Definisi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, shg bila ia kelak terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Tujuan Imunisasi
Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola
Keberhasilan Imunisasi
Tergantung pada beberapa faktor, yaitu : 1. Status imun pejamu 2. Faktor genetik pejamu 3. Kualitas vaksin 4. Kuantitas vaksin
vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya : 1. Bayi yang semasa janin mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar Ab spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan
2.
Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum, karena itu bila vaksinasi polio oral diberikan pada masa pemberian kolostrum (kurang atau sama dg 3 hari setelah lahir), hendaknya ASI (kolostrum) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
imunologik. Pembentukan Ab spesifik pd neonatus terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak
Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberi- kan imunisasi ulangan Status imun mempengaruhi hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit Keadaan gizi yang buruk
menjadi : 1. responder baik 2. responder cukup 3. responder rendah Faktor genetik dalam respons imun dapat berperan melalui gen yang berada pd kompleks MHC (major histocompatibility complex) dan gen non MHC Mekanisme peran genetik dalam respons imun belum diketahui
Oral : imunitas lokal & sistemik Parenteral : imunitas sistemik Dosis vaksin Terlalu tinggi : menghambat respon imun yang diharapkan Terlalu rendah : tidak merangsang sel imunokompeten
Jenis vaksin :
1. Vaksin hidup : respons imun lebih baik dibandingkan vaksin mati misalnya : vaksin BCG, campak, gondongan (parotitis), rubela, polio oral, rotavirus, tifoid oral
2. Vaksin mati (inactivated) misalnya : influenza, polio injeksi, rabies, hepatitis A, pertusis, difteria, tetanus, tifoid injeksi, hepatitis B, pneumokokus
JADWAL IMUNISASI
Imunisasi Wajib Program Pengembangan Imunisasi
Kemenkes (PPI) meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP dan Campak Vaksin yang dianjurkan (non PPI) meliputi : 1. MMR 7. Pneumokokus 2. Hib 8. R otavirus 3. Demam tifoid 9. HPV (Human Papilloma 4. Varisela Virus) 5. Hepatitis A 6. Influenz
BCG
Imunisasi BCG diberikan umur 2 3 bulan Pada bayi yang kontak erat dg pasien TB dengan BTA
+3 sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG Kemenkes menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0 12 bulan Dosis : 0,05 ml : bayi < 1 tahun secara intradermal 0,1 ml : bayi > 1 tahun secara intradermal Tidak ada imunisasi ulangan
dulu Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara 0-80%, berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin yang dipakai, faktor pejamu (umur, keadaan gizi, dll) Vaksin BCG tidak boleh kena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-80C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah diencerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam.
KI BCG : Reaksi uji tuberkulin > 5 mm, Menderita HIV atau dengan risiko tinggi
infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imuno supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe, Menderita gizi buruk Menderita demam tinggi Menderita infeksi kulit yang luas, Pernah sakit tuberkulosis Kehamilan
KIPI Vaksinasi BCG Dosis terlalu tinggi : ulkus lebih besar penyuntikan terlalu dalam : parut tertarik ke
dalam (retracted) Limfadenitis supuratif di aksila / leher Limfadenitis akan sembuh sendiri, tidak perlu diobati. Bila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula dilakukan drainage dan obat OAT oral BCG-itis diseminasi Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Diobati OAT.
HEPATITIS B
Harus segera diberikan setelah lahir, untuk
memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Jadwal imunisasi hepatitis B : Imunisasi hep B-1, diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45% Imunisasi hep B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dri imunisasi hepB-1 yaitu sat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
Imunisasi hep B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dri imunisasi hepB-1 yaitu sat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan. Dosis : 0 12 bulan : 0,5 ml, intramuskular > 1 tahun : 1 ml, intramuskular Kemenkes mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepB-0 monovalen (uniject) saat lahir, dilanjutkan vaksin kombinasi DTP/hepB pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepB diberikan dalam kombinasi untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepB-3 yang masih rendah
pernah memperoleh imunisasi hepB, maka secepatnya diberikan imunisasi hepB dengan jadwal 3 kali pemberian. Ulangan imunisasi hepatitis B (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs <10 ug/ml). Bayi prematur : imunisasi ditunda sampai bayi berusia 2 bulan atau BB sudah mencapai 2 kg. KIPI : efek samping berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang demam ringan 1-2 hari. KI absolut tidak ada
2 bulan, interval 4-8 minggu Tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu Ulangan booster DTP-4 diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Dosis : 0,5 ml, intramuskular
Kontra Indikasi :
Riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya Perhatian khusus (precaution) bila dijumpai riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonikhiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DTP.
KIPI :
Ringan Reaksi lokal Demam > 38,50C Irritabel, lesu, sistemik Berat hipotonik-hiporesponsif menangis >3 jam Kejang Reaksi anafilaktik Ensefalopati
POLIOMIELITIS
Vaksin polio berisi virus polio-1, 2, DAN 3.
PPI dan diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/rumah bersalin Imunisasi dasar (polio-2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval antara 2 imunisasi tidak kurang dari 4 minggu Dosisi : OPV 2 tetes per-oral Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun) Bila dimuntahkan dalam 10 menit, dosis tersebut
KIPI :
Sebagian kecil mengalami gejala pusing, diare ringan, nyeri otot. Kontra Indikasi : Penyakit akut atau demam Muntah atau diare Pengobatan kortikosteroid / imunosupresif Keganasan Infeksi HIV Ibu hamil
CAMPAK
Dosis : 0,5 ml, sub-kutan dalam
sekolah SD kelas 1 (program BIAS) Bila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan ulangan umur 6 tahun, ulangan campak SD kelas 1 tidak diperlukan
imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari Reaksi KIPI berat berupa ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi
Terima kasih