Anda di halaman 1dari 57

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpenting dari pembangunan nasional.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah integral dan diselenggarakannya

meningkatnya kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Menuju tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara berjenjang dan terpadu. Salah satu langkah untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan dikembangkannya sarana dan prasarana kesehatan oleh pemerintah, diantaranya adalah Polindes, Puskesmas dan Rumah Sakit. Arah kebijakan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut usia. Sedangkan tujuan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan jumlah, efektivitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan. Sasaran umum Pembangunan Kesehatan adalah tersedianya pelayanan kesehatan dasar melalui puskesmas dan pelayanan kesehatan rujukan melalui rumah sakit pemerintah maupun swasta yang didukung peran serta masyarakat dan sistem pembiayaan pra-upaya (dana jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat). Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia dirumuskan sebagai "Indonesia Sehat 2010". Target-target variabel kondisi yang ingin dicapai dalam 10 tahun terhitung sejak dicanangkan pada 2000 lalu, yaitu : (1)

lingkungan sehat, (2) perilaku hidup sehat dan (3) derajat kesehatan optimal. Lingkungan Sehat mencakup lingkungan fisik, lingkungan biologis, lingkungan ekonomis, dan lingkungan sosial. Penyakit infeksi saluran pernafasan, bersama -sama dengan malnutrisi dan diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak Balita di negara berkembang. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Host, lingkungan dan sosiokultural merupakan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi insiden dan keparahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut. Puskesmas Rawalo memiliki kasus kejadian ISPA yang tinggi. ISPA di Puskesmas Rawalo menduduki peringkat nomor 1 dalam 10 penyakit terbesar di Puskesmas Rawalo setelah diare di tahun 2009, hal ini disebabkan kurangnya perhatian warga akan kesehatan lingkungan terutama kesehatan lingkungan rumah. Oleh sebab itu peneliti ingin meneliti hubungan faktor risiko lingkungan yang mempengaruhi Kejadian ISPA di Puskesmas Rawalo. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara faktor kesehatan lingkungan, faktor perilaku dan faktor individu dengan Kejadian ISPA di Puskesmas Rawalo. 2. Tujuan Khusus a. b. c. Mengetahui Kejadian ISPA di Puskesmas Rawalo Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya ISPA di Puskesmas Rawalo Mengetahui faktor kesehatan lingkungan, faktor perilaku dan faktor individu yang mempengaruhi Kejadian ISPA.

C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan terutama dalam mengatasi penyakit ISPA. 2. Manfaat Praktis Sebagai panduan untuk melakukan tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan kasus ISPA di Puskesmas Rawalo. 3. Manfaat bagi mastarakat Sebagai panduan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang ISPA dan cara pencegahannya sehingga tercapai masyarakat yang sehat secara individu, keluarga dan komunitas.

II. ANALISIS SITUASI A. KEADAAN GEOGRAFI KECAMATAN RAWALO Kecamatan Rawalo merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah 4.975 km 2 atau 3,74 % luas Kabupaten Banyumas. Kecamatan Rawalo terbagi menjadi 9 desa terdiri dari 79 RW dan 273 RT. Dari 9 desa, desa Tambaknegara merupakan desa yang paling luas wilayahnya yaitu sekitar 892,5 km2, sedangkan desa Pesawahan merupakan desa dengan luas wilayah paling sempit yaitu sekitar 185,3 km2. Letak geografis Kecamatan Rawalo berbatasan dengan wilayah beberapa kecamatan yaitu: a. Di sebelah Utara b. Di sebelah Selatan c. Di sebelah Barat d. Di sebelah Timur a. Tanah Sawah c. Tanah Tegalan e. Tanah Hutan f. Kolam/Tambak g. Lain-lain : : : Kecamatan Purwojati : Kecamatan Kebasen dan Kabupaten Cilacap : Kecamatan Rawalo : Kecamatan Patikraja : 1385,58 Ha : -

Luas penggunaan lahan di Kecamatan Rawalo dapat diperinci sebagai berikut: b. Tanah Pekarangan : 773,0 Ha d. Tanah Perkebunan : 1422,9 Ha : 1035,4 Ha 243,8 Ha

B. Keadaan Demografi Kecamatan Rawalo 1. Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan data dari Statistik Kecamatan Rawalo, hasil registrasi penduduk akhir tahun 2009, jumlah penduduk di kecamatan Rawalo adalah 50.715 jiwa terdiri dari 25.350 jiwa laki-laki dan 25.365 jiwa perempuan tergabung dalam 12.746 rumah tangga/ KK. Jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar %. Jumlah penduduk tahun 2009 yang tertinggi di desa Tambaknegara sebanyak 7.899 jiwa, sedangkan terendah di desa Pesawahan dengan

jumlah penduduk 2.485 jiwa. Apabila dibandingkan dengan luas wilayah, kepadatan penduduk tertinggi adalah di desa Rawalo sebesar 2.471/Km2. 2. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk Kecamatan Rawalo tahun 2009 sebesar 1.019 jiwa/Km2, dengan kepadatan tertinggi pada Desa Rawalo, sedangkan kepadatan terendah ada pada Desa Sidamulih sebesar 699 jiwa/Km2. 3. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Rawalo tahun 2008 dapat dilihat pada table berikut : Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur di Kecamatan Rawalo Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 Kelompok umur (Tahun) <1 1-4 5-14 15-44 45-64 >65 Jumlah Laki-laki 479 2.324 5.866 10.028 4.895 2.222 25.350 Perempuan 432 2.287 4.299 9.381 5.555 21.522 25.365 Laki-laki Perempuan 911 4611 10165 19409 29859 23744 50.715 dan

C. KEADAAN SOSIAL EKONOMI 1. Tingkat Pendidikan Berdasarkan data dari BKCKB Kecamatan Rawalo, sampai akhir tahun 2009 jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenis Pendidikan Laki-laki Tidak/belum sekolah 830 Tidak Tamat SD 3768 Tamat SD/MI 2941 SLTP/Sederajat 2020 SLTA/Sederajat 2611 AK/Diploma 212 D IV/ S-1 165 Dari table tersebut diatas tingkat Perempuan Jumlah 861 1691 3833 6601 2590 5531 2157 4177 2620 5231 188 400 152 317 pendidikan paling banyak adalah

Tidak Tamat SD (26,45%) kemudian Tamat SD/MI (22,16%) dan

SLTA/sederajat (20,96). Sedangkan tingkat pendidikan paling sedikit adalah tingkat sarjana/S1 (1,27%). 2. Mata Pencaharian Berdasarkan data yang diperoleh dari data monografi Kecamatan Rawalo pada tahun 2009, mata pencaharian/ jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Rawalo dari 10 besar sesuai urutan adalah sebagai berikut: Petani Sendiri (33,8%), Buruh Tani (26,21%), Buruh Bangunan (6,33%), Pedagang (3,83%), Buruh Industri (3,2%), PNS (2,8%), PNS (2,8%), Pengangkutan (2,4%), Pengusaha (0,94%), ABRI (0,31%), dan Nelayan (0,08%). D. SITUASI DERAJAT KESEHATAN Sebagai salah satu cara mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan diperlukan indikator, antara lain Indikator Indonesia Sehat dan indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal di bidang kesehatan. Berikut akan dibahas dan diuraikan menurut indikator-indikator seperti diatas: 1. Indikator Indonesia Sehat i. Mortalitas Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat. Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indicator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode terakhir akan diuraikan di bawah ini: a. Angka Kematian Bayi Pada tahun 2009 terdapat 829 kelahiran hidup dimana jumlah lahir mati sebanyak 3 bayi dan jumlah bayi mati sebanyak 4 bayi. Angka kematian bayi (AKB) di Kecamatan Rawalo sebesar 4,8 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2009 terjadi penurunan 11,36 per 1000 kelahiran hidup. Dengan demikian AKB tahun 2009 turun sebesar 11,36 per 1000 kelahiran hidup dibanding tahun 2008.

Jika dibandingkan dengan Indikator Indonesia Sehat terhitung masih rendah (IIS 2010= 40 per 1000 kelahiran hidup). b. Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2008 di Kecamatan Rawalo adalah sejumlah 0,0034 per 100.000 kelahiran hidup, dengan demikian AKI tahun 2009 terjadi penurunan menjadi 0 (tidak ada kasus). Menurut Indikator Indonesia Sehat (IIS Tahun 2010) AKI sebesar 150/100.000 KH, jika dibandingkan nilai tersebut AKI di Kecamatan Rawalo masih dibawah IIS. c. Angka Kematian Balita Angka Kematian Balita tahun 2009 sebanyak 0 balita (tidak ada kematian balita di Kecamatan Rawalo pada tahun 2009) dengan jumlah balita sebanyak 3,770 balita. Dengan demikian Angka Kematian Balita di tahun 2009 adalah 0 per 1000 kelahiran hidup. d. Angka Kecelakaan Pada tahun 2009 di Kecamatan Rawalo terjadi kecelakaan sebanyak 188 kejadian. Dari peristiwa tersebut terdapat korban mati sebanyak 2 orang (1,06%), luka berat sejumlah 59 orang (31,4%) dan luka ringan 169 orang (89,9%). Dengan demikian angka kejadian kecelakaan per 100.000 penduduk adalah sebesar 370,7. ii. Morbiditas a. Penyakit Malaria Pada tahun 2009 di Kecamatan Rawalo tidak ditemukan adanya kasus malaria baik malaria klinis maupun malaria (+). Dibanding dengan tahun 2008 tidak ada kenaikan maupun penurunan kasus/sama tidak ditemukan kasus malaria baik klinis maupun malaria (+).

b. TB Paru

Jumlah kasus TB Paru positif tahun 2009 sebanyak 31 kasus atau CDR 62 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus TB Paru positif pada tahun 2008 sama yaitu sebanyak 31 kasus atau CDR 62 per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2008 jumlah penderita TB Paru masih tetap. c. HIV / AIDS Sampai dengan tahun 2009 di kecamatan Rawalo tidak ditemukan adanya kasus HIV / AIDS atau nihil d. Acute Flaccid Paralysis (AFP) Jumlah penemuan kasus AFP di Kecamatan Rawalo pada tahun 2009 adalah 1 kasus, sedangkan untuk tahun 2008 tidak ditemukan kasus AFP. e. Demam Berdarah Dengue (DBD) Jumlah kasus Demam Berdarah yang ada di kecamatan Rawalo pada tahun 2009 adalah sejumlah 19 kasus, tersebar pada 7 desa dari 9 desa yang ada. f. Penyakit Tidak Menular (PTM) Penyakit tidak menular yang terdata di Puskesmas Rawalo pada tahun 2009 terdiri dari: hipertensi esensial (1.663 kasus), DM (299 kasus), asma bronchial (202 kasus), gangguan prostate (8 kasus), dekompensasi kordis (6 kasus), stroke non hemoragik (3 kasus), angina pectoris (2 kasus), dan stroke hemoraghik (1 kasus). iii. Status Gizi Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakekatnya dimaksudkan untuk menangani permasalahan gizi yang ada di masyarakat. Berdasarkan pemantauan status gizi balita di Puskesmas Rawalo tahun 2009 adalah sebagai berikut: a. Gizi lebih b. Gizi baik c. Gizi kurang d. Gizi buruk e. KEP total (gizi kurang+ gizi buruk) : 2,99% : 84,02% : 13,99% : 0,82% : 14,81%

Pada tahun 2009 di kecamatan Rawalo terdapat 6 balita dengan gizi buruk, yang mendapat perawatan sejumlah 100%. Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk balita gizi buruk mendapatkan perawatan sebesar 100%. Dengan demikian cakupan gizi buruk yang mendapat perawatan di Kecamatan Rawalo dibanding dengan SPM sudah memenuhi target. iv. Keadaan Lingkungan a. Rumah Sehat Dari jumlah rumah yang ada di kecamatan Rawalo pada tahun 2009 adalah 12.750 rumah/bangunan dan yang diperiksa 3.922 rumah (30,77%) yang memenuhi syarat 2.501 (63,77%). Dibandingkan dengan tahun 2008 telah terjadi peningkatan baik dari jumlah yang diperiksa maupun yang memenuhi syarat. Cakupan rumah sehat ini tidak dapat menggambarkan kondisi rumah sehat seluruh wilayah kecamatan Rawalo karena hasil cakupan hanya berdasarkan pada jumlah rumah yang diperiksa, tidak seluruh rumah yang ada yang diperiksa. b. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat-Tempat Umum Dari jumlah tempat-tempat umum yang ada di kecamatan Rawalo tahun 2009 adalah 418 buah yang diperiksa 179 buah (42,82%) dan yang memenuhi syarat sejumlah 87 buah atau 48,60%. Dibandingkan dengan hasil kegiatan tahun 2008 untuk TUPM yang diperiksa adalah 419 buah yang diperiksa 96 atau 22,9% sedangkan yang memenuhi syarat adalah sebesar 66 atau 68,75%. c. Pelayanan Kesehatan Lingkungan Pada tahun 2009 jumlah institusi yang terdiri dari sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran di Kecamatan Rawalo adalah sejumlah 216 buah sedangkan yang dibina adalah sejumlah 141 buah atau 65,3%. Standar Pelayanan Minimal untuk institusi yang dibina sebesar 70%, dengan demikian institusi yang dibina di Kecamatan Rawalo belum mencapai standar. v. Perilaku Hidup Masyarakat

a. PHBS Dalam kegiatan pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi masyarakat telah dilaksanakan pendataan PHBS tatanan rumah tangga. Dari 12.750 rumah yang ada, dan rumah yang dilaksanakan pemantauan PHBS sejumlah 2.355 rumah yang dilaksanakan secara acak maka dapat diketahui hasil pemantauannya adalah sebagai berikut : Strata Pratama sejumlah 2.355 rumah ( 18,7 % ) Strata Madya sejumlah 174 rumah ( 7,4 % ) Strata Utama sejumlah 1.437 rumah ( 61 % ) Paripurna sejumlah 4 rumah ( 0,17 % ) b. Posyandu Dari 71 buah posyandu yang ada setelah dinilai tingkat perkembangan posyandu maka dapat dilihat strata posyandu sebagai berikut : Posyandu Pratama Posyandu Madya Posyandu Purnama Posyandu Mandiri : 4 posyandu ( 6 % ) : 22 posyandu ( 31 % ) : 30 posyandu ( 42 % ) :15 posyandu ( 21 % )

Target pada tahun 2010 presentase posyandu Purnama dan Mandiri sebesar 85% dari posyandu yang ada. Sedangkan jumlah posyandu purnama dan mandiri baru tercapai 63%. Untuk mencapai target 2010 diperlukan upaya peningkatan strata posyandu dengan lebih mengintensifkan program revitalisasi posyandu baik secara lintas program maupun lintas sektoral. vi. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan dasar yang dilayani di Puskesmas Rawalo baik rawat jalan maupun rawat inap dan rujukan yang telah dilaksanakan pada tahun 2009 adalah pelayanan rawat jalan sebesar 47,382 atau 93,42%. Pelayanan Rawat Inap sebesar 1.628 atau 3,21%. Sedangkan target rawat jalan berdasarkan Indonesia Sehat 2010 adalah sebesar

10

15% dengan demikian untuk penggunaan fasilitas rawat jalan di Puskesmas Rawalo tahun 2009 telah melampaui target, sedangkan untuk penggunaan fasilitas kesehatan raawat inap di Puskesmas Rawalo bila dibandingkan dengan indicator Indonesia Sehat 2010 sebesar 1,5 % maka pemanfaatan fasilitas rawat inap adalah terpenuhi. vii. Sumber Daya Kesehatan Tenaga kesehatan menurut jenisnya: a. Tenaga Medis sejumlah b. Tenaga Perawat dan bidan c. Tenaga Sanitasi d. Tenaga Gizi e. Tenaga Kesmas : 3 orang : 18 orang : 1 orang : 1 orang :-

2. Indikator Kinerja Standar Pelayanan Minimal Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: i. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi a. Pelayanan K-4 Jumlah ibu hamil di Kecamatan Rawalo pada tahun 2009 sebanyak 1.003 ibu hamil, yang mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah 836 ibu hamil ( 83,35% ) Dibandingkan dengan tahun 2008 yang mendapatkan pelayanan K-4 adalah 820 ibu hamil ( 80,47% ). Berarti pelayanan K-4 mengalami peningkatan sebesar 2,88%. Standar pelayanan minimal untuk cakupan kunjungan ibu hamil, K-4 ssebesar 95%. Dengan demikian kecamatan rawalo masih belum memenuhi SPM yang diharapkan. Selain itu juga petugas kesehatan belum maksimal dalam memberikan motivasi kepada ibu hamil.

11

b. Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan Jumlah ibu bersalin di Kecamatan Rawalo pada tahun 2009 adalah sejumlah 952 bulin, yang mendapatkan pertolongan oleh nakes adalah 829 bulin ( 87,1 % ). Dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu 849 atau 87,53%. Berarti pelayanan kesehatan oleh nakes mengalami penurunan sebesar 0,43%. Target SPM untuk pertolongan nakes sebesar 81 %, dengan demikian cakupan persalinan nakes di Kecamatan Rawalo sudah memenuhi SPM. Namun demikian kegiatan-kegiatan yang mendukung pencapaian SPM tersebut masih bias dilaksanakan untuk lebih meningkatkan cakupan antara lain pengembangan Pondok Bersalin Desa (Polindes) menjadi poliklinik kesehatan Desa (PKD), penyuluhan persalinan / sosialisasi persalinan sehan dan aman dan peningkatan ketrampilan tenaga bidan tentang Asuhan Persalinan Normal ( APN ) c. Bumil Risti dirujuk Jumlah ibu hamil dengan resiko tinggi (risti ) yang ada di kecamatan Rawalo pada tahun 2009 adalah 320 ibu hamil atau ( 34,06 % ) dari jumlah keseluruhan, sedangkan yang dirujuk 58 ibu hamil ( 18,1 % ). Dibandingkan dengan jumlah ibu hamil risti pada tahun 2008 (295) maka terdapat peningkatan ibu hamil risti. d. Bayi dan Bayi BBLR Jumlah bayi lahir tahun 2009 di kecamatan Rawalo sejumlah 829 bayi, dengan BBLR sejumlah 37 bayi (4,46 % ), BBLR yang ditangani 37 bayi atau 100 %. Dibandingkan dengan keadaan tahun 2008, jumlah bayi lahir hidup nsejumlah 866 bayi dengan BBLR 35 bayi atau 4,04% dari bayi lahir, naik sebesar 0,42%. Target SPM tahun 2010 adalah 100 % . Berarti penanganan BBLR di Puskesmas Rawalo sudah memenuhi standar. e. Pelayanan Keluarga Berencana Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2009 di kecamatan rawalo, jumlah Pasangan Usia Subur ( PUS ) adalah

12

9.187 pasang. Jumlah PUS tahun 2008 sebesar 9.022 pasangan dan terjjadi kenaikan PUS. Jumlah peserta KB baru pada tahun 2009 sejumlah 1.510 orang (16,44%) sedangkan jumlah peserta KB aktif 7.262 orang ( 79,07%). f. Pelayanan Imunisasi Kegiatan pelayanan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi untuk wanita usia subur/ibu hamil (TT) dan imunisasi untuk anak sekolah Sd (kelas 1: DT dan kelas 2-3: TT). Jumlah desa Universal Child immunization (UCI) pada tahun 2009 di kecamatan Rawalo berdsarkan table 22 menunjukkan semua desa sudah UCCCI semua atau 100%. Sedangkan target standar pelayanan minimal untuk desa UCI adalah 85%, dengan demikian kec. Rawalo sudah mencapai target. ii. Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan, dan Penunjang Pelayanan kesehatan dasar yang dilayani di Puskesmas Rawalo baik rawat jalan maupun rawat inap dan rujukan yang telah dilaksanakan pada tahun 2009 adalah: Rawat jalan sejumlah 47,382 orang (93,432%) sedangkan kunjungan rawat inap sejumlah 1.628 orang (3,21 %). SPM untuk Rawat Jalan sebesar 15 % dan Rawat Inap 1,5 %, dengan demikian untuk SPM Rawat Jalan dan Rawat inap sudah mencapai standar. iii. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular a. Pencegahan dan pemberantasan polio Pada tahun 2009 di Puskesmas Rawalo tidak ditemukan adanya kasus AFP. Standar Pelayanan Minimal untuk AFP rate per 100.000 penduduk < 15 tahun adalah > 1. Adapun standar penemuan kasus polio adalah 1 per 100.000 penduduk usia kurang dari 15 tahun. b. Pencegahan dan pemberantasan TB paru Sumber data dari profil dan pemegang TB Paru, kasus TB Paru ( klinis dan positif ) sebanyak 81 kasus, diobati 81 kasus dan

13

sembuh 81 kasus ( 100 % ). Pada tahun 2008 jumlah kasus yang ditemukan di Puskesmas Rawalo adalah sejumlah 81 kasus dan sembvuh 100%. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2008 maka untuk kasus TB paru jumlah kasus dan yang sembuh adalah sama jumlahnya atau tetap. SPM untuk kesembuhan penderita TBC BTA positif ( 85 % ) Dengan demikian SPM sudah tercapai. c. Pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA Kasus Pnemonia balita tahun 2009 sebanyak 22 kasus, yang ditangani sejumlah 22 kasus (100 %). SPM untuk untuk balita dengan Pneumonia yang ditangani sebesar 100 %, dibanding dengan SPM sudah tercapai, tetapi dalam hal penemuan kasus kurang dari target ( 10 % x jumlah balita(3.770) = 377 ). d. Pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV-AIDS Pada tahun 2009 di kecamatan Rawalo tidak ditemukan adanya kasus HIV-AIDS. e. Pencegahan dan pemberantasan DBD Jumlah kasus DBD di Kecamatan Rawalo tahun 2009 adalah sejumlah 19 kasus terbesar padsa 7 desa dan kkasus terbanyak adalah di desa Rawalo dengan jumlah 8 kasus. Dari jumlah tersebut seluruhnya telah mendapatkan penanganan (100%). Dibandingkan tahun 2008 (jumlah kasus adalah terdapat 5 kasus) telah terjadi peningkatan kasus. Kondisi ini dapat disebabkan karena kesadaran masyarakat dalam melaksanakan PSN masih kurang. Selain itu kasus DBD bias karena disebabkan karena impor yaitu tertular dari tempat lain karena mobilitas penduduk. Upaya pemberantasan demamberdarah terdiri dari 3 hal, yaitu: 1) peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan vector, 2)diagnosis dan pengobatan dini, 3) peningkatan upaya pemberantasan vector penular DBD.

14

Dalam penanganan kasus DBD terutama pada kasus terbanyak yaitu di desa Rawalo telah dilaksanakanm kegiatan fogging focus, abatisasi selektif, penggerakan PSN dan penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan pada semua desa terutama pada desa dengan ditemukan kasus DBD. f. Pengendalian Penyakit Malaria Pada tahun 2009 di kecamatan Rawalo tidak ditemukan kasus malaria baik secara klinis maupun positif, begitu juga pada tahun 2008 tidak ditemukan kasus/nihil. g. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB. Pada tahun 2009 di kecamatan Rawalo dari 9 desa telah terjadi KLB sejumlah 1 desa dan langsung ditangani kurang dari 24 jam (100%). Jenis KLB yang terjadi di kecamatan Rawalo adalah kasus DBD. SPM untuk desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam sebesar 100 %. Dengan demikian cakupan di kecamatan Rawalo dibandingkan dengan SPM sudah tercapai. h. Pelayanan Pengendalian Vektor Pengendalian vektor yang rutin dilaksanakan adalah melaksanakan PSN, abatisasi dan penyuluhan kepada masyarakat. Pada tahun 2009 dari 12.730 rumah yang ada, diperiksa sebanyak 3.922 rumah/bangunan (30,8%) yang bebas jentik sejumlah 3.678 rumah/bangunan. Pada tahun 2008 dari sejumlah 12.460 rumah yang ada, rumah / bangunan yang diperiksa 394 rumah ( 3,16 % ), rumah yang bebas jentik adalah sejumlah 338 rumah ( 85,8 %). iv. Pembinan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan Jumlah institusi di kecamatan Rawalo sebanyak 216 buah, yang dibina sejumlah 1141 buah (65,3 %). SPM untuk insitusi yang dibina 70 %, dengan demikian belum memenuhi SPM.

15

b. Pelayanan hygiene Sanitasi Tempat-tempat Umum Dari 418 TTU yang ada dan yang diperiksa 179 buah ( 42,82 %) yang memenuhi syarat 87 buah (48,60 %). Dibandingkan dengan hasil kegiatan tahun 2008 untuk TUPM yang diperiksa adalah 419 buah yang diperiksa 96 atau 22,9% sedangkan yang memenuhi syarat adalah sebesar 66 atau 68,75%. c. Rumah Sehat Dari jumlah rumah yang ada di kecamatan rawalo pada tahun 2009 adalah 12.750 frumah atau bangunan dan yang diperiksa 3.922 rumah (30,77%) yang memenuhi syarat 2,501 (63,77%). Cakupan rumah sehat ini tidak dapat menggambarkan kondisi rumah sehat seluruh wilayah mengingat hasil cakupan hanya berdasarkan pada jumlah yang diperiksa sedangkan tidak semua rumah diperiksa. v. Perbaikan Gizi Masyarakat a. Pemantauan Pertumbuhan Balita Berdasarkan laporan bulanan penimbangan = 3.770 anak = 3.291 anak = 2.132 anak Balita (F/III/Gizi) Puskesmas Rawalo tahun 2009 adalah sebagai berikut: - Jumlah seluruh balita ( S ) - Jumlah balita ditimbang ( D ) - Jumlah balita naik berat badannya (N)

Berdasarkan data diatas, tingkat partisipasi masyarakat ( D/S ) nya adalah 87,29 % , keberhasilan program ( N/D ) adalah 56,55 %, berdasarkan data di atas maka tingkat partisipasi masyarakat ( D/S = 87,29%, bila dibandingkan dengan tahun 2008 D/S sebesar 85% mengalami peningkatan sebesar 2,29%. Efek penyuluhan dibanding tahun 2008 (N/D= 61,43%) terjadi penurunan 4,88%. Tingkat partisipasi masyarakat dibandingkan dengan SPM sudah tercapai dan efek penyuluhan bila dibandingkan dengan SPM masih belum memenuhi target.

16

Upaya untuk meningkatkan cakupan N/D antara lain dengan meningkatkan penyuluhan, meningkatkan fungsi kelompok kerja (Pokja) Posyandu desa untuk memotivasi masyarakat sehingga meningkatkan peran serta masyarakat. b. Pelayanan Gizi Dari jumlah balita yang ada 3.770 balita yang mendapat kapsul Vit A 2 x sejumlah 3.770 balita ( 100 % ), SPM balita mendapat Vit A 2 x adalah 90 %, berarti sudah memenuhi SPM. Dari jumlah ibu hamil 1.003, ibu yang mendapat tablet Fe (90 tablet) adalah 836 ibu ( 83,3 % ), dibandingkan dengan SPM (90 %), berarti belum mencapai SPM. Hal ini dapat disebabkan karena kesadaran ibu hamil akan pentingnya tablet Fe masih kurang.

17

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH A. Daftar Permasalahan Kesehatan tahun 2009 Tabel 3.1. Daftar Permasalahan Kesehatan Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama Penyakit ISPA Hipertensi Diare Infeksi kulit DM Asma Chikungunya TB DBD Stroke Jumlah Jumlah 7124 1663 1501 574 299 202 87 50 19 5 11.524 Persentase 61% 14% 13% 5% 2,6% 1,8% 0,8% 0,4% 0,2% 0,004% 100%

B. Penentuan Prioritas Masalah Penentuan Prioritas Masalah Penentuan prioritas masalah di Kecamatan Rawalo dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan 4 kelompok kriteria, yaitu: 1. 2. masalah, penilaian terhadap dampak, urgensi dan biaya 3. penanggulangan, yaitu penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah 4. yaitu penilaian terhadap propriety, economic, acceptability, resources availability, legality Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di Puskesmas Banyumas adalah sebagai berikut: Kelompok kriteria D : PEARL faktor, Kelompok kriteria C : kemudahan dalam Kelompok kriteria A : besarnya masalah Kelompok kriteria B : kegawatan

18

1. Kriteria A (Besarnya Masalah) Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya penduduk yang terkena efek langsung. Tabel 3.2. Kriteria A, Besarnya Masalah Kesehatan di Puskesmas Rawalo Masalah kesehatan ISPA Hipertensi Diare Infeksi kulit DM Asma Chikungunya TB DBD Stroke Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas Rawalo (%) 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 (1) (2) (3) (4) (5) X X X X X X X X X X Nilai

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2. Kriteria B (Kegawatan Masalah) Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematiaan) 1. 2. 3. 4. 5. Tidak gawat Kurang gawat Cukup gawat Gawat Sangat gawat

Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian) 1. Tidak urgen 2. Kurang urgen 3. Cukup urgen 4. Urgen 5. Sangat urgen Biaya: (kerugian ekonomi akibat penyakit) 1. Sangat murah 2. Murah 3. Cukup mahal

19

4. Mahal 5. Sangat mahal Tabel 3.3. Kriteria B, Kegawatan Masalah Kesehatan Puskesmas Rawalo Masalah kesehatan ISPA Hipertensi Diare Infeksi kulit DM Asma Chikungunya TB DBD Stroke Kegawatan 3 3 4 2 2 4 1 4 4 5 Urgensi 3 3 4 2 2 3 1 3 4 5 Biaya 2 3 2 2 3 4 2 1 3 4 Nilai 8 9 10 6 7 11 4 8 11 14

3. Kriteria C (Penanggulangan Masalah) Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil. 1. Sangat sulit di tanggulangi 2. Sulit ditanggulangi 3. Cukup bisa ditanggulangi 4. Mudah ditanggulangi 5. Sangat mudah ditanggulangi Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 3 orang yang kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi. Adapun hasil konsensus tersebut adalah sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. ISPA Hipertensi Diare Infeksi kulit DM Asma : (4+4+5)/3 = 4,3 : (2+3+4)/3 = 3 : (3+4+4)/3 = 3,6 : (3+4+3)/3 = 3,3 : (3+2+3)/3 = 2,6 : (3+3+3)/3 = 3

20

g. h. i. j. Propriety Econimic Acceptability

Chikungunya : (5+4+4)/3 = 4,3 TB DBD Stroke : (3+4+3)/3 = 3,3 : (2+3+3)/3 = 2,6 : (3+2+1)/3 = 2 : kesesuaian (1/0) : ekonomi murah (1/0) : dapat diterima (1/0) : tersedianya sumber daya (1/0) : legalitas terjamin (1/0) E 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Hasil Perkalian 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

4. Kriteria D (PEARL Faktor)

Resources availability Legality Masalah P kesehatan ISPA 1 Hipertensi 1 Diare 1 Infeksi kulit 1 DM 1 Asma 1 Chikungunya 1 TB 1 DBD 1 Stroke 1 Penetapan nilai

Tabel 3.4. Kriteria D (PEARL Faktor)

Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut : Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B)x C Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D Tabel 3.5. Penetapan Nilai Prioritas Masalah kesehatan ISPA Hipertensi Diare Infeksi kulit DM Asma A 4 1 1 1 1 1 B 8 9 1 0 6 7 1 C 4,3 3 3,6 3,3 2,6 3 P 1 1 1 E 1 1 1 D A 1 1 1 1 1 1 R 1 1 1 1 1 1 NPD NPT L 1 51,6 1 30 1 39,6 1 1 1 23,1 20,8 36 51,6 30 39,6 23,1 20,8 36 Urutan prioritas 1 5 2 7 9 3

1 1 1 1 1 1

21

1 4 4,3 1 1 1 8 3,3 1 1 1 1 2,6 1 1 1 1 Stroke 1 1 2 1 0 0 4 Prioritas pertama masalah diperoleh Chikungunya 1 TB 1 DBD 1

1 1 1 1

1 1 1 1

21,5 29,7 31,2 30

21,5 29,7 31,2 0

8 6 4 10

dengan nilai NPT tertinggi.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan prioritas masalahnya adalah sebagai berikut : 1. ISPA 2. Diare 3. Asma 4. DBD 5. Hipertensi 6. TB 7. Infeksi kulit 8. Chikungunya 9. DM 10. Stroke

22

IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH A. Kerangka Teori 1. Definisi ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasidari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut : 1. Infeksi Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2. Saluran pernafasan Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. 3. Infeksi Akut Adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

23

2.

Klasifikasi ISPA Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut: a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing). b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu : a. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih. b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu: a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta). b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih. c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

3.

Patofisiologi Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung

24

disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring. Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan. Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasannya. 4. Tanda dan Gejala ISPA Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan. pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran

25

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris. Tanda-tanda klinis a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. b. c. d. a. b. c. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. hypoxemia, hypercapnia acydosis (metabolik dan atau respiratorik. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin. 5. Faktor Pendukung Penyebab ISPA Kondisi Ekonomi Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita. Kependudukan Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan Tanda-tanda laboratoris

26

masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA. Geografi Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat. Lingkungan dan Iklim Global Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA. ISPA dan Pneumonia sangat rentan terjadi pada bayi dan Balita. Daya tahan tubuh dan juga polusi menjadi faktor pendukung terjadinya ISPA, seperti contohnya ISPA bagian atas seperti Batuk dan Pilek yang umumnya terjadi karena ketahanan tubuh kurang. dr. Ina Aniati menghimbau kepada masyarakat untuk menjaga ketahanan tubuhnya melalui konsumsi makanan bergizi dan melindungi diri dari bahaya polusi, dan bagi para orang tua yang memiliki Balita agar menghindarkan

27

Balitanya dari asap rokok atau pun polusi berlebih. Secara garis besar, lingkungan dapat dibagi menjadi 3 yaitu : a. b. c. Lingkungan fisika Lingkungan kimia Lingkungan biologi

Lingkungan fisika terdiri dari pencemaran udara dalam rumah, ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban dan suhu, pencahayaan alami. a. Pencemaran udara dalam rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersamasama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 10 tahun. b. Ventilasi rumah Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan. 2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara. 3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang. 4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan. 5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

28

6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata. c. Kepadatan hunian rumah Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini. d. Suhu dan kelembaban Kelembaban sangat berkaitan dengan ventilasi.Intrusi air juga memberikan kontribusi utama dalam masalah kelembaban di dalam rumah. Rumah yang lembab memungkinkan tikus, kecoa, virus penyakit pernafasan ,dan jamur yang semuanya dapat berperan dalam pathogenesis penyakit pernafasan. Suhu udara sangat tergantung pada musim. Suhu ruangan dalam rumah yang ideal berkisar antara 18200C dan suhu tersebut dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara luar dan kelembaban udara dalam ruangan. e. Pencahayaan alami Penerangan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari, selain berguna untuk penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit tertentu, misalnya membunuh bakteri. Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena jendelajarang dibuka pada siang hari dan jarak rumah yang berdekatan menghalangi masuknya sinar matahari.

29

Lingkungan kimia meliputi system pembuangan limbah pabrik, pencemaran lingkungan oleh zat-zat kimia, limbah industri, penggunaan pestida, dan penggunaan bahan bakar. Lingkungan biologis meliputi organism-organisme yang berperan dalam terjadinya patogenesis ISPA, meliputi bakteri, virus, parasit, serangga dan jamur.

B. Kerangka Konsep Agent Bakteri Virus Host 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Usia Jenis kelamin Status gizi Imunisasi Pekerjaan Pendidikan Riwayat alergi Enviroment

ISPA

Kriteria rumah sehat

Perilaku 1. Perilaku hidup bersih dan sehat 2. Pengetahuan mengenai penyakit ISPA

C. Hipotesis 1. 2. dengan kejadian ISPA. 3. dengan kejadian ISPA. Terdapat hubungan antara faktor individu Terdapat hubungan antara faktor kesehatan lingkungan dengan kejadian ISPA. Terdapat hubungan antara faktor perilaku

30

V. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah observational dengan pendekatan Cross Sectional dengan maksud penelitan dilakukan hanya satu waktu, dengan metode yang digunakan adalah survei menggunakan kuisioner. B. Ruang Lingkup Kerja Ruang lingkup kerja dilakukan di puskesmas Rawalo yang melibatkan Desa Banjar parakan dan desa Rawalo di kecamatan Rawalo kabupaten Banyumas. C. 1. Kecamatan Rawalo 2. parakan dan Desa Rawalo Kecamatan Rawalo. D. Sampel dan Besar sampel Metode pengambilan sampel menggunakan Cluster random sampling. Dengan besar sampel : 60 sampel E. Variabel Penelitian Metode Cara Pengambilan Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah semua masyarakat yang tinggal di Desa Banjar Populasi dan Sampel Populasi Target Populasi target adalah semua masyarakat yang bertenpat tinggal di

31

1. 2. F. 1.

Variabel Bebas kesehatan lingkungan. Variabel Terikat

faktor individu, faktor perilaku, faktor

: Kejadian ISPA Definisi Operasional Variabel Bebas

Faktor Kesehatan Lingkungan adalah keadaan lingkungan rumah, sarana dan sanitasi, serta perilaku penghuni. Faktor lingkungan yang berskala nominal diukur dengan menggunakan kuesioner. Faktor lingkungan disebut baik apabila sampel mendapatkan nilai > 70 % dari nilai maksimal kuesioner. Faktor lingkungan disebut buruk apabila sampel mendapatkan nilai 0 70 % dari nilai maksimal kuesioner. Faktor Individu adalah status kesehatan pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan, pekerjaan, riwayat alergi, riwayat imunisasi, dan riwayat ISPA 1 bulan terakhir. Penilaian faktor individu dalam penelitian ini meliputi antara lain: Status gizi yang dinilai berdasarkan body mass index (BMI) Kurang < 18,5 Normal > 18,5 25 kg/m2. Lebih > 25 Rumus BMI: IMT = Berat Badan (Kg)/(Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)) Faktor individu yang berskala nominal diukur dengan menggunakan kuesioner. Faktor perilaku merupakan perilaku hidup bersih dan sehat yang dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Perilaku tersebut meliputi perilaku sehari- hari dalam pencegahan penularan penyakit ISPA. Faktor perilaku yang berskala nominal diukur dengan menggunakan kuesioner. Faktor perilaku bernilai 0-10. Faktor perilaku disebut buruk apabila sampel mendapatkan nilai < 7 dan baik bila 7. Fakor pendidikan mempengaruhi pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ISPA. Faktor pengetahuan yang berskala nominal diukur dengan

32

menggunakan 2.

kuesioner.

Faktor

perilaku

bernilai

0-10.

Faktor

pengetahuan baik bila nilai 7 dan buruk jika nilai < 7. Kejadian ISPA Adalah kasus penyakit rhinitis, sinusitis, faringitis, tonsilitis, laringitis, batuk atau pilek, flek paru dan sesak nafas dalam 1 bulan terakhir ini. Kasus ISPA dikatakan positif apabila terdapat satu dari enam penyakit tersebut. Kasus ISPA dikatakan negatif apabila tidak terdapat satupun penyakit dari enam penyakit tersebut dalam 6 bulan terakhir. G. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan wawancarra dan oobservasi langsung. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai faktor kesehatan lingkungan. 1. Instrumen Pengambilan Data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang merupakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Kuesioner digunakan untuk mengetahui faktor lingkungan. 2. Cara Pengambilan Data Data yang dikumpulkan merupakan data primer. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dengan responden. H. Rencana Analisis Data Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 15 for Windows R. Analisis data menggunakan metode deskriptif (Dahlan, 2008). Analisis data univariat dengan menggunakan analisis deskriptif frekuensi. Analisis bivariat dengan menggunakan analisis chi square. Analisis multivariat dengan menggunakan uji one way anova (Dahlan, 2008).

33

VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH A. Hasil Penelitian 1. Sampel Penelitian Tabel 6.1 Jumlah Sampel Penelitian Sampel Penelitian Pasien ISPA Pasien Non-ISPA Sampel akhir penelitain Jumlah 34 28 62

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 2010 sampai dengan 19 Agustus 2010 di desa Rawalo dan desa Banjarparakan, kemudian dilakukan pengambilan data pada sampel penelitian dengan metode cross sectional. Total sampel pada penelitian ini adalah 62 responden yang diambil dengan metode cluster random sampling yang terbagi atas dua desa yaitu desa Rawalo dan Banjarparakan. Jumlah responden yang terkena penyakit ISPA dalam satu bulan terakhir berjumlah 34 responden. Jumlah responden yang tidak terkena ISPA dalam satu bulan terakhir berjumlah 28.

34

2. Karakteristik Sampel Penelitian Karakteristik sampel pada penelitian Hubungan Antara Faktor Kesehatan Lingkungan, Faktor Perilaku, Dan Faktor Individu Terhadap Kejadian ISPA di Puskesmas Rawalo, adalah sebagai berikut:

Tabel 6.2. Karakteristik Sampel Penelitian


ISPA Variabel Jen.Kel Laki-Laki Perempuan Pekerjaan IRT Buruh Pedagang Pelajar PNS Pend.Terakhir SD SMP SMA Stat. Pendidikan Tinggi Rendah Stat.Gizi 14 12 8 22,6 19,4 12,9 11 8 9 17,7 12,9 14,5 25 20 17 40, 3 32, 3 27, 4 30, 6 69, 4 14 9 10 1 0 22,6 14,5 16,1 1,6 0 13 9 5 0 1 21,0 14,5 8,1 0 1,6 27 18 15 1 1 43, 5 29, 0 24, 2 1,6 1,6 14 20 22,6 32,3 12 16 19,4 25,8 26 36 41, 9 58, 1 F % Non-ISPA F % Total F %

9 25

14,5 40,3

10 18

16,1 29,1

19 43

35

Kurang Baik Lebih Alergi Ada Tidak ada Imunisasi Lengkap Tidak lengkap Pengetahuan Tau Tidak tau Perilaku Sehat Tidak Sehat Lingkungan Sehat Tidak Sehat

2 20 12 10 24 21 13 30 4 10 24 11 23

3,2 32,3 19,4 16,1 38,7 33,9 21,0 48,4 6,5 16,1 38,7 17,7 37,1

6 17 5 4 14 16 12 26 2 21 7 18 10

9,7 27,4 8,1 6,5 28,7 25,8 19,4 41,9 3,2 33,9 11,3 29,0 16,1

8 37 17 14 48 37 25 56 6 31 31 34 28

12, 9 59, 7 27, 4 22, 6 77, 4 59, 7 40, 3 90, 3 9,7 50 50 46, 8 53, 2

Berdasarkan Tabel 6.2. menunjukkan bahwa jenis kelamin responden perempuan lebih besar 58,1 %. Pekerjaan responden sebagian besar adalah ibu rumah tangga yaitu 43,5 %. Pendidikan terakhir responden pailing besar adalah lulusan sekolah dasar yaitu 40,3%. Status gizi responden paling banyak adalah baik yaitu 59,7%. Responden lebih banyak yang tidak memilki riwayat alergi yaitu 77,4%. Sedangkan status imunisasi reponen lebih banyak yang tidak lengkap yaitu 59,7%. Pengetahuan responden mengenai ISPA lebih banyak yang baik yaitu 90,3%. Perilaku hidup bersih dan sehat responden antara yang baik dan yang buruk sama besar. Sedangkan keadaan lingkungan responden lebih banyak yang tidak sehat yaitu 53,2 %. B. Distribusi Frekuensi Variabel Berdasarkan data yang diperoleh melalui kuesioner dan observasi langsung didapatkan hasil deskripsi frekuensi tiap variabel penelitian sebagai berikut:

36

1. an tentang Penyakit ISPA

Pengetahu Pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat yang dinilai dari pengisian kuesioner mengenai penyakit ISPA. Pengetahuan dinyatakan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan kuesioner dengan benar 7 pertanyaan dari 10 pertanyaan. Pengetahuan dinyatakan buruk apabila responden dapat menjawab pertanyaan kuesioner dengan benar < 7 pertanyaan dari 10 pertanyaan. Tabel 6.2 menunjukkan bahwa sebanyak 56 orang (90,3%) memiliki pengetahuan yang baik (tahu) dan 6 orang (9,7%) memiliki pengetahuan yang buruk (tidak tahu).

2. Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari- hari khususnya dikaitkan dengan perilaku dalam pencegahan penularan penyakit ISPA. PHBS ini dinilai dengan menggunakan kuesioner dengan 10 pertanyaan. Perilaku sehat jika skor 7. Dan perilaku tidak sehat jika skor < 7. Tabel 6.2 menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang berperilaku sehat (50%) dan 31 orang berperilaku tidak sehat (50%).

3. Individu

Faktor Faktor individu dinilai dari segi usia, jenis kelamin, status gizi, status pendidikan, riwayat alergi, serta riwayat imunisasi. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.2. yang masing- masing karakter memiliki frekuensi yang bervariasi.

C. Hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan chikungunya terhadap kesadaran

37

melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) maka dilakukan uji chi square. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Hubungan antara faktor kesehatan lingkungan dengan kejadian ISPA Tabel 6.3. Uji Chi Square hubungan antara faktor kesehatan lingkungan dengan kejadian ISPA Faktor Pengaruh Kesehatan Lingkungan Sehat EC Tidak Sehat EC Uji Chisquare ISPA Tidak 18 13,1 10 14,9 Ya 11 15,9 23 18,1 29 29 33 33 Total

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.012

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,012, dengan demikian secara statistik dapat dikatakan terdapat hubungan yang signifikan antara faktor kesehatan lingkungan dengan kejadian ISPA. 2. Hubungan antara faktor perilaku dengan kejadian ISPA Tabel 6.3. Uji Chi Square hubungan antara faktor perilaku dengan kejadian ISPA Faktor Pengaruh Perilaku Sehat EC Tidak Sehat EC Uji Chisquare ISPA Tidak 21 14,0 7 14,0 Ya 10 17,0 24 17,0 31 31 31 31 Total

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.000

38

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000, dengan demikian secara statistik dapat dikatakan terdapat hubungan yang signifikan antara faktor perilaku dengan kejadian ISPA. 3. Hubungan antara faktor individu dengan kejadian ISPA a. bungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA Tabel 6.4. Uji Chi Square hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA Faktor Pengaruh ISPA Total Jenis Kelamin Tidak Ya Laki-laki EC Perempuan EC Uji Chisquare 12 11,7 16 16,3 14 14,3 20 19,7 26 26 36 36 Hu

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.894

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,894, dengan demikian secara statistik dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA. b. bungan antara Pekerjaan dengan Kejadian ISPA Tabel 6.5. Uji Chi Square hubungan antara pekerjaan dengan kejadian ISPA Faktor Pengaruh Pekerjaan IRT EC Buruh EC Pedagang Tidak 13 12,2 9 8,1 5 ISPA Ya 14 14,8 9 9,9 10 27 27 18 18 15 Total Hu

39

EC Pelajar EC PNS EC Uji Chisquare

6,8 0 .5 1 .5

8,2 1 .5 0 .5

15 1 1 1 1

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.533

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,533, dengan demikian secara statistik dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian ISPA. c. bungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian ISPA Tabel 6.6. Uji Chi Square hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian ISPA Faktor Pengaruh ISPA Total Tidak Ya Pendidikan SD EC SMP EC SMA EC 11 11,3 8 9.0 9 7,7 14 13,7 12 11,0 8 9,3 25 25 20 20 17 17 Hu

Uji Chisquare

Asymp. Sig. (2-tailed)

0.725 Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,725, dengan demikian secara statistik dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian ISPA.

40

d. bungan antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA

Hu Tabel 6.7. Uji Chi Square hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA Faktor Pengaruh Status Gizi Kurang EC Baik EC Lebih EC Uji Chisquare Tidak 6 3,6 17 16,7 5 7,7 ISPA Ya 2 4,4 6 3,6 12 9,3 8 8 37 37 17 17 Total

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.101

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,101, dengan demikian secara statistik dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian ISPA. e. bungan antara Riwayat Alergi dengan Kejadian ISPA Tabel 6.8. Uji Chi Square hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian ISPA Faktor Pengaruh Alergi Ada EC Tidak ada EC Tidak 4 6,3 24 21,7 ISPA Ya 10 7,7 24 26,3 14 14 48 48 Total Hu

Uji Chisquare

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.156

41

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,156, dengan demikian secara statistik dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat alergi dengan kejadian ISPA. f. bungan antara Riwayat Imunisasi dengan Kejadian ISPA Tabel 6.9. Uji Chi Square hubungan antara riwayat imunisasi dengan kejadian ISPA Faktor Pengaruh Imunisasi Lengkap EC Tidak Lengkap EC Uji Chisquare Tidak 16 16,7 12 11,3 ISPA Ya 21 20,3 13 13,7 37 37 25 25 Total Hu

Asymp. Sig. (2-tailed)

0.712 Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,712, dengan demikian secara statistik dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat imunisasi dengan kejadian ISPA. D. Hasil analisis Multivariate Analisis multivariat bertujuan untuk melihat hubungan serta kontribusi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen apabila diuji bersamaan. Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik dengan metode backward stepwise. Pada analisis multivariat digunakan p-value untuk menentukan signifikan atau tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis multivariat dapat dilihat pada tabel 6.10. Tabel 6.10. Hasil Uji Regresi Logistik

42

A. Variabel Perilaku Orang Tua Constant B. C. B = regresi logistik Berdasarkan regresi logistik, disimpulkan bahwa tidak ada variable yang mempunyai kemaknaan secara statistik terhadap kejadian ISPA. E. Penyebab Utama Masalah Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara faktor kesehatan lingkungan, faktor perilaku dan faktor individu dengan kejadian ISPA, dapat disimpulkan bahwa penyebab utama masalah pada masyarakat Desa Rawalo dan Desa Banjarparakan kecamatan Rawalo adalah faktor perilaku dan kesehatan lingkungan yang tidak sehat. Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man, money, method, material, machine. a. Man: Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi sudah termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan. b. c. Money: Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya diskusi termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana. Method: Metode diskusi adalah pemberian materi secara lisan dan tulisan mengenai pebagian leaflet. Evaluasi pada metode ini termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber. d. Material: Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari buku ilmu penyakit paru, buku ajar ilmu penyakit dalam, dan artikel kesehatan. B 1,974 -1,232 Sig. 0.001 0.004 Exp(B) 7,200 ,292

43

FISH BONE BUDAYA 1 SDM 1 INDIVIDU 4 2 3 3 2 5 1 2 3

3 2 1 SARPRAS 2 1

DANA Keterangan : Individu Usia Jenis kelamin Status imunisasi Riwayat alergi SDM Pekerjaan Pendidikan Pengetahuan

Dana Status ekonomi Kepemilikan ASKES/ JAMKESMAS Sarpras Jarak rumah pelayan kesehatan Akses transportasi Pelayan kesehatan

Budaya Kebiasaan sehari-m hari PHBS Kendisi dan PEMECAHAN MASALAH VII.lingkungan ALTERNATIF rumah A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah

44

Alternatif

pemecahan

masalah yang dapat dijadikan referensi adalah

penyuluhan kepada masyarakat tentang PHBS dan kesehatan lingkungan, diskusi dengan kader tentang PHBS dan kesehatan lingkungan kehidupan sehari- hari serta pembagian leaflet tentang PHBS dan kesehatan lingkungan. B. Penentuan Alternatif Terpilih dengan Metode Reinke Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut tidak semua dapat dilaksanakan, oleh karena harus memperhitungkan berbagai kemampuan yang meliputi sarana, dana dan waktu yang terbatas. Untuk itulah dilakukan langkah pemilihan prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar. Kriteria efektifitas jalan keluar : a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) : 1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil 2. Masalah yang dapat diatasi kecil 3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar 4. Masalah yang dapat diatasi besar 5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar b. 1. 2. 3. 4. 5. c. 1. 2. 3. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya masalah : Sangat tidak langgeng Tidak langgeng Cukup langgeng Langgeng Sangat langgeng V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian masalah) : Penyelesaian masalah sangat lambat Penyelesaian masalah lambat Penyelesaian cukup cepat

45

4. 5.

Penyelesaian masalah cepat Penyelesaian masalah sangat cepat

Kriteria efisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C) : 1. Biaya sangat mahal 2. Biaya mahal 3. Biaya cukup mahal 4. Biaya murah 5. Biaya sangat murah Prioritas pemecahan masalah pada kasus ISPA di desa Rawalo dan Desa Banjarparakan, Kecamatan Rawalo dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai berikut, Tabel 7.1. Prioritas Pemecahan Masalah dengan Menggunakan Metode Reinke No Daftar alternatif jalan Efektifitas M I V keluar Penyuluhan kepada masyarakat tentang PHBS dan kesehatan 2. lingkungan. Diskusi dengan kader tentang PHBS dan 3. kesehatan lingkungan Pembagian leaflet 3 tentang PHBS dan kesehatan lingkungan 3 3 4 6,75 II 4 3 3 4 9 I 3 3 2 Efisiensi C 4 MxIxV C 3 Urutan prioritas masalah III

1.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah dengan 1. 2. menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan masalah, yaitu : Diskusi dengan kader tentang PHBS dan kesehatan lingkungan. Pembagian leaflet tentang PHBS dan kesehatan lingkungan.

46

3.

Penyuluhan kepada masyarakat tentang .PHBS dan kesehatan lingkungan

VIII. RENCANA KEGIATAN 1. Latar Belakang Puskesmas Rawalo memiliki kasus kejadian ISPA yang tinggi. ISPA di Puskesmas Rawalo menduduki peringkat nomor 1 dalam 10 penyakit

47

terbesar di Puskesmas Rawalo setelah diare di tahun 2009, hal ini disebabkan kurangnya perhatian warga akan kesehatan lingkungan terutama kesehatan lingkungan rumah. Oleh sebab itu peneliti ingin meneliti hubungan faktor risiko lingkungan yang mempengaruhi Kejadian ISPA di Puskesmas Rawalo. Kasus Pnemonia balita tahun 2009 sebanyak 22 kasus, yang ditangani sejumlah 22 kasus (100 %). SPM untuk untuk balita dengan Pneumonia yang ditangani sebesar 100 %, dibanding dengan SPM sudah tercapai, tetapi dalam hal penemuan kasus kurang dari target ( 10 % x jumlah balita(3.770) = 377 ) Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa masyarakat Desa Rawalo dan Desa Banjarparakan memiliki perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, serta kesehatan lingkungan yang kurang. Hal tersebutlah yang 2. Tujuan Plan of action yang akan dilaksanakan ke depan diharapkan bertujuan untuk menurunkan angka kejadian ISPA di Desa Rawalo dan Desa Banjarparakan. Berdasarkan plan of action yang telah disusun, diharapkan hasilnya dapat dipantau dengan baik mengenai kelancaran dan tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana serta angka kejadian ISPA sendiri. Pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan diharapkan dapat sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan. Dalam merealisasikannya didukung dengan sumber daya manusia, sumber daya dana, sarana dan prasarana yang ada dengan pengelolaan yang efisien. Untuk pencapaian dari apa yang kita rencanakan, di perlukan penyesuaian dengan sumber daya manusia, sumber dana, sarana dan prasarana yang telah ada. Supaya tujuan yang kita harapkan lebih realistis dan tercapai dengan apa yang kita harapkan. Pelaksanaan kegiatan yang berpedoman pada plan of action tersebut diharapkan dapat mencapai hasil yang diharapkan berupa penurunan angka kejadian ISPA dalam kurun waktu tertentu. 3. Bentuk Kegiatan menjadi alasan dilaksanakannya diskusi dengan kader mengenai PHBS dan kesehatan lingkungan.

48

Pemberian informasi dan diskusi dengan kader tentang pentingnya PHBS dan kesehatan lingkungan. 4. Sasaran Perwakilan kader posyandu Desa Rawalo dan Desa Banjarparakan 5. Pelaksanaan a. Personil i. ii. iii. Pelindung Rawalo) Pembimbing Pelaksana : Ibu Tevia V.M (bidan desa) : Widya Herfiana, S.Ked Gita Chandra I, S.Ked b. Waktu dan Tempat i. ii. iii. iv. i. ii. iii. Hari Tanggal Tempat Waktu : Rabu : 25 Agustus 2010 : Balai desa Rawalo : 09.00 WIB-selesai : dr. Hendro Harjito (Kepala Puskesmas

c. Materi Perwakilan kader dikumpulkan dalam satu tempat dalam rangka penyuluhan PHBS dan kesehatan lingkungan. Sosialisasi mengenai pentingnya PHBS dan kesehatan lingkungan. Perwakilan kader diberikan waktu untuk menanyakan hal yang kurang jelas yang berkenaan dengan PHBS dan kesehatan lingkungan. 6. Rencana Anggaran Fotokopi Leaflet Transport Total 7. Monitoring Monitoring kegiatan dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan yaitu berupa perhitungan berapa jumlah kader yang datang. 8. Evaluasi Evaluasi dilakukan setelah penyuluhan dan pembagian leaflet. Evaluasi yang dilakukan adalah memberikan beberapa soal tentang perilaku hidup = Rp. 30.000,00 = Rp. 10.000,00 = Rp. 40.000,00

49

bersih dan sehat, serta kesehatan lingkungan untuk mengetahui apakah kader sudah benar-benar mengerti apa yang diberikan.

50

BAB IX PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN 1. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu : a. Tahap Persiapan i. Perijinan : Perijinan oleh pihak dokter muda dengan bantuan bidan desa Rawalo yang ditujukan kepada Kepala Desa Rawalo secara lisan. Kepala desa Rawalo member ijin secara lisan untuk mengadakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat dokter muda. ii. iii. Materi : Materi yang disiapkan adalah materi tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta kesehatan lingkungan. Sarana : Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis, leaflet, pengeras suara, meja dan kursi. b. Tahap pelaksanaan i. Judul Kegiatan : penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta ii. Hari/Tanggal iii. Tempat c. Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek. 1. Evaluasi sumber daya Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man, money, method, material, machine. e. Man: Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi sudah termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan. kesehatan lingkungan dalam rangka pnecegahan ISPA. : Rabu, 25 Agustus 2010, Pukul: 09.00 WIB : Balai desa Rawalo

51

f. g.

Money: Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya diskusi termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana. Method: Metode diskusi adalah pemberian materi secara lisan dan tulisan mengenai pebagian leaflet. Evaluasi pada metode ini termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.

h.

Material: Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari buku ilmu penyakit paru, buku ajar ilmu penyakit dalam, dan artikel kesehatan.

2. Evaluasi proses Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses pelaksanaan diskusi. Diskusi yang dijadwalkan pada hari Rabu, 25 Agustus 2010 pukul 09.00 WIB terlambat kira-kira 15 menit sehingga dimulai pada pukul 09.15 WIB. Proses diskusi berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi pembukaan, sambutan kepala desa, pengisian materi dan diskusi, serta penutupan. Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini dilihat dari antusias peserta pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif. Peserta yang hadir terdiri 52 kader. Secara kuantitatif, peserta yang hadir 90%. Secara keseluruhan pelaksanaan diskusi berlangsung baik. 3. Evaluasi Hasil 1. Pre test dilaksanakan dengan metode pertanyaan lisan mengenai ISPA, perilaku hidup bersih dan sehat, serta kesehatan lingkungan kepada peserta diskusi yang dipilih perwakilan sebanyak 6 orang. Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut: a. Apakah Anda mengetahui apa yang dimaksud ISPA? Jawaban : Infeksi saluran pernafasan akut. Menjawab benar 49,8 % Menjawab salah 50,2 % b. Bagaimana cara pencegahan ISPA? Jawaban : PHBS dan Lingkungan sehat.

52

Menjawab benar 33,3 % Menjawab salah 66,7% c. Apa yang dimaksud PHBS? Jawaban : menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Menjawab benar 16,6% Menjawab salah 83,4% d. Apa yang dimaksud lingkungan sehat? Jawaban : terutama rumah yang memenuhi kriteria rumah sehat. Menjawab benar 16,6 % Menjawab salah 83,4 % 2. Post test dengan metode pertanyaan lisan mengenai ISPA, perilaku hidup bersih dan sehat, serta kesehatan lingkungan kepada peserta diskusi yang dipilih perwakilan sebanyak 6 orang. Pertanyaan yang diajukan (sama dengan pertanyaan pre test) sebagai berikut: a. dimaksud ISPA? Jawaban : Infeksi saluran pernafasan akut. Menjawab benar 100 % Menjawab salah 0 % b. Bagaimana cara pencegahan ISPA? Jawaban : PHBS dan Lingkungan sehat. Menjawab benar 100 % Menjawab salah 0 % c. Apa yang dimaksud PHBS? Jawaban : menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Menjawab benar 100 % Menjawab salah 0 % d. sehat. Menjawab benar 83,4 % Menjawab salah 16,6 % Apa yang dimaksud lingkungan sehat? Jawaban : terutama rumah yang memenuhi kriteria rumah Apakah Anda mengetahui apa yang

53

3. Evaluasi Leaflet Evaluasi leaflet dilaksanakan dengan metode tanya jawab secara lisan kepada peserta penyuluhan. Peserta penyuluhan yang diminta menjawab dipilih secara acak.

54

X. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. 2. dengan kejadian ISPA. 3. dengan kejadian ISPA. B. Saran 1. 2. 3. 4. Bagi pihak puskesmas diharapkan dapat menurunkan angka kejadian ISPA di Puskesmas Rawalo dengan promosi kesehatan. Bagi bidan desa lebih menggiatkan kader masyarakat dalam memberi motivsi kepada masyarakat mengenai PHBS dan kesehatan lingkungan. Bagi kader hendaknya lebih bertindak aktif untuk ikut promosi kesehatan mengenai PHBS dan kesehatan lingkungan. Bagi masyarakat sebaiknya mengapikasikan PHBS dan kesehatan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak terdapat hubungan antara faktor individu Terdapat hubungan antara faktor kesehatan lingkungan dengan kejadian ISPA. Terdapat hubungan antara faktor perilaku

55

56

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut. 2002. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 2002. DepKes RI. Direktorat Jendral PPM & PLP. Pendekatan Epidemiologi I dan Dasar-Dasar Surveilans. Untuk Pelatihan Prajabatan Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di Puskesmas. Jakarta. 2002. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Notoatmodjo. Soekidjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan Cetakan III. Rineka Cipta : Jakarta Nursallam,2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan,Cetakan Kedua. Rineka Cipta:Jakarta. Price, S & Wilson, L. M. (2005) Patofisiologi : Konsep Klinis Prosesproses Penyakit, Jakarta : EGC. Puskesmas Rawalo. 2006. Materi Pelatihan Kader Posyandu Tahun 2006. Purwokerto. Puskesmas Rawalo. 2010. Profil Puskesmas Rawalo Tahun 2009. Purwokerto. Santosa, G. Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat Pada Anak. Surabaya. 2000. 10. Suparman. 2000. Kesehatan Komunitas. Surakarta. Universitas Sebelas Maret Press.

57

Anda mungkin juga menyukai