Anda di halaman 1dari 20

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

BIOTEKNOLOGI
2014

A. Pengertian PCR
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain
Reaction (PCR),

merupakan

suatu

proses

sintesis

enzimatik

untuk

melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini


dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada tahun 1985. Metode ini
sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis
genetic. Pada awal perkembanganya metode ini hanya digunakan untuk melipat
gandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga
dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul
mRNA.
Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan
DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap
urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada
setiap siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama
pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada
urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target. Metode PCR
dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat
sedikit,

misalnya

DNA

cetakan

yang

diperlukan

hanya

sekitar

5g,

oligonukliotida yang digunakan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa


dilakukan dalam volume 50-100 l. DNA cetakan yang digunakan juga tidak
perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk
melipatgandakan suatu sekuens DNA dalam genom bakteri.
PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan
enzim polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang-ulang
adalah proses pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi
primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan
basa pada cetakan DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini
dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif dengan perubahan suhu dan mesin
thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu
dengan cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR.

PCR

merupakan

suatu

teknik

atau

metode

perbanyakan

(replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik


ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat
sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini
dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada
tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di
bidangbiokimia dan biologi

molekular karena

relatif

murah

dan

hanya

memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR (Polimerase Chain Reaction) atau
reaksi berantai polimerase adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk
mensintesis

sekuens

tertentu

DNA

dengan

menggunakan

dua

primer

oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua


target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens
DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya.
Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen
DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses
pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting
untuk menyediakan primer, yaitu suatu sekuens oligonukleotida pendek yang
berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerasi.
B. Komponen Komponen PCR
Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
1.

DNA cetakan
DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. Fungsi

DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan
molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom,
DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut
mengandung fragmen DNA target yang dituju.
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi
DNA template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double
stranded) akan terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded). Denatirasi DNA

dilakukan dengan menggunakan panas selama 1 2 menit, kemudian suhu


diturunkan menjadi sekitar sehingga primer akan menempel (annealing) pada
cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk
jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplementer
dengan dengan sekuen primer. Suhu yang digunakan untuk penempelan primer
pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika
dilakukan pada suhu yang lebih rendah.
2.

Oligonukleotida primer
Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15

25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer
yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai
sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA cetakan pada ujung 5-fosfat,
dan oligonukleotida yang kedua identik dengan sekuen pada ujung 3OH rantai
DNA cetakan yang lain. Proses annealing biasanya dilakukan selama 1 2 menit.
Setelah dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan DNA cetakan, suhu
inkubasi dinaikkan menjadi selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA polymerase
akan melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi
yang ada pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru
akan membentuk jembatan hydrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda
yang terbentuk dengan adanya ikatan hydrogen antara rantai DNA cetakan dengan
rantai DNA yang baru hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan
menaikkan suhu ingkubasi menjadi . Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya
akan berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya.
Reaksi-reaksi seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulangi lagi sapai 25
30 klai (siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul
DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus
amplifikasi tergantung pada kosentrasi DNA target di dalam campuran reaksi.
Paling tidak, diperlukan 25 siklus untuk melipatgandakan satu kopin sekuen DNA
target di dalam genom mamalia agar hasilnya dapat dilihat secara langsung,

misalnya dengan elektroforosis gel agarose. Akan tetapi, pada umumnya


kosentrasi DNA polimerasi Taq menjadi terbatas setelah 25 30 siklus amplikasi.
3.

Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)

Campuran dNTP adalah larutan air pada pH 7,0 yang mengandung dATP, dCTP,
dGTP dan dTTP, masing-masing pada konsentrasi akhir baik 10mm atau 25mm.
dNTP yang siap digunakan merupakan solusi yang dirancang untuk menghemat
waktu dan untuk menyediakan reproduktifitas yang lebih tinggi dalam aplikasi
PCR dan lainnya.
4.

DNA Polimerase
Pada awal perkembangannya, DNA polymerase yang digunakan dalam

PCR adalah fragmen Klenow DNA polymerase I yang berasal dari Escherichia
coli (Mullis dan Fallona, 1989). Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang
telah dihilangkan aktivitas eksonuklease (5 3)-nya. Beberapa kelemahan
fragmen Klenow antara lain adalah bahwa enzim ini tidak tahan panas, laju
polemerase untuk menggabungkan nukleotida dengan suatu primer secara terusmenerus tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan. Hampir semua
DNA polymerase mempunyai prosesivitas yang rendah sehingga akan terdisosiasi
dari komplek primer-DNA cetakan setelah menggabungkan kurang dari 10
nukleotida. Salah satu perkecualian adalah T7 DNA polymerase yang mampu
menggabungkan ribuan nukleotida tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA
cetakan.
a.

Taq DNA Polimerase


Taq DNA polymerase yang beraasal dari bakteri Thermus aquaticus BM,

yaitu suatu strain yang tidak mempunyai endonuklease retriksi TaqI. Taq DNA
polymerase tersusun atas satu rantai polipeptida dengan berat molekul kurang
lebih 95 kD. Enzim ini mempunyai kemampuan polimerasi DNA yang sangat
tinggi, tetapi tidak mempunyai aktivitas eksonuklease 3 5. Enzim ini paling
aktif pada pH9 (pada suhu 200 C) dan suhu aktivitas optimumnya sekitar750C
800C.

Kelebihan enzim Taq DNA polimerase adalah bahwa enzim ini tahan
terhadap suhu tinggi yang diperlukan untuk memisahkan rantai DNA cetakan.
Dengan kelebihan semacam ini maka tidak diperlukan penambahan enzim pada
tiap-tiap siklus PCR seperti yang harus dilakukan kalau enzim yang dig unakan
adalah fragmen Klenow DNA polymerase I (Gelfand dan White, 1990).
Kelebihan lain enzim Taq DNA polymerase adalah laju polimerasinya yang
sangat tinggi serta prosesivitasnya yang juga lebih tinggi disbanding dengan
fragmen Klenow.
aq DNA polymerase mempunyai suhu optimum yang tinggi untuk
sintesis DNA yaitu 5 0 . aktivitas spesifik enzim ini dalam mengga ungkan
nukleotida mencapai 150 nukleotida per detik per molekul enzim.
(half-time) aq DNA polymerase pada suhu 5

aktu paruh

adalah 40 menit ( elfand dan

White, 1990). Deterjen non-ionik Tween 20 (0,5 -1 %) dapat digunakan untuk


meningkatkan efisiensi Taq DNA polymerase. Senyawa tambahan lain yang juga
dapat meningkatkan efisiensi polimerasi Taq DNA polymerase adalah DMSO,
gelatin, gliserol, dan ammonium sulfat.
Salah satu kelemahan enzim Taq DNA polymerase adalah bahwa enzim
tersebut mempunyai potensi untuk melakukan kesalahan dalam menggabungkan
nukleotida sehingga ada kemungkinan terjadi mutasi pada fragmen gen hasil
amplifikasi. Meskipun demikian dengan kondisi yang tepat, kesalahan
penggabungan nukleotida semacam itu tidak terjadi seperti misalnya hasil
amplifikasi fragmen gen HIV-1 (5400 nukleotida) dengan siklus amplifikasi 30
kali. Demikian juga halnya dengan hasil amplifikasi gen -globin (14990
nukleotida). Dengan demikian , rata-rata frekuensi kesalahan penggabungan
nukleotida sekitar 5 X kesalahan per nukleotida yang digabungkan per siklus,
dengan menggunakan 25 siklus.
Taq DNA polymerase mempunyai keunikan yaitu bahwa enzim ini
mampu menambahkan satu nukleotida,terutama dATP, pada ujung -3 fragmen
DNA hasil polimerasi meskipun tanpa ada cetakanya. Dengan demikian, ujung
fragmen DNA hasil polimerasi dengan metode PCR pada umumnya tidak pepat
(blunt-ended), melainkan ada tambahan satu nukleotida pada kedua ujungnya.

Kenyataan semacam ini mempunyai implikasi penting karena fragmen DNA hasil
polimerasi dengan metode PCR dapet diligase dengan suatu plasmid vector
tertentu tanpa menggunakan enzim DNA ligase. Hal ini juga perlu diperhatikan
jika frag men DNA hasil PCR akan diligasikan dengan suatu plasmid dengan
metode ligasi pepat (blunt-ended ligation). Sebelum dilakukan ligasi , fragmen
DNA tersebut harus dibuat pepat/tumpul dengan menggunakan aktivitas
polymerase 5 3 fragmen Klenow.
Aktivitas Taq DNA polymerase dipengaruhi oleh kosentrasi ion
magnesium. Aktivitas Taq DNA polymerase mencapai maksimal pada
kosentrasi

sebesar 2,0 mM jika kosentrasi dNTP yang digunakan adalah 0,7

0,8 mM. kosentrasi lebih tinggi dari 2,0 mM akan menghambat aktivitas Taq
DNA polymerase. Di samping itu, aktivitas enzim polymerase ini juga akan
menurun 20-30% jika kosenrasi total dNTP yang digunakan mencapai 4-6 mM.
b.

Tth DNA polimerse

Enzim DNA polimerse lain yang juga dapat digunakan untuk melakukan PCR
adalah Tth DNA polimerse. Enzim ini diisolasi dari eubakteri thermofilik
Thermus thermophilus HB8. Tth DNA polimerse mempunyai prosesivitas yang
tinggi dan tidak mempunyai aktivitas eksonuklease 3 5. Enzim ini
menunjukkan aktivitas tertinggi pada pH 9 (pada suhu 25) dan suhu sekitar. Selain
aktivitas polymerase, enzim ini juga mempunyai aktiviatas transcriptase balik
(reverse transcriptase) intrinsik yang sangat efisien dengan adanya ion mangan.
Aktivitas trankriptase balik tersebut jauh lebih tinggi disbanding dengan aktivitas
serupa yang dimiliki oleh DNA polymerase I yang ada pada Escherichia coli
maupun pada Taq

DNA polymerase. Tth DNA polimerse juga dapat

menggunakan substrad yang dimodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk


melabel fragmen DNA dengan radionukleotida, digoxigenin maupun biotin.
Oleh karena enzim Tth DNA polimerse mempunyai aktivitas transkiptase balik
yang tinggi pada suhu tinggi maka enzim ini dapat digunakan untuk mengatasi
masalah yang timbul akibat adanya struktur skunder pada molekul RNA. Dengan
demikian, enzim ini dapat digunakan untuk melakukan RT-PCR (reverse

Transkriptase PCR). Molekul cDNA yang diperoleh dari hasil reaksi transkripsi
balik dapat sekaligus diamplifikasi dengan menggunakan Tth DNA polimerse
dengan adanya ion . Enzim ini dapat dilakukan untuk melakukan RT-PCR
molekul RNA sampai ukuran 1000 pasangan basa.
c.

Pwo DNA polymerase

Enzim Pwo DNA polymerase diisolasi dari archaebacterihiperthermofilik


Pyrococcus woesei. Enzim Pwo DNA polymerase mempunyai berat molekul
sekitar 0 kD. Enzim ini mempunyai prosesivitas polimerasi 5 3 yang tinggi,
mempunyai aktivitas eksonuklease

, dan tidak menunjukkan aktivitas

eksonuklease . Pwo DNA polymerase mempunyai stabilitas thermal yang lebih


tinggi dibandingkan dengan Taq DNA polymerase. Waktu paruh enzim ini lebih
dari 2 jam pada suhu , sedangkan Taq DNA polymerase hanya mempunyai waktu
paruh 5 menit pada suhu ini. Aktivitas eksonuklease 3

5 (aktivitas proof-

reading dalam proses sintesis DNA) yang dimiliki oleh Pwo DNA polymerase
meningkatkan ketepatan (fidelity) proses sintesis DNA sepuluh kali lebih tinggi
dibandingkan dengan ketepatan yang dimiliki oleh Taq DNA polymerase. Jika
Taq DNA polimerse digunakan untuk mengamplikasi sekuen DNA sepanjang 200
bp sebanyak satu juta kali maka kurang lebih 56% produk amplifikasinya akan
mangandung satu atau lebih kesalahan. Sebalikya, jika enzim Pwo DNA
polymerase yang digunakan untuk amplifikasi maka hanya 10% produk
amplifikasinya yang mengandung kesalahan. Ketepatan proses polimerasi DNA
secara in vitro merupakan salah satu parameter paling penting dalam PCR. Hal ini
terutama sangat penting jika DNA atau RNA cetakan yang digunakan hanya
berjumlah sangat sedikit.
Hasil amplifikasi menggunakan Pwo DNA polymerase adalah molekul DNA
dengan ujung pepat/tumpul (blunt-ended) sehingga dapat digunakan dalam proses
ligasi ujung tumpul secara langsung tanpa harus dilakukan modifikasi terhadap
ujung-ujung molekul DNA. Oleh karena sifat ketepatanya yang tinggi maka enzim
ini sangat berguna untuk aplikasi:
1) Cloning produk PCR

2) Studi polimorfisme alel dalam transkrip RNA individual


3) Karakterisasi mutasi yang jarang di dalam suatu jaringan
4) Karakterisasi status alel suatu sel tunggal atau DNA molekul tunggal
5) Karakterisasi populasi sel dalam suatu kultur
d.

Pfu dan Tli DNA polymerase

DNA polymerase lain yang dapat digunakan untuk PCR adalah Pfu DNA
polymerase dan Tli DNA polymerase. Pfu DNA polymerase diisolasi dari
Pyrococcus furiosis, mempunyai berat molekul 92 kD, aktif pada suhu

dan

mempunyai aktivitas eksonuklease . Enzim ini diketahui mempunyai laju


kesalahan yang paling kecil disbanding dengan enzim DNA polymerase yang lain.
Produk amplifikasi dengan menggunakan enzim ini adalah molekul DNA dengan
ujung tumpul.
Tli DNA polymerase diisolasi dari jasad Thermococcus litoralis, sangat stabil
terhadap panas, aktivitas optimum pada suhu

dan dapat berfungsi meskipun

diinkubasi pada suhu . Berat molekul enzim ini dalah 90 kD. Enzim juga
mempunyai aktivitas eksonuklease
5. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan
1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA
template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum
dengan kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam
bentuk tanpa atau dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat
kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer,
temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan
konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi
DNA template yang tidak mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi,
seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak

ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila terlalu
banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak
diinginkan.
B. Prinsip Kerja PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi
(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA
spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari
jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang
tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk
memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan
segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga
oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Produk PCR diamplifikasi dari template
DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq
DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis (PerkinElmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi,
anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini
dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung
divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi
oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas
daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen
dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA
secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya
di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada
proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan
(templat) yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk
pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida
trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu,

kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya
yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer
terse ut akan menyediakan gugus hidroksil e as pada kar on 3. Setelah kedua
primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses
pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen
dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan
ikatan fosfodiester antara OH pada kar on 3 dengan gugus 5 fosfat dN P yang
ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim
DNA polimerase ini

erlangsung dengan arah 53 dan dise ut reaksi

polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang


komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap
berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan
(annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension)
primer atau reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh DNA polimerase.
C. Kegunaan PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
amplifikasi urutan nukleotida.
menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami
mutasi.
melacak asal-usul sesorang dengan mem andingkan finger print.
D. Waktu yang Dibutuhkan
3-6 jam atau semalam
Polyacrylamide gel electrophoresis using Mighty-small II gel apparatus: 2.5
hours poliakrilamid gel elektroforesis menggunakan Mighty-small II ahan gel:
2,5 jam
Etidium bromide staining dan fotografi: 45 menit
E. Reagen Khusus yang Digunakan

Pasangan primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi


Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
Campuran dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar
2,5 mM (ultra murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran
dibuat dengan volume 10 mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah
yang digabung.
Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
Minyak mineral ringan
Akrilamida (grade elektroforesis)
N, N-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
Amonium persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
EMED (N, N, NN etramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, #
5524UB)
F. Peralatan Khusus
Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)
Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler
Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest
Scientific)
G. Tahapan PCR
PCR merupakan tehnik amplifikasi DNA selektif in vitro yang meniru
fenommena replikasi DNA in vivo. Komponen reaksi yang diperlukan dalam
teknik ini adalah untai tunggal DNA sebagai cetakan, primer (sekuens
oligonukleotida yang mengkomplementeri akhiran sekuens cetakan DNA yang
sudah ditentukan), dNTPs (deoxynucleotide triphosphates), dan enzim TAQ
polimerase yaitu enzim dari bakteri Termovilus aquatikus.

Sejak ditemukannya struktur DNA untai ganda, kita mulai memahami


prinsip replikasi DNA terutama kaitannya dengan mekanisme transfer materi
genetik. Seperti yang telah dijelaskan dalam materi Asam Nukleat dalam struktur
DNA untai ganda tersebut, basa A dan T , juga C dan G , memiliki ikatan
hidgrogen yang mudah dirusak dan mudah dibentuk kembali. Untuk melakukan
replikasi, mula-mula ikatan hidrogen tersebut harus dirusak dahulu agar DNA
untai ganda berubah menjadi untai tunggal. Kemudian karena A selalu
berpasangan dengan T, dan C selalu berpasangan dengan G, maka jika kita
memiliki satu untai DNA dengan sequens ACTAG, misalnya, maka kita dapat
mencetak untai komplementernya, yaitu TGATC, begitu juga sebaliknya.
PCR menggunakan prinsip dari replikasi DNA, namun berbeda dengan
replikasi DNA bahwa PCR hanya mengamplifikasi daerah tertentu (sekuens) dari
gen spesifik atau gen spesifik tertentu yang dikenali dan dibatasi oleh sepasang
primer, yaitu primer forward dan primer reverse. Pada awal-awal perkembangan
PCR menggunakan waterbath dengan suhu konstan dan berbeda-beda serta
menggunakan enzim DNA polimerasi dari Escherichia coli yaitu fragmen
Klenow. Namun setelah ditemukannya enzim Taq polymerase dari bakteri
termofilikThermus aquaticus, proses PCR berjalan pada temperature tinggi dan
menggunakan mesin thermal cycler yang dapat diprogram untuk mengatur siklus
annealing, elongasi, dan denaturasi. Proses kerja PCR melalui beberapa tahapan
perubahan suhu yang bersiklus, antara lain denaturasi DNA templat pada suhu 9295oC, penempelan primer pada DNA templat (annealing) pada suhu 50-60 oC,
pemanjangan primer pada temperature 72 oC (extension/elongation), keseluruhan
proser diperlihatkan pada gambar dibawah ini

Gambar Proses PCR


Proses pertama yang terjadi adalah denaturasi untai DNA templat.
Denaturasi awal terjadi pada suhu 92-95 oC selama 5 menit untuk memisahkan
untai DNA templat. Proses denaturasi dipengaruhi oleh kandungan GC pada
templat. Semakin tinggi kandungannya maka semakin susah kedua untai untuk
memisah. Selanjutnya setelah kedua untai DNA templat terpisah, suhu diturunkan
hingga 50-60 oC untuk proses penempelan primer pada untai templat. Suhu
annealing merupakan titik kritis dimana primer harus dapat menempel pada
templat agar dapat dilakukan elongasi oleh enzim Taq polymerase. Suhu
annealing optimal dipengaruhi oleh panjang primer, kandungan GC, stabilitas
primer, konsentrasi ion. Apabila suhu annealing dibawah suhu annealing optimal,
maka primer akan terjadi salah pasang (mispriming), dan mampu menempel pada
daerah templat lainnya yang tidak berkomplemen, berakibat dihasilkannya produk
PCR yang tidak spesifik. Namun jika suhu annealing terlalu tinggi, maka primer
tidak dapat menempel pada templat, sehingga Taq polymerase tidak dapat

melakukan proses elongasi. Penentuan suhu annealing didasarkan pada nilai Tm


primer yang diperoleh dari perhitungan sewaktu mendesain primer. Setelah primer
menempel pada templat, suhu kembali naik hingga temperature 72 oC. Pada
temperature ini, enzim Taq polymerase melakukan proses elongasi dengan
menam ahkan dN P pada ujung 3 dengan kecepatan 1000 asa/menit. Lama
proses elongasi bergantung dari panjang segmen templat yang akan diamplifikasi,
aturan yang sering digunakan adalah 1 menit untuk 1000 pasang basa. Setelah
proses elongasi, thermal cycler akan meningkatkan suhunya hingga 92-95 oC
untuk memisahkan kedua untai produk untuk menjadi templat bagi reaksi
polimerisasi siklus selanjutnya. Proses PCR berlangsung hingga 30 siklus dan
menghasilkan hingga jutaan kopi segmen DNA templat. Produk PCR yang
berukuran sama dengan panjang sekuens target, pertama kali terbentuk pada siklus
ke-3
Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga
tahap :
1) Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua
untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi
menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen.
Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi
pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC
95 oC.
2) Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah
yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini,
ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada
template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC 60 oC. Selanjutnya,
DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi
sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi
selanjutnya, misalnya pada 72 oC.

3) Elongasi
Elongasi merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension
atau sintesis DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan
pemanjangan primer lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini
akan berubah dari satu siklus ke siklus selanjutnya mengikuti perubahan
konsentrasi DNA.
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan
(template) pada siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat
dua pada setiap akhir siklus. Dengan kata lain DNA target meningkat secara
eksponensial, sehingga setelah 30 siklus akan menjadi milyaran amplifikasi DNA
target.
Ketiga tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus
amplifikasi. Pada siklus pertama dua untai tunggal DNA cetakan akan disalin
menjadi 2 DNA untai ganda. Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda
masing-masing akan bertindak sebagai cetakan sehingga pada siklus kedua
dihasilkan jumlah 4 DNA untai ganda. Pada siklus berikutnya akan dihasilkan
jumlah DNA secara eksponensial, dimana pada siklus ketiga DNA akan disalin
menjadi 8 kali, siklus ke 10 menjadi 1.024 kali, siklus 30 menjadi 1.073.741.824
dan seterusnya. Pada akhir siklus, DNA cetakan akan digandakan secara
eksponensial sehingga dihasilkan DNA dalam jumlah yang berlipat ganda hanya
dalam waktu yang relatif singkat sekitar 3-4 jam.
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada
suhu 72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada
sisi 3nya dengan penam ahan dN P yang komplemen dengan templat oleh DNA
polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua
primer akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa
untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan
(2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA.
Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus,

akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan
menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara
eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir
dari setiap siklus akan menye a kan penam ahan satu nukleotida A pada ujung 3
dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di
kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujungujung

5-nya.

Proses

PCR

dilakukan

menggunakan

suatu

alat

yang

disebut thermocycler.
H. Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)
RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction. Seperti namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR
biasa. Perbedaanya dengan PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu
siklus

tambahan

yaitu

adanya

perubahan

RNA

menjadi

cDNA

(complementary DNA) dengan menggunakan enzim Reverse Transkriptase.


Reverse Transcriptase adalah suatu enzim yang dapat mensintesa molekul DNA
secara in vitro menggunakan template RNA.
Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan
DNA Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR,
templat yang digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer
juga dapat menempel pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang
mengkontaminasi proses ini harus dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA yang
mempunyai poly(A) tail pada ujung 3, maka oligo d , random heksamer, maupun
primer spesifik untuk gen tertentu dapat dimanfaatkan untuk memulai sintesa
cDNA.
I. Metoda Deteksi Produk PCR
Produk PCR adalah segmen DNA (amplikon) yang berada dalam jumlah
jutaan copy, tetapi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu PCR
perlu diikuti dengan suatu tahap akhir yang bertujuan untuk memvisualisasikan
produk PCR serta sekaligus bertujuan untuk mengetahui ukuran produk PCR dan
mengetahui apakah produk yang dihasilkan adalah benar seperti yang diinginkan.

Salah satu metoda deteksi yang umum dilakukan adalah elektroforesis gen
agarosa.
J. Aplikasi PCR
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
a.

Isolasi Gen
DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia

panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen.


Sebagaimana fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai
panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA,
RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias
protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein
inilah yang dise ut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau dise ut junk
DNA, DNA sampah yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Kembali ke
pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk
diisolasi. Contoh, sebelumnya mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi
atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu
saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak
benar-benar sama dengan insulin manusia. Berkat teknologi rekayasa genetik, kini
mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu
menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat
memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang
dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari
bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara
konvensional yang harus mengor ankan sapi atau a i. Untuk mengisolasi gen,
diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama probe yang memiliki urutan
basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan
teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
b.

DNA Sequencing

Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing,
metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination
method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana
proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu
hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya
tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent
untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa
ditentukan.
c.

Forensik

d.

Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang

mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya
seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik
yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam
hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi
daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang
tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
Berdasarkan uraian diatas penemuan dan manfaat teknik PCR ini berdampak
sangat luas terhadap kemajuan sains dan teknologi secara umum yaitu antara lain
sebagai berikut:
Memperkuat gen spesifik sebelum diklon.
Membuat fragmen gen DNA secara berlimpah
Dapat mendeteksi DNA gen virus yang sulit untuk dideteksi
Dapat mendeteksi/ mendiagnosis DNA sel embrionik yang mengalami
kelainan Bidang

K. Kelebihan dan Kelemahan PCR


Kelebihan

Memiliki spesifisitas tinggi

Sangat cepat, dapat memberikan hasil yang sama pada hari yang sama

Dapat membedakan varian mikroorganisme

Mikroorganisme yang dideteksi tidak harus hidup

Mudah di set up

Kelemahan

Sangat mudah terkontaminasi

Biaya peralatan dan reagen mahal

Interpretasi hasil PCR yang positif belum tervalidasi untuk semua penyakit
infeksi (misalnya infeksi pasif atau laten)

Teknik prosedur yang kompleks dan bertahap membutuhkan keahlian


khusus untuk melakukannya.

L. Kesimpulan Mengenai PCR


Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain
Reaction (PCR),

merupakan

suatu

proses

sintesis

enzimatik

untuk

melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. PCR


merupakan

suatu

teknik

atau

metode

perbanyakan

(replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.


Adapun komponen dari PCR yaitu DNA cetakan, Oligonukleutida primer,
DNA polymerase, Larutan Buffer, dan Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP).
Prinsip dasar dari proses PCR yaitu Tahap pertama Denaturasi. Tahap 2
penempelan. Tahap 3 elongasi. Ketiga tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan
jumlah siklus amplifikasi. Pada siklus pertama dua untai tunggal DNA cetakan
akan disalin menjadi 2 DNA untai ganda. Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai
ganda masing-masing akan bertindak sebagai cetakan sehingga pada siklus kedua
dihasilkan jumlah 4 DNA untai ganda. Pada siklus berikutnya akan dihasilkan
jumlah DNA secara eksponensial, dimana pada siklus ketiga DNA akan disalin
menjadi 8 kali, siklus ke 10 menjadi 1.024 kali, siklus 30 menjadi 1.073.741.824
dan seterusnya.Contoh aplikasi PCR antara lain yaitu proses Isolasi Gen, DNA
Sequencing, Forensik dan Diagnosa penyakit.

Anda mungkin juga menyukai