Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Metabolisme adalah reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, terdiri atas anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah proses sintesis senyawa kimia kecil menjadi molekul yang lebih besar, misalnya asam amino menjadi protein. Laju metabolism dipengaruhi oleh factor biotic seperti suhu, salinitas, oksigen, karbondioksida, amoniak, pH, foto periode, musim dan tekanan; dan abiotik seperti aktivitas, berat, kelamin, umur, scooling, stress, puasa dan ratio makan. Suhu air yang normal bagi organisme perairan adalah 20-25oC. Pada suhu perairan yang tinggi aktivitas metabolism akan

meningkatdimana pada kondisi demikian konsumsi oksigen organisme akan bertambah sedangkan kelarutan oksigen dalam air menurun dengan bertambahnya suhu sehingga menyebabkan kematian. Konsumsi oksigen berbeda tergantung dari aktivitas organisme serta factor lingkungan temperature dan konsentrasi oksigennya. Mortalitas benih terjadi bila suhu air mencapai 35oC (Fujaya, 2004). Sel merupakan unit kehidupan yang terkecil, oleh karena itu sel dapat menjalankan aktivitas hidup, diantaranya metabolisme. Metabolisme adalah proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup / sel. Metabolisme disebut juga reaksi enzimatis, karena metabolism terjadi selalu menggunakan katalisator enzim. Berdasarkan prosesnya metabolism dibagi menjadi 2, yaitu: 1. anabolisme / asimilasi, yaitu proses pembentukan molekul yang kompleks dengan menggunakan energy tinggi. 2. katabolisme (Dissimilasi), yaitu proses penguraian zat untuk

membebaskan energy kimia yang tersimpan dalam senyawa organic

tersebut. Saat molekul terurai menjadi molekul yang lebih kecil terjadi pelepasan energy sehingga terbentuk energy panas. Bila pada suatu reaksi dilepaskan energi, reaksinya disebut reaksi eksergonik. Reaksi semacam itu disebut juga reaksi eksoterm (Praweda, 2007). 1.2 Tujuan Untuk mengetahui dan mempelajari factor-faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan energi atau laju metabolisme pada ikan.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI METABOLISME Metabolisme adalah semua reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, terdiri atas anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah proses sintesis senyawa kimia kecil menjadi molekul yang lebih besar, misalnya asam amino menjadi protein, sedangkan katabolisme adalah proses penguraian molekul besar menjadi molekul kecil, misalnya glikogen menjadi glukosa. Selain itu, proses anabolisme adalah suatu proses yang membutuhkan energi, sedangkan katabolisme melepaskan energi. Meskipun anabolisme dan katabolisme saling bertentangan, namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena seringkali hasil dari anabolisme merupakan senyawa pemula untuk proses katabolisme. Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005). Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005).

Laju metabolisme ikan secara umum ditentukan dengan konsumsi oksigen. Laju metabolisme pada ikan yang kenyang lebih tinggi dibanding ikan lapar, dan laju konsumsi oksigen meningkat setelah kondisi feeding ikan diperbaiki. Ketika level oksigen terlarut (DO) dalam air rendah, food intake menjadi tertekan, dan hal ini berkaitan dengan fakta bahwa penurunan ketersediaan oksigen sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan energi pada ikan. Penurunan food intake pada level oksigen rendah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005). Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 6 CO2 + 6H2O + ATP 2.2. PENGARUH SUHU TERHADAP METABOLISME Suhu perairan sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme. Kisaran toleransi suhu antar spesies ikan satu dengan yang lainnya berbeda. Suhu tertinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan stress kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stress yang ditandai dengan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri pathogen akibat melemahnya system imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air untuk mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan stress pernapasan pada ikan berupa menurunnya laju pernapasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen. Meski pun adaikan yang dapat mempertahankan suhu tubuh tetap hangat (endothermik), misalnya pada kelompok ikan tuna, namun sebagian besar ikan bersifat poikilothermik, yaitu suhu tubuh tergantung suhu lingkungan. Ikan tidak dapat mempertahankan

temperature tubuh yang berbeda dengan lingkungan, karena system pergerakan panas dalam otot-ototnya sebanding dengan yang melalui insang, sebagian besar panas dalam darah ditransfer ke otot melalui pembuluh arteri yang merupakan tempat perubahan panas. Agar suhu tubuhnya tetap stabil, ikan melakukan pergerakan misalnya diurnal, nokturnal, musiman, dan lain-lain. Apabila di suatu daerah suhu air menjadi hangat maka ikan-ikan akan bergerak kebawah, kebagian yang lebih dingin atau bermigrasi ketempat lain. Demikian pula sebaliknya untuk menghindari suhu yang terlalu dingin (Irianto, 2005). Suhu media berpengaruh terhadap aktifitas enzim pencernaan. Pada proses pencernaan yang tak sempurna akan dihasilkan banyak feses, sehingga banyak energi yang terbuang. Tetapi jika aktifitas enzim pencernaan meningkat maka laju pencernaan juga akan semakin meningkat, sehingga tingkat pengosongan lambung tinggi. Tingkat pengosongan lambung yang tinggi menyebabkan ikan cepat lapar dan nafsu makannya meningkat. Jika konsumsi pakan tinggi, nutien yang masuk kedalam tubuh ikan juga tinggi, dengan demikian ikan memiliki energi yang cukup untuk pertumbuhan (Tang danAffandi, 2001). Suhu air merupakan salah satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan badan ikan. Suhu air yang optimal untuk benur dan nener di daerah tropis biasanya berkisar antara 25-30 C. Sedangkan perbedaan suhu siang dan malam tidak boleh melebihi dari 5C. Hal ini dapat menguntungkan bagi lingkungan perairan, goncangan suhu tidak pernah drastic seperti pada lingkungan udara (Susanto, 1991). Suhu media juga berpengaruh terhadap aktifitas enzim yang terlibat proses katabolisme dan anabolisme. Enzim metabolism berpengaruh terhadap proses katabolisme (menghasilkan energi) dana nabolisme (sintesa nutrient menjadi senyawa baru yang dibutuhkan tubuh). Jika aktifitas enzim metabolisme meningkat maka laju proses metabolism akan semakin cepat dan kadar metabolit dalam darah semakin tinggi. Tingginya kadar metabolit dalam darah

menyebabkan ikan cepat lapar dan memiliki nafsu makan tinggi, sehingga tingkat konsumsi pakan meningkat. Konsumsi pakan yang tinggi akan meningkatkan jumlah energi yang masuk kedalam tubuh. Energi ini akan digunakan untuk proses-proses maintenance dan selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan (Effendi, 2003). Suhu media yang optimum akan mendorong enzim-enzim pencernaan dan metabolism untuk bekerja secara efektif. Konsumsi pakan yang tinggi yang disertai dengan proses pencernaan dan metabolisme yang efektif, akan menghasilkan energi yang optimal untuk pertumbuhan. Proses metabolism ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga dibawah batas yang mematikan. Berdasarkan hokum vant Hoff, kenaikan suhu sebesar 10 C akan menyebabkan kecepatan reaksi metabolism meningkat 2-3 kali lipat dibandingkan pada kondisi normal. Kebutuhan protein pada ikan untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum sangat dipengaruhi oleh suhu. Contoh pada suhu 20C pada ikan Channel Catfish (Ictalurus punctatus) memperlihatkan pertumbuhan optimum dengan kadar protein 35 %, sedangkan pada suhu 25C membutuhkan protein 40%. (Musida, 2007). Proses metabolisme akan meningkat dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 oC, dan apabila laju metabolismnya meningkat maka kebutuhan akan oksigen juga akan meningkat pula. Dalam kisaran dimana proses-proses kehidupan berlangsung, metabolism tergantung pada suhu. Kebanyakan organisme laut telah mengalami adaptasi untuk hidup dan berkembang baik dalam kisaran total antar 0 - 40 oC, karena sebagian besar organisme laut bersifat polikiometrik dan suhu air laut bervariasi, maka penyebarannya mengikuti perbedaan suhu lautan secara geografik (Nybakken, 1992).

BAB III PENUTUP

3.1.KESIMPULAN Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa: laju metabolisme ikan secara umum ditentukan dengan konsumsi oksigen. Laju metabolisme pada ikan yang kenyang lebih tinggi dibanding ikan lapar, dan laju konsumsi oksigen meningkat setelah kondisi feeding ikan diperbaiki. Ketika level oksigen terlarut (DO) dalam air rendah, food intake menjadi tertekan, dan hal ini berkaitan dengan fakta bahwa penurunan ketersediaan oksigen sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan energi pada ikan. Penurunan food intake pada level oksigen rendah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan. Suhu perairan berperan besar terhadap laju metabolisme. Kisaran toleransi suhu antar spesies ikan satu dengan yang lainnya berbeda. Suhu tertinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan stress kesehatan untuk jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Fried, George H,dkk.2006. Biologi edisi 2. Jakarta : Erlangga Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta:Rineka Cipta, Kimball, J. W. 1988. Biologi Jilid II. Diterjemahkan oleh Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri., Jakarta: Erlangga http://www.scribd.com/doc/25244199/Penelitian-Penyesuaian-Hewan

Anda mungkin juga menyukai