Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Masalah gizi timbul disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan yang mencakup aspek aspek ekonomi, sosial dan budaya. Javier Toro, (dalam: Mayer dan Dwyer, 1979), mengemukakan bahwa keadaan gizi ditentukan oleh dua hal pokok yaitu situasi pangan dan penggunaan pangan secara biologis. Sementara itu situasi pangan akan sangat tergantung dari suplai pangan dan permintaan pangan. Suplai pangan pada garis besarnya ditentukan oleh tiga aspek yaitu produksi pangan, import/eksport pangan dan teknologi pangan, sedangkan permintaan pangan banyak dipengaruhi aspek aspek sosial/kependudukan, ekonomi, dan budaya. Beragam masalah kekurangan zat gizi dijumpai diberbagai Negara sedang berkembang, namun dari masalah masalah tersebut ada empat yang dianggap sangat penting yaitu kurang energy protein, kurang vitamin A, kurang yodium (gondok endemic), dan kurang besi (anemi gizi besi). Di Indonesia menurut Tarwwotjo, dkk( dalam: LIPI,1979), prevalensi kurang energy protein (KEP), pada golongan anak prasekolah pada tahun 1978 dilaporkan meliputi sekitar Sembilan juta dengan kondisi gizi kurang. Dari hasil berbagai penelitian gizi yang dilakukan dibeberapa daerah menunjukan bahwa anak

prasekolah yang berstatus gizi kurang berkisar antara 11.4 sampai 62.6 persen (tertinggi dibogor), sedangkan yang berstatus gizi buruk antara 1.6 samapi 7.9 persen tertinggi dikalimantan. Golongan dewasa, kurang energy protein (KEP) dijumpai dikalangan wanita wanita hamil dan menyusui dimana kelompok penduduk ini memang biasa dianggap

rawan terhadap keadaan gizi kurang. Sri Karjati, dkk, (1978) melaporka sebanyak 7 persen wanita hamil dan tiga persen ibu menyusui di jawa timur menderita kurang energy protein. Secara nasional diperkirakanpada tahun 1978 terdapatsekitar setengah juta wanita hamil dan seperlima ibu menyusui mengalami keadaan gizi kurang. Keadaan yang demikian dapat berpengaruh negatifterhadap janin yang dikandung maupun terhadap bayi dan anak pada pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan kanak kanak di tandai dengan macamsindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor karena kurang konsumsi protein dan Marasmus karena kurang konsumsi energy dan protein dan protein. Kwashiorkor umumnya terjadi pada anak-anak antara umur 1 3 tahun, biasanya setelah anak lepas dari susu ibu (disapih). Anak yang mengalami keadaan ini menunjukkan pertumbuhan yang terhambat, kurus dan udema. Disamping itu biasanya mengalami mencret-mencret, dan anemi, perut buncit, rambut mudah lepas dan kulit berwama pucat serta kering dan kasar (Jelliffe, 1966). Maramus biasanya dijumpai pada anak umur di bawah satu tahun. Secara klinis anak ini beratnya kurang dari 60 persen berat anak normal menurut umurnya, kurus, kehilangan lemak di bawah kulit, perut buncit, muka bentuk bulan dan umumnya mengalami mencretmencret dan anemi (Galler, 1984). Istilah kurang energi-protein sekarang dipandang sebagai suatu permasalahan ekologis dimana tidak saja disebabkan oleh ketidak-cukupan ketersediaan pangan atau zat-zat gizi tertentu, tetapi juga dipengaruhi oleh ke miskinan, sanitasi lingkungan yang kurang baik dan ketidak-tahuan terhadap gizi (Sue Kimm, dalam: Mayer dan Dwyer, 1979. Klasifikasi keadaan gizi kurang yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku. Salah satu cara klasifikasi yang umum digunakan adalah yang diajukan oleh F. Gomez (Gomez, dkk., 1956). Sistem Gomez ini membagi kasus-kasus ke dalam tiga derajat gizi kurang yaitu gizi kurang "ringan" (90 75 persen standar), gizi kurang

"sedang" (75 60 per sen standar) dan gizi kurang "berat" (kurang dari 60 persen standar). Cara ini memperhatikan berbagai tan da klinis serta bobot prognosa dari penderita dalam kaitannya dengan umur. Wellcome (1970) membuat klasifikasi gizi kurang didasarkan pada ada atau tidak adanya udema untuk kwashiorkor dan penurunan berat badan yang ekstrim sampai dibawah 60 persen standar untuk marasmus. Anak - anak yang berat menurut umumya antara 60 80 persen terhadap standar tetapi tidak terdapat udema, diklasifikasikan sebagai kurus ("underweight"). Selanjutnya anak yang mempunyai berat menurut umur dibawah 60 persen standar dan terdapat udema maka anak dengan keadaan semacam ini digolongkan sebagai kwashiorkor-marasmik. Cara Gomez maupun Wellcome hanya dapat digunakan dengan baik apabila umur anak dapat diketahui secara tepat.

MASALAH GIZI DI NEGARA BERKEMBANG Kurang Energi-Protein (KEP)terutama di kalangan bayi dan anak-anak kecil selalu dijumpai di negara yang sedang berkembang. Selain faktor pemberian air susu ibu, faktor lain yang biasanya memegang peranan penting dalam menyebabkan timbulnya gizi kurang adalah diare dan penyakit infeksi. Keadaan ini menjadikan anak tidak mau makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. WHO (1968) menyatakan bahwa dari segi kesehatan masyarakat, gizi kurang merupakan masalah tersebar di dunia. Upaya pencegahan dapat dilakukan meialui penyediaan pangan yang mencukupi dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada orang tua dalam hal memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higenis. Beberapa masalah gizi lainnya yang umum dijumpai adalah kurang vitamin A, kurang zat besi dan kurang yodium. Selain itu penyakit lain akibat kurang gizi yang cukup penting antara lain pellagra, riketsia, beri beri serta skurvi.

Beberapa faktor budaya dapat menambah timbulnya bahaya defisiensi. Hal ini karena beras dianggap memberikan kekuatan, kesehatan, dan ketentraman yang

harus dikonsumsi dalam jumlah yang cukup banyak.

DIMENSI KELAPARAN Kekurangan gizi adalah keadaan yang kronis dan memberi cemas bagi pembangunan bangsa berbagai Negara. Kekurangan gizi ini bersifat multidisipliner dan harus mempertimbangkan beberapa faktor secara simultan antara lain: mobilisasi sosial, kebijaksanaan ekonomi sosial, perbaikan pertanian, dan perbaikan gizi yang merupakan suatu ragkaian kegiatan. Kekurangan gizi dapat disebabkan oleh salah satu dari 3 faktor berikut ini: Konsumsi pangan kurang,baik jumlah dan mutunya. Kekurangan salah satu atau lebih zat gizi yang dapat menimbulkan beberapa penyakit defisiensi. Karena menderita sakit, faktor keturunan atau karena lingkungan yang menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi.

GIZI DAN PERKEMBANGAN EKONOMI SOSIAL Pada tahun 1933, Orde Browne menunjukan bahwa orang yang konsumsi pangannya kira-kira tidak mencukupi kebutuhan, maka bila orang itu bekerja sebagai buruh kemampuan kerjanya akan rendah. Pernyataan ini ditekankan oleh FAO (1962) dimana untuk bekerja dipabrik pabrik para pekerja memerlukan konsumsi pangan yang cukup agar produktivitas kerjanya dapat ditingkatkan.

PERAN GIZI DALAM PEMBANGUNAN Masalah gizi menimbulkan maslah pembangunan dimasa yang akan datang. Keterlambatan dalam memberikan pelayanan gizi akan berakibat kerusakan yang sukar atau malahan tak dapat ditolong. Karena itulah maka usaha-usaha peningkatan

gizi terutama harus ditujukan pada anak-anak dan ibu-ibu yang mengandung. Anakanak masa kini adalah pemimpin-pemimpin, cendekiawan dan pekerja di masa yang akan datang, mereka adalah harapan nusa dan bangsa. Peran gizi didalam pembangunan bangsa dimasa depan dapat dilihat antara lain : a) Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan. b) Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menrunnya produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan. c) Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak. Akibat ini diduga tidak dapat diperbaiki biia terjadinya kekurangan gizi itu semasa anak dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini akan berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa. d) Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja, yang berarti menurunnya prestasi dan produktwitas kerja manusia

Demikianlah gambaran betapa pentingnya usaha-usaha peningkatan gizi masyarakat dalam pembangunan bangsa. Kekurangan pangan dan gizi bukanlah sekadar menjadi sasaran akan tetapi juga sekaligus merupakan landasan untuk segala proses kemajuan ekonomi dan sosial bangsa dan negara. karena itulah peningkatan gizi masyarakat harus merupakan bagian integral pembangunan nasional dan yang merupakan bagian dari pembangunan sosial.

PROGRAM PENINGKATAN GIZI SECARA KONVERGEN MELALUI PENGEMBANGAN WILAYAH. Esensi pendekatan konvergen adalah pemberian yang serempak dari pelayanan - pelayanan dasar untuk kepentingan anak anak dan golongan usia muda

tersebut dan pengembangan penemuan baru dan pemberian pelayanan guna memaksimalkan bantuan terhadap pembangunan anak anak dan golongan usia muda dalam wilayah wilayah yang berpendapatan rendah. Demikianlah bila usaha - usaha peningkatan gizi dilakukan dengan prinsip konvergen, lintas sector dan serempak pada suatu wilayah miskin tertentu, tidak hanya peningkatan gizi itu sendiri akan lebih efisien dan efektif, tetapi usaha peningkatan gizi ini akan memberikan sumbangan besar bagi usaha usaha pembangaunan wilayah pada umumnya.

BERBAGAI CARA PENDIDIKAN GIZI


Kisi kisi Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Gizi yang dibimbing oleh : Dra. Ellis Endang Nikmawati, M.Si

disusun oleh : Ernawati Perninda Presilia Hani Tia Desi Isyeu Siti Saniati Kristianto Adi Putro Leha Julaeha Vinny Fardila 1105828 1100271 1105697 1104303 1104938 1105367

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN TATA BOGA FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2013

Anda mungkin juga menyukai