Anda di halaman 1dari 19

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

PROSEDUR PEMERIKSAAN KLINIS Sebelum melakukan perawatan ortodontik, diperlukan langkah-langkah untuk memperoleh data yang lengkap dari penderita. Data hasil pemeriksaan dianalisis dengan beberapa metoda untuk menghasilkan diagnosis dan analisis etiologi maloklusi sehingga dapat menyusun rencana perawatan dan menentukan alat yang digunakan untuk perawatan serta menentukan prognosis hasil perawatan. Selain itu,diperlukan pula sikap ko-operasi/ kerjasama pasien sebelum, selama dan setelah perawatan selesai. Adanya kerjasama yang baik antara operator dan pasien, akan mempermudah perawatan Untuk itu perlu disusun prosedur perawatan yang meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Penerangan terhadap pasien dan keluarganya Identifikasi pasien Pemeriksaan terhadap penderita Penegakan diagnosis Analisis etiologi Rencana perawatan Penentuan alat

Ad. 1. Penerangan terhadap pasien dan keluarganya a. Prosedur perawatan yang harus dijalani, misalnya lamanya perawatan, biaya b. Kesediaan pasien untuk taat pada peraturan- peraturan yang ditetapkan operator c. Tindakan yang harus dijalani dalam pengumpulan data d. Kemungkinan tindakan yang harus diterima pasien guna keperluan perawatan, misalnya pencabutan, pembedahan, pelebaran lengkung gigi/rahang, grinding/slicing e. Jenis alat yang digunakan f. Bersedia memakai alat dan kontrol guna pengaktifan alat selama perawatan g. Membayar biaya perawatan h. Gambaran perkiraan hasil yang dapat dicapai bila perawatan selesai, atau bila berhenti sebelum perawatan selesai Tindakan penerangan ini sangat diperlukan agar hasil perawatan dapat dicapai seopti-mum mungkin Ad.2. Identifikasi pasien a. Tempat dilakukan perawatan b. Tanggal mulai perawatan
1

h. Pekerjaan i. Agama

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

c. d. e. f. g.

Nomor kartu Nama pasien Umur dan jenis kelamin Nomer model Suku bangsa

j. Alamat k. Nama orang tua l. Alamat orang tua m. Pekerjaan orang tua n. Nama Operator

Ad.3. Pemeriksaan terhadap penderita a. Pemeriksaan subjektif b. Pemeriksaan objektif Pemeriksaan subjektif dilakukan dengan anamnesis a. Keluhan utama b. Keluhan sekunder c. Riwayat kasus : 1. Riwayat gigi-geligi ( Dental History ) 2. Riwayat penyakit ( Disease History ) d. Riwayat keluarga e. Kebiasaan buruk / jelek A. Pemeriksaan objektif, meliputi : 1. Pemeriksaan klinis : umum dan lokal 2. Pemeriksaan laboratoris : a). Analisis foto muka dan profil b). Pembuatan model studi c). Analisis foto ronsen, intra dan ekstra oral d). Pemeriksaan dengan percobaan B. Pemeriksaan subjektif : anamnesis a. Keluhan utama (chief / main complain) Alasan/motivasi apa yang menyebabkan pasien ingin dirawat biasanya faktor estetis dan fungsi Contoh : giginya maju / berjejal / jarang b. Keluhan sekunder keluhan sampingan yang diakibatkan oleh keluhan utama biasanya faktor psikis Contoh : merasa malu / minder dalam pergaulan c. Riwayat kasus 1. Riwayat gigi-geligi a) Periode gigi desidui urutan erupsi, gigis, trauma, kunjungan ke dokter gigi b). Periode gigi bercampur pergantian gigi c), Periode gigi permanen

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

2. Riwayat penyakit penyakit yang pernah diderita, yang berkaitan dengan peretumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi kapan dan berapa lama diderita d. Riwayat keluarga perlu dicari informasi keadaan gigi kedua orang tua dan saudarasaudaranya ada atau tidak persamaan gigi pasien dgn orangtua dan saudaranya adakah diantara saudaranya yang pernah dirawat ortodontik, dan alat apa yang digunakan e. Kebiasaan buruk/ jelek ( bad habit ) Perlu dicari informasi apakah pasien mempu-nyai kebiasaan jelek/ bad habit Jika ada, perlu ditanyakan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Macam kebiasaan buruk yang dilakukan Lokasi dan cara melakukan kebiasaan tersebut Umur pasien waktu melakukan kebiasaan Durasi: berapa lama melakukan kebiasaan Frakuensi: sering/tidaknya mlkkn kebiasaan Intensitas : kuat/tidaknya bad habit dilakukan

Pemeriksaan Klinis A. Pemeriksaan Umum : a. Jasmani : tinggi dan berat badan b. Mental c. Status gizi Hitung Indeks Masa Tubuh IMT = BB ( kg) X 100 TB(m) IMT ini digunakan untuk melihat status gizi orang dewasa Pemeriksan gizi adalah untuk melihat apakah keadaan gizi pasien merupakan faktor etiologi maloklusi pasien. Apakah perawatan akan terhambat oleh keadaan gizi pasien Jika: Indeks < 18,5 18,5 25,0 25 Status Gizi Kurang Normal Lebih Kategori Kurus Normal Gemuk

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

B. Pemeriksaan Lokal Ekstra Oral : 1. Bentuk kepala : Pengelompokan bentuk kepala berdasarkan indeks kepala dengan jalan pengukuran lebar kepala dan panjang kepala (Martin, 1954 cit. Salzmann, 1966 : Olivier, 1971 : Sukadana, 1976), dengan rumus : Indeks kepala = Lebar kepala maksimum x 100 Panjang kepala maksimum Panjang kepala maksimum adalah panjang kepala (jarak Glabella occipital) diukur dengan kaliper bentang (spreading caliper), dalam millimeter. Lebar kepala (jarak horisontal paling besar di atas puncak supramastoid dan zygomatik kanan-kiri),

A. Panjang kepala B.Lebar kepala (Graber 1984) 2. Bentuk muka : dilakukan pengukuran : Tinggi muka (jarak Nasion Gnathion) diukur dengan. kaliper geser (sliding caliper) dalam milimeter Lebar muka ( jarak bizygomatic kanan-kiri) diukur dengan. kaliper bentang, dalam milimeter Indeks muka : Tinggi muka Gn-Na) X 100 Lebar bizygomatik Umumnya tipe muka berkaitan erat dengan bentuk lengkung gigi

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Kesimpulan : Indeks X - 79,9 80,0 - 84,9 85,0 - 89.9 90,0 - 94,9 95,0 - Y 3. Profil muka Pemeriksaan profil muka dimaksudkan untuk mengetahui apakah maloklusi pasien berpengaruh terhadap. penampilan wajah pasien. Amati titik titik : Glabela ( Gl ), Bibir atas ( Ulc ), Bi-bir bawah ( Llc ), Pogonion ( Pog ). Jika garis Gl Ulc dan Llc Pog membentuk sudut lancip Profil muka cembung garis lurus Profil muka lurus sudut tumpul Profil muka cekung Bentuk Muka hiper euriprosop euriprosop mesoprosop leptoprosop hiperleptoprosop

Cekung Profil

Lurus

Cembung

: facial convexity tergantung Kedudukan : Maksila terhadap kranium Mandibula terhadap maksila

4. Bidang Orbital / garis Simon : Posisi rahang terhadap bidang orbital : Maksila Mandibula : normal / retrusif / protrusif : normal / retrusif / protrusif

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

5. Sendi Temporomandibuler (TMJ) : Pemeriksaan TMJ dimaksudkan untuk mengetahui apakah maloklusi pasien sudah mengakibatkan gangguan pada TMJ ? 6. Tonus Otot Mastikasi : Tujuan pemeriksaan tonus otot pengunyahan adalah untuk mengetahui: apakah maloklusi pasien terjadi karena ada tonus otot pengunyahan yang tidak normal? Pemeriksaan secara klinis hanya dapat mengindikasikan adanya kelainan tersebut. Diagnosis yang tepat bisa dilakukan dengan pemeriksaan Elektromyografi di bagian Fisio-terapi RSU atau bagian Fisiologi FK. Otot-otot pengunyahan Tonus : normal / hypotonus / hypertonus Fungsi : normal / paralise Keadaan : simetris / asimetris 7. Tonus Otot Bibir : Pemeriksaan tonus otot bibir (m. orbicularis oris) tujuannya sama dengan pemeriksaan otot masseter. Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan kaca mulut pada bibir bawah dengan menahan kemudian pasien diinstruksikan menelan ludah. Rasakan kekencangan otot bibir bawah.Dengan cara yang sama lakukan pada bibir atas. Dengan kaca mulut bibir atas sedikit diangkat, instruksikan menelan, rasakan kekencangannya 8. Bibir posisi istirahat : Pemeriksaan posisi bibir dimaksudkan untuk menge-tahui apakah ada incompetensi otot-otot bibir pasien pada posisi istirahat. Pada posisi istirahat, bibir terbuka atau tertutup 9. Free way space : Pengukuran free way space pasien dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar jarak interocclusal pasien pada saat posisi istirahat. Ini berguna untuk menentukan ketebalan bite plane jika diperlukan pada perawatan nanti. Intra Oral Higiene mulut : OHI baik / sedang / kurang Lidah : - normal - abnormal ( macroglosy/ microglosy )

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Apakah ukuran lidah pasien menjadi etiologi malo-klusi ?. Periksa ada atau tidak adanya krenasi pada tepi lidah. Keadaan kesehatan : Apakah ada kelainan, peradangan atau lesi pada lidah yang akan menghambat perawatan ortodontik yang akan dilakukan ? Ginggiva : ada tidaknya pigmentasi Apakah ada kelainan lain yang akan mengganggu perawatan ortodontik yang akan dilakukan ? Palatum : Tinggi / normal / rendah Lebar / sempit Bercelah atau tidak Torus palatinus : ada / tidak mengganggu perawatan

Mukosa : Apakah ada kelainan lain yang dapat ortodontik yang akan dila-kukan ?

Frenulum : labii superior : normal/ abnormal labii inferior : normal/ abnormal lingualis : normal/ abnormal Apakah ada kelainan perlekatan frenulum yang akan mengganggu perawatan ortodontik sehingga perlu dilakukan frenectomi dulu ? Tonsila palatina : normal / abnormal Apakah ada peradangan/pembesaran yang akan mengganggu perawatan ortodontik ? Apakah perlu konsul ke dokter spesialis THT ? Pola atrisi : normal / abnormal Pemeriksaan gigi-gigi Apel gigi V IV III 8 7 6 5 4 3 8 7 6 5 4 3 V IV III II I 2 1 2 1 II I I II III IV V 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 I II III IV V

Keterangan : K : Karies R : Radiks P : Persistensi T : Tambalan I : Inlay Im : Impaksi O : Belum erupsi X : Dicabut J : Jaket Ag : Agenese B : Bridge (GTC) En : Prwt. Endodontik

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Pemeriksaan Laboratoris: A. Analisis foto muka dan profil Tampak depan : - Bentuk muka - Simetris / asimetris Tampak samping : Profil muka B. Analisis model studi Data yang diperlukan guna perawatan ortodontik tidak semuanya dapat diperoleh langsung dari pasien, karena banyak pengukuran yang tidak dapat dilaku-kan dalam rongga mulut pasien. Data : - langsung dari pasien ekstra oral - tidak langsung model studi Contoh : - pengukuran mesiodistal gigi - pengukuran jarak transversal lengkung gigi ( lebar lengkung gigi ) - pengukuran jarak transversal lengkung basal (lebar lengkung basal) - pengukuran jarak sagital ( tinggi lengkung gigi ) Pengukuran lebar mesiodistal gigi-gigi Gigi-gigi individual RA dan RB Gigi 21|12 bawah ( Moyers ) Gigi 21|12 atas ( Pont, Korkhaus ) Gigi M1 M1 ( perimeter lengkung gigi, Howes ) Pengkuran jarak transversal / lebar lengkung gigi Lebar inter P1 (Pont) Lebar inter M1 (Pont) Lebat Inter P1 (Howes) Pengkuran jarak transversal / lebar lengkung basal Lebar Inter Fossa Canina Pengukuran jarak sagital / tinggi lengkung gigi

Skema gigi-gigi dari oklusal : RA - RB gambaran lengkung gigi


8

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

bentuk boksing kode gigi (nomenclatur) Membuat skema model gigi geligi dari oklusal

Rahang atas Bentuk lengkung gigi : RA - RB

Rahang bawah

Analisis bentuk keharmonisan antara ben-tuk lengkung gigi dengan bentuk muka pasien serta keharmonisan antara bentuk lengkung gigi atas dan lengkung gigi bawah. lengkung gigi bertujuan untuk mengetahui apakah ada - setengah elips - parabola - bentuk U - bentuk V - trapezoid Malposisi gigi individual : Pemeriksaan malposisi gigi individual dimaksud-kan untuk mengetahui penyimpangan letak masing-masing gigi tehadap lengkung alveolaris. Yang dijadikan referensi adalah garis oklusi pada oklusi normal, pada rahang bawah melewati puncak tonjol bukal gigi-gigi posterior dan tepi insisal gigi-gigi anterior yang posisinya normal, sedangkan pada rahang atas melewati fossa sentral gigi-gigi posterior dan permukaan palatinal gigi-gigi anterior setinggi cingulum. Perhatikan posisi masing-masing gigi terhadap garis imajiner (garis yang dibayangkan ) sesuai dgn garis oklusi di atas dan tetapkan penyimpangannya Relasi gigi-gigi pada oklusi sentrik : Pemeriksaan relasi gigi dalam oklusi sentrik dimaksudkan untuk mengetahui adanya malrelasi gigi-gigi terhadap antagonisnya. Perhatikan relasi gigi-gigi anterior dan posterior Macam-macam malrelasi gigi : Arah anteroposterior Arah bukolingual Arah mesiodistal Arah vertikal : overjet , edge to edge bite, cross bite : cup to cup bite, cross bite, scissor bite : distoklusi. mesioklusi : overbite : open bite, shalowbite, deep over bite, palatal bite, supraklusi, infraklusi

Pada pengamatan relasi gigi posterior :


9

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Perhatikan relasi Molar pertama kanan dan kiri Klasifikasi Angle Jika salah satu gigi Molar pertama telah dicabut / rusak, untuk menentukan hubungan RA dan RB dapat diamati dari relasi gigi Kaninus atas dan bawah Median line ( garis tengah gigi terhadap garis tengah rahang ) Pemeriksaan median line gigi dimaksudkan untuk mengetahui adanya penyimpangan posisi garis tengah gigi terhadap garis tengah rahang dan penyimpangan garis tengah gigi RB terhadap garis tengah gigi RA Lebar mesiodistal gigi : Pengukuran lebar mesiodistal gigi dilakukan dgn mengukur jarak terlebar mesiodistal tiap- tiap gigi menggunakan kaliper geser (sliding caliper). Ukuran yang diperoleh dibandingkan dengan standar normal ukuran gigi ukurannya sama, lebih be-sar atau lebih kecil Ukuran mesiodistal gigi yang lebih besar atau lebih kecil dapat menyebabkan terjadinya maloklusi Perhitungan perhitungan : a. Untuk periode gigi bercampur 1. Metode Moyers 2. Metode Nance 3. Metode Huckaba b. Untuk periode gigi permanen 1. Metode Pont 2. Metode Korkhaus 3. Metode Howes c. Determinasi lengkung gigi C. Analisis foto Ronsen (Rntgen) Pengambilan foto ronsen sangat diperlukan dalam perawatan ortodontik, terutama pada periode gigi bercampur Kegunaan foto ronsen a.l. untuk mengetahui : a. Apakah gigi-giginya lengkap / ada agenese b. Perbandingan mahkota akar c. Kelainan pada akar gigi d. Resorpsi akar gigi desidui e. Pembentukan akar gigi permanen f. Kondisi benih gigi permanen g. Keadaan patologis gigi h. Ketebalan jaringan sekitar gigi
10

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

i. Memperkirakan ukuran mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi untuk mengetahui besarnya Lee way space pada perhitungan metoda Nance Foto ronsen : - intra oral : periapikal radiograf - ekstra oral : - OPG - Sefalometrik radiograf Sefalometrik Radiografi (SR) Sefalometik radiograf : frontal dan lateral SR dapat memberikan informasi tentang : a. Pertumbuhan dan perkembangan tulang kepala b. Analisis kasus dan menegakkan diagnosis c. Meramalkan perubahan akibat pertumbuhan dan atau perawatan d. Evaluasi kemajuan perawatan e. Mengetahui tipe fasial f. Relasi tulang rahang terhadap basis cranii g.Analisis fungsional Beberapa titik acuan (landmark) dalam sefalo-metri : S : Sella tursica, titik tengah cekungan os sphenoidale, merupakan tempat hipofise N : Nasion, titik tengah sutura frontonasale A : Subspinale, titik terdalam cekungan prosesus alveolaris RA, merupakan posisi terdepan tulang basal RB B : Supramentale, titik terdalam cekungan prosesus alveoaris RB, merupakan posisi terdepan tulang basal RB Relasi rahang terhadap basis cranii a. SNA : Relasi RA thd basis cranii Normal = 80 - 81 b. SNB : Relasi RB thd basis cranii Normal = 78 - 79 c. ANB : Relasi RB thd RA Normal = 2 Jika diperoleh : SNA SNA SNB SNB < 80 > 81 < 78 > 79 : : : : Maxillary retrognatism/ retracted Maxillary prognatism/ protracted Mandibulary retrognatism Mandibulary prognatism

11

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Klasifikasi Skeletal : Klas I : Sudut SNA, SNB, ANB normal Klas II : kemungkinan yang dijumpai a. SNA = Normal, SNB < Normal ANB > Normal b. SNA > Normal, SNB = Normal ANB > Normal c. SNA > Normal, SNB < Normal ANB > Normal Klas III : kemungkinan yang dijumpai a. SNA = Normal, SNB > Normal ANB < Normal b. SNA < Normal, SNB = Normal ANB < Normal c. SNA < Normal, SNB > Normal ANB < Normal C. Pemeriksaan dengan percobaan a. Blanche test b. Percobaan untuk deep over bite c. Tes untuk mouth brething (bernafas lewat mulut) a). Cotton Butterfly test b). Refleks ala nasi/ kontrol alar musculator c). Mouth mirror test Ad.a. Blanche test : merupakan percobaan untuk mengetahui pengaruh frenulum labialis terhadap diastema sentral

Diastema sentral dapat disebabkan oleh : 1. Faktor herediter 2. Supernumery teeth, misal adanya mesiodens 3. Frenulum labialis yang abnormal Cara melakukan Blanche test

12

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

a) Bibir atas pasien yang mempunyai diastema sentral dan frenulum labialis yang tebal ditarik ke atas. Perhatikan papila interdental di daerah palatal (papila palatinal). b) Jika daerah tersebut. tampak pucat (ischaemia), berarti diastema disebabkan oleh migrasi frenulum labialis ke arah palatum menunjukkan keadaan abnormal c) Jika bibir ditarik tidak ada tanda pucat pada papila palatinal diastema tidak disebabkan oleh frenulum labialis Ad. b. Percobaan untuk deep over bite Deep over bite adalah keadaan dimana overlap-ping gigi-gigi insisivi atas dan bawah dalam arah vertikal lebih besar dari normal Pada keadaan normal, overlapping tersebut rata-rata 1/3 panjang mahkota gigi insisivus bawah. Deep over bite dapat terjadi pada Klas I, Klas II maupun Klas III. Deep over bite dapat terjadi oleh sebab dental, skeletal maupun kombimasi dentoskeletal 1. Sebab-sebab dental : a. Suprakusi gigi anterior b. Infraklusi gigi posterior c. Kombinasi a. dan b. d. Inklinasi gigi-gigi posterior ke lingual 2. Sebab-sebab skeletal a. Ramus mandibula pendek b. Sudut Gonion tajam c. Ptbh prosesus alveolaris berlebihan d. Kombinasi a + b + c Pada keadaan normal, proporsi muka dalam arah vertikal adalah : N S NA = 43 % N Gn N : Nasion Gn : Gnathion SNA : Spina Nasalis Anterior Ukuran normal ini penting untuk tindakan pera-watan, apakah koreksi deep.over.bite. dilakukan dengan elevasi / ekstrusi gigi posterior atau depresi / intrusi gigi anterior Analisis deep.over.bite. dapat dilakukan pada : a. b. c. d. Cetakan model gigi Foto profil Sefalogram ( hasil sefalometri radiografi ) Langsung pada pasien : metoda Thompson & Brodie
13

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Ad. a. Analisis deep.over.bite. pada cetakan model gigi Dilihat kalsifikasi jaringan keras, sempurna atau tidak. Adanya benjolan pada palatum dan prosesus alveolaris menunjukkan kalsifikasi yang tidak sempurna Adanya gingiva yang tebal Kurve von Spee yang tajam Ad. b. Analisis deep.over.bite pada foto profil a) Jika N SNA > 43 %, berarti N-Gn pendek menunjukkan deep.over.bite disebabkan oleh infraklusi gigi posterior b) Jika N SNA < 43 %, berarti N-Gn panjang menunjukkan deep.over.bite disebabkan oleh supraklusi gigi anterior c) Jika N SNA = 43 %, berarti N-Gn normal tapi ada deep.over.bite menunjukkan deep.over.bite disebabkan oleh kombinasi supraklusi gigi anterior dan infraklusi gigi posterior

Ad. c. Analisis deep.over.bite pada sefalogram digunakan untuk d.o.b. tipe skeletal a) Sudut bidang mandibula (MPA) kecil MPA : sudut yang dibentuk oleh bidang mandi-bula (MP) dan Frankfurt Horizontal Plane (FHP) b) Ramus mandibula pendek c) Sudut Gonion tajam d) Pertumbuhan muka arah vertikal kurang Ad. d. Analisis deep.over.bite langsung pada pasien (percobaan Thompson & Brodie) a) Ukur jarak N SNA dengan kaliper geser Misal diperoleh N-SNA = 43 mm, berarti N-Gn = 100 mm.

14

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

b) Lunakkan stenz (thermoplastic compound), taruh diatas dataran oklusal gigi-gigi posterior RB, lalu pasien disuruh menggigit sampai diperoleh jarak N-Gn = 100 mm. Tunggu sampai stenz mengeras c) Dalam keadaan stenz masih digigit, periksa oklusi pasien. Kemungkinan yang terjadi : 1. deep.over.bite hilang, tapi stenz masih tebal (gigi poste-rior tidak beroklusi), deep.over.bite disebabkan oleh infraklusi gigi posterior 2. deep.over.bite masih terlihat, sedang stenz tergigit habis (gigi posterior beroklusi), deep.over.bite disebabkan oleh supraklusi gigi anterior 3. deep.over.bite masih terlihat dan stenz masih tebal, deep.over.bite disebabkan oleh kombinasi supraklusi gigi anterior dan infraklusi gigi posterior Prognosis terhadap perawatan deep over bite : a. Tipe dental prognosis baik b. Tipe skeletal & karena kalsifikasi yang tidak sempurna prognosis jelek

Gigi posterior normal, anterior supraklusi

Gigi anterior normal, posterior infraklusi

15

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Gigi anterior supraklusi, posterior infraklusi ( kombinasi ) Bernafas lewat mulut ( mouth breathing ) Etiologi mouth breathing : 1. Kelainan bentuk anatomis : - septum nasi bengkok/ membesar - bibir atas pendek 2. Keadaan patologis - katarak nasal kronis - nasal stenosis - pertumbuhan tumor cavum nasi - Congesti nasal yang komplit - Polip hidung - tonsilitis / adenoiditis Tanda tanda mouth breathing : Menurut Moyers : a. RA kontraksi, palatum tinggi dan sempit b. Gigi-gigi anterior protrusi/ labioversi c. Gigi-gigi anterior RA dan RB berjejal d. Bibir bawah membesar dan pecah-pecah e. Sering ada deep over bite f. Relasi Molar Klas I atau Klas II Angle g. Terjadi iritasi gingiva gingiva kering h. Saliva mengental, populasi bakteri meningkat Menurut Salzmann : a. Berat badan kurang b. Mulut terbuka c. Bibir bawah terletak antara insisivi RA dan RB d. Lengkung gigi RA sempit e. Palatum tinggi, kadang-kadang berbentuk V f. Hidung tampak kotor, bibir atas mengelupas g. Sering menderita pilek berulang-ulang Percobaan untuk mengetahui adanya mouth breathing : a). Cotton Butterfly test b). Refleks ala nasi/ kontrol alar musculator c). Mouth mirror test Ad. a). Cotton butterfly test 1. Ambil sejumput kapas, tipiskan 2. Puntir bagian tengahnya sehingga menyerupai bentuk kupu-kupu
16

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

3. Bagian tengah dibasahi air, tempelkan pada filtrum diatas bibir atas 4. Masing-masing sayap tepat di depan lubang hidung 5. Perhatikan, adakah getaran kapas akibat udara pernafasan pasien Jika kapas bergetar nasal breather Jika tidak bergetar mouth breather Ad. b). Refleks ala nasi/ kontrol alar musculator Pada anak normal (nasal breather), refleks alanasinya baik. Pada waktu bernafas perubahan ukuran bagian luar hidung (cuping hidung /ala nasi) tampak jelas. Pada mouth breather perubahan tadi tidak tampak. Cara melakukan tes : Pasien disuruh menutup bibir, lalu menarik nafas panjang melalui hidung berkali-kali, amati refleks ala nasinya. Jika ada refleks (positif) nasal breather Jika tak ada (negatif) mouth breather Ad. c) Mouth mirror test Udara pernafasan mengandung uap air yang ikut keluar pada waktu ekspirasi, yang dapat terdeteksi jika menggunakan kaca mulut di depan lubang hidung. Cara melakukan tes : Letakkan kaca mulut di depan lubang hidung pasien, amati adakah uap air yang keluar yang mengembun pada kaca mulut. Jika ada embun nasal breather Jika tak ada embun mouth breather

17

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

ALUR HUBUNGAN PEMERIKSAAN DAN PERAWATAN ORTODONTIK

18

Prosedur Pemeriksaan Klinis

Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

19

Anda mungkin juga menyukai