HAFNI BACHTIAR
Tujuan:
Mahasiswa dapat menunjukkan konsep, standar dan manfaat berpikir kritis serta hambatan berpikir kritis baik di dalam lingkungan sekolah, di tempat kerja, maupun di lingkungan sosial kemasyarakatan.
Stigma negatif: orang berpikir kritis kadang dicap macam-macam sebagai provokator, pemberontak/tukang melawan, sombong/ angkuh, arogan, tidak tahu adat dan sopan santun dll. Contoh: mahasiswa yang memprotes kenaikan harga Sembako (sembilan bahan pokok) dicap melawan kebijakan pemerintah. Atau anak yang membantah argumentasi orang tuanya dll.
Belajar berpikir kritis artinya: melatih diri untuk menjadi seorang pemikir yang bebas, mandiri, kreatif, kritis, benar dan lurus sehingga seseorang mampu mencapai tingkat pemahaman/pengertian yang tinggi dan mencerap makna dari suatu objek yang dipikirkan secara mendalam.
Berpikir kritis bukan bebas aturan/hukum. Kritis karena menggunakan landasan yang teratur menurut hukum/pola/alur/standar berpikir yang jelas, tegas dan logis. Standar Berpikir Kritis di antaranya: Kejelasan/klarifitas Akurat/akurasi Relevan Konsisten Logis/lurus/valid/sahih Lengkap Maka, peran logika penting agar orang tidak terjatuh ke dalam bahaya falasi.
6
Hambatan-hambatan itu antara lain: Kurang pengetahuan/informasi relevan Kurangnya daya/kesempatan membaca Prasangka Stereotif Kebohongan
Sosiosentrisme
Presur/tekanan Mayoritasisasi
kelompok
Lokalitas/kedaerahan
Adat
Umum: Problem Solving (jika tidak kita akan hanyut dibawa masalah-masalah itu. Pemahaman mendalam atas masalah (jika tidak batin tidak aman, pikiran kacau) Khusus: Bagi seorang mahasiswa agar kita bisa berpikir kritis/otonom/kreatif di kampus, tempat kerja, profesi dan akhirnya di lingkungan sosial masyarakat.
10