Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN PENGGALAN JALAN MT.

HARYONO SEBAGAI SALAH SATU PENGEMBANGAN PUSAT KOTA SEMARANG

Mira Dharma Susilawaty Dosen Fakultas Teknik Universitas Riau Jl.Gunung Raya 104, telp.081365420153 Email: mira_dharma@yahoo.co.id

Abstrak: Keragaman dan perbedaan aktivitas yang ada pada jalan MT.Haryono mengakibatkan timbul berbagai permasalahan, salah satunya adalah permasalahan perkotaan yaitu permasalahan yang berkaitan dengan sistem penghubung (linkage system), sistem ruang terbuka dan pola tata hijau, tata bangunan, sistem informasi (signage system) dan streetscape, arsitektur kota, kaki lima dan sektor informal, serta sistem prasarana dan utilitas. Studi pada penggalan jalan MT.Haryono ini bertujuan mencari permasalahan perkotaan yang ada pada kawasan, dengan cara pengamatan langsung pada kawasan yang kemudian dibandingkan dengan teori perkotaan yang ada yang sesuai dengan keadaan kawasan. Permasalahan yang dibahas pada kawasan ini antara lain mengenai sistem penghubung, sistem ruang terbuka, tata bangunan, signage system dan streetscape. Untuk mendukung dan mendorong pengembangan kawasan sebagai pusat kota diperlukan perencanaan yang menyeluruh mencakupi segala aspek yang ada di jalan MT.Haryono tersebut agar fungsi kawasan dapat berjalan dengan baik.
Kata kunci : Permasalahan Perkotaan ,Pengembangan Kawasan, Pusat Kota

Pendahuluan Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah merupakan kota dengan beragam aktivitas dengan jumlah penduduk 1,5 juta jiwa dan terus meningkat dengan cepat serta kenyataan luas lahan yang tetap sama, maka dampaknya sudah dapat dilihat dengan jelas yaitu permintaan (demand) akan lahan terus meningkat sementara persediaan (supply) semakin terbatas, akibatnya adalah bergeraknya harga lahan yang cenderung naik, terutama ditempat-tempat yang strategis didalam kota. Peremajaan kota, yang sebagian besar berkonotasi komersial, tidak terhindarkan untuk meningkatkan produktifitas pemanfaatan lahan yang semakin terbatas persediaannya. Peningkatan pendapatan per-kapita penduduk Semarang telah mendorong terjadinya pola hidup masyarakatnya yang semakin lama semakin cenderung kearah gaya hidup yang konsumtif. Sifat konsumerisme serta daya beli masyarakat yang semakin besar telah mendorong tumbuh serta berkembangnya berbagai sarana-prasarana ekonomi kota. Hal ini berpengaruh pada aspek ketata-kotaan terutama didalam pola peruntukan lahan serta intensitasnya.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya deretan bangunan komersial yang menempati koridor jalan-jalan protokol di Semarang. Salah satunya adalah pada Jalan MT.Haryono. Dalam perencanaannya koridor jalan tersebut diperuntukkan untuk daerah perdagangan dan perbelanjaan sebagai salah satu pusat kegiatan ekonomi di Semarang. Sebagai pengembangan kawasan pusat kota, kawasan ini menawarkan berbagai bentuk sarana yang mendukung kegiatan komersial, salah satu keunikannya adalah terdapatnya sarana perdagangan dan perbelanjaan yang terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe pasar sementara, pasar tradisional dan pasar modern. Dimana letaknya saling berdekatan satu dengan lainnya. Pada kawasan ini terdapat dua pasar sementara (pasar tiban lamper sari dan pasar tiban wonodri) yang keduanya aktif mulai dari jam 2 pagi hingga jam 7 pagi, pasar tradisional (pasar peterongan) yang aktif jam 8 pagi hingga jam 4 sore, pasar modern ( Java Mall ) yang aktif mulai dari jam 10 pagi hingga jam 10 malam. Keragaman dan

perbedaan aktivitas yang ada pada kawasan ini mengakibatkan timbul berbagai permasalahan, salah satunya adalah permasalahan perkotaan yaitu berupa permasalahan yang berkaitan dengan sistem penghubung (linkage system), sistem ruang terbuka dan pola tata hijau, tata bangunan, sistem informasi (signage system) dan streetscape, arsitektur kota, kaki lima dan sektor informal, serta sistem prasarana dan utilitas.

Blok Pertokoan dan Java Mall Sumber: dokumentasi pribadi,2008 Sebagai kawasan pusat kota yang ramai dengan berbagai aktivitas, kawasan ini belum memiliki sistem penghubung (linkage system) yang memadai. Baik itu sistem sirkulasi eksternal antar pasar maupun internal pasar. Pasar tiban lamper sari menempati hampir seluruh dari badan jalan lamper sari, hal serupa juga terjadi pada pasar tiban wonodri. Sirkulasi internal pada pasar peterongan terkesan kumuh dan sempit, hal ini berlawanan dengan sirkulasi internal yang terdapat pada pasar modern Java Mall yang tertata rapi dan bersih. Banyaknya papan iklan yang peletakannya tidak diperhitungkan dengan baik menyebabkan beberapa masa bangunan tidak lagi dapat dinikmati karena tertutup oleh papan iklan tersebut. Selain itu streetscape yang terdapat pada penggal jalan MT.Haryono ini terkesan tidak mendukung kawasan ini sebagai kawasan komersil. Permasalahan pada kawasan ini dilengkapi dengan keadaan utilitas yang kurang baik,sehingga dengan mudah ditemui genangan air dibeberapa titik di pinggir jalan, dan terkadang mengeluarkan aroma yang tidak sedap. Dari beberapa pengamatan tersebut diatas secara garis besar terjadi ketidaksesuaian kriteria kawasan sebagai pusat kota dan bila tidak dibenahi akan mengakibatkan efek negatif bagi fisik kota dan penggunanya. Pusat Kota Didalam merencanakan pusat kawasan / kota (downtown) menurut Project

Pasar Tiban Wonodri Sumber: dokumentasi pribadi,2008

Pasar Tiban Lamper Sari Sumber: dokumentasi pribadi,2008

Pasar Peterongan Sumber: dokumentasi pribadi,2008

For Public Space (1984) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Suplementy City Service a. Maintenance (pemeliharaan) Yaitu bagaimana pemerintah setempat dengan komunitas dagang setempat membangun kerjasama dalam pemeliharaan kawasan tersebut. Seperti pemeliharaan jalan, taman, plasa, pertokoan dan sebagainya. b. Security (keamanan) Yaitu bagaimana membuat pusat kawasan menjadi aman dan terkendali dimana masyarakat merasa nyaman untuk berbelanja dan bekerja,dan para pebisnis dapat merasa nyaman dan percaya diri untuk beroperasi. c. Transportation management (manajemen transportasi) Yaitu penyediaan pelayanan sistem transportasi yang nyaman. Seperti adanya angkot, halte, parkir yang memadai, dan sebagainya. 2. Create a Down Town Market Place a. Activity Program (program kegiatan) Yaitu adanya semacam kegiatankegiatan khusus seperti lomba-lomba, parade, festival, pameran dan sebagainya. b. Vending (Sewa - menyewa) Yaitu berbagai program yang mengikutkan penyewa atau pelaksana bisnis bagian dalam perencanaan kawasan untuk pemberi semangat agar turut menjaga dan menarik masyarakat untuk tetap datang ke kawasan tersebut. c. Farmer Markets (pasar produk Pertanian) Yaitu perlunya penyediaan ruang yang cukup penjualan produk-produk pertanian dan perkebunan . Pasar ini memiliki potensi dapat menopang kegiatan yang memuaskan terhadap suatu kebutuhan produk yang baru dan segar serta dapat menjembatani perbedaan antara komunitas pedesaan dan kota Ruang Publik Salah satu bagian dari pusat kota adalah ruang publik kawasan perdagangan dan perkantoran. Adapun ruang publik pada

umumnya memiliki fungsi interaksi sosial masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat rekreasi budaya. (Darmawan, 2005). Selanjutnya menurut Darmawan fungsi ruang publik yaitu : a. Sebagai pusat interaksi dan komunitas masyarakat, baik formal maupun informal. b. Sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor jalan yang menuju kearah ruang publik tersebut sebagai ruang pengikat dilihat sebagai struktur kota, sekaligus sebagai pembagi ruang-ruang fungsi bangunan disekitarnya serta ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan pindah ke arah tujuan lain. c. Sebagai tempat pedagang kaki lima yang menjajakan makanan dan minuman, pakaian souvenir dan jasa entertainmen seperti tukang sulap, tarian kera ular dan sebagainya dimalam hari. d. Sebagai paru-paru kota yang semakin padat, sehingga masyarakat banyak memanfaatkan sebagai tempat olah raga, bersantai dan bermain bersama keluarga. . Wilayah Kajian Pasar dan pertokoan pada penggalan jalan MT.Haryono yang terbentang dari persimpangan jalan MT.Haryono-Tentara Pelajar, hingga pasar Peterongan.

Lokasi amatan Sumber: www.googleearth.com,2008

trotoar menyebabkan terputusnya sirkulasi sehingga kenyamanan pengguna terganggu.

Suasana jalan Sumber: dokumentasi pribadi,2008

Lokasi amatan Sumber: pemko semarang,2008

Analisa dan Pembahasan 1. Sistem Penghubung (Linkage System) Sistem penghubung (linkage system) adalah salah satu elemen yang menentukan dalam konsep perancangan sebuah pusat kota. Sistem penghubung merujuk pada keterkaitan antara sirkulasi eksternal dan internal pada sebuah kawasan. Kondisi sistem penghubung pada lokasi pengamatan kurang memadai, sehingga antar pasar tidak terjadi interaksi yang saling menguntungkan. Pencapaian utama menggunakan Jalan MT.Haryono yang hanya memfasilitasi kendaraan bermotor, sedangkan untuk jalur pejalan kaki yang ada kurang memadai,hal ini dapat dilihat dari sepinya pengguna trotoar sebagai sarana penghubung. Padahal koridor pejalan kaki ini sangat penting bagi terdorongnya terciptanya pergerakan manusia yang dapat mendukung kegiatan kawasan. Selain itu, kegiatan pedagang kaki lima yang menggunakan sebagian dan ada beberapa yang bahkan menggunakan seluruh badan

Untuk sirkulasi eksternal pada lokasi amatan ini diperlukannya koridor pejalan kaki untuk mendorong terciptanya pergerakan manusia yang terpisah dari lalu lintas kendaraan, melintasi setiap pertokoan dan pasar yang ada pada kawasan ini. Peruntukan lantai dasar pertokoan dan pasar yang menghadap ke koridor ini harus mampu merangsang tumbuhnya kegiatan bagi pejalan kaki serta memberikan pengalaman ruang dan pemandangan yang menarik. Elemen-elemen perancangan yang dianjurkan harus berorientasi pada pejalan kaki, seperti etalase toko (showcase windows), entrance, caf, arkade dan kanopi-kanopi pelindung. Sedangkan sirkulasi internal pada setiap bangunan juga harus ditata untuk mendukung citra kawasan sebagai pusat kota yang nyaman bagi pengguna dan pengunjung. Untuk kesinambungan trotoar, pencapaian ke bangunan pada kawasan ini diperlukan jalan masuk bersama bagi kendaraan untuk beberapa kapling pada satu blok, agar perpotongan jalur kendaraan dengan trotoar dapat dikurangi dan tercipta lingkungan kota yang lebih manusiawi. 2. Sistem Ruang Publik dan PolaTata Hijau Ruang publik yang terdapat dikawasan ini antara lain, jalan, pedestrian, taman. Ruang publik berupa jalan selain sebagai sarana transportasi juga dimanfaat

sebagai sarana perdagangan pada waktu tertentu dimana pengguna jalan tersebut belum ramai. Hal ini terjadi pada jalan wonodri dan jalan lamper sari yang pada jam 2 malam hingga jam 7 pagi berubah fungsi menjadi pasar tiban (pasar sementara). Pedestrian pada lokasi amatan banyak dimanfaat oleh PKL. Hal ini banyak ditemui di Pasar peterongan dan Java Mall, selain menggangu sirkulasi pejalan kaki juga menggangu vista kearah bangunan, karena PKL pada kawasan ini terkesan kumuh. Taman yang terdapat pada lokasi amatan terletak di persimpangan jalan MT.Haryono dan Jalan Sriwijaya. Taman kecil ini selaian berfungsi sebagai pembatas jalan juga memberikan nilai estetika karena terawat dengan baik. Selain itu taman pembatas jalan atau yang lebih dikenal dengan sebutan jalur hijau juga terdapat di depan pasar Peterongan. Citra kawasan pusat kota sangat tergantung dari konsep ruang terbukanya. Diperlukan ruang terbuka yang bersifat informal yang memiliki karakter alami dengan pola tata hijau dan taman sebagai simpul menyatu dari koridor-koridor pejalan kaki, sehingga dapat mendorong pergerakan pejalan kaki. Menambah jalur-jalur hijau pada jalanjalan utama dan pada pedestrian dalam kawasan ini, selain menambah keindahan, juga sebagai kanopi alami bagi pejalan kaki dari panasnya cuaca siang hari.

Namun keserasasian antar bangunan kurang dijaga, sehingga tidak adanya kesinambungan visual pada lokasi amatan, seakan-akan masing-masing bangunan berusaha menunjukkan jati dirinya tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ketinggian bangunan pada kawasan ini sudah cukup untuk skala manusia, yaitu ketinggian dua lantai, dalam usaha untuk tetap mempertahankan skala manusia pada jalur utama pejalan kaki tersebut diperlukan suatu kesepakatan mengenai ketinggian bangunan dan konsekuensinya untuk mengimbangi skala manusia. Hal lain yang diperlukan untuk menata kawasan pusat kota adalah keberlangsungan visual dari setiap bangunan yang terdapat pada kawasan, minimal citra antar bangunan harus memiliki benang merah,sehingga gaya arsitektur pada kawasan kontekstul dengan lingkungan dan dapat mendukung citra kawasan sebagai pusat kota. 4. Sistem Informasi (Signage System) dan Streetscape Sistem informasi yang terpadu merujuk kepada citra, karakter dan bentuk dari bangunan dalam kawasan. Termasuk didalamnya adalah bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai tengaran, vokal point serta bahan eksterior bangunan. Sistem informasi yang mengarahkan menerangkan identitas dan lokasi perdangangan, serta fasilitas yang terdapat diadalamnya sebagai pusat kota. Termasuk didalamnya rambu-rambu baik berupa rambu-rambu lalu lintas maupun berupa rambu-rambu usaha dalam bentuk tulisan dan simbol. Pada lokasi amatan, bangunan yang menjadi vokal point adalah bangunan Java Mall, karena memiliki bentuk yang unik dan eye cathing dengan kubah yang mengadopsi bentuk kubah Gereja Blenduk yang bersejarah, selain itu juga dari faktor dimensi yang menonjol dari bangunan sekitarnya. Rambu-rambu usaha berupa billboard atau papan reklame yang terdapat pada lokasi amatan, terkesan terlalu dominan dari segi ukuran dan peletakannya, sehingga menggangu citra dari kawasan.

3. Tata Bangunan Faktor utama dalam menentukan bentuk dan massa bangunan adalah kaidah-kaidah di balik wujud fisik kota tersebut (Rijadi Joedodibroto,1995). Bentuk dan massa bangunan menciptakan batas ruang yang membantu terwujudnya sistem ruang terbuka. Secara umum, tata bangunan dibentuk oleh suatu batas khayal ambang volume (building Envelope) yang tercipta dari penggabungan ketinggian maksimum bangunan serta batasan luas bangunan. Dinding jalan (street wall) yang terbentuk pada lokasi amatan memiliki ketinggian ratarata dua lantai dengan fasade yang beragam, tetapi masih dapat ditaksir tahun pembuatannya, karena masing-masing bangunan dijalan ini mewakili trend arsitektur pada jamannya.

Streetscape pada lokasi amatan juga terkesan kurang, seperti tempat duduk-duduk, tempat sampah, shelter, kanopi dan lampu jalan.

Vocal point pada kawasan Sumber: dokumentasi pribadi,2008 5. Kaki Lima dan Sektor Informal Kaki lima termasuk dalam kegiatan pendukung (support activities) kota, yaitu semua fungsi informal yang membantu memperkuat kualitas ruang kota bagi kepentingan umum. Termasuk didalamnya para penjual makanan, penjaja barang dan kegiatan kaki lima lainnya. Pada lokasi amatan, keberadaan kaki lima yang tidak terorganisir dengan baik mengakibatkan penurunan kualitas visual dan lingkungan, terlihat dari banyaknya sampah disekitar kios PKL.

menggangu citra visual keseluruhan dari kawasan. Penambahan streetscape pada titik-titik tertentu didalam kawasan akan memberikan pengalaman tersendiri bagi pejalan kaki, peletakan lampu jalan yang didesain kreatif, patung atau ornamen pada taman terbuka akan membantu terciptanya suasana pedestrian yang menarik. Diperlukan kriteria bagi jenis dan jumlah kegiatan kaki lima yang diijinkan didalam kawasan, penataan kaki lima yang terorganisir dengan baik diharapkan mendorong pertumbuhan kawasan. Karena pada kawasan ini terdapat 3 jenis pasar dengan karakter yang berbeda, maka kebutuhan kriteria kaki lima yang diijinkan juga disesuaikan dengan karakter bangunan didekatnya. 6. Sistem Utilitas Penyediaan air bersih dan pengeloaan limbah untuk jangka panjang merupakan aspek yang terkait dengan pembangunan kota, namun sangat erat hubungannya dengan kemampuan kawasan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di masa mendatang. Sistem utilitas yang perlu dibenahi adalah sistem darinase baik berupa sistem pembuangan air , maupun sistem pembuangan sampah, sehingga kebersihan dan kerapian lingkungan tetap terjaga dengan baik. Kesimpulan Berdasarkan dari kajian tersebut diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk mendorong perkembangan pusat kota MT.Haryono diperlukan usaha untuk mengadakan perbaikan dan penyesuaian fisik kawasan. Keberadaan beberapa jenis pasar pada kawasan pusat kota diharapkan akan menjadi ciri khas dari kawasan ini. Aktifitas perdagangan 24 jam pada kawasan ini harus didukung dengan perencanaan yang tepat, sehingga setiap kegiatan dapat terwadahi dan saling mendukung dengan baik.

Keberadaan PKL Sumber: dokumentasi pribadi,2008 Ukuran dan kualitas rancangan dari ramburambu usaha seperti papan reklame harus diatur agar tercipta keserasian serta memberikan nilai tambah bagi kawasan. Papan reklame harus membantu terciptanya suatu sense of place yang positif dan tidak

Daftar Pustaka
Budiharjo, Eko, 1992, Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Penerbit Alumni, Bandung. Budihardjo, Eko, 1993, Kota Lingkungan, Alumni Bandung. Berwawasan

Budihardjo, Eko & Sugiarto, Djoko, 2005, Kota Berkelanjutan, Alumni, Bandung Carr, Stephen, Et.all, 1992, Public Cambridge University , New York Space,

Darmawan, Edy, 2003, Teori dan Implementasi Perancangan Kota, Badan Penerbit UNDIP, Semarang. Darmawan, Edy, 2005, Analisa Ruang Publik Arsitektur, Badan Penerbit UNDIP, Semarang. Halpen, Kenneth, 1978, Downtown USA, the Architectural Press LTD, London Joedodibroto, Rijadi, 1995, Bunga Rampai Pemikiran, Badan Penerbit ITB, Bandung. Rapoport, Amos, 1969, House Form and Culture, Englewood Clift, Printice Hall New York. Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Desain Proses, Van Nostrand Reinhold Company New York.

Anda mungkin juga menyukai