Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Ileus merupakan salah satu kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai. Setiap tahun 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia, tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruksi tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut data Departemen Kesehatan Indonesia.1 Ileus merupakan gangguan pasase isi usus terdapat tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi menjadi dua yaitu ileus obstruksi dan ileus paralitik. Ileus obstruksi adalah ileus yang disebabkan adanya sumbatan saluran pencernaan. Sedangkan ileus paralitik adalah ileus yang disebabkan gerakan peristaltik usus yang menghilang. 2 Adapun etiologi dari ileus obstruksi antara lain adhesi, hernia inkarserata, neoplasma, intusepsi dan striktur. Sedangkan salah satu etiologi ileus paralitik adalah pascaoperasi. Manifestasi dari ileus berupa adanya nyeri abdomen, muntah, distensi, kegagalan buang air besar (konstipasi).2 Ileus obstruksi dan ileus paralitik mempunyai perbedaan yang cukup berarti tak terkecuali pada bidang radiologi dimana mempunyai gambaran khas yang berbeda. Radiologi yang digunakan pada kedua penyakit tersebut adalah foto polos abdomen 3 posisi yaitu posisi terlentang (supine), duduk atau setengah duduk bila memungkinkan, dan tidur miring ke kiri (left lateral decubitus); CT-scan hingga MRI.3

1.2.

Tujuan

1. Untuk mengetahui gambaran radiologi dari ileus obstruksi. 2. Untuk mengetahui gambaran radiologi dari ileus paralitik. 3. Untuk dapat membedakan gambaran radiologi pada ileus obstruski dan ileus paralitik guna mendiagnosa penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Usus

Gambar 1. Anatomi Usus 1. Usus Halus Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki. Usus mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum.3

a. Duodenum Duodenum panjangnya sekitar 25cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum (penggantung). ini berperan sebagai ligamentum suspensorium

b. Jejenum dan Ileum Kira kira dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejenum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messentrium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar messentrium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk mesentrium. Pada usus halus, arteri mesentrika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum Sedangkan yang bagian sebagian bawah atasduodenum adalah oleh arteri arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduodenalis. duodenum diperdarahi

pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesentrica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messentrika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta. Saraf-saraf dueodenum berasal dari saraf simpatis dan

parasimpatis(vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis(nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik , yang menimbulkan fungsi motorik berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissener di lapisan submukosa. Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici mesenterikus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi limphatici superior. mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesenterikus

2. Usus Besar

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki(sekitar 1,5 cm) yang terbentang dari sekum sampaai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Ratarata sekitar 2,5 inci(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.3 Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua ata tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra(fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra(flleksus lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalam perineum. Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) dengan cabangnya yaitu a.ileokolika, a. Kolika dekstra, a. Kolika media, serta a. Pancreaticodudodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon

transversum, kolon descendens dan sigmoid, dn bagian proksimal rektum) melalui a. Kolika sinistra, a. Sigmoidalis, a. Hemoroidalis superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici

mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak d sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan duapertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus inferior. Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada di bawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks, dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus agus dari pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi duapertiga proksimal kolon transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan ssekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

2.2. Ileus Obstruksi 1. Definisi

Ileus obstruksi merupakan suatu suatu penyumbatan mekanis pada usus di mana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi usus, yaitu oleh karena kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan. Hambatan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus.

2. Klasifikasi Pada ileus obstruksi dapat dibedakan menjadi obstruksi sederhana dan strangulasi. Obstruksi sederhana adalah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Sedangkan strangulasi terdapat pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Berdasarkan penyebabnya ileus obstruksi dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu : a. Lesi lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, batu empedu. b. Lesi lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi. c. Lesi lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intusepsi.

Selain itu, ileus obstruksi juga dibagi menjadi 3 jenis, antara lain : a. Ileus obstruksi sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh darah. b. Ileus obstruksi strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan

berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. c. Ileus obstruksi jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu gelung usus tersumbat, paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.

Berdasarkan letak sumbatannya, ileus obstruksi dibagi menjadi : a. Obstruksi letak tinggi, dimana mengenai duodenum sampai jejunum. b. Obstruksi letak rendah, dimana mengenai kolon sigmoid rectum.

3. Etiologi a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan ada riwayat operasi intrabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intrabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.

Gambar 2. Adhesi b. Hernia inkarserata eksternal(inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastonal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab

ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen winslow) juga bisa menyebabkan hernia.

Gambar 3. Hernia c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intrabdomen dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal. d. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intusepsi, atau penumpukan cairan. e. Intusepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami intusepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intusepsi. f. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik g. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.

10

Gambar 4. Volvulus h. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intusepsi dan hernia Litre. i. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. j. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan ishkemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.

Tabel 1. Etiologi Ileus Obstruksi Ekstraluminal Adhesi Hernia inkarserata Neoplasma Abses, hematoma Instrinsik Intususepsi Penyakit crohn Kongenital (volvulus) Striktur Intraluminal Batu empede

11

2.3. Ileus Paralitik 1. Definisi Ileus paralitik adalah suatu keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik disebut juga ileus adinamik atau non mekanik. Ileus paralitik ini bukan merupakan suatu penyakit primer usus, melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin, obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus, dan ileus obstruktif yang lama.

2. Etiologi Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus paraltik pasca operasi bergantung pada lamanya operasi, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan dunia luar. Selain itu, bisa juga dari inflamasi intraperitoneal atau retroperitoneal (apendisitis, diverticulitis, dan sebagainya), gangguan metabolik (hipokalemia), obat-obatan (antikolinergik, opioid, dan sebagainya).

2.4. Patofisiologi Terdapat kemiripan proses patofisiologis yang terjadi setelah obstruksi usus, tanpa memandang penyebab obstruksi yang disebabkan oleh mekanis atau fungsional. Perbedaaan utamanya adalah pada obstruksi paralitik,

12

peristaltik dihambat sejak awal, sedangkan pada obstruksi mekanis, awalnya peristaltik diperkuat, kemudian timbul intermitten, dan akhirnya menghilang. Perubahan patofisiologi utama yang terjadi pada obstruksi usus dapat dilihat dalam gambar. Dinding usus yang terletak di sebelah proksimal dari segmen yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh penimbunan cairan dan gas (70% dati udara yang tertelan) dalam lumen. Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap hari, sehingga tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah dimulainya pengobatan merupakan penyebab utama kehilangan cairan dan elektrolit. Pengaruh kehilangan ini adalah pengerutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, berkurangnya curah jantung, berkurangnya perfusi jaringan, dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan timbulnya lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Effek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat peregangan dan peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh nekrosis, disertai dengan absorpsi toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.

Obstruksi Usus

Akumulasi gas dan cairan intralumen di sebelah proksimal dari letak obstruksi Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotikPeritonitis ke dalam peritoneum Kehilangan cairan menuju ruang Proliferasi bakteri yang Distensi Iskemia septikemia dinding usus Tekanan intralumen dan sirkulasi sistemik peritoneum berlangsung cepat

13

Syok H2O Kehilangan hipovolemik Volume ECF dan elektrolit

2.5. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik ileus obstruksi ditandai dengan adanya nyeri abdomen yang bersifat kolik, muntah-muntah dan obstipasi, distensi intestinalis, dan tidak adanya flatus. Rasa nyeri perut dirasakan seperti menusuk-nusuk atau rasa mulas yang hebat, umumnya nyeri tidak menjalar. Pada saat datang serangan, biasanya disertai perasaan perut yang melilit. Bila obstruksi tinggi, muntah hebat bersifat proyektil dengan cairan muntah yang berwarna kehijauan. Pada obstruksi rendah, muntah biasanya
14

timbul sesudah distensi usus yang jelas sekali, muntah tidak proyektil dan berbau feculent, warna cairan muntah kecoklatan.

Tabel 3. Perbandingan Manifestasi Klinik Ileus Obstruski dan Ileus Paralitik Macam Ileus Obstruksi simple tinggi Obstruksi simple rendah Obstruksi ++++ menerus, terlokalisir) Paralitik Oklusi vaskuler + +++++ ++++ +++ + +++ Menurun Menurun + ++ +++ Tak tentu + biasanya meningkat +++ (kolik) +++ + lambat, Meningkat ++ (kolik) + Nyeri usus Distensi Muntah Bising Keterangan abdomen -

borborigmi usus +++ Meningkat

fekal

strangulasi (terus-

2.6. Pemeriksaan Radiologi 1. Foto Polos Abdomen

15

Ileus merupakan penyakit abdomen akut yang dapat muncul secara mendadak yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen memiliki tingkat senstivitas 66% pada obstruksi usus halus sedangkan untuk obstruksi kolon 84%. Pada kasus abdomen akut diperlukan pemeriksaan 3 posisi, antara lain : a. Posisi terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP) b. Duduk atau setengah duduk bila memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP c. Left lateral decubitus, dengan arah horizontal, proyeksi AP Sebaiknya pemotretan dibuat dengan kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Hal hal yang dapat dinilai dengan foto polos abdomen 3 posisi ialah : 1) Posisi terlentang (supine) Dinding abdomen, yang penting adalah lemak preperitoneal kanan dan kiri baik atau menghilang. Garis psoas kanan dan kiri baik, menghilang atau adanya penggelembungan (bulging). Batu yang radioopal, kalsifikasi atau benda asing yang radioopak. Kontur ginjal kanan dan kiri Gambaran udara usus : o Normal

16

o Pelebaran lambung, usus hallus, kolon o Penyebaran dari usus usus yang melebar o Keadaan dinding usus o Jarak antara dua dinding usus yang berdampingan 2) Posisi duduk atau setengah duduk atau tegak (erect) Gambaran udara bebas di bawah diafragma

3) Posisi left lateral decubitus Hampir sama seperti posisi duduk, hanya udara bebas yang letaknya antara hati dengan dinding abdomen. Selain itu, sebelum dilakukan foto polos abdomen ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan, antara lain : a. Diberi obat pencuci perut b. Makan makanan rendah lemak dan serat c. Perbanyak minum air putih

Pada hasil foto polos abdomen 3 posisi, jika penyebab ileus berupa adanya obstruksi maka didapatkan gambaran berupa : a. Posisi tidur : untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance) b. Posisi tegak : gambaran adanya air fluid level dan step ladder appearance.

17

c. Posisi LLD : untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level. Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran berupa : a. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang kadang susah membedakan antara intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum. b. Air fluid leved c. Herring bone appearance

18

Gambar 5. Foto abdomen 3 posisi ileus obstruktif letak tinggi tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di iliocecal junction) dan kolaps usus dibagian distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra (dari ikan), dan muskulus yang sirkular menyerupai kostanya. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi.

19

Gambar 6. Foto abdomen 3 posisi ileus obstruktif letak rendah tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.

20

Gambar 7. Foto abdomen 3 posisi ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga atau disebut juga step ladder appearance di usus halus dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon

21

2. USG Abdomen

* Perforated appendicitis with pus in the peritoneal cavity and ileus with dilatated bowel loops

22

3. CT-Scan Abdomen CT (Computed Tomography) merupakan metode body imaging dimana sinar X yang sangat tipis mengitari pasien. Detektor kecil akan mengatur jumlah sinar X yang diteruskan kepada pasien untuk menyinari targetnya. Komputer akan segera menganalisa data dan mengumpulkan dalam bentuk potongan cross sectional. Foto ini juga dapat disimpan, diperbesar maupun dicetak dalam bentuk film. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa keakuratan CT-Scan dalam mendiagnosis obstruksi usus > 95%. Spesifik

23

dan sensitifitasnya > 94%. MRI jauh lebih baik daripada CT-Scan dalam menentukan lokasi dan penyebab obstruksi. 4, 5

a. Prosedur Pemeriksaan Lokasi untuk abdomen bawah daerah yang diambil dari pemeriksaan CT-umum dimulai dengan slice pertama di process xiphoid diteruskan ke crista illiaca. Untuk pelvis daerah yang diambil pada slice pertama dimulai dengan crista illiaca dan diteruskan ke symphysis pubis. Untuk pemeriksaan abdomen rutin tebal slice umumnya 10 mm. (Bontrager, 2001). Pada pemeriksaan abdomen rutin dengan serial scanning membutuhkan waktu 1 sekon untuk melihat gerakan peristaltik dan proses respirasi. (Bontrager 2001).

b. Media Kontras Media kontras dilakukan melalui mulut dan rectum untuk pemeriksaan CT-Abdomen dan pelvis (media kontras rectal digunakan jika media kontras oral tidak dapat masuk ke rectum). Media kontras melalui oral untuk melihat atau membedakan organ pada tractus gastrointestinal. Media kontras oral diberikan sebelum pemeriksaan. Ada 3 (tiga) tingkatan media kontral oral diberikan pada pasien : Malam hari sebelum pemeriksaan. Satu jam sebelum pemeriksaan. Di tengah-tengah sebelum pemeriksaan.

24

Ada 2 (dua) tipe kontras untuk menunjukkan opasitas pada tractus gastromtestinal yaitu barium sulfat suspensions dan water soluble solution (diatrizoate meglumine atau diatrizoate sodium) (Bontrager, 2001). c. Irisan Axial Pada Abdomen Lima contoh CT irisan axial pada abdomen dengan 10 mm setiap slice. Pertama dengan 50 cc bolus injeksi dan dengan 100 cc drip infus melalui kontras intravena. Persiapan kontras oral dengan water-soluble solution. i. Irisan Axial 1 Irisan axial 1 untuk memperlihatkan bagian atas liver. Liver dibagi menjadi dua lobus, lobus kanan dan lobus kiri.

Keterangan : A. Lobus kanan liver B. Lobus kiri liver C. Lambung D. Lambung (fundus dan bagian atas daerah lambung) E. Spleen F. Vertebre Thoracal 10 dan Vertebre Thoracal 11 G. Aorta abdominal H. Vena Cava Inferior

ii. Irisan Axial 3 Irisan axial 3 untuk melihat ekor pankreas. Ekor pankreas terletak di depan ginjal kiri.

25

Keterangan : A. Lobus kanan liver dari posterior B. Kantong empedu C. Lobus kiri liver D. Lambung E. Kolon desenden F. Ekor pankreas G. Spleen H. Bagian atas lobus kiri ginjal I. Kelenjar adrenal sebelah kiri J. Vetebra Thoracal 11 Thoracal 12 K. Vena Cava Inferior L. Bagian atas lobus kanan ginjal

iii. Irisan Axial 5 Irisan axial 5 melihat bagian ke dua duodenum. Kepala pankreas terletak di luar dari duodenum. Jika bagian ke dua duodenum terlihat putih, maka dapat dikatakan tumor pankreas.

26

Keterangan : A. Lobus kanan liver B. Kantong empedu C. Bagian ke dua duodenum D. Lobus kiri liver E. Lambung (pylorus) F. Jejenum G. Kolon desenden H. Ginjal kiri I. Aorta Abdominal J. Vetebra Lumbal I K. Vena Cava Inferior L. Kepala pankreas

iv. Irisan Axial 7 Irisan axial 7 memperlihatkan bagian tengah ginjal.

27

Keterangan : A. Inferior lobus liver B. Pankreas C. Kandung empedu D. Kolon (asenden dan tranversum) E. Jejenum F. Kolon desenden G. Renal pelvis ginjal kiri H. Aorta Abdominal I. Vetebra Lumbal I J. Vena Cava Inferior

v. Irisan Axial 8. Irisan axial 8 adalah 2 cm ke arah bawah renal pelvis pada ginjal dan perjalanan kontras menuju ureter pada ginjal.

Keterangan : A. Inferior lobus liver B. Kolon asenden C. Vena Cava Inferior D. Aorta E. Jejenum F. Kolon desenden G. Ginjal kiri H. Ureter kiri I. Vertebra Lumbal 2- lumbal 3 J. Muskulus psoas major K. Ureter kanan. 2.7. Tatalaksana Ileus 1. Ileus obstruksi

28

Pengelolaan ileus obstruktif adalah sebagai berikut: - Pemasangan sonde lambung - Penderita dipuasakan - Perbaikan kadar elektrolit - Tindakan bedah diperlukan bila terjadi: Strangulasi Obstruksi totalis Hernia inkarserata Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif 2. Ileus paralitik Pengelolaan ileus paralitik adalah dengan konservatif. Tindakannya berupa dekompresi dengan pipa nasogastrik, menjaga cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat.

29

BAB III KESIMPULAN

1. Pada penyakit ileus dapat dibedakan menjadi 2, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. 2. Etiologi ileus obstruktif terdapat sumbatan atau obstruksi pada ususnya contohnya adhesi, intusepsi, neoplasma, hernia, sriktur, dan lain-lain. Sedangkan ileus paralitik gagalnya usus melakukan peristaltik yang biasanya terjadi pasca operasi. 3. Pada pemeriksaan radiologi digunakan pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi (supine / terlentang, setengah duduk, Left Lateral Decubitus / miring ke kiri). Posisi ini dapat menentukan letak dan bagian mana usus yang mengalami ileus. 4. Perbedaan foto polos abdomen antara ileus obstruktif dan paralitik adalah terjadi pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang pendek pendek (usus halus) dan panjang panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus yang biasa terjadi pada ileus paralitik. Dan pelebaran parsial usus pada ileus obstruktif.

30

5. Selain foto polos abdomen 3 posisi, pemeriksaan radiologi lain yang dapat membantu menegakan diagnosa dengan bantuan USG, CT-Scan dan MRI.

31

Anda mungkin juga menyukai