Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama.

Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau tidak masuk logika.

2.

Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. b. Tujuan Khusus Klien dapat membina hubungan saling percaya Klien dapat membina hubungan saling percaya Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

BAB II LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.

B. KLASIFIKASI

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya : a) Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. b) Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

c) Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. d) Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. e) Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan. f) Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

C. ETIOLOGI

1. Faktor predisposisi a) Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri. b) Psikologis Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. c) Sosiol Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,

putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

D. PATOFISIOLOGI

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis,maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscius bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

E. MANIFESTASI KLINIK

a. Tahap I Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara Gerakan mata yang cepat Respon verbal yang lambat

Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan b. Tahap II Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah Penyempitan kemampuan konsenstrasi Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas. c. Tahap III Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh

halusinasinya dari pada menolaknya Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain 2003 Digitized by USU digital library 4 Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk d. Tahap IV Prilaku menyerang teror seperti panik Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri atau katatonik Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara : 1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan dilakukan.Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat

merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan. 2. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan. 3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien. 4. Memberi aktivitas pada pasien. Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk

melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai. 5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

G. PENGKAJIAN FOKUS

Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan halusinasi : a. Pendengaran

o o o o b. o o c. o o o d. o o o o e. o o

Melirik mata ke kanan/ ke kiri untuk mencari sumber suara Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang berbicara/ benda mati didekatnya Terlibat pembicaraan dengan benda mati ayau orang yang tidak nampak Menggerakkan mulut seperti mengomel

Penglihatan Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain, benda mati atau stimulus yang tak terlihat Tiba lari ke ruang lain

Pengecepan Meludahkan makanan atau minuman Menolak makanan atau minum obat Tiba-tiba meninggalkan meja makan

Penghirup Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tidak enak Menghirup bau tubuh Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain Berespon terhadap bau dengan panic

Peraba Menampar diri sendiri seakan-akan sedang memadamkan api Melompat-lompat di lantai seperti menghindari sesuatu yang menyakitkan

f.

Sintetik o o Mengverbalisasi terhadap proses tubuh Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian tubuh yang diyakini tidak berfungsi

H. POHON MASALAH

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan 2. Isolasi sosial : menarik diri 3. Perubahan sensori perseptual : halusinasi

J. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

Tujuan jangka panjang: Klien tidak akan membahayakan dirinya dan orang lain selama di Rumah Sakit. Tujuan jangka pendek : Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan ansietas dan kegelisahan dan melaporkan kepada perawat agar diberikan intervensi sesuai kebutuhan. Intervensi dan rasional a. Pertahankan agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana, tingkat kebisingan rendah ). Rasional : Tingkat ansietas akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus.Individu-individu yang ada mungkin dirasakan sebagai suatu ancaman karena mencurigakan, sehingga akhirnya membuat pasien agitasi.

b. Obserfasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit). Kerjakaan hal ini Sebagai suatu kegiatan yang rutin untuk klien untuk menghindari timbulnya kecurigaan dalam diri klien. Rasional : Obserfasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuk selalu memastikan bahwa klien berada dalam keadaan aman. c. Singkirkan semua benda-benda yang dapat membahayakan dari lingkungan sekitar klien, Rasional : Jika klien berada dalam keadaan gelisah, bingung, klien tidak akan menggunakan bendabenda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain. d. Coba salurkan perilaku merusak diri ke kegiatan fisik untuk menurunkan ansietas klien (memukuli karung pasir). Rasional : Latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektf untuk menghilangkan ketegangan yang terpendam. e. Staf harus mempertahankan daan menampilkan perilaku yang tenang terhadap klien. Rasional : Ansietas menular dan dapat ditransfer dari perawat kepada klien. f. Miliki cukup staf yang kuat secara fisik yang dapat membantu mengamankan klien jika dibutuhkan. Rasional : Hal ini dibutuhkan untuk mengontrol situasi dan juga memberikan keamanan fisik kepada staf. g. Berikan obat-obatan stranquliser sesuai program terapi pengobatan. Paantau keefektifan obat-obatan dan efek sampingnya. Rasional : Cara mencapai batasan alternatif yang paling sedikit harus diseleksi ketika merencanakan intervensi untuk psikiatri. h. Jika klien tidak menjadi tenang dengan cara mengatakan sesuatu yang lebih penting dari pada yang dikatakan oleh klien (menghentikan pembicaraan )

atau dengan obat-obatan, gunakan alat-alat pembatasan gerak (fiksasi). Pastikan bahwa anda memiliki cukup banyak staf untuk membantu. Ikuti protokol yang telah ditetapkan oleh institusi. Jika klien mempunyai riwayat menolak obat-obatan, berikan obat setelah fiksasi dilakukan. i. Observasi klien yang dalam keadaan fiksasi setiap 15 menit (sesuai kebijakan institusi). Pastikan bahwa sirkulasi klien tidak terganggu (periksa suhu, warna dan denyut nadi pada ekstremitaas klien). Bantu klien untuk memenuhi , kebutuhannya untuk nutrisi, hidrasi dan eliminasi. Berikan posisi yang memberikan rasa nyaman untuk klien dan dapat mencegah aspirasi. Rasional : Keamanan klien merupakan prioritas keperawatan. j. Begitu kegelisahan menurun, kaji kesiapan klien untuk dilepaskan dari fiksasi. Lepaskan satu per satu fiksasi klien atau dikurangi secara bertahap, jangan sekaligus, sambil terus mengkaji respons klien. Rasional : Meminimalkan resiko kecelakaan bagi klien dan perawat

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai