Anda di halaman 1dari 2

http://forum.uin-suka.ac.id/index.php?action=vthread&forum=5&topic=574 Yang dinamakan integratif-interkonektif adalah pengkajian Islam melalui multi pendekatan, yaitu Bayani, Burhani dan Irfani.

ketiganya semestinya mampu mengisi kekurangan dalam melakukan pendekatan terhadap studi Islam. Yang dinamakan integratif-interkonektif berkenaan dengan masalah epistemologi pengkajian agama, bukan bangunan fisik. Bentuk konkritnya semestinya pada perubahan kurikulum fakultas agama, yang lebih mengenalkan tradisi epistemologi burhani dan irfani. Saya kira kedua pendekatan tersebut, walaupun aku tak tau kurikulum IAIN, sangat lazim digunakan oleh para mahasiswa sini. Buktinya, pada dialog antar agama yang dibahas adalah makna keberagamaannya (aspek spiritual) dan pendekatan historisitas dalam melakukan pengkajian terhadap Kalam, Tasawuf dan Fikih. Kalo anda pernah mendengar kata "konteks" masa lalu, itulah pandangan dengan memakai sudut historisitas. sudut pandang historisitas tersebut, dapat ditinjau dalam keilmuan, sejarah, sosiologi, antrhopologi, kultural study dll. Pemikiran Pak Amin, yang menghubungkan aspek ontologis (spiritual-agama) dengan gagasan epistemologi keilmuan, merupakan bentuk pemikiran sistematis dan khas. dan hal tersebut, ke depan tidak hanya diterapkan di UIN, tetapi diharapkan ke seluruh Perguruan Tinggi Islam. Dengan diusahakan dimasukkan pendekatan bayani, burhani dan irfani ke dalam kurikulum perkuliahan, merupakan ide yang baru, dikarenakan selama ini hanya disuguhi pendekatan bayani.

http://omtion.blogspot.com/2007/06/seminar.html Integrasi Sains dan Islam Sementara itu, istilah interkoneksi dan integrasi sains dan Islam mengesankan Islam dan sains sebagai dua hal yang sederajad dan tidak perlu mengalami penyesuaian (modifikasi). Istilah interkoneksi dan integrasi sains dan Islam juga mengesankan adanya koherensi antara dua sistem nilai itu (Islam dan sains) atau paling tidak ketiadaan kontradiksi antara unsur-unsurnya. Hasil integrasi sains dan Islam diharapkan berupa suatu sistem nilai baru yang lebih luas cakupannya bila keduanya memang koheren dan sains tidak tersubordinasi oleh Islam atau dua sistem yang paralel tidak bertentantangan satu terhadap yang lain. Masalahnya, benarkah keduannya koheren atau paling tidak tiada kontradiksi satu terhadap yang lain? Oleh karena itu, koherensi antara sains dan Islam ke depannya masih akan menjadi isu yang hangat. Bila memang Islam dan sains itu koheren dan sains tidak tersubordinasi oleh Islam, maka tentu ada sistem yang lebih besar (baca : lebih sempurna) yang merupakan perpaduan antara Islam dan sains. Jadi, permasalahannya kembali kepada maksimalitas Islam sebagai sistem nilai. Yakni, apakah Islam sebagai sistem nilai tidak tersubordinasi oleh sistem yang lain. Tetapi Allah telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 3, artinya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu (dien-mu) dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku Jadi, Islam telah dikatakan oleh Allah sebagai dien yang sempurna. Hal ini membantah keberadaan sistem lain yang mensubordinasi Islam. Gambar 2 Islam-Sains (ataukah Sains-Islam?) Sains Islam Islam Sains

Nothing! ? Kemungkinan berikutnya, sains dan Islam tidak kontradiktif dan tidak koheren sehingga. Sulit mengatakan bahwa hasil integrasi semacam ini menghasilkan suatu sistem filsafat. Jawaban satusatunya adalah perlu adanya modifikasi. Ini tidak lain kembali kepada islamisasi sains.

Anda mungkin juga menyukai