Anda di halaman 1dari 16

BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM GINEKOLOGI (CA SERVIKS, CA MAMMAE, MIOMA UTERI, KISTA OVARI, ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB))

OLEH: MAULANA RH 115070200111030 REG 2

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

CA SERVIKS

1. Definisi Ca Serviks Carsinoma servik adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis. (Dorland, 2011) Kanker serviks atau kanker leher rahim atau disebut juga kanker mulut rahim merupakan salah satu penyakit keganasan di bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang masih menempati posisi tertinggi sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan. (Manuaba, 2008). Kanker serviks adalah kanker leher rahim / kanker mulut rahim yang disebabkan oleh virus Human Papiloma Virus (HPV). Penularan virus HPV yang dapat

menyebabkan kanker leher rahim ini dapat menular melalui seorang penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui kontak langsung dan hubungan seks. Penularan virus HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital. Karenanya, penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Gejala yang mungkin timbul (umumnya pada stadium lanjut) adalah perdarahan di luar masa haid, jumlah darah haid tidak normal, perdarahan pada masa menopause (setelah berhenti haid), keputihan yang bercampur darah atau nanah serta berbau, perdarahan sesudah senggama, rasa nyeri dan sakit di panggul, gangguan buang air kecil sampai tidak bisa buang air kecil. (Prawirohardjo, 2005) 2. Epidemiologi Kanker serviks merupakan penyebab terbesar kematian dari kanker ginekologik di seluruh dunia, di mana setengah juta kasus di diagnosa setiap tahun. Dilaporkan insiden kanker serviks lebih tinggi di negara sedang berkembang. Akibat kurangnya program skreening pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, sub sahara Afrika dan Asia tenggara termasuk Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara.

Di Indonesia dilaporkan jumlah karsinoma serviks baru adalah 100 per 100.000 penduduk per tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas dari 10 kanker yang terbanyak pada wanita. Federation of Gynecologists and Obstetricians (FIGO) melaporkan pada tahun 1998 menunjukkan kelompok usia 30-39 tahun dan 60-69 tahun sama banyaknya. Kelompok usia 30-39 tahun pada stadium I a, sedang stadium I b dan II pada kelompok usia 40 tahun. Kelompok usia 60-69 tahun merupakan proporsi tertinggi pada stadium III dan IV. Kanker serviks adalah suatu penyakit kanker terbanyak kedua di seluruh dunia yang mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa Negara menjadi penyebab kanker terbanyak pada wanita dengan kontribusi 20-30%. Di Negara berkembang keganasan pada serviks merupakan penyebab kematian nomor dua. Setiap tahun di seluruh dunia terdapat 600.000 kanker serviks invasif baru dan 300.000 kematian (Sarwono, 2006). 3. Patofisiologi (terlampir) 4. Faktor resiko Faktor resiko adalah faktor yang mempermudah timbulnya penyakit kanker serviks. Antara faktor resiko terjadinya kanker serviks adalah : a. Umur Pada umumnya, resiko untuk mendapatkan kanker serviks bertambah selepas umur 25 tahun. Stadium prakanker serviks dapat ditemukan pada awal usia 20an. Kanker serviks juga ditemukan pada wanita antara umur 30-60 tahun dan insiden terbanyak pada umur 40-50 tahun dan akan menurun drastis sesudah umur 60 tahun (Parson). Sedangkan, penderita kanker serviks rata-rata dijumpai pada umur 45 tahun. Menurut Aziz M.F.(2006), umumnya insidens kanker serviks sangat rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap pada usia 50 tahun. Menurut Arifuddin (2000), kanker serviks terjadi pada wanita yang berumur lebih 40 tahun tetapi bukti statistik menunjukkan kanker serviks dapat juga menyerang wanita antara usia 20- 30 tahun. b. Aktivitas seksual pada usia muda Umur pertama kali hubungan seksual merupakan salah satu faktor yang cukup penting. Makin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual,

makin besar resiko yang harus ditanggung untuk mendapatkan kanker serviks dalam kehidupan selanjutnya (Rasjidi I., 2008). Resiko kanker serviks akan meningkat pada pernikahan usia muda atau pertama kali koitus, yaitu pada umur 15-20 tahun atau pada belasan tahun serta period laten antara pertama kali koitus sampai terdeteksi kanker serviks selama 30 tahun. Menurut Aziz M.F (2006), wanita di bawah usia 16 tahun menikah biasanya 10-12 kali lebih besar terserang kanker serviks daripada yang berusia 20 tahun ke atas. c. Kebiasaan berganti pasangan Wanita yang sering melakukan seks dengan bertukar pasangan mempunyai resiko mendapat kanker serviks. Selain itu, pasangan dari pria dengan kanker penis atau pasangan dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan resiko kanker serviks. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa faktor koitus dengan seringnya berganti pasangan merupakan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya kanker serviks. Belinson menemukan kasus kanker serviks 4 kali lebih banyak pada wanita yang melakukan prostitusi. Berganti-berganti pasangan dalam hubungan seksual memperbesar

kemungkinan terinfeksi HPV (Indriyani D., 1991). d. Riwayat ginekologis dan jumlah paritas Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi resiko kanker serviks, hamil di usia muda, jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat meningkatkan resiko.Kanker serviks sering diasosiasikan dengan kehamilan pertama pada usia muda, jumlah kehamilan yang banyak dan jarak kehamilan yang pendek (Rasjidi I.,2008). Umur melahirkan pertama kali kurang dari 20 tahun dianggap mempunyai resiko untuk terjadi kanker serviks. Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan anak. Kategori partus ini belum ada keseragaman tetapi menurut pakar angka berkisar antara 3- 5 kali partus. Green menemukan penderita kanker serviks adalah 7,9 % multi para dan 51 % nulli para. Persalinan pervaginam yang tinggi menyebabkan angka terjadinya kanker serviks meningkat. (Harahap, 1997) e. Agen Infeksius Human Papilloma Virus (HPV). Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan HPV sebagai penyebab neoplasia servikal. HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan displasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan

dengan dysplasia berat, yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu (Aziz, M.F.,2002). Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 belum didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. Infeksi Trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks. f. Kontrasepsi Pemakaian kontrasepsi lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan resiko terkena kanker serviks 1,5 - 2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi jenis oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga beresiko untuk terjadi kanker serviks (Belinson S.,Smith J.S.,Myers E.,Olshan A, dan Hartmann K., 2002) g. Merokok Merokok pada wanita selain mengakibatkan penyakit pada paru-paru dan jantung, kandungan nikotin dalam rokok pun biasanya mengakibatkan kanker serviks. Nikotin mempermudah selaput untuk dilalui zat karsinogen. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dijumpai dalam lender serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak dan lama wanita merokok maka semakin tinggi resiko untuk terkena kanker serviks (Indriyani D.,1991). h. Pendapatan atau status sosial ekonomi Tingkat penghasilan secara langsung berhubungan dengan standar hidup, para wanita berpendapatan rendah hamper lima kali lebih tinggi beresiko terkena kanker serviks daripada kelompok wanita yang berpendapatan lebih tinggi. Kemiskinan yang mengakibat ketidakmampuan mereka untuk mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan tidak dapat membayar biaya-biaya tes kesehatan yang cukup mahal (Nurwijaya.et.al, 2002) i. Pendidikan Penelitian Harahap 1983 di RSCM antara tingkat pendidikan dengan kejadian kanker serviks terdapat hubungan yang kuat, dimana kanker serviks cenderung lebih banyak terjadi pada wanita yang berpendidikan rendah dibandingkan

wanita yang berpendidikan tinggi (88,9%). Tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan tingkat sosio ekonomi, kehidupan seks dan kebersihan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti E (2004) dalam Melva (2008). pendidikan mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian kanker serviks dengan kata lain penderita kanker serviks yang berpendidikan rendah merupakan faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks. j. Pekerjaan Menurut Teheru (1998) dan Hidayati (2001) dalam Melva (2008) terdapat hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar, seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. Dua kejadian yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan, kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok sosial ekomoni rendah, mungkin standar kebersihan yang tidak baik pada umumnya faktor sosial ekomoni rendah cenderung memulai aktifitas seksual pada usia lebih muda. 5. Manifestasi klinis Menurut Dalimartha (2004), gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid. Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya sel-sel abnormal. Sering kali pula kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sel-

sel abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks barulah muncul gejala-gejala kanker serviks sebagai berikut : a. Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual (contact bleeding). Keluhan ini sering dijumpai pada awal stadium invasif, biasanya timbul perdarahan setelah bersenggama. Hal ini terjadi akibat trauma pada permukaan serviks yang telah mengalami lesi (Rasjidi Imam, 2008). b. Perdarahan vagina yang tidak normal, seperti perdarahan di luar silkus menstruasi, perdarahan di antara periode menstruasi yang regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, dan perdarahan setelah menopause. Awal stadium invasif, keluhan yang timbul adalah perdarahan di luar siklus haid, yang dimulai sedikit-sedikit yang makin lama makin banyak atau perdarahan terjadi di antara 2 masa haid. Perdarahan terjadi akibat terbukanya pembuluh darah disertai dengan pengeluaran sekret berbau busuk, bila perdarahan berlanjut lama dan semakin sering akan menyebabkan penderita menjadi sangat anemis dan dan dapat terjadi shock, dijumpai pada penderita kanker serviks stadium lanjut (Aziz,M.F. dan Saifuddin,A.B., 2006). c. Keputihan yang berlebihan dan tidak normal. Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik (karsinoma insitu dan mikro invasif) belum dijumpai gejala-gejala yang spesifik bahkan sering tidak dijumpai gejala. Awalnya, keluar cairan mukus yang encer, keputihan seperti krem tidak gatal,kemudian menjadi merah muda lalu kecoklatan dan sangat berbau bahkan sampai dapat tercium oleh seisi rumah penderita. Bau ini timbul karena ada jaringan nekrosis (Aziz,M.F.,Saifuddin,A.B., 2006). d. Penurunan berat badan secara drastis. Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita akan menjadi kurus, anemis karena perdarahan terus-menerus, malaise, nafsu makan hilang, syok dan dapat sampai meninggal dunia (Rahmat, Y, 2001). e. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri panggul, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal (Wijaya, 2010). Rasa nyeri ini dirasakan di bawah perut bagian bawah sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri bersifat progresif sering dimulai dengan Low Back Pain di

daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan tungkai bawah, gangguan miksi dan berat badan semakin lama semakin menurun khususnya pada penderita stadium lanjut. Gejala ini sering dijumpai pada stadium lanjut yang merupakan komplikasi akibat terbentuknya fistula dari kandung kemih ke vagina ataupun fistula dari rektum ke vagina karena proses lanjutan metastase kanker serviks (Thomas, R., 2002) f. Konstipasi Apabila tumor meluas sampai pada dinding rektum, kemudian terjadi keluhan konstipasi dan fistula rectoingional (Thomas, R.,2002). 6. Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan serviks merupakan prosedur mutlak yang perlu dilakukan untuk melihat perubahan portio vaginalis dan mengambil bahan apusan untuk pemeriksaan sitologi ataupun biopsi. Setelah biopsi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi bimanual vagina dan rektum untuk mengetahui luas massa tumor pada serviks dan rektum. b. Tes Paps smear. Tes Pap merupakan salah satu pemeriksaan sel serviks untuk mengetahui perubahan sel, sampai mengarah pada pertumbuhan sel kanker sejak dini. Apusan sitologi pap diterima secara universal sebagai alat skrining kanker serviks. Metode ini peka terhadap pemantauan derajat perubahan pertumbuhan epitel serviks. Pemeriksaan Tes Pap dianjurkan secara berkala meskipun tidak ada keluhan terutama bagi yang berisiko (1-2 kali setahun). Berkat teknik Tes Pap, angka kematian turun sampai 75% (Rasjidi Imam, 2008). c. Kolposkopi Kolposkopi adalah alat ginekologi yang digunakan untuk melihat perubahan stadium dan luas pertumbuhan abnormal epitel serviks. Metode ini mampu mendeteksi pra karsinoma serviks dengan akurasi diagnostik cukup tinggi (Erich B., 1991). Kolposkopi hanya digunakan selektif pada sitologi Tes Pap abnormal yaitu displasia dan karsinoma in situ atau kasus yang mencurigakan maligna. Kombinasi kolposkopi dan tes Pap memberikan ketepatan diagnostic lebih kuat. Sensitivitas tes Pap dan kolposkopi masing-masing 55% dan 95% dan spesifisitas masing-masing 78,1% dan 99,7% (Erich B.,1991).

d. Konisasi Jika pemeriksaan kolposkopi tidak memuaskan maka konisasi harus dilakukan yaitu pengawasan endoserviks dengan serat asetat selulosa di mana daerah abnormal ternyata masuk ke dalam kanalis servikalis (Erich B., 1991). e. Biopsi Biopsi memerlukan prosedur diagnostik yang penting sekalipun sitologi apusan serviks menunjukkan karsinoma. Spesimen diambil dari daerah tumor yang berbatasan dengan jaringan normal. Jaringan yang diambil diawetkan dengan formalin selanjutnya diproses melalui beberapa tahapan hingga jaringan menjadi sediaan yang siap untuk diperiksa secara mikroskopis (Aziz, M.F., 2002) f. Tes Schiller Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997). g. Radiologi a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe. b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. c) Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette, 1999). 7. Penatalaksanaan medis Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran

tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi (Wiknjosastro, 1997). a) Pembedahan Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar. b) Terapi penyinaran (radioterapi) Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya

atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette, 2000). c) Kemoterapi Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan

pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks

antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain (Prayetni, 1997). 8. Asuhan keperawatan PENGKAJIAN A. Identitas Klien Nama : Usia : Pada umumnya, resiko untuk mendapatkan kanker serviks bertambah

selepas umur 25 tahun. Stadium prakanker serviks dapat ditemukan pada awal usia 20 an. Kanker serviks juga ditemukan pada wanita antara umur 30-60 tahun dan insiden terbanyak pada umur 40-50 tahun dan akan menurun drastis sesudah umur 60 tahun (Parson). Sedangkan, penderita kanker serviks rata-rata dijumpai pada umur 45 tahun Jenis kelamin Pendidikan : Perempuan : Tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan tingkat sosio

ekonomi, kehidupan seks dan kebersihan Pekerjaan : wanita pekerja kasar, seperti buruh, petani memperlihatkan 4

kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. B. Status kesehatan saat ini Keluhan utama: Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual, perdarahan vagina yang tidak normal, keputihan yang berlebihan, penurunan berat badan secara drastis, anemis, malaise, nyeri panggul, hambatan dalam berkemih, pembesaran ginjal, konstipasi Lama keluhan: Kulaitas keluhan: Faktor pencetus: infeksi virus HPV Faktor pemberat: umur, aktivitas seksual pada usia muda, kebiasaan berganti pasangan, riwayat ginekologis dan paritas, agen infeksius, kontrasepsi, merokok, pendapatan dan status sosial ekonomi, pekerjaan, pendidikan Diagnosa medis: Ca serviks Riwayat kesehatan saat ini

Klien mengeluh munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual, perdarahan vagina yang tidak normal, keputihan yang berlebihan, penurunan berat badan secara drastis, anemis, malaise, nyeri panggul, hambatan dalam berkemih, pembesaran ginjal, konstipasi Riwayat kesehatan terdahulu Merokok, kontrasepsi C. Riwayat keluarga D. Riwayat lingkungan Kebersihan yang tidak baik memicu terjadinya kanker serviks E. Pola aktivitas latihan F. Pola nutrisi metabolik G. Pola eliminasi Hambatan dalam berkemih, konstipasi H. Pola tidur istirahat I. J. Pola kebersihan diri Pola toleransi koping stres

K. Pola peran dan hubungan L. Pola komunikasi M. Pola seksualitas Resiko kanker serviks akan meningkat pada pernikahan usia muda atau pertama kali koitus, yaitu pada umur 15-20 tahun atau pada belasan tahun serta period laten antara pertama kali koitus sampai terdeteksi kanker serviks selama 30 tahun. Wanita yang sering melakukan seks dengan bertukar pasangan mempunyai resiko mendapat kanker serviks N. Pola nilai dan kepercayaan O. Pemeriksaan fisik Keadaan umum: Kesadaran TTV Kepala dan leher: Dada: Payudara dan ketiak:

Abdomen: Genetalia: Kontrasepsi: Pemakaian kontrasepsi lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan resiko terkena kanker serviks 1,5 2,5 kali Rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual, peradrahan vagina yang tidak normal, seperti perdarahan di luar siklus menstruasi, keputihan yang berlebihan dan berbau Ekstremitas: Kulit dan kuku: P. Hasil pemeriksaan penunjang Labolatorium: Pap smear Apusan sitologi pap diterima secara universal sebagai alat skrining kanker serviks Kolposkopi Mendeteksi pra karsinoma serviks dengan akurasi diagnostik cukup tinggi Biopsi Spesimen diambil dari daerah tumor yang berbatasan dengan jaringan normal. Jaringan yang diambil diawetkan dengan formalin selanjutnya diproses melalui beberapa tahapan hingga jaringan menjadi sediaan yang siap untuk diperiksa secara mikroskopis Tes schiller Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen Radiologi: Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe. Pemeriksaan intravena urografi untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi MRI, CT scan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional

Q. Kesimpulan Ca serviks

ANALISA DATA S Ds: klien mengeluh nyeri pada panggul dan menjalar ke paha, perdarahan waktu koitus Do: trauma permukaan serviks Ds: E Faktor resiko HPV virus Kanker serviks Perdarahan koitus metastase ke panggul nyeri panggul Nyeri akut P

Trauma permukaan serviks nyeri

Daftar Pustaka

Aziz,M.F.,Saifuddin,A.B.,2006,

OnkologiGinekologi,

edisi1,Jakarta,Yayasan

Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo;442-456. Rasjidi Imam,2008, Manual Prakanker Serviks,edisi1,Sagung Seto;45-54 Indriyani D.,1991, Faktor-faktor Risiko Yang Berpengaruh Pada Insidens Karsinoma Serviks Uteri;Studi Retrospektif di RS Sardjito,Berita Kedokteran Masyarakat VII(4);234-238. Harahap, R.E., 1997., Neoplasia Intraepitel Pada Serviks (NIS), Pendekatan Ilmiah: Pencegahan Kanker Leher Rahim. UI-Press, Jakarta. Belinson S.,Smith J.S.,Myers E.,Olshan A.,Hartmann K.,2002,Descriptive Evidence That Risk Profiles for Cervical Intraepithelial Neoplasia 1,2 & 3 are Unique,Am.J,189:295-304 Aziz,M.F.,2002, Deteksi dini kanker, Jakarta,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;97-110. Arifuddin Djuanna, 2000. Penanganan Neoplasma Intraepitel Serviks, Jakarta, Buku Kedokteran EGC. Erich B.,1991,Cervical Pathology Textbook & Atlas;Colposcopy,2nd ed.,New York,Thieme Medical Publisher Inc.;155-221. Rahmat,Y,2001, Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Servik Thomas,R.,2002, Buku Saku Ilmu Kandungan,Jakarta,Hipokrates;201-204. Prawirohardjo. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo Dorland. 2011.Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai