Anda di halaman 1dari 1

SENIN, 4 JULI 2011

Jenderal Pramono Edhie Jadi KSAD


Teka-teki yang berkembang di Angkatan darat (AD) akhir-akhir ini tentang siapa di antara para jenderal yang pantas menduduki jabatan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) terjawab sudah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memilih adik iparnya sendiri, Jenderal Pramono Edhie Wibowo untuk menduduki jabatan bergengsi tersebut. Pelantikan KSAD itu sekaligus menjawab berbagai spekulasi tentang siapa yang berhak menduduki jabatan strategis itu. Dan juga menjawab pertanyaan apakah SBY berani memilih adik iparnya sendiri. Jawaban sudah diberikan, dan ternyata tidak banyak yang mencela atau mengkritisi keputusan itu. Kenapa ? Jenderal Pramono Edhie Wibowo telah dikenal sebagai salah satu anak dari almarhum Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo yang sangat terkenal di republik ini. Sementara Sarwo Edhie memiliki beberapa menantu prajurit, dan satu di antaranya adalah Letjen (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono yang sekarang Presiden RI. Jadi, memang ada kekerabatan antara Pramono dan SBY, dan tentu hal ini tidak bisa dipersoalkan. Pramono termasuk salah satu jenderal hebat yang dimiliki angkatan darat. Ini bisa dilihat dari reputasi kerier yang telah dijalaninya. Jabatan-jabatan itu antara lain Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) AD, Pangdam Siliwangi dan Pangkostrad. Reputasi selama menjadi prajurit juga cukup baik, maka tidak ada salahnya manakala dia mendapat promosi sebagai pimpinan tertinggi di angkatan darat. Maka, benar juga pendapat yang mengatakan, siapa pun presidennya, Pramono tetap bisa mencapai posisi tersebut. Anak seorang jenderal terkenal, ipar Presiden, dan sekarang memimpin angkatan darat. Beban yang ditanggung oleh Jenderal Pramono tentu lebih besar. Ia bukan hanya membawa namanya sendiri, tetapi juga menjaga reputasi nama besar bapak dan keluar besarnya. Masyarakat tentu akan melihat, benarkah Pramono bisa mewarisi kharisma besar ayahnya, dan meneladani sikap-sikapnya yang sangat pro-rakyat. Jika memang ini yang terjadi, masyarakat pun tentu lega hati. Tetapi manakala yang terjadi sebaliknya, maka Pramono hanyalah anak biologis semata dari seorang jenderal hebat. Sementara itu, Pramono juga akan langsung berhadapan dengan tantangan besar di angkatan darat. Banyak masalah yang sedang dihadapi prajurit AD sekarang ini. Terberat tentu semua program akan dijalankan dengan tetap bersandar pada anggaran yang terbatas. Peningkatan kemampuan personil, terutama pengembangan ketrampilan keprajuritan jelas membutuhkan dana besar.Latihan dalam skala kecil saja sudah berbiaya besar, tetapi semua ini jelas butuh jalan keluar. Prajurit tanpa latihan tentu teramat berbahaya. Tantangan besar yang lain adalah pendataan dan pengelolaan aset yang dimiliki angkatan darat (AD). Seperti diketahui, akhirakhir ini masyarakat banyak melakukan klaim tanah yang telah diakui sebagai milik AD. Bukan hanya terjadi di Jawa Tengah, tetapi juga di daerah lain. Terhadap masalah ini, KSAD perlu segera menjernihkan persoalan agar tidak berkembang semakin ruwet. Jika berkembang tanpa terkendali, dikhawatirkan antara masyarakat dan prajurit bisa saling berhadapan, dan tentu hal ini harus sedini mungkin dihindarkan.

Fatwa Mabuk BBM Bersubsidi


Oleh Mahmudi Asyari
SEJAK Selasa, 28 Juni 2011, sebagian masyarakat merasa terkejut dan bingung menyaksikan Liputan 6 SCTV. Menurut mereka, tayangan pemberitaan itu memberi kesan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa perihal keharaman bagi orang mampu membeli BBM bersubsidi. Saya yang ketika itu dalam perjalanan menerima telepon dari kawan, Dr Moh Syahnan, yang kemudian menanyakan kepada salah seorang anggota Komisi Fatwa MUI, teman seangkatan di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Kawan saya itu, menuturkan belum pernah ada sidang terkait hal itu. Ia pun seperti saya, akan menanyakan kejelasannya kepada ketua. Sembari menunggu jawabannya, saya membuka arsip Liputan 6. Menurut saya, ada kesalahan penyiaran karena sejatinya Menteri ESDM mendatangi MUI meminta agar lembaga ulama itu mengeluarkan fatwa BBM. Kesalahan itu bisa jadi karena KH Maruf Amin yang juga anggota Wantimpres mengungkapkan akan bekerja sama dan menekankan agar BBM bersubsidi harus jatuh kepada yang berhak. Pernyataan itu, sepertinya dianggap fatwa padahal itu baru pernyataan salah seorang ketua. Ketika ada media massa menuliskannya sebagai fatwa, menurut saya, hal itu sebuah penyesatan pemberitaan, karena apa yang disebut sebagai fatwa itu sebenarnya tidak ada. Meminta fatwa memang benar, namun MUI sama sekali tidak mengeluarkan fatwa. Kawan saya yang anggota Komisi Fatwa mengatakan, bagaimana mungkin MUI mengeluarkan fatwa, pemerintah saja tidak membuat keputusan. Menurutnya, pemerintah harus mengambil keputusan dulu, baru kemudian MUI melihat apa yang bisa diperbuat. Paling mungkin taushiyah, katanya. Saya berpendapat pemerintah bingung mencari cara mengurangi subsidi BBM. Pada saat bingung itu, ingatlah relegiositasnya, serta ingat agama dan MUI. Ini sama saja mau berlindung di balik agama padahal seharihari pemerintah tidak hirau masalah itu. Hanya ketika sulit dan bingung, pemerintah merasa ada lembaga yang masih punya integritas. Jika menyangkut nikmat, seperti vaksin meningitis yang nominalnya puluhan miliar rupiah, fatwa MUI sama sekali tidak digubris. Menkes ketika itu, Siti Fadilah Supari bahkan bertindak seperti ulama. Keberanian Pemerintah Saya kira, para anggota Komisi Fatwa MUI masih waras sehingga tak mungkin mengeluarkan fatwa mabuk itu. MUI juga memperhitungkan integritas lembaganya karena jika sampai fatwa itu lahir, apalagi salah seorang ketuanya menjadi anggota Wantimpres, sama saja dengan bunuh diri sekaligus menghancurkan bangunan MUI yang kini sudah mendapatkan citra baik, bukan sekadar tukang stempel keagamaan. Maka dari itu, janganlah lembaga itu menjadi sekumpulan yang dalam literatur Islam disebut ulama su (tidak baikRed), yang maknanya adalah mereka yang selalu berkata baik terhadap kehendak pemerintah. Jika itu terjadi, tidak saja menghancurkan bangunan MUI, tapi secara moral sebagaimana disebutkan alGhazali dalam Ihya Ulum al-Din, terutama subbahasan Majelis al-Salathin, sangat tercela. Ketimbang memenuhi permintaan pemerintah, MUI seharusnya mengeluarkan fatwa haram mengirim TKW, karena secara Islam terutama di Arab Saudi, wanita harus dengan muhrimnya. Kenapa terkait dengan masalah TKW, ketentuan itu menjadi tidak berlaku dan tidak ada fatwa. Secara dogmatis tidak ada landasan syari sama sekali untuk menjadikan permintaan pemerintah sebagai landasan fatwa, kecuali negara sudah mengambil keputusan. Jika MUI tidak mau mengeluarkan fatwa, berilah taushiyah kepada pemerintah. Berkaitan dengan hal itu, letak persoalannya ada di pemerintah. Jika pemerintah khawatir dengan beban subsidi, mulailah memberi contoh dengan membuat aturan bahwa mobil dinas pemerintah dilarang membeli premium. Meskipun ini juga belum tentu efektif, karena bisa diakali misalnya mengganti pelat nomor merah/ instansi dengan pelat nomor sipil. Jadi, persoalannya terletak pada keberanian pemerintah untuk mengambil keputusan. Awali dengan melarang mobil dinas membeli premium. Rakyat tidak mau mengikuti anjuran karena pemerintah tidak memberikan contoh atas sebuah keprihatinan. Contohnya, mobil mewah yang harganya di atas Rp 0,5 miliar boleh antre premium. (10) Dr Mahmudi Asyari, doktor dari UIN

Apa Kabar Para Pengungsi Merapi?


Apa kabar para pengungsi Merapi? Aneka kekarutmarutan kehidupan berbangsa dan berpemerintahan kita, seakan-akan mengabaikan nasib saudara-saudara kita yang sejak tahun lalu menjadi korban erupsi Gunung Merapi. Peristiwa itu, hingga kini masih menyisakan penderitaan bagi ribuan warga di Kabupaten Klaten dan Magelang. Saat ini 165 kepala keluarga (KK) warga Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, masih mengungsi dan menempati rumah hunian sementara (huntara) di Bumi Perkemahan Kepurun, Balerante. Bagaimana pula dengan para korban di Kabupaten Magelang? Jumlah pengungsi akibat terjangan lahar dingin mencapai sekitar 2.450 orang. Luapan lahar dingin itu merupakan akibat dari tingginya curah hujan di puncak Merapi, 9 Januari 2011. Beberapa desa di Kecamatan Salam porak poranda. Bahkan seluruh rumah warga Dusun Gempol, Desa Jumoyo, hanyut atau terendam pasir dan batu-batu besar. Nasib Serupa dialami sebagian warga Kecamatan Muntilan, Mungkid, Srumbung, Sawangan dan Kecamatan Dukun. Kebutuhan orang tentu bukan hanya bagaimana terlindung dari hujan atau sengatan matahari serta tidak kelaparan. Ada aspek-aspek sosial yang lebih luas ketimbang pemenuhan kebutuhan faali. Sebagai makhluk sosial, bukankah mereka juga membutuhkan kenyamanan, biaya pendidikan, melangsungkan usaha, gambaran kehidupan di masa depan, dan berkembang seperti anggota masyarakat yang lain? Padahal selama tinggal di pengungsian, praktis mereka hanya bisa menunggu nasib, kecuali yang memang punya pekerjaan tetap. Persoalan penanganan bencana memang kompleks. Pengungsi di Balerante dilarang kembali ke rumahnya, karena berada di radius kurang dari lima kilometer dari puncak Merapi. Lokasi ini masuk kawasan rawan bencana (KRB) III, dan dilarang untuk hunian. Sementara di Kabupaten Magelang, sebagian besar rumah tertimbun pasir karena terjangan lahar dingin. Mereka tidak boleh kembali ke tempat asal, karena berada di bantaran sungai dan jarak dari bibir sungai kurang dari 300 meter. Kawasan ini juga dilarang untuk lokasi hunian. Ironisnya, sambil menunggu kepastian relokasi, mereka dihantui kekhawatiran jika masa tanggap darurat dihentikan. Otomatis jatah hidup Rp 5.000/ jiwa/ hari juga hilang. Yang bukan karyawan atau pegawai, praktis belum bisa menjalankan kembali usahanya seperti salon kecantikan, ternak unggas, budi daya ikan, warungan, dan sebagainya. Mereka berharap akses ekonomi diperhatikan serius, agar dapat membangun kembali kemandirian untuk hidup normal. Pemenuhan aspek-aspek infrastruktur, psikologi, dan ekonomi perlu berjalan beriring. Indonesia memang bukan Jepang, yang berani menaikkan tarif tol hingga 500 persen, yang hasilnya untuk membantu korban bencana. Huntara sangat memadai. Rumah yang rusak dibangun kembali dengan dana pemerintah. Kita tentu tidak bermuluk-muluk meminta seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang terhadap korban bencana. Namun dengan niat baik yang dilandasi kepedulian dan kebersamaan semua pihak, persoalan tidak akan berlarut tanpa kepastian. Janganlah mereka digantung oleh masalah yang serbatidak pasti.

mengaku heran jika sampai ulama sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW mengeluarkan fatwa seperti itu. Ketika mendengar penuturannya, dan sejumlah orang yang mempertanyakan hal serupa lewat SMS, saya menjawab tidak tahu karena bukan pengurus MUI. Saya

Tujuh Kiat Sukseskan KLB PSSI


KAMU telah kembali (dari) sebaik-baik tempat kembali (medan perang), dan kamu telah kembali dari jihad yang kecil kepada jihad yang lebih besar, yaitu jihad seseorang hamba menentang nafsunya. Hadis Nabi Muhammad SAW yang intinya, jihadun nafs, jihad melawan hawa nafsu sendiri, dan jihad tersebut merupakan jihad yang lebih besar, itu sengaja saya kutip pada awal tulisan ini untuk mengingatkan stakeholders (para pemangku kepentingan) PSSI bahwa sesungguhnya inti dari persoalan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Hotel Sunan, Solo, 9 Juli 2011 adalah hawa nafsu. Menanggalkan hawa nafsu masing-masing pihak yang selama ini berbeda pendapat adalah kiat pertama dari 7 kiat suksesnya KLB. Betapa tidak? Pada 20 Mei 2011 KN menyelenggarakan Kongres PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, namun deadlock karena ada oknum yang memaksakan kehendak dengan mengusung calon yang dilarang FIFA, yakni George Toisutta-Arifin Panigoro. FIFA juga melarang Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie menjadi calon ketua umum, wakil ketua umum, dan komisioner Komite Eksekutif PSSI. Namun kini, hingga mendekati hari KLB, ada indikasi kelompok tertentu tetap ngotot. Demi suksesnya KLB, pihak yang berbeda pendapat perlu menanggalkan hawa nafsu dan egosentrisme masing-masing. Dalam konteks ini, perlu digelar pertemuan antara Ketua KN, Toisutta, Panigoro, Menpora, dan Ketua Umum KONI/KOI. Pertemuan ini untuk membangun kesepakatan setengah kamar, atau penyelesaian secara adat sehingga KLB di Solo tinggal ketok palu. Kiat kedua adalah dukungan delegasi pemegang hak suara. Sebelum kongres di Pekanbaru, Riau, 26 Maret 2011, dukungan suara mengerucut pada dua kubu, yakni kubu Nurdin Halid yang dianggap status quo, dan kubu yang mengklaim diri sebagai reformis yang tergabung dalam Kelompok 78 (K-78) yang mendukung Toisutta-Panigoro. Pada saat kongres, terjadi polarisasi dua kubu ini yang masing-masing mengklaim sebagai calon pemenang. Namun, menjelang detik-detik terakhir kongres, setelah sekitar 60 pemegang hak suara diajak muhibah ke luar negeri oleh kubu Nurdin Halid, dukungan suara K78 menyusut, sisanya kurang percaya diri menghadapi kongres. Makanya, ketika ada kekhawatiran kelompok yang dianggap status quo akan menang, kelompok itu

Oleh Sumaryoto

Langkah paling konkret adalah mengimbau GeorgeToisutta dan Arifin Panigoro agar legawa menerima keputusan FIFA

Ludruk Kartolo Mbalelo sindir karut-marut kekuasaan. Ludrukan diolok-olok ludruk beneran... * * * Presiden SBY: tangkap Nazaruddin! Ketika tegas, kok malah terasa aneh...

(Ketika serius malah dianggap pelesetan)

mengambil alih kongres. Namun langkah ini tidak dibenarkan FIFA yang kemudian menjadwalkan kembali kongres dan oleh KN digelar pada 20 Mei 2011. Bentuk OC-SC Saat kongres 20 Mei 2011, ada oknum K-78 terdiri atas 7-10 orang memancing kericuhan sehingga acara deadlock. FIFAlalu menjadwal ulang kongres, kali ini bernama KLB, yang oleh KN digelar pada 9 Juli di Solo. Posisi per 17 Juni 2011 peta kekuatan suara 51:49, antara yang mendukung keputusan FIFA, atau segaris dengan KN, dan yang menolak keputusan FIFA. Pendukung yang tidak segaris dengan KN akan terus berkurang, yakni mereka yang mengusung Achsanul Qosasi, Agusman Effendi, Sutiyoso dan calon ketua umum lainnya, sehingga yang masih ngotot mengusung Toisutta-Panigoro tinggal 20-30 pemegang hak suara.

Memprediksi peta kekuatan suara ini sangat penting untuk mengatur jalannya KLB sehingga bisa menyukseskan tugas KN melahirkan pengurus PSSI 2011-2015, karena menurut Statuta PSSI pemegang hak suara dalam KLB harus kuorum, minimal 50% plus 1. Kiat ketiga adalah kecakapan KN memimpin sidang. Bila ada peserta yang memancing kekisruhan seperti pada 20 Mei lalu, pemimpin sidang mudah mengendalikannya. Belajar dari pengalaman kongres yang deadlock, perlu dibentuk steering committee (SC) dan organizing committee (OC). Dari 7 komisioner KN, perlu ada penegasan pembagian tugas: 3 orang sebagai SC, 3 sebagai OC, seorang yakni ketua KN sebagai ketua SC/OC. Perlu pula dibentuk panitia lokal. Kiat keempat, kelengkapan dan kesiapan perangkat KLB, seperti dasar hukum yang menjadi legitimasi KLB, administrasi, dan perangkat lainnya. Kiat kelima, suasana kultural dan spiritual, kondisi keamanan, dan atmosfer sepak bola Solo yang kondusif. Kiat keenam adalah sikap tegas pemerintah, sebagaimana disampaikan Presiden SBY bahwa kongres di Solo harus sukses memilih pengurus dan sesuai dengan aturan/ketetapan FIFA. Langkah paling konkret adalah mengimbau Toisutta-Panigoro agar legawa menerima keputusan FIFA, bila sampai 9 Juli 2011 usaha-usaha untuk mengubah keputusan FIFA tak berhasil. Kiat ketujuh adalah doa restu dari seluruh rakyat Indonesia. Nabi Muhammad SAW bersabda, Doa adalah senjata bagi orang beriman.(10) Drs H Sumaryoto, Ketua Indonesia Football Watch (IFW)/Anggota Komite Normalisasi PSSI.

Alamat Pengiriman Artikel


Kirimkan artikel dan foto terbaru Anda ke: wacana_nasional@suaramerdeka. info. Panjang maksimal 7.500 karakter dengan spasi

Terbit sejak 11 Februari 1950

PT Suara Merdeka Press Pendiri : H Hetami Komisaris Utama : Ir Budi Santoso Pemimpin Umum: Kukrit Suryo Wicaksono Pemimpin Redaksi : Hendro Basuki Direktur Bisnis : Poerwono Direktur Pemberitaan : Sasongko Tedjo Direktur SDM : Sara Ariana Fiestri

Wakil Pemimpin Redaksi : Amir Machmud NS. Redaktur Senior: Sri Mulyadi,A. Zaini Bisri. Redaktur Pelaksana : Heryanto Bagas Pratomo, Gunawan Permadi,Ananto Pradono. Koordinator Liputan: Murdiyat Moko, Edy Muspriyanto. Sekretaris Redaksi : Eko Hari Mudjiharto Staf Redaksi : Soesetyowati, Cocong Arief Priyono, Zaenal Abidin, Eko Riyono, Darjo Soyat , Ghufron Hasyim, I Nengah Segara Seni, Muhammad Ali, Dwi Ani Retnowulan, Bambang Tri Subeno, Johanes Sarbini, Hermanto, Simon Dodit, Edi Indarto, Budi Surono, Triyanto Triwikromo, Renny Martini, Diah Irawati, Agustadi,Gunarso, Mohammad Saronji, Ahmad Muhaimin, Bina Septriono, Nugroho Dwi Adiseno, Nasrudin, M.Asmui, Ali Arifin, Sri Syamsiyah LS, Gunawan Budi Susanto, Imam Nuryanto, Arwan Pursidi, Irawan Aryanto, Arie Widiarto, Zulkifli Masruch, Agus Fathudin Yusuf, Petrus Heru Subono, Tavif Rudiyanto, Dwi Ariadi, M Jokomono, Saroni Asikin, Purwoko Adi Seno, Karyadi, Hartono, Arswinda Ayu Rusmaladewi, Maratun Nashihah, Abduh Imanulhaq, Mundaru Karya, Sarby SB Wietha, Mohamad Annas, Kunadi Ahmad, Ida Nursanti, Aris Mulyawan, Setyo Sri Mardiko, Budi Winarto, Sasi Pujiati, Hasan Hamid, Rony Yuwono, Sumaryono HS, Moh. Anhar,, M Norman Wijaya, Surya Yuli P, Rukardi, AAdib, Fauzan Djazadi, Noviar Yudho P, Budi Cahyono. Litbang : Djurianto Prabowo ( Kepala ), Dadang Aribowo. Pusat Data & Analisa: Djito Patiatmodjo (Kepala). Personalia: Sri Mulyadi (Kepala), Priyonggo. RedakturArtistik: Putut Wahyu Widodo (Koordinator), Toto Tri Nugroho, Joko Sunarto, Djoko Susilo Reporter Biro Semarang : Agus Toto Widyatmoko ( Kepala), Sutomo, Fahmi Z Mardizansyah, Moh. Kundori, Roosalina, Saptono Joko S, Yunantyo Adi S, Adhitia Armitrianto, Rosyid Ridho, Dicky Eko Supriyanto, Yuniarto Hari Santosa, Basuni Hariwoto, Dian Chandra TB, Maulana M Fahmi. Biro Jakarta : Hartono Harimurti, ( Kepala), Wahyu Atmadji, Wagiman Sidharta, Budi Yuwono, Sumardi, Tresnawati, Budi Nugraha, RM Yunus Bina Santosa, Saktia Andri Susilo. Biro Surakarta : Budi Santoso ( Kepala ), Won Poerwono, Subakti ASidik, Joko Dwi Hastanto, Bambang Purnomo, Anindito, Sri Wahyudi, Setyo Wiyono, Merawati Sunantri, Sri Hartanto, Anie R Rosyida, Wisnu Kisawa, Achmad Husain, Djoko Murdowo, Langgeng Widodo, Yusuf Gunawan Evi Kusnindya, Widodo Prasetyo, Irfan Salafudin, Heru Susilowibowo. Biro Banyumas : Sigit Harsanto (Kepala), Didi Wahyu , Anton Suparno, Khoerudin Islam, Budi Hartono, Agus Sukaryanto, RPArief Nugroho, Agus Wahyudi, M Syarif SW, Mohammad Sobirin, Sigit Oediarto. Biro Pantura : Trias Purwadi (Kepala), Wahidin Soedja, Saiful Bachri, Nuryanto Aji, Arif Suryoto, Riyono Toepra, Muhammad Burhan, M Achid Nugroho, Wawan Hudiyanto, Cessna Sari, Bayu Setiawan. Biro Muria : Muhammadun Sanomae (Kepala), Prayitno Alman Eko Darmo, Djamal AG, Urip Daryanto, Sukardi, Abdul Muiz, Anton Wahyu Hartono, Mulyanto Ari Wibowo. Biro Kedu/DIY: Komper Wardopo (Kepala), Doddy Ardjono, Tuhu Prihantoro, Sudarman, Eko Priyono, Henry Sofyan, Sholahudin, Nur Kholik, Juli Nugroho. Daerah Istimewa Yogyakarta: Bambang Unjianto, Sugiarto,Asril Sutan Marajo,Agung Priyo Wicaksono, Juili Nugroho. Koresponden : Wiharjono (Malang),Ainur Rohim (Surabaya). Alamat Redaksi : Jl Raya Kaligawe KM 5 Semarang 50118. Telepon : (024) 6580900 ( 3 saluran ), 6581925. Faks : (024) 6580605. Alamat Redaksi Kota : Jl Pandanaran No 30 Semarang 50241. Telepon : (024) 8412600. Manajer Iklan : Bambang Pulunggono. Manajer Pemasaran: Romdhani, Manajer Riset dan Pengembangan : Agus Widyanto. Manajer TU :AmirAR. Manajer Keuangan : Eko Widodo. Manajer Pembukuan : Kemad Suyadi. Manajer Logistik/Umum :Adi P. Manajer Produksi: Bambang Chadar. Alamat Iklan/Sirkulasi/Tata Usaha: Jl Pandanaran No 30 Semarang 50241. Telepon: (024) 8412600. Faks : (024) 8411116, 8447858. HOT LINE 24 JAM 024-8454333 REDAKSI: (024) 6580900 Faks (024) 6580605 e-mail : redaksi@suaramerdeka.info. Dicetak oleh PTMasscom Graphy, isi di luar tanggung jawab percetakan.

Anda mungkin juga menyukai