Anda di halaman 1dari 12

MEKANISME PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 TERHADAP KARYAWAN

Latar Belakang Masalah Sejak beberapa tahun terakhir ini, pajak telah menjadi sumber penerimaan negara yang utama. Akan tetapi porsi pajak penghasilan (PPh) terhadap keseluruhan penerimaan pajak pemerintah masih terbilang rendah bila dibandingkan potensinya. Kesadaran dan kepatuhan semua pihak perlu ditingkatkan. Maka dari itu perusahaan sebagai pemotong pajak memiliki peranan yang sangat besar bagi pemerintah. Mengingat saat ini tidak sedikit perusahaan yang melaksanakan pemotongan pajak tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini disebabkan perusahaan menganggap pajak sebagai biaya sehingga perusahaan akan meminimalkan biaya tersebut untuk mengoptimalkan laba. Oleh karena itu demi kelancaran pemotongan pajak diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dengan perusahaan. Dalam era sekarang ini banyak perusahaan yang berusaha untuk memperkecil jumlah pajaknya ataupun menggelapkan pajaknya, maka diharapkan kepada perusahaan untuk dapat terus mengikuti peraturan pajak yang ada dan dapat menghindari dari upaya-upaya pelanggaran hukum yang nantinya akan berdampak buruk terhadap perusahaan. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan membutuhkan pegawai-pegawai yang berkualitas. Oleh karena itu sebagai bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan oleh para pegawainya,banyak perusahaan memberikan kontra prestasi berupa gaji, tunjangan serta beberapa bonus tambahan yang disesuaikan dengan kinerjanya diluar gaji tetap yang mereka peroleh. Dengan begitu Perusahaan wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji pegawainya, dengan berpedoman pada peraturan perpajakan yang berlaku.

Landasan teori Banyak para ahli Perpajakan yang mengemukakan pendapat mengenai pengertian dari pada pajak, salah satu pakar yang terkenal di Indonesia adalah Rochmat

Soemitro, (W.B.Ilyas dan R.Burton 2004:5), ia mengemukakan bahwa: Pajak adalah "iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum". Menurut Mardiasmo (2009 : 162) Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh oarng pribadi. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang besangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Sedangkan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat (Pajak Negara) dan merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari penghasilan rakyat berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan lainnya yang pemungutanya telah diatur dengan Undang-Undang, sehingga dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan kehidupan dalam negara yang berdasarkan hukum.

Ketentuan Umum Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,

honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 3. Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UndangUndang Pajak Penghasilan. 4. Penyelenggara Kegiatan adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut. 5. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dari Pemotong PPh Pasal 21 dan sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun. 6. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. 7. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola

kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut. 8. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. 9. Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. 10. Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut. 11. Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua. 12. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. 13. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

14. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. 15. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. 16. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan. 17. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu. 18. Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis lainnya. 19. Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. 20. Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada peserta kegiatan tertentu, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dan penghasilan sejenis lainnya. 21. Masa Pajak terakhir adalah masa Desember atau masa pajak tertentu di mana pegawai tetap berhenti bekerja.

2. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21 Setiap pemungutan atau pemotongan yang dilakukan oleh negara tentunya harus mempunyai dasar hukum. Begitu juga dengan pemungutan pajak, yang dasar hukumnya termuat dalam pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa Segala pajak untuk keperluan negara haruslah berdasarkan Undang-undang. Demikian juga halnya dengan pemotongan pajak

penghasilan pasal 21. Dalam melaksanakan pemotongan tersebut di PPh pemotongan/pemungutan dilakukan berdasarkan: 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007. 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. 3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyeroran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak. 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan. 5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.

Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Objek Pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung Pajak. Yang menjadi Objek PPh adalah Penghasilan. Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan 21 adalah sebagai berikut : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau berupa uang penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenisnya. 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan. 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasadan kegiatan yang dilakukan. 6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Subjek pajak dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan PPh 21 yaitu orang pribadi yang merupakan: 1. Pegawai 2. Menerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjajangan hari tua, jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.

Tarif dan Penerapannya

1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif pasal 17 undang undang PPh dikalikan dengan penghasilan kena pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan: Pegawai tetap ; biaya jabatan 5% dari penghasilann bruto, maksimum Rp. 6.000.000,- setahun atau Rp. 500.000 per bulan. Penerima Pensiun Bulanan ; biaya pensiun 5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp. 2.400.000,- setahun atau Rp. 200.000,- sebulan.

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) sesuai pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak bagi : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000 Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 Diatas Rp 500.000.000 Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Wajib Pajak (WP) sendiri WP kawin WP K/1 tanggungan WP K/2 tanggungan WP K/3 tanggungan Rp. 15.840.000 Rp. 17.160.000 Rp. 18.480.000 Rp. 19.800.000 Rp. 21.120.000 Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%

Perhitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Cara perhitungan Pajak penghasilan Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara perhitungan Pajak penghasilan pada umumnya. Namun, dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerima-penerima penghasilan tertentu wajib pajak dalam negeri selain pengurangan berupa PTKP, juga diberikan penguranganpengurangan penghasilan berupa biaya jabatan. Selain itu, tarif yang ditetapkan juga bervariasi yaitu tarif sesuai dengan pasal 17 Undang - undang Pajak

Penghasilan atau tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah atau aturan pelaksanaan lainnya. Sistem perpajakan yang digunakan untuk pemotongan PPh pasal 21 salah satunya menggunakan withholding system. Withholding adalah suatu sistem pemotongan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang seseorang berada pada pihak ketiga dan bukan oleh fiskus maupun oleh wajib pajak itu sendiri. Pemotongan bisa dilakukan oleh perusahaan sebagai pihak ketiga. Dimana besarnya potongan tergantung pada berapa besarnya penghasilan yang diterima setiap pegawai. Untuk mengetahui berapa jumlah penghasilan neto karyawan tetap setahun, penghasilan neto sebulan dikalikan dengan 12 bulan. Kemudian penghasilan neto karyawan tetap setahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sesuai dengan status dan tanggungan pribadi karyawan tetap tersebut maka diketahuilah Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan dasar perhitungan PPh Pasal 21 karyawan tetap pada seterusnya dikalikan dengan tarif pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 sehingga diketahuilah seberapa besar jumlah PPh Pasal 21 setahun ataupun perbulannya dengan membagi 12 bulan. Seorang karyawan memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 2.500.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000 yang telah berstatus menikah tetapi belum mempunyai anak dan memiliki NPWP. Maka perhitungan PPh Pasal 21 : Gaji Sebulan Pengurangan Biaya jabatan
(5%*2.500.000 )

Rp. 2.500.000 Rp.125.000 Rp.100.000 (Rp. 225.000 ) Rp. 2.275.000 Rp.27.300.000

Iuran Pensiun Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun


(12* Penghasilan sebulan) neto

PTKP WP Sendiri WP kawin Penghasilan (PKP) Kena Pajak

Rp. 15.840.000 Rp. 1.320.000 (Rp. 17.160.000) Rp. 10.140.000

PPh Pasal 21 terutang (5%* Rp. 10.140.000) PPh pasal 21 sebulan


(1/12* PPh Pasal 21 terutang)

Rp. Rp.

507.000 42.250

Pegawai tetap di PT.X. la memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.200.000,00 menerima THR sebesar Rp. 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). PPh Pasal 21 atas gaji dan THR Penghasilan Bruto setahun 26.400.000 (12x 2.200.000) THR 600.000 Jumlah Penghasilan Bruto 27.000.000 Pengurangan: Biaya Jabatan: Rp. 1.350.000 (5%x 27.000.000) Iuran pensiun Rp. 300.000 (12x25.000) Total Pengurangan 1.650.000 ) Penghasilan netto setahun 25.350.000 PTKP (K/0) setahun = 17.160.000 ) PKP setahun 8.190.000 PPh Ps. 21 terutang: (5% x 8.190.000) 409.500

Rp.

Rp. Rp.

( Rp. Rp. ( Rp Rp.

Rp.

PPh Pasal 21 atas gaji Penghasilan Bruto setahun 26.400.000 (12x 2.200.000) Pengurangan: Biaya Jabatan:

Rp.

Rp.1.320.000

(5%x 26.400.000) Iuran pensiun (12x25.000) Total Pengurangan 1.650.000 ) Penghasilan netto setahun 24.750.000 PTKP (K/0) setahun 17.160.000 ) PKP setahun 7.590.000 PPh Ps. 21 terutang: 379.500 (5% x 7.590.000)

Rp.

300.000 ( Rp. Rp. (Rp. Rp. Rp.

PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji: = Rp. 409.500,00 - Rp. 379.500,00 = Rp. 30.000,00

Pelaksanaan Penyetoran PPh Pasal 21 Pada prinsipnya pajak atas penghasilan akan terutang pada akhir tahun, baik bagi wajib pajak yang menggunakan tahun takwim ataupun tahun buku, tergantung tahun apa yang dipilih oleh wajib pajak. Namun demikian, untuk memberikan keringanan dan kemudahan pembayaran pajak atas penghasilan, serta prinsip pengenalan pajak pada saat adanya penghasilan, maka besarnya penghasilan yang akan terjadi pada akhir tahun tersebut dapat diperkirakan sejak awal tahun, dan besarnya PPh yang akan terutang pada akhir tahun tersebut pelunasannya dilakukan pada setiap masa bulanan atau pada setiap transaksi, dengan cara dipungut, dipotong pihak lain, atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Pada akhir tahun besarnya PPh yang masih kurang dibayar harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dilaporkan. Sarana yang digunakan wajib pajak dalam membayar atau melunasi PPh adalah menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP). SSP dimaksudkan sebagai surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara. SSP ini selanjutnya berfungsi sebagai alat bukti dan laporan pembayaran pajak. Pembayaran pajak telah ditentukan batas waktunya. Apabila

batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak jatuh pada hari libur maka batas waktu tersebut diundur pada hari berikutnya yang bukan merupakan hari libur. Setiap keterlambatan pembayaran dikenakan bunga sebesar 2% sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung sejak jatuh tempo. Batas waktu pembayaran atau penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajaknya berakhir. Untuk mengetahui berapa jumlah penghasilan neto karyawan tetap setahun, penghasilan neto sebulan dikalikan dengan 12 bulan. Kemudian penghasilan neto karyawan tetap setahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sesuai dengan status dan tanggungan pribadi karyawan tetap tersebut maka diketahuilah Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan dasar perhitungan PPh Pasal 21 karyawan tetap pada seterusnya dikalikan dengan tarif pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 sehingga diketahuilah seberapa besar jumlah PPh Pasal 21 setahun ataupun perbulannya dengan membagi 12 bulan.

Anda mungkin juga menyukai