum
    Dokumen2 halaman
    Anti Tetanus Serum
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Tetanus
    Tetanus
    Dokumen16 halaman
    Tetanus
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Alogaritma TETANUS
    Alogaritma TETANUS
    Dokumen16 halaman
    Alogaritma TETANUS
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Pneumonia Lobaris (PN)
    Pneumonia Lobaris (PN)
    Dokumen13 halaman
    Pneumonia Lobaris (PN)
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Pneumonia Lobaris
    Pneumonia Lobaris
    Dokumen14 halaman
    Pneumonia Lobaris
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Isnba Pneumonia Lobaris
    Isnba Pneumonia Lobaris
    Dokumen14 halaman
    Isnba Pneumonia Lobaris
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Servikal
    Fraktur Servikal
    Dokumen22 halaman
    Fraktur Servikal
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Ular Randu
    Ular Randu
    Dokumen2 halaman
    Ular Randu
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • SL 2 Dan 3 Gambar
    SL 2 Dan 3 Gambar
    Dokumen1 halaman
    SL 2 Dan 3 Gambar
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Hidung
    Hidung
    Dokumen22 halaman
    Hidung
    Vani Abigael Siahaan
    Belum ada peringkat
  • KEL 6b
    KEL 6b
    Dokumen1 halaman
    KEL 6b
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • KEL 2a
    KEL 2a
    Dokumen4 halaman
    KEL 2a
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Kpu
    Kpu
    Dokumen2 halaman
    Kpu
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • WamintonRajagukguk Unimed HB
    WamintonRajagukguk Unimed HB
    Dokumen37 halaman
    WamintonRajagukguk Unimed HB
    Waldens Rajagukguk
    100% (1)
  • Ms - Word DR, Juliandi2
    Ms - Word DR, Juliandi2
    Dokumen3 halaman
    Ms - Word DR, Juliandi2
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen14 halaman
    Daftar Isi
    waldensrajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen14 halaman
    Daftar Isi
    waldensrajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Form Openrun Las2012
    Form Openrun Las2012
    Dokumen5 halaman
    Form Openrun Las2012
    Ahmad CeMenks Rahman
    Belum ada peringkat
  • Edifikasi
    Edifikasi
    Dokumen2 halaman
    Edifikasi
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Obat Anti Anemia & Obat Anti Perdarahan
    Obat Anti Anemia & Obat Anti Perdarahan
    Dokumen41 halaman
    Obat Anti Anemia & Obat Anti Perdarahan
    Waldens Rajagukguk
    100% (2)
  • SGD 2
    SGD 2
    Dokumen6 halaman
    SGD 2
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Pengertian Lanjut Usia
    Pengertian Lanjut Usia
    Dokumen6 halaman
    Pengertian Lanjut Usia
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • SGD 2
    SGD 2
    Dokumen6 halaman
    SGD 2
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Ikatan Kedokteran Dan Kedokteran Gigi Advent
    Ikatan Kedokteran Dan Kedokteran Gigi Advent
    Dokumen1 halaman
    Ikatan Kedokteran Dan Kedokteran Gigi Advent
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis
    Diagnosis
    Dokumen1 halaman
    Diagnosis
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Profil Pemakai 1
    Profil Pemakai 1
    Dokumen3 halaman
    Profil Pemakai 1
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat
  • Lap Is Tan
    Lap Is Tan
    Dokumen2 halaman
    Lap Is Tan
    Waldens Rajagukguk
    Belum ada peringkat