Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Reactive Oxygen Species (ROS) terhadap hipertensi a.

Reactive Oxygen Species (ROS) ROS memiliki peran penting dalam perkembangan penyakit

kardiovaskular, termasuk hipertensi, atherosclerosis, diabetes, cardiac hypertrophy, gagal jantung, dan stroke. Hal ini disebabkan produksi oksidan yang berlebih, penurunan bioavailability nitric oxide (NO), dan penurunan kapasitas antioksidan pada vasculature dan ginjal. ROS terdiri dari beberapa molekul yang memiliki efek berbeda pada fungsi seluler, seperti regulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel, modulasi produksi dan pemecahan matrix ekstraseluler, inaktivasi NO, dan stimulasi berbagai kinase dan gen proinflamasi. Oxidative stress merupakan kondisi yang melibatkan peningkatan kadar ROS. ROS diproduksi melalui reaksi reduction-oxidation (redox). ROS merupakan senyawa reaktif yang terdiri dari dua kelompok utama, yaitu radikal bebas (superoxide [O2-], hydroxyl [OH], nitric oxide [NO]) dan derivate non radikal dari O2 (H2O2 dan ONOO-). Property dan distribusi yang berbeda antara O2- dan H2O2 menunjukkan bahwa spesies ROS yang berbeda dapat mengaktivasi pathway sinyaling berbeda dengan respon fungsional berkebalikan. Sebagai contoh, peningkatan O2- menyebabkan inaktivasi vasodilator NO sehingga terjadi disfungsi endotel dan vasokonstriksi, karakteristik berbagai penyakit vascular, termasuk hipertensi. Sebaliknya, H2O2 bertindak sebagai vasodilator pada berbagai vascular beds, termasuk arteri serebral, koroner, dan mesenterik (Paravicini & Touyz., 2008). b. Produksi ROS ROS diproduksi oleh semua tipe sel vaskuler, termasuk sel endotel, sel otot polos, dan juga dapat diproduksi oleh berbagai enzim. Sumber utama ROS yang bertanggung jawab terhadap penyakit vaskuler dan hipertensi antara lain xanthine oxidase, uncoupled endothelial NO syntase, dan NADPH oxidase (Paravicini & Touyz., 2006). Xanthine oxidase diekspresikan pada permukaan luminal endotel dan berperan dalam katalisasi konversi hypoxanthine menjadi urate untuk membentuk O2-. Enzim ini normalnya terekspresi sebagai xanthine dehydrogenase yang tidak membentuk O2-, namun dikonversi menjadi xanthine oxidase, baik melalui oksidasi ataupun

oleh proteolytic cleavage dari segmen xanthine dehydrogenase (Ray & Shah, 2005). Secara normal NO syntase akan membentuk NO, namun NO syntase dapat berada pada keadaan uncoupled, biasanya terjadi pada defisiensi H4B (tetrahydrobiopterin). Ketika hal ini terjadi, eNOS (endothelial NO syntase) menjadi sumber utama O2-. Pembentukan ROS oleh uncoupled eNOS berperan dalam patofisiologi atherosclerosis, hiperkolesterolemia, dan hipertensi. H4B memiliki kecenderungan untuk mengalami degradasi oksidatif oleh O2- atau ONOO-. Dengan demikian, degradasi H4B oleh ROS yang berasal dari sumber lain dapat menginduksi NOS uncoupling dan amplifikasi oxidative stress (Gambar 1). Penelitian eksperimen membuktikan bahwa pembentukan ROS oleh NADPH oxidase menyebabkan eNOS uncoupling dan amplifikasi produksi ROS (Ray & Shah, 2005). Beberapa studi menunjukkan bahwa sumber terbesar ROS pada dinding vascular adalah NADPH oxidase, yang menggunakan NADH/NADPH sebagai donor electron untuk mengurangi oksigen molecular dan menghasilkan O2-. Aktivasi enzim ini membutuhkan subunit cytosolic (p47phox, p67phox, atau homolognya) dan subunit membrane bound (gp91phox/Nox1/Nox4 and p22phox) untuk membentuk kompleks enzim fungsional. Aktivasi NADPH oxidase diregulasi oleh beberapa hormone vasoaktif, growth factor (PDGF, TGF), dan stimulus mekanik ( shear stress) (Paravicini & Touyz., 2006). Pada sistem biologis, O2- bersifat short-lived dan cepat mengalami reduksi menjadi H2O2 oleh superoxide dismutase (SOD). Muatan pada anion superoxide menyebabkan superoxide ini tidak dapat melewati membran sel. H2O2 memiliki lifespan lebih lama dibanding O2- dan bersifat lebih stabil serta mudah berdifusi. Sumber utama H2O2 pada jaringan vaskuler yaitu dismutasi O2- : 2 O2- + 2H+ H2O2 + O2. Reaksi ini dapat dikatalisasi oleh SOD yang terdiri dari tiga isoform, yaitu zinc SD (SOD1), mitochondrial SOD (Mn SOD, SOD2), dan extracellular SOD (eSOD) (Paravicini & Touyz., 2008).

Gambar 1 Pembentukan O2- dan H2O2 dari O2 pada sel-sel vaskuler. Beberapa enzim, termasuk NADPH oxidase, xanthine oxidase, dan uncoupled nitric oxide synthase (NOS) dapat membentuk ROS. NADPH oxidase merupakan multisubunit enzyme, terdiri dari gp91phox (atau homolognya, Nox1 and Nox4), p22phox, p47phox, p67phox dan p40phox, yang diregulasi oleh beberapa stimulus, termasuk agen vasoaktif seperti Ang II.

c. ROS pada Hipertensi Neuronal ROS Sinyaling redox pada central nervous system (CNS) terlibat dalam control neuronal dari tekanan darah, sebagai respon terhadap

Angiotensin II (Ang II) dan aldosteron, yang berkaitan dengan ROSdependent hypertension. Baru-baru ini telah ditemukan peran baru ROS pada hypothalamus dan batang otak, tractus solitarius (NTS), subfornical organ (SFO), rostral ventrolateral medulla (RVLM), and area postrema (AP). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Nox merupakan sumber primer superoxide pada aktivitas neuronal yang diinduksi Ang II (Datla & Griendling, 2010). Renal ROS Ginjal meregulasi tekanan darah dengan mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit serta mensekresi hormone, termasuk angiotensin II (Ang II). Beberapa penelitian menemukan bahwa disregulasi ROS, khususnya enzim Nox, dapat berperan dalam pathogenesis hipertensi dan end organ damage terkait dengan hipertensi. Sebagai contoh,

coinfusi UK14,304, sebuah 2-adrenoceptor agonist meningkatkan renal resistensi vascular. Pada sel-sel macula densa, yang peka terhadap luminal NaCl dan mengontrol tonus arteriol afferent, Nox2 bertanggung jawab pada perubahan pembentukan O2- yang diinduksi garam, dan Nox4 meregulasi basal ROS. Mekanisme aktivasi Nox2 belum diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa kemungkinan meliputi gangguan pada pH intrasel dan depolarisasi macula densa (Datla & Griendling, 2010). Vascular ROS Superoxide menginduksi disfungsi vascular pada hipertensi melalui interaksinya dengan NO. beberapa studi menggunakan hewan coba mendukung konsep ini, intake garam yang tinggi ditambah dengan treatment BSO menyebabkan disfungsi vascular dengan menurunkan kadar NO dan aktivitas eNOS pada tikus. Pada SOD3 knockout animal, pemberian Ang II meningkatkan O2- dan menurunkan vasodilatasi pada small mesenteric arterioles. Pada mencit yang mengalami mutasi pada copper transporter Menkes ATPase (MNK), aktivitas SOD3 menurun karena kerusakan inkorporasi copper, menyebabkan kerusakan AChinduced endothelium-dependent vasorelaxation. Banyak penelitian yang menghubungkan ROS dengan hipertensi menggunakan hewan coba yang mengalami peningkatan maupun gangguan Ang II, namun juga terdapat penelitian yang menggunakan MR-induced ROS. MR blocker, eplerenone, secara signifikan menurunkan kekakuan dinding arteri, rasio medial kolagen/elastin, dan mediator inflamasi pada pasien-pasien hipertensi. MR blocker lainnya,

spironolactone, melindungi tikus Ren2 dari apoptosis vascular dan injuri structural melalui Nox-dependent ROS inhibition. Sebaliknya, pada sel-sel endotel, treatment aldosteron meningkatkan pembentukan ROS melalui translokasi p47phox ke dalam membran dari sitosol. Eplerenone atau knockdown p47phox membalikkan penurunan kadar NO dan menurunkan fosforilasi eNOS Ser 1177. Mekanisme lain yang mengkaitkan Ang II dengan peningkatan ROS yaitu aktivasi produksi mitochondrial ROS yang diperantarai Nox. Seperti pada CNS, aktivasi Nox yang diinduksi Ang II meningkatkan produksi mitochondrial ROS pada sel-sel endotel aorta. Antioksidan yang bertarget

pada mitokondria, MitoQ10, menurunkan tekanan darah systole dan meningkatkan bioavailability NO pada thoracic aorta pada SHR. Ang II menginduksi aktivitas sel T, produksi sitokin proinflamasi dan infiltrasi dalam lemak perivaskular. Ekspresi AT1R pada sel-sel imun telah terbukti terlibat dalam hipertensi yang diinduksi Ang II. Delesi SOD3 pada CVO dapat meningkatkan aktivasi sel T, mengakibatkan peningkatan produksi O2- yang diinduksi Ang II dan inflamasi vascular karena infiltrasi sel T dan leukosit (Datla & Griendling, 2010). Cardiac ROS Salah satu efek dari hipertensi adalah hipertrofi atau penebalan otot jantung. Seperti pada CVS, renal, dan sistem vascular, sumber ROS yang berbeda terlibat dalam hipertrofi dan remodeling cardiac. Cross talk antara Ang II dan MR juga terjadi pada hipertrofi dan remodeling cardiac. Pada transgenic mice dengan kondisional, cardiomyocyte-restricted overexpression of the human MR, pemberian Ang II menyebabkan peningkatan massa ventrikel kiri/berat badan yang lebih tinggi

dibandingkan mencit normal. Efek ini berhubungan dengan peningkatan ekspresi kolagen dan fibronectin, serta Nox (Datla & Griendling, 2010).

d. Stress Oksidatif dan Hipertensi pada Manusia Berdasarkan penelitian, stress oksidatif meningkat pada pasien dengan hipertensi esensial, hipertensi renovascular, hipertensi malignant, salt sensitive hypertension, dan preeclampsia. O2- yang berasal dari leukosit polimorfonuklear dan platelet, yang juga terlibat dalam oksidatif vascular dan inflamasi, juga meningkat pada pasien hipertensi. Pasien hipertensi menunjukkan produksi plasma H2O2 yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok normotensive. Produksi ROS meningkat pada sel otot polos pembuluh darah, hal ini berhubungan dengan upregulasi vascular NADPH oxidase. Pentingnya NADPH oxidase dalam stress oksidatif pada penyakit kardiovaskular ditunjukkan dengan adanya polimorfisme pada subunit NADPH oxidase yang berkaitan dengan atherosclerosis dan hipertensi (Paravichini & Touyz, 2008).

Referensi: 1. Paravichini, TM., Touyz, RM. 2008. NADPH Oxidases, Reactive Oxygen Species, and Hypertension: Clinical implications and therapeutic possibilities. Diabetes Care 31 (Suppl. 2):S170S180 2. Paravichini, TM., Touyz, RM. 2006. Redox signaling in hypertension. Cardiovascular Research 71: 247 258 3. Ray, R., Shah, AM. 2005. NADPH oxidase and endothelial cell function. Clinical Science 109: 217226 4. Datla, SR., Griendling, KK. 2010. Reactive Oxygen Species, NADPH Oxidases and Hypertension. Hypertension. 56(3): 325330

Pengaruh mutasi terhadap aktivasi channel yang berperan terhadap regulasi tekanan darah: NKCC2 a. Peran NKCC2 pada Fungsi Thick Ascending Limb (TAL) Fungsi utama dari thick ascending limb (TAL) yaitu untuk menyerap (reabsorbsi) NaCl dalam jumlah besar pada saat menyerap air, sehingga mengencerkan urine yang terbentuk dalam lumen tubulus. Pada sepanjang TAL, konsentrasi luminal NaCl menurun secara gradual dari 140 mM pada bagian dalam medulla luar menjadi 30-60 mM pada macula densa. Reabsorbsi NaCl oleh TAL merupakan proses dengan dua tahap. Pada tahap pertama, Na, K, dan Cl memasuki sel melewati membran apical melalui electroneutral Na+-K+-2Clcotransporter (NKCC2). Ion-ion ini ditransport mengikuti gradient elektrokimia yang dihasilkan Na+-K+-ATPase, yang memediasi tahap kedua ekstrusi Na+ melalui membran basolateral. NKCC2 memiliki peran penting dalam fungsi TAL dan fungsi ginjal. NKCC2 memediasi seluruh reabsorbsi Cl- (100%), dan walaupun memediasi 50% Na, transport membran apical, aktivitas NKCC2 berhubungan dengan fluktuasi Na+ paraselular, Ca2+, dan Mg2+. 10-20% fraksi dari luminal Na+ memasuki sel melalui NHE3 dan berdifusi melewati tight junction (30-40%) mengikuti potensial positif lumen yang dihasilkan ROMK. Penghambatan NKCC2 menurunkan pengeluaran K+ melalui ROMK, mengganggu potensial positif lumen dan tidak hanya menghentikan semua reabsorbsi NaCL, tetapi juga transport paraseluler kalsium dan magnesium. Selain itu, reabsorbsi NaCl oleh TAL mempertahankan olmolalitas interstisial yang tinggi, penting untuk countercurrent multiplication dan reabsorbsi air oleh ductus collectives. Dengan demikian, aktivitas NKCC2 sangat penting untuk konservasi garam dan juga untuk regulasi keseimbangan cairan akut maupun kronis.

b. Disfungsi NKCC2 dan Perannya dalam Regulasi Tekanan Darah Ginjal memiliki peran penting dalam control tekanan darah. NKCC2 mereabsorbsi 20-30% NaCl yang terfiltrasi dan mempertahankan osmolalitas interstisial yang tinggi. Dengan demikian, terdapat hubungan langsung antara aktivitas NKCC2 dan tekanan darah. Hal ini pertama kali ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan akibat mutasi pada gen NKCC2 (SLC12A1) yang mengakibatkan penurunan bahkan tidak adanya aktivitas NKCC2 (Bartters syndrome), menyebabkan kehilangan garam secara masif dan hipotensi.

Sebaliknya, peningkatan aktivitas NKCC2 berhubungan dengan hipertensi. Sekitar 50% pasien hipertensi sensitif terhadap garam, tekanan darah pasien akan menurun dengan mengurangi intake garam pada diet, mengindikasikan peningkatan reabsorbsi garam yang tidak normal. Studi menggunakan hewan coba menunjukkan bahwa sensitivitas garam terjadi karena ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresikan garam. Salt-sensitive hypertension merupakan penyakit polygenic yang kompleks. Mekanisme molecular dan genetic yang menyebabkan sensitivitas terhadap garam belum diketahui dengan jelas, tetapi mekanisme tersebut melibatkan peningkatan reabsorbsi NaCl pada nephron, yang menurunkan sensitivitas mekanisme pressure-natriuretic. Pada manusia, terdapat perbedaan sensitivitas terhadap garam yang dipengaruhi oleh ras. Pada populasi Afrika-Amerika, insiden Salt-sensitive hypertension lebih tinggi

dibandingkan ras kulit putih. Ras kulit putih memproduksi urine yang lebih pekat, meretensi Na+, Ca2+, dan Mg2+ yang lebih banyak, dan reabsorbsi NaCl oleh TAL yang juga lebih tinggi. Data-data tersebut menunjukkan defek pada transport TAL pada salt-sensitive hypertension mengindikasikan terjadinya peningkatan aktivitas NKCC2 sebelum dan setelah terjadinya hipertensi.

c. NKCC2 pada Model Hewan Coba Hipertensi Absorbsi NaCl oleh NaCl secara abnormal mengalami peningkatan pada tikus model salt-sensitive hypertension. Pada Dahl salt-sensitive rat, peningkatan reabsorbsi Cl- pada TAL perfused in vitro, atau selama micropuncture in vivo. Pada galur ini, reabsorbsi Cl- pada tubulus proximal tidak mengalami perubahan, sedangkan reabsorbsi Cl- pada tubulus distal berkurang, mungkin hal ini terjadi untuk mengkompensasi reabsorbsi Cl- oleh TAL. Reabsorbsi Na dan air pada isolated perfused cortical collecting duct tidak meningkat pada Dahl salt-sensitive rat. Semua data ini menunjukkan bahwa peningkatan reabsorbsi Cl- oleh TAL pada Dahl salt-sensitive rat terlibat dalam perkembangan hipertensi. Mekanisme molecular yang mendasari peningkatan aktivitas NKCC2 belum diketahui. Penelitian yang dilakukan Ares, et al. (2011) menyimpulkan bahwa penurunan TAL pada Dahl salt-sensitive rat menunjukkan adanya penurunan NKCC2 trafficking yang berperan dalam ekskresi garam. Namun, NKCC2 trafficking meningkat pada Dahl salt-sensitive rat, sehingga diperkirakan terdapat mekanisme kompensasi yang melindungi tikus normotensive agar tidak mengalami hipertensi yang tidak terjadi pada Dahl salt-sensitive rat.

d. Disfungsi NKCC2 pada Manusia Sepuluh allele varian NKCC2 telah diidentifikasi pada gen SCL12A1 yang berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan penurunan insiden hipertensi. Salah satu dari mutasi tersebut merupakan mutasi frame shift yang menyebabkan Bartters syndrome. Sembilan varian lainnya merupakan mutasi yang baru diketahui, diperkirakan mengkode protein NKCC2 dengan kerusakan fungsi tergantung pada derajad konservasi evolusioner residu yang terlibat. Varian allelic atau mutasi pada NKCC2 pada populasi normal mungkin dapat melindungi dari perkembangan hipertensi. Mekanisme yang mendasari mungkin berhubungan dengan penurunan fungsi NKCC2 baik melalui aktivitas intrinsic, ekspresi protein, dan/atau trafficking menuju membran plasma. Penyebab spesifik sepertinya bersifat spesifik untuk setiap varian dan masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Beberapa loss-of-function mutation pada NKCC2 menyebabkan Bartters syndrome tipe I. Hal ini membuktikan pentingnya NKCC2 dalam fungsi TAL. Penurunan fungsi NKCC2 menyebabkan penurunan tekanan darah serta kehilangan garam dan air dalam urine. Fenotip ini muncul walaupun pada peningkatan kompensasi maksimal pada kapasitas tubulus distal dan tubulus collectivus. Penemuan ini menunjukkan peningkatan aktivitas NKCC2 pada saltsensitive hypertension dan hipertensi spontan mendukung adanya peran NKCC2 pada perkembangan hipertensi dan NKCC2 merupakan target untuk mengontrol tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai