Anda di halaman 1dari 12

PERITONITIS Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ

yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ. Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk primer (i.e. spontan , sekunder (i.e. terkait proses patologi pada organ visceral atau tertier (i.e. infeksi persisten atau recurrent setelah terapi inisial . Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generalized (peritonitis dan localized (abses intra abdomen . Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (S!P akibat penyakit hepar kronis. Kira"kira #"$%"& pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial. Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus. Tabel1.penyebab peritonitis sekunder Regio Asal Penyebab !oerhaave syndrome (alignancy )rauma (mostly penetrating Iatrogenic* Peptic ulcer perforation (alignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma, gastrointestinal stromal tumor )rauma (mostly penetrating Iatrogenic* Peptic ulcer perforation )rauma (blunt and penetrating Iatrogenic*

'sophagus

Stomach

+uodenum

!iliary tract

,holecystitis Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus or common duct (alignancy ,holedochal cyst (rare )rauma (mostly penetrating Iatrogenic* Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones )rauma (blunt and penetrating Iatrogenic* Ischemic bowel Incarcerated hernia (internal and e-ternal

Pancreas

Small bowel

,losed loop obstruction ,rohn disease (alignancy (rare (eckel diverticulum )rauma (mostly penetrating Ischemic bowel +iverticulitis (alignancy /lcerative colitis and ,rohn disease 0ppendicitis ,olonic volvulus )rauma (mostly penetrating Iatrogenic Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo$ oophoritis, tubo$ ovarian abscess, ovarian cyst (alignancy (rare )rauma (uncommon

.arge bowel and appendi-

/terus, salpin-, and ovaries

PATOFISIOLOGI

Peritonitis menyebabkan adanya penurunan aktivitas fibrinolitik intrabdomen (peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen dan sekuestra fibrin yang berakibat pada pembentukan adesi. Produksi eksudat dari fibrin menggambarkan peran penting sistem pertahanan, akan tetapi jumlah bakteria yang terlalu besar dapat berlanjut menjadi pembentukan matriks fibrin. 1al ini dapat menyebabkan perlambatan penyebaran dan perluasan sistemik sehingga dapat menurunkan tingkat mortalitas akibat sepsis, namun hal ini dapat bersamaan dengan perkembangan infeksi residual dan pembentukan absess. Pada saat matriks fibrin mature, bakteri didalamnya menjadi mature dan terlindungi dari mekanisme clearance dari host. 'fek dari fibrin ini (containtment vs infeksi persisten , dapat dikaitkan pada derajat kontaminasi bakteri peritoneal. Pada studi terhadap binatang yang menilai efek defibrinogenasi dan terapi fibrin abdomen, kontaminasi peritoneal yang hebat akan mengacu pada peritonitis berat dengan kematian (2345 Pembentukan abses diketahui sebagai strategi pertahana tubuh untuk menahan penyebaran infeksi, walaupun proses ini dapat menyebabkan infeksi persisten dan sepsis yang menangan cam hidup. 0wal dari pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteria dan agen abscess potentiating menuju lingkungan yang normalnya steril. Pertahana tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan akan berusaha untuk mengontrol penyebarannya dalam beberapa cara. Proses ini dibantu dengan kombinasi dari berbagai faktor seperti proses fagositik. Kontaminasi bakteri peritoneal yang transien (biasanya oleh karena penyakit visceral dan trauma saluran cerna adalah yang paling sering. 1asil paparan oleh antigen bakterial digambarkan sebagai perubahan respon imun terhadap inokulasi rekuren dari peritoneal. 1al ini dapat menyebabkan peningkatan insidensi pembentukan abses, perubahan kandungan bakterial dan peningkatan angka kematian. !eberapa studi terkini menunjukan bahwasanya infeksi nosokomial pada tempat lain (seperti pneumonia, infeksi luka, dll juga dapat berkaitan dengan peningkatan pembentukan abses abdomen. 6aktor virulensi dari bakterial yang berinteraksi dengan fagositosis dan neutrophil-mediated bacterial killing merupakan mediator yang penting dalam mengakibatkan infeksi persisten dan pembentukan abses. +iantara faktor tersebut adalah pembentukan kapsul, pertumbuhan anaerob fakultatif, kemampuan adesi dan produksi asam suksinat. Kaitan antara organisme bakterial dan fungal juga memiliki peran penting dalam menggangu pertahanan tubuh. !eberapa peneliti meyakinkan bahwasanya bakteri dan fungi eksis sebagai nonsynergistic parallel infections dengan kompetisi inkomplit yang memungkinkan bertahannya semua organisme. Pada keadaan ini, terapi infeksi bakteri saja dapat mengakibatkan pertumbuhan berlebih dari fungi, yang berakibat apda peningkatan mobiditas. 6aktor predisposisi pada pertumbuhan candidiasis abdomen meliputi penggunaan berkepanjangan dari antibiotik broad-spectrum, terapi supresi asam lambung, kateter vena sentral dan hiperalimentasi intravena, malnutrisi, diabetes serta steroid dan bebergai bentuk imunosupresi lainnya.

GA !ARAN "LINIS
+iagnosis peritonitis biasanya didapatkan secara klinis. /mumnya semua pasien hadir dengan keluhan berbagai derajat nyeri abdomen. 7yerinya dapat akut maupun kronis. /mumnya nyerinya dalam bentuk nyeri tumpul dengan tidak terlokalisasi dengan baik (peritoneum visceral yang kemudian berkembang menetap, makin parah dan makin terlokalisasi (peritoneum parietal . 8ika proses infeksi tidak terbendung, nyeri akan menjadi difus. Pada beberapa penyakit penyebab (seperti perforasi gaster, pakreatitis akut yang berat, iskemi intestin nyeri abdomen dapat tergeneralisasi dari awal. 0noreksia dan nausea sering muncul dan dapat mendahului perkembangan nyeri abdomen. 9omit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal.

Pada pemeriksan fisik, pasien dengan peritonitis sering tampak tidak sehat dan pada keadaan berbahaya. +emam dengan temperatur melebihi %4:, dapat ditemukan, tapi pasien dengan sepsis berat dapat ditemukan dalam keadaan hipotermia. )akikardi muncul akibat mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit, demam serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal. +engan dehidrasi yang progresif, pasien akan menjadi hipotensi, yang menunjukan penurunan output urin dan dengan peritonitis berat.
Pada pemeriksaan abdomen, pada dasarnyasemua pasien menunjukan adanya tenderness pada palpasi, (pada saat pemeriksaan pasien dengan suspect peritonitis sebaiknya pasien sebaiknya berbaring dengan posisi lutut lebih tinggi agar pasien dapat lebih relaksasi pada dinding abdomennya . Pada banyak pasien (baik pada peritonitis dan nyeri abdomen difus yang berat titik tenderness maksimal atau atau referred rebound tenderness terletak pada tempat proses patologis. Pada banyak pasien menunjukan adanya peningkatan rigiditas dinding abdomen. Peningkatan tonus otot dinding abdomen dapat secara volunter akibat respon atau antisipasi pada pemeriksaan abdomen atau secara involunter karena iritasi peritoneal. Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari banyak gerak dan memfleksikan pinggulnya untuk mengurangi tekanan dinding abdomen. 0bdomen terkadang distensi, dengan suara usus hipoaktif hingga tidak terdengar. Pemeriksaan rektal kerap mengakibatkan nyeri abdomen. (assa peradangan lunak yang terletak pada anterion kanan mungkin mengindikasikan appendisitis dan anterio fullness dan fluktuasi dapat mengindikasikan sebuah abses cul de sac. Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual dan vaginal dapat mengarahkan pada differential diagnosis penyakit inflamasi pelvis (seperti endometritis, salfingo$oovoritis, abses tuba ovarii . )api temuannya kerap sulit untuk diinterpretasikan sebagai peritonitis berat. Pada saat mengevaluasi pasien dengan dugaan infeksi peritoneal, melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap adalah hal yang sangat penting. Prosesus thoracic dengan iritasi diafragma (seperti empiema , proses ekstraperitoneal (seperti pyelonephritis, cystitis, retensi urin akut , dan proses dinding abdomen (seperti infeksi, hematoma recti dapat terlihat seperti tanda$tanda maupun gejala peritonitis. Sering kali hasil dan temuan pemeriksaan klinis sama sekali tidak reliable pada pasien dengan immunosupresi yang berarti (seperti pasien diabetes berat, pengguna steroid, status post$transplantasi, 1I9 , pada pasien dengan perubahan status mental (seperti cedera kepala, ensepalopati toksik, shock sepsis, agen analgesik , pada pasien paraplegi dan apda pasien usia lanjut. +engan infeksi peritoneal dalam yang terlokalisasi, demam dengan atau tanpa peningkatan hitung ;!, mungkin satu$satunya tanda yang ditemukan. Kebanyakan pasien dengan )P menunjukan hanya gejala vagal dan mungkin afebril..

PE ERI"SAAN PEN#N$ANG
Pe%eriksaan Laboratoriu% Complete Blood ,ount (,!, , umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis (5##.""" sel< =. dengan adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. 7amun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan ,(9 keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia P), P)) dan I7> )est fungsi hati jika diindikasikan 0milase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis /rinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease ,airan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari p1 dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai .+1

Pe%eriksaan Radiologi 6oto polos /S? ,) Scan (eg, gallium ?a @A scan, indium In ###Blabeled autologous leucocyte scan, technetium )c CCm$iminoacetic acid derivative scan . Scintigraphy (>I
Table &. i'robiology o( Pri%ary) Se'ondary) and Tertiary Peritonitis

Peritoni tis *Tipe+

Organis%e Penyebab "elas Tipe Organis%e E coli (3"& K pneumoniae (A& Pseudomonas species (D& Proteus species (D& Streptococcus species (#D& Staphylococcus species (%& 0naerobic species ( 2D& E coli Enterobacter species Klebsiella species Proteus species Streptococcus species Enterococcus species Bacteroides fragilis Gther Bacteroides species Eubacterium species Clostridium species 0naerobic Streptococcus species Enterobacter species Pseudomonas species Enterococcus species Staphylococcus species Terapi Antibiotik *yang dian,urkan+

Primary

?ram$ negative

)hird$generation cephalosporin

?ram$ negative ?ram$ positive

Seconda ry

Second$generation cephalosporin )hird$generation cephalosporin Penicillins with anaerobic activity Euinolones with anaerobic activity Euinolone and metronidaFole 0minoglycoside and metronidaFole

0naerobic

?ram$ negative ?ram$ positive

)ertiary

6ungal

Candida species

Second$generation cephalosporin )hird$generation cephalosporin Penicillins with anaerobic activity Euinolones with anaerobic activity Euinolone and metronidaFole 0minoglycoside and metronidaFole ,arbapenems )riaFoles or amphotericin (considered in fungal etiology (0lter therapy based on culture results.

anage%ent peritonitis
(anagement peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. 1ampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi . Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l H o Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif , tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis , dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani .

o o o o o o

Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, e-travasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi. Pemeriksaan laboratorium. (engeliminasi sumber infeksi. (engurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk H

0pabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l H o o o o o o o (empuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna. Pemasangan 7?) untuk dekompresi lambung. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin. Pemberian terapi cairan melalui I.9 Pemberian antibiotic Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. )ipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya. Pencucian ronga peritoneumH dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis. +ebridemen H mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin. Irigasi kontinyu pasca operasi. Pemberian cairan I.9, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi. Pemberian antibiotic Gral$feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.

)erapi bedah pada peritonitis a.l H

o o o o o

)erapi post operasi

Peritonitis (radang selaput rongga perut +'6I7ISI Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum . Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. P'7I'!0! Peritonitis biasanya disebabkan oleh H #. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Iang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. 8ika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati. J. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual %. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia 3. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites dan mengalami infeksi D. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. ,edera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus. @. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal sering mengakibatkan peritonitis. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut. A. Iritasi tanpa infeksi. (isalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi. ?'80.0 ?ejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. !iasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya.

!isa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi yang akhirnya bisa menyumbat usus. !ila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. ?erakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. ,airan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. )erjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru$paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar. +I0?7GS0 6oto rontgen diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. ?as bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi. Kadang$kadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya. P'7?G!0)07 !iasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. +iberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan. ,airan dan elektrolit bisa diberikan melalui infuse

. P'7?'>)I07 P'>I)G7I)IS Peritonitis adalah inflamasi peritoneum$ lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis<kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda$tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis. Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan , sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral , atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat . Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (S!P akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. 8ahitan oprasi yang bocor (dehisensi merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari J&. Gperasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis tanpa perforasi berisiko kurang dari #"& terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. >isiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif. ,. ')IG.G?I !entuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (S!P dan peritonitis sekunder. S!P terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative '. ,oli 3"&, Klebsiella pneumoniae A&, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya J"& dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae #D&, jenis Streptococcus lain #D&, dan golongan Staphylococcus %&, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi

transmural organ$organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi S!P atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis )!, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan$bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ$organ dalam ((isalnya penyakit ,rohn . +. )07+0 +07 ?'80.0 K.I7IS +iagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal . )anda$tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. 7yeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum ma-imum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. +inding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan$pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau 1I9 , penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic , penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric. '. P0)G6ISIG.G?I Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga bdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. )erjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. ,airan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. >espons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. 6. P'('>IKS007 +I0?7GSI)IK K +rainase panduan ,)$Scan dan /S? K Pembedahan ?. KG(P.IK0SI L 'viserasi .uka L Pembentukan abses 1. P'70)0.0KS07007 Penggantian cairan, koloid dan elektroli adalah focus utama. 0nalegesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. )erapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang$kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan. )etapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan. Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda$beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani e-plorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa$

tanda$tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. !ila luka menembus peritoniummaka tindakan laparotomi diperlukan. Prolaps visera, tanda$tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdaat darah dalam lambung, buli$buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. !ila tidak ada, pasien harus diobservasi selama J3$34 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi. Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu H #. 6ase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. .ingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. !agaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi. J. 6ase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputiH memasang infuse (I9 , memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip$ prinsip dasar kesejajaran tubuh. %. 6ase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. .ingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. 0ktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan. I. +I0?7GS0 I07? (/7,/. #. Infeksi risiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan J. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif %. 7yeri akut berhuungan dengan agen cidera kimia pasca operasi 3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mencerna makanan. D. 0nsietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan @. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh A. >esiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi 4. 1ipertermi berhubungan dengan medikasi atau anastesia.

httpH<<penyakitperitoritis.blogspot.com< httpH<<medicastore.com<penyakit<3CA<PeritonitisMradangMselaputMronggaMperut.html httpH<<dokterkharisma.blogspot.com<J""4<"4<peritonitis.html

Anda mungkin juga menyukai