Anda di halaman 1dari 11

TUGAS HUKUM INTERNASIONAL ANALISIS PINOCHET CASE HOUSE OF LORDS 2000 DAN KAITANNYA DENGAN JURISDIKSI

Disusun oleh : Novia Nanda P. Novannisa Mira Widyawati Tsurayya Hidayat Andi Dini Tenri L. Vega Nidia A. 110110110133 110110110137 110110110160 110110110167 110110110200 110110110202 Dosen : Prof. Dr. Hj. Meike Komar, S.H., MCL., CN. Dr. Hj. Sinta Dewi, S.H., LL.M. Hj. Laina Rafianti, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2013

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pinochet adalah seorang presiden dan diktator Chile. Ia juga adalah seorang Jenderal Militer yang bertugas sebagai kepala staff dan komandan pasukan militer. Dia memimpin kudeta menggulingkan pemerintahan sosialis milik Presiden Salvador Allende pada September 1973. Sebagai pemimpin dari 4 Dewan Militer, ia melakukan penangkapan secara massal dan bertanggungjawab terhadap terbunuhnya lebih dari 2000 orang politikus. Dia juga mengembalikan banyak bisnis yang dinasionalisasi dan pertanian kepada sector swasta/perorangan. Di luar dari kebrutalan yang ia lakukan, rezimnya dipuji karena pertumbuhan ekonomi yang baik. Setelah kekalahannya dari seorang negarawan plebisit pada tahun 1989, jabatannya sebagai Presiden diganti oleh Patricio Aylwin. Pinochet tetap menjadi pemimpin militer sampai tahun 1998 ketika ia diangkat menjadi senator seumur hidup yang membuatnya kebal terhadap tuntutan hukum. Pada kunjungannya ke London dalam tahun yang sama, ia ditangkap atas permintaan dari pemerintah Spanyol atas tuduhan pembunuhan dan penyiksaan yang memungkinkannya untuk diekstradisi ke Spanyol. Pada tahun 1999, hakim Mahkamah Agung Inggris menyatakan bahwa ia harus diekstradisi, namun Pinochet kemudian dilepaskan karena alasan kesehatan dan akhirnya kembali ke Chile. Pada tahun 2000, kekebalan yang ia miliki itu dicopot dan kemudian dimintakan pertanggungjawabannya atas keterlibatannya dalam penculikan dan

pembunuhan yang muncul setelah kudeta. Penuntutan tersebut dihentikan, akibat kegagalannya dalam menghadiri persidangan dikarenakan kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan dia untuk mengikuti persidangan. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Mahkamah Agung Chile.

B. RUMUSAN MASALAH Masalah hukum yang kemudian terjadi adalah apakah Inggris dan Spanyol berwenang menuntut dan menghukum Pinochet berdasarkan jurisdiksi universal terkait hak imunitas yang diklaim oleh Pinochet ?

TINJAUAN TEORETIS

1.

PENGERTIAN Jurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum Negara terhadap orang, benda

atau peristiwa (hukum) di dalam batas batas wilayahnya.1 Jurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan Negara, persamaan Negara dan prinsip tidak campur tangan suatu Negara terhadap derajat

urusan domestik Negara

lain. Terdapat beberapa prinsip dalam jurisdiksi, dintaranya prinsip jurisdiksi teritorial, prinsip jurisdiksi nasionalitas, prinsip jurisdiksi perlindungan, prinsip jurisdiksi universal, prinsip jurisdiksi berdasarkan Perjanjian Internasional dan prinsip jurisdiksi di laut dan ruang udara/angkasa. Namun, yang akan dibahas berikut ini adalah mengenai prinsip jurisdiksi universal.

a.

Jurisdiksi universal Menurut prinsip ini, setiap Negara mempunyai jurisdiksi terhadap tindak kejahatan

yang mengancam masyarakat internasional. Jurisdiksi ini lahir tanpa melihat dimana kejahatan dilakukan atau warga Negara yang melakukan kejahatan. Berbeda dengan ketiga prinsip lainnya, prinsip universal sama sekali tidak mensyaratkan suatu hubungan.2 Hal ini berarti berarti bahwa prinsip universal memberi hak pada semua Negara untuk memberlakukan hukum pidananya, apabila tindak pidana yang dilakukan membahayakan nilai nilai yang universal dan kepentingan umat manusia. Maryan Green berpendapat bahwa terhadap kejahatan kejahatan seperti ini, selain memiliki jurisdiksi, Negara Negara pun memiliki hak, bahkan kewajiban untuk menghukumnya. Pengakuan asas universalitas dalam khasanah hukum internasional didasarkan pada dua pertimbangan, pertama bahwa terjadinya peristiwa peristiwa kejahatan yang memerlukan perhatian dan tindakan yang bersifat universal (pendekatan normatif) dan kedua, asas asas jurisdiksi lain tidak mampu menuntut dan mengadili pelaku kejahatan dimaksud yang melarikan diri ke Negara lain atau memang mendapat perlindungan dari
1 2

Huala Adolf, Aspek aspek Negara Dalam Hukum Internasional, hlm. 163 Yudha Bhakti, hlm. 97

negara lain (pendekatan pragmatis). Pendekatan normatif khusus ditujukan terhadap kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang sedangkan pendekatan pragmatis ditujukan terhadap kejahatan pembajakan di laut bebas, perbudakan dan perdagangan budak, pemalsuan mata uang dan terorisme. Pendekatan normative menegaskan pemberlakuan asas universal sebagai suatu kebolehan sedangkan pendekatan pragmatis menegaskan pemberlakuan asas universal sebagai keharusan.3 Dua pendekatan terhadap asas universal di atas, mencerminkan dua sumber Hukum Internasional yaitu Perjanjian Internasional dan Hukum Kebiasaan Internasional. Asas universal dalam arti ada kewajiban untuk menuntut atau mengekstradiksi baru muncul dalam konvensi Jenewa 1949 di dalam konvensi ini telah ada kewajiban semua Negara untuk memidana pelanggaran terhadap perdamaian yang menuntut

pertanggungjawaban individual. Konvensi 1949 mewajibkan setiap Negara untuk memburu pelaku pelaku kejahatan HAM tersebut tanpa harus melihat asal usul kewarganegaraan dan menuntut dan mengadili di pengadilan nasional atau menyerahkan ke Negara lain untuk diadili. Kewajiban tersebut juga ditegaskan kembali dalam Protokol Tambahan tahun 1977. Konvensi ketiga yang menyatakan diberlakukannya asas universal adalah konvensi anti penyiksaan (10 Desember 1984). Dalam Hukum Internasional, asas universal yang diuraikan merujuk kepada ketiga konvensi tersebut di atas termasuk genosida, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang disebut sebagai permissive universal jurisdiction. Namun ada yang berpendapat bahwa asas universal tersebut lebih dari bersifat permisif karena kejahatan kejahatan yang diatur dalam ketiga konvensi tersebut termasuk jus cogens sehingga ada kewajiban erga omnes. Selain asas universal dianut di dalam ketiga konvensi tersebut di atas juga dianut di dalam UNCLOS 1982 dan di dalam International Convention on the Suppression and Punishment of the Crime of Apartheid (1973). Dengan adanya kasus kasus terkait dengan asas universal, Universitas Princeton melaksanakan suatu riset mengenai prinsip jurisdiksi universal yang hasilnya meliputi 14 prinsip, diantaranya :

Romli Atmasasmita, Hukum Pidana Internasional Dalam Kerangka Perdamaian Dan Keamanan Internasional, Jakarta : Fikahati Aneska, 2010, hlm 126

Prinsip 1, meliputi4 : 1) Jurisdiksi universal adalah suatu jurisdiksi criminal yang didasarkan hanya pada kualitas sifat dari suatu kejahatan (the nature of crime), tanpa mempertimbangkan dimana kejahatan itu dilakukan, kewarganegaraan pelakunya, kewarganegaraan korban kejahatan dan hal hal lain yang berkaitan dengan jurisdiksi Negara lain dalam peristiwa tersebut. 2) Pelaksanaan prinsip jurisdiksi universal harus dilaksanakan oleh suatu badan judicial yang memiliki kompetensi yang bertanggung jawab dan pelakunya harus hadir di persidangan. 3) Negara dapat menyandarkan pada asas universal untuk tujuan mengekstradisikan pelaku kejahatan apabila telah ada bukti permulaan cukup (prima facie evidence) bahwa tertuduh bersalah dan pelaksanaan peradilan harus didasarkan atas prinsip dan norma internasional. 4) Di dalam pelaksanaan asas universal atau meletakan harapan pada asas ini, maka proses peradilan harus dilandaskan ada prinsip perlindungan hak asasi manusia. 5) Suatu Negara wajib melaksanakan asas universal dengan itikad baik dan sesuai dengan hak dan kewajiban menurut Hukum Internasional. Prinsip 2 : Lingkup dari prinsip universal adalah : 1) Pembajakan 2) Perbudakan 3) Kejahatan perang 4) Kejahatan terhadap perdamaian 5) Kejahatan kemanusiaan 6) Genosida 7) Penganiayaan berat Penerapan asas ini terhadap ketujuh jenis kejahatan tersebut tidak bersifat limitative Prinsip 3 : Negara Negara dapat menggunakan asas universal jika perundang undangan Negara yang bersangkutan tidak mengatur kejahatan kejahatan tersebut pada prinsip 2. Prinsip 4 : Kewajiban setiap Negara untuk memperkuat pertanggungjawaban dalam pelaksanaan asas universal dan mendukung kerjasama antara Negara satu sama lain
4

Ibid. hlm. 130

Prinsip 5 : pelaksanaan asas universal tidak mengakui hak imunitas pada pelakunya Prinsip 6 : pelaksanaan asas universal tidak mengakui tengat waktu penuntutan (daluwarsa) Prinsip 7 : Amnesti bertentangan dengan prinsip universal karena itu tidak dapat diberlakukan dalam pelaksanaan jurisdiksi universal Prinsip 8 : jika terdapat jurisdiksi criminal lebih dari dua Negara atas kejahatan yang menjadi lingkup jurisdiksi universal, maka di dalam mengambil keputusan apakah akan menuntut atau mengekstradisi perlu dipertimbangkan hal hal sebagai berikut : a. Kewajiban yang tercantum dalam perjanjian bilateral atau multilateral b. Tempat kejahatan dilakukan c. Kewarganegaraan pelakunya d. Kewarganegaraan korban e. Hal hal lain yang berhubungan antara Negara peminta dan pelaku kejahatan, kejahatan dan korban f. Kelaziman, itikad baik dan efektivitas penuntutan di Negara peminta g. Kejujuran dan kemandirian proses peradilan di Negara peminta h. Syarat penerimaan bagi para pihak dan saksi saksijuga ketersediaan bukti bukti di Negara peminta i. Kepentingan keadilan

Prinsip 9 : pelaksanaan asas universal harus dicegah terjadinya double jeopardy atau pelanggaran atas asas ne bis in idem, dan harus mempertimbangkan pula apakah proses peradilan di Negara yang bersangkutan telah dilaksanakan secara benar atau tidak terjadi sham proceedings Prinsip 10 : Negara berhak untuk menolak ekstradisi jika di Negara peminta diberlakukan hukuman mati Prinsip 11 : kewajiban Negara untuk mengadopsi prinsip universal juka diperlukan Prinsip 12 : dimasukannya prinsip universal ke dalam Perjanjian Internasional yang akan datang Prinsip 13 : penguatan pertanggungjawaban prinsip universal Prinsip 14 : penyelesaian sengketa Diantara keempat belas prinsip jurisdiksi universal tersebut, prinsip pertamalah yang sangat penting dan disebut dasar dasar jurisdiksi universal (fundamentals of universal jurisdiction). Prinsip pertama tersebut merupakan definisi prinsip universal.

Cassese membedakan asas universal ke dalam asas universal ke dalam asas universal yang absolute dan asas universal yang sempit atau terbatas. Asas universal yang absolute menegaskan bahwa setiap Negara dapat melaksanakan kewenangannya menuntut seseorang yang dituduh melakukan kejahatan internasional tanpa harus

mempertimbangkan kewarganegaraan yang bersangkutan, locus delicti kejahatan dan kewarganegaraan korban bahkan tanpa harus mempertimbangkan apakah tertuduh berada di bawah kekuasaan Negara tertentu atau tidak. Asas universal terbatas; bahwa hanya Negara dimana tertuduh berada di wilayah yuridiksi Negara yang bersangkutan yang dapat menuntut tersangka yang bersangkutan (atau forum deprehensionis). Berdasarkan asas universal terbatas ini keberadaan tertuduh di dalam wilayah Negara yang bersangkutan merupakan syarat kewenangan untuk menuntut dan mengadili.

PEMBAHASAN
Fakta-Fakta Hukum 1.Dalam masa pemerintahannya, Pinochet diduga telah banyak melakukan kejahatan serius diantaranya pembunuhan, penculikan, pelenyapan dan penyiksaan secara massal, penyelundupan senjata illegal dan perdagangan narkotika (kokain). 2.Korban kediktatoran Pinochet tidak hanya warga negara lokal tetapi juga mencakup diantaranya adalah warga negara Spanyol dan Argentina. 3.Ketika sedang berada di Inggris, ia ditangkap dan ditahan atas dasar International arrest warrant yang dipengaruhi oleh permintaan ekstradisi ke Spanyol oleh Baltazar Garzon yang adalah Hakim Spanyol yang tuduhannya berupa 94 kasus penyiksaan terhadap Warga Negara Spanyol. 4.Pinochet memiliki kekebalan dari penuntutan berdasarkan State of Immunity Act tahun 1978 yang merupakan implementasi dari Konvensi Uni Eropa mengenai State Immunity tahun 1972. 5.Spanyol ( requesting state ) dan Inggris ( requested state ) merasa berhak untuk mengadili Pinochet berdasarkan jurisdiksi universal dimana setiap negara berhak untuk melakukan penuntutan terhadap pelaku kejahatan Internasional yang serius yaitu genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mana mereka telah meratifikasi konvensi anti penyiksaan yang memberikan kewajiban bagi mereka untuk melaksanakan jurisdiksi universal terhadap kejahatan Internasional tersebut. 6.Mahkamah Agung Inggris berpendapat bahwa Spanyol dan Inggris berhak menuntut dan menghukum atau pula mengekstradisi Pinochet atas dasar bahwa kejahatan Internasional merupakan kejahatan serius yang mengancam eksistensi umat manusia sekaligus melanggar norma tertinggi hukum internasional dan juga menolak pembelaan Pinochet atas hak imunitas yang ia miliki ( State Immunity Act 1978 ) sehingga si pelaku tidak dapat berlindung dibalik imunitasnya terhadap kejahatan internasional yang dilakukan.

Putusan dan Dasar Pertimbangan Mahkamah Agung Inggris Mahkamah Agung Inggris memutuskan bahwa Pinochet tidak memiliki hak kekebalan dari tuntutan hukum atas dasar bahwa kejahatan yang dilakukan merupakan kejahatan internasional serius yang tunduk pada jurisdiksi universal dan juga sekaligus

menolak pembelaan Pinochet yang mengklaim hak imunitas. Inggris telah meratifikasi konvensi anti penyiksaan yang berarti telah memberi kewajiban kepada Inggris untuk melaksanakan jurisdiksi universal. Keputusan tersebut didasari oleh 3 pertimbangan, yaitu: 1. Penjelasan atau uraian dalam UU Inggris mengenai kejahatan yang dapat diekstradisi menurut UU Ekstradisi Inggris tahun 1989. Dalam konteks ini, aturan mengenai double criminality dan definisi mengenai kejahatan yang dapat diekstradisi sebagai suatu tindakan untuk menentukan suatu kejahatan menurut UU Spanyol dan juga UU Inggris memainkan peranan yang sangat penting: 2. Penafsiran torture sebagai suatu kejahatan Internasional yang diberlakukan di Inggris pada 29 September 1988 berdasarkan Torture Convention 1984, memberikan suatu kewajiban jurisdiksi universal dan menetapkan kejahatan penyiksaan yang dilakukan di luar Inggris sebagai suatu tindak pidana baru yang membawa kepada pertanggungjawaban pidana menurut UU Inggris; 3. Menolak kekebalan bekas kepala negara terhadap International Crime of Torture . Hakim Inggris pada intinya menekankan bahwa larangan terhadap torture merupakan sebuah aturan hukum kebiasaan internasional dan juga sebagai sebuah norma yang mengikat semua subyek hukum internasional tanpa mempertimbangkan apakah sebuah negara telah menandatangani atau meratifikasi Torture Convention atau perjanjian lain yang terkait dengan kejahatan tersebut. Lord Hutton dan Phillips kemudian menyatakan bahwa torture berada diluar ruang lingkup dari fungsi seorang kepala negara. Dalam Pasal 7 ayat (1) Torture Covention ditetapkan suatu kewajiban bagi negara untuk menuntut atau mengekstradisi orang yang diduga melakukan torture, sehingga Spanyol dan Inggris memiliki jurisdiksi criminal untuk mengadili Pinochet. Sebagai bagian dari hukum kebiasaan Internasional, jurisdiksi universal terhadap kejahatan kemanusiaan memberi kuasa kepada pengadilan nasional untuk menuntut dan menghukum pelaku dalam keadaan apapun . Atas dasar tersebut akhirnya Bow Street Magistrate memerintahkan agar Pinochet diekstradisi ke Spanyol, namun karena alasan kesehatan yang makin memburuk maka ia dipulangkan ke Chile.

Analisis Terhadap kejahatan kejahatan ini dengan adanya juridiksi universal

memperbolehkan negara untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab Pada asasnya juridiksi universal menngizinkan setiap Negara untuk menuntut seseorang yang teridentifikasi melakukan kejahatan internasional, walaupun Negara penuntut tersebut tidak ada kaitannya atas kejahatan yang dilakukan oleh orang tersebut. Pada awalnya asas ini hanya berlaku terhadap kejahatan atas pembajakan dan penjualan budak, dan kemudian berkembang meliputi kejahatan atas kemanusiaan, seperti genosida dan kejahatan perang lainnya. Penangkapan Pinochet ini membuka peluang bagi kemungkinan untuk menahan seorang Diktator yang sedang melakukan perjalanan atas kejahatan yang dilakukannya

KESIMPULAN

Terhadap perkara jurisdiksi universal, dapat dilakukan 2 jenis pendekatan, yakni pendekatan normatif dan pragmatis, kedua pendekatan tersebut mencerminkan sumber hukum internasional perjanjian internasional serta kebiasaan hukum internasional. Kasus Pinnochet seperti terjabar di atas mencerminkan kedua sisi dari sumber hukum tersebut berkaitan dengan jurisdiksi universal; 1. Bahwa implikasi dari permintaan ekstradisi Spanyol ketika Pinnochet ditangkap dan diadili oleh Mahkamah Agung Inggris adalah bagian dari suatu kebiasaan hukum internasional yang juga tertuang dalam UU ekstradisi Inggris mengenai double criminality; yakni penerapan jurisdiksi universal. 2. Bahwa status Pinnochet sebagai mantan kepala Negara yang kini menjabat sebagai Senator Chile tidak membuat dirinya memiliki hak imunitas terhadap pemberlakuan jurisdiksi universal, karena pada praktiknya, pada kasus normal seharusnya Mahkamah Agung Inggris maupun Pengadilan Tinggi Spanyol tidak memiliki jurisdiksi terhadap kasus Pinnochet, namun karena kasus ini merupakan kasus yang menyangkut kejahatan kemanusiaan yang sudah menjadi suatu jus cogens, dimana terhadap kejahatan berat jenis tersebut, setiap Negara memiliki hak untuk melaksanakan jurisdiksinya, terlepas dari ada atau tidaknya hubungan kausal antara Negara yang bersangkutan dan kejahatan jus cogens, terlepas dari locus delicti dari kejahatan tersebut, dan terlepas dari asal kewarganegaraan pelaku kejahatan tersebut (asas universal); sehingga dalam hal ini pengadilan nasional menjadi substitusi dari pengadilan hukum internasional, dan kekebalan terhadap mantan kepala Negara tidak lagi dapat dipertahankan.5

Prof. DR. Romli Atmasasmita, S. H., LL. M, Hukum Pidana Internasional Dalam Kerangka Perdamaian dan Keamanan Internasional, hlm. 137-138

Anda mungkin juga menyukai