Anda di halaman 1dari 19

Leukimia Limfositik Akut pada anak usia 3 tahun Pendahuluan Leukemia limfositik akut adalah bentuk akut dari

leukemia yang diklasifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas. Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disetai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab LLA tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah factor : neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat kimia, mutasi gen. Leukemia ini adalah kanker pada anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik. Leukemia limfositik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia mieloid akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis, leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam. Anamnesis Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (autoanamnesis) atau pada orang tua atau sumber lain (alloanamnesis). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis. Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita. Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:

Keluhan utama Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. Keluhan utama : Anak pucat sejak 1 bulan yang lalu. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan atau kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.3 Keluhan penyerta : Anak juga mengalami demam tidak terlalu tinggi dan hilang timbul sejak 1-2 bulan yang lalu, disertai adanya pendarahan gusi dan mimisan.

Riwayat Penyakit Sekarang Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya. Demam, misalnya, akan dikeluhkan setelah dirasakan meninggi, karenanya untuk keluhan demam seorang dokter harus menggali informasi kapan saat pertama pasien merasa suhu tubuhnya meningkat, walaupun belum dirasakan cukup mengganggu. Khusus untuk demam kurang dari satu minggu, bahkan dokter harus mampu menentukan pernyataan yang meyakinkan dan tajam dengan menyebut demam hari ke berapa dan bukannya demam sekian hari. Penting ditanyakan pada pasien, gejala apa lagi yang dirasakan selain dari keluhan utama. Misalnya apakah cepat merasa cepat lelah? Atau gejala lain seperti demam, perdarahan ataukah nyeri tulang dll. Apabila terdapat keluhan keluhan lain seperti itu, perlu ditanyakan lagi apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?.

Faktor Risiko dan Faktor Prognostik

Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan. Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi, untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan KGB KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.3 Ukuran : normal bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal). Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan. Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan. Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan. Pemeriksaan Hepar Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam &

rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar. Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol. Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang menghubungkan pusar dengan processus kifoideus. Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat: konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya nyeri tekan. Pemeriksaan Limpa Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan : Limpa seperti lidah menggantung ke bawah Ikut bergerak pada pernapasan

Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.3 Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas dan perdarahan disertai splenomegali, dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Penderita menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat di diagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahtafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel

leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya.2 Pemeriksaan Penunjang Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA, klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu: Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apus darah tepi. Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3.4 Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang. Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi.4 Sitokimia. Gambaran morfologisel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLAdari keukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekusor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfiblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry.

Imunofenotipe (dengan sitometri arus/Flow cytometry). Pemeriksaaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap: Untuk sel prekusor B: CD10 (common ALL antigen),CD19,CD79A,CD22, cytoplasmis m-heavy chain, dan TdT Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22 Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid antigen mieloid yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari abtigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang , dan perjalanan penyakit buruk.

Sitogenetik. Analisis sitogeetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. translokasi t(8;14), t(2;8) dan t(8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B, dan kelainan kromosom ini meyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22) (q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronik.4

Pemeriksaan Lainnya. Biopsi limpa Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit dan pulp sel.4 Kimia darah Kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobulinemia.4 Cairan serebrospinal

Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX) intratrakeal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial yang meninggi.4

Working Diagnosis Leukemia Limfositik Akut Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang.4 Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.4 Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar, bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnosis. Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia aplastik, ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat dilihat adanya sel patologis. Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia (ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.

ATP dan trombositopenia biasa tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia (terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau leukemia.4,5

Differential Diagnosis Leukemia mielositik akut (LMA) Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi (dengan perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda-tanda diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus untuk memastikan penegakan diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus-kasus AML atau ALL ke dalam subtype yang berbeda. Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran AML dan ALL sekaligus. Ciri-ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic) atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan.6 Tabel 1. Pemeriksaan khusus untuk leukemia limfoblastik akut (LLA) dengan leukemia.7 LLA LMA

Sitokimia Mieloperoksidase Sudan black Esterase non spesifik Periodic acid-Schiff Fosfatase asam Mikroskop elekron Gen imunoglobulin dan TCR _ _ _ +(termasuk batang Auer) +(termasuk batang Auer) + pada M4, M6

+(positivitas blok kasar pada LLA) +(blok halus pada M6) + pada ALL-T (pewarnaan Golgi) _ Pada M6 (difus) +(pembentukan granula awal) germline gen

ALL prekursor B: penataan klonal Konfigurasi gen imunoglobulin ALL-T : penataan klonal gen TCR

imunoglobulin dan TCR

Etiologi Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga merupakan interaksi beberapa faktor:9 Host Familial Dilaporkan adanya kasus kasus yang terjadi pada satu keluarga, pada anak kembar. Kelainan kromosom Kromosom Philadelphia Berbagai kelainan kromosom ditemukan pada 50% kasus LGA. Pada sindrom Down, sindrom Turner, risiko leukemia akut meningkat 30 kali lipat Disfungsi sumsum tulang Anemia aplastik, polisitemia vera, paroksismal nocturnal hemoglobinuria (PNH)

Lingkungan Radiasi, sinar X Bahan kimia, obat misalnya kloramfenikol, fenilbutazon, sulfonamide, alkylating agents, benzene, insektisida. Virus (retrovirus onkogenik)

Epidemiologi Di Amerika Serikat, insiden tahunan penyakit leukemia pada anak yang berumur di bawah 15 tahun adalah sekitar 4 per 100.000. Anak-anak dari semua golongan umur terkena. Pada LLA, puncak usia timbulnya penyakit adalah antara umur 3 dan 4 tahun, sedangkan pada anak dengan LMA tampak tidak ada usia puncak. Insiden LLA lebih tinggi pada anak kulit putih daripada anak kulit berwarna (rasio 1,8:1), tetapi prediksi rasial belum diperlihatkan baik untuk LMA maupun LMK di Amerika Serikat. Rasio laki-laki terhadap perempuan untuk semua jenis leukemia anak adalah 1,4:1 untuk kulit putih dan 1:1 untuk kulit hitam. Anak kulit putih memiliki resiko menderita leukemia dalam 15 tahun pertama kehidupannya kira-kira 1 dalam 2880. Saudara kandung dari anak leukemia memiliki resiko yang sedikit meningkat (1 dalam 720) dalam 10 tahun pertama kehidupannya. Jika leukemia terjadi pada satu anak kembar monozigot, maka terdapat kemungkinan bahwa anak kembar yang kedua akan menderita leukemia dalam 6 tahun pertama kehidupannya sebesar 20%, setelah itu resikonya sama seperti pada saudara kandung lain. Temuan baru-baru ini mengenai kelainan genetik sel yang leukemia identik pada pasangan kembar monozigot menunjukkan bahwa metastasis intrauterin menyebabkan leukemia yang sama. Suatu resiko yang lebih tinggi dari normal untuk perkembangan leukemia telah dihubungkan dengan berbagai macam kelainan. Anak-anak yang menderita Sindrom Down memiliki resiko 1 dalam 95 sebelum mencapai usia 10 tahun. Leukemia M7 terjadi secara dominan pada pasien yang berusia 3 tahun atau kurang, dan LLA dominan terjadi pada anak yang berusia lebih tua. Pasien dengan kromosom yang mudah rusak, seperti pada anemia Fanconi, sindrom Bloom, dan ataksia telangiektasia, memiliki resiko tinggi untuk menderita leukemia. Patogenesis

Leukemia limfoid, atau limfositik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia, LLA) adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit). Dihasilkan leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum tulang, mengganti unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya, timbul anemia, dan dihasilkan sel darah merah dalam jumlah yang tidak mencukupi. Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga terjadi lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel-sel leukemik ke dalam organ-organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati.9 Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan, mampu memperbaharui secara tidak terhingga, menimbulkan prekursor hematopoietik berdiferensiasi buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau lebih lambat daripada pasangannya yang normal. Pada studi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), perkembangan uniseluler dari neoplasma telah diperlihatkan dengan menemukan satu jenis G6PD dalam sel ganas dari pasien heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka. Penentuan pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X pada perempuan heterozigot merupakan metode sensitif lain dalam pada prinsip analisis yang sama. Akumulasi sel blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga mengakibatkan infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi setiap organ dan menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut.9 Manifestasi Klinik Anak-anak dengan LLA umumnya memperlihatkan gambaran yang agak konsisten. Sekitar duapertiga telah memperlihatkan gejala dan tanda selama kurang dari 6 minggu pada saat diagnosis ditegakkan. Gejala pertama biasanya tidak khas, dapat mempunyai riwayat infeksi saluran napas akibat virus atau suatu eksantema yang belum sembuh sempurna. Manifestasi awal yang lazim adalah anoreksia, iritabilitas, dan letargi. Kegagalan fungsi sumsum tulang yang progresif menimbulkan keadaan pucat, perdarahan, dan demam, yaitu gambaran-gambaran yang mendesak dilakukan pemeriksaan diagnostik.

Pada pemeriksaan awal, sebagian besar pasien tampak pucat dan sekitar 50% dengan petekie atau perdarahan mukosa. Demam ditemukan pada sekitar 25% penderita, yang terkadang dianggap timbul oleh sebab spesifik seperti infeksi saluran napas. Limfadenopati kadang-kadang nyata, dan splenomegali (biasanya kurang dari 6 cm di bawah tepi kosta) dapat ditemukan pada duapertiga pasien. Hepatomegali minimal dan tidak lazim. Sepertiga pasien mengalami nyeri tulang akibat invasi periosteum dan perdarahan subperiosteal. Nyeri tulang dan atralgia tidak jarang merupakan keluhan utama yang mengarah pada diagnostik LLA. Kadang-kadang tanda-tanda peningkatan intrakranial seperti nyeri kepala dan muntah, menunjukkan terlibatnya selaput otak. Anak-anak dengan leukemia sel T cenderung dengan limfadenopati dan hepatosplenomegali yang nyata serta infiltrasi leukemik dini pada sistem syaraf pusat.1 Tabel 2. Gambaran klinis leukemia akut Gejala Anoreksia/letargi Demam/infeksi Perdarahan Hipertrofi gusi Nyeri tulang/sendi Gejala peningkatan tekanan intrakranial Gejala hipotalamus Tanda fisik Pucat Ekismosis/perdarahan petekia Hepatosplenomegali Limfadenopati Papil edem Kelumpuhan saraf kranial Pembesaran testis Obstruksi vena kava superior

Klasifikasi Leukemia

Berdasarkan maturitas sel : akut, kronik Berdasarkan jenis sel : myeloid, limfoid Berdasarkan maturasi dan jenis sel : Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) Leukemia Mieloblastik Kronik (LMK) Leukemia Limfositik Akut (LLA) Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

Berdasarkan morfologi dan pewarnaan sitokimia (FAB) : Acute Non Lymphocytic Leukemia (ANLL) dibagi menjadi : M0 : undifferentiated LMA. Mieloperoksidase (-) sulit dibedakan dengan LLA M1 : LMA tanpa maturasi. Dominasi sel blas, blas tanpa granula, sejumlah kecil granula azurofil, Auer bodies. Tipe ini paling sering M2 : LMA dengan maturasi. Terjadi diferensiasi, promielosit dan seterusnya. M3 : APL (acute promyelocytic leukemia). Granula azurofil besar, Auer bodies bundle (Faggot cell), sering disertai DIC. M4 : AMMoL (acute myelomonocytic leukemia) M5a: AMoL (acute monoblastic leukemia) poor differentiation M5b: AMoL good differentiation M6 : Erythroleukemia. Eritroblas sering PAS (+) M7 : AMgL (acute megakaryoblastic leukemia)

Acute Lymphocytic Leukemia (LLA) dibagi menjadi :

L1 : sel kecil, homogen, sering terjadi pada anak-anak. Proliferasi uniform limfoblas kecil. L2 : sel besar, heterogen (limfoblas besar kecil), sering pada dewasa, jarang 5 tahun. Diagnosis banding : M1 L3 : sel besar, homogeny (Burkitt type).9 Berdasarkan cell surface marker (immuno-phenotyping) Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) dibagi menjadi : Common ALL : common ALL Antigen Pre B ALL B ALL T ALL Null ALL Penatalaksanaan Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, : cytoplasmic Ig : surface Ig : Erythrocyte Rosettes : Terminal deoxy-nucleotidyl Transferase (TdT +).4

stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama). Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.4 Cara pengobatan Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut : Induksi Sistemik : VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga pengobatan Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off selama 1 minggu. SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)

Konsolidasi MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :

6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi Rumat Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

6-MP: 65 mg/m2/hari peroral MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis) Reinduksi Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan. Sistemik :

VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu kemudian tapering off. SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali.

Imunoterapi BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat obat rumat diteruskan.

Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).4 Prognosis Sejumlah gambaran klinis telah dikenal memiliki kepentingan prognostik pada penderita LLA. Sebagian besar memiliki arti yang dipercaya, sebelum dikenal pembagian subtipe LLA, namun identifikasi subtipe spesifik mempunyai nilai tambah. Pada umumnya, prognosis yang buruk dihubungkan dengan awitan yang timbul di bawah umur 2 tahun, atau di atas 10 tahun; Hitung leukosit lebih besar dari 100.000/mm 3 saat diagnosis; adanya massa mediastinum; keterlibatan dini SSP; leukemia pada pasien kulit hitam. Pada semua keadaan ini, relaps sumsum tulang cenderung terjadi selama lanjutan terapi dan penderita tak mampu mencapai remisi jangka panjang selanjutnya. Identifikasi subtipe spesifik LLA memungkinkan kategori prognostik yang lebih jelas. LLA umum mempunyai prognosis yang paling baik dan ada kemungkinan dengan terapi mutakhir, sebagian besar dapat mencapai taraf kontrol jangka panjang bebas penyakit. Sebaliknya, hanya beberapa saja pederita LLA sel T yang dapat mengharapkan kontrol jangka panjang; dengan rejimen mutakhir, lama remisi (median) hanya 1 tahun. Beberapa pasien LLA sel B mempunyai respons terapi yang kurang daripada LLA sel T. Pengalaman dengan LLA subtipe nondiferensiasi amat sedikit, untuk dapat menentukan pertimbangan prognostik. Klasifikasi FAB juga dapat memberikan beberapa dugaan prognostik. Dilihat sebagai kelompok, pasien-pasien dengan morfologi L-1 mempunyai prognosis yang lebih baik daripada kelompok morfologi L-2. Pasien dengan morfologi L-3 mempunyai ciri prognosis yang buruk seperti halnya leukemia sel B dan limfoma non-Hodgkin. Saat ini, cukup banyak penderita LLA umum yang mencapai interval bebas penyakit jangka panjang setelah dihentikannya pengobatan. Ini menunjukkan bahwa dengan rejimen mutakhir, penderita yang mencapai remisi lengkap kontinu selama 6 tahun atau lebih hanya memiliki kemungkinan relaps yang kecil di kemudian hari.1

Komplikasi Metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara sepontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit itu dan juga kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan thd infeksi. Infeksi yang paling awal adalah bakteri. Pneumonia Pneumocystis carinii yang timbul selama remisi adalah komplikasi yang paling sering di jumpai masa lalu, namu sekarang telah jarang karena adanya kemoprofilaksis rutin dengan trimetroprim-sulfametoksasol.9 Pencegahan Pencegahan kuratif atau spesifik adalah penangan yang bertujuan menyembuhkan seorang penderita. Strategi umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi (profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan. Pencegahan suportif adalah penanganan pada penyakit lain yang menyertai leukemia, komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk perawatan psikologi. Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi darah (trombosit), pemberian antibiotik pada infeksi (sepsis), obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial. Banyak penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan dan kematian bayi yang mendapat ASI eksklusif (hanya ASI saja) selama enam bulan, jauh lebih rendah daripada bayi yang tidak mendapat ASI. Penelitian lain dilakukan oleh tim dari University of Minnesota Cancer Center yang dimuat Journal of the National Cancer Institute. Mereka menyatakan bahwa risiko bayi yang mendapat ASI terkena leukemia turun sampai 30% bila dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI. Penyebab terjadinya kanker pada anak bisa jadi dipicu oleh kekurangan imunitas. Di sinilah pentingnya peran pemberian ASI yang terbukti mengandung IgA (Immunoglobulin A). Zat ini perlu untuk membantu kekebalan tubuh bayi.

Penyakit leukemia tidak dapat menular. Namun disarankan untuk menghindari masuknya zat-zat kimia ke dalam tubuh, seperti debu, kapur, dan lainnya. Pencegahan leukemia adalah dengan mengkonsumsi vitamin A, C, buah-buahan segar serta sayuran yang kaya akan serat.9 Daftar Pustaka 1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Volume 3. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000.h.1772-5. 2. Price SA. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005.h.268-81. 3. Matondang, S. Corry dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003. 4. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia . Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan ke11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.h.469-79. 5. Gunadi, Hartono. Leukemia akut. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.209-10. 6. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.150-63. 7. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia . Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ke-3. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida; 2009.h.140-52. 8. Corrigan James J. kelainan trombosit dan pembuluh darah. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit buku kedokteran EGC; 2000.h.1747. 9. Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2006.h.1397,1401.

Anda mungkin juga menyukai