Anda di halaman 1dari 15

REFERAT MANAJEMEN TRAUMA DUKTUS PAROTIKUS / DUKTUS STENSEN DIVISI BEDAH PLASTIK DEPARTEMEN / UPF.

PF. ILMU BEDAH RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN FK. UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG OLEH : Dr. Ahmad Yasin

PENDAHULUAN

Kelenjar Parotis adalah salah satu kelenjar liur yang termasuk kedalam jenis kelenjar eksokrin, yaitu suatu jenis kelenjar yang mengekskresikan produknya melalui suatu saluran ( duktus ), baik itu ke dalam tubuh ataupun ke permukaan tubuh. Duktus (saluran) dari kelenjar parotis disebut juga dengan duktus stensen. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa pada pasien pasien yang mengalami cedera pada duktus parotikus, 47% diantaranya dapat sembuh tanpa adanya komplikasi. Komplikasi awal pada pasien dengan cedera duktus parotikus yaitu 21% dapat berupa sialocele yang dapat terbentuk dalam 4 jam pertama paska trauma.1 Berdasarkan ukurannya kelenjar ludah dibagi dalam : Kelenjar ludah mayor : Kelenjar parotis, sub mandibula (sub maxilaris) dan sub lingualis Kelenjar ludah minor : Kelenjar palatina, sub lingualis minor yang terletak di bagian lateral dari dasar mulut, kelenjar Webber yang terletak diantara duktus sub maksillaris dan permukaan lateral lidah, Kelenjar lingualis anterior Blandin Nuhn yang terdapat dipermukaan dalam ujung lidah dan kelenjar Ebner yang terdapat dibagian posterior lidah.

Berdasarkan lokasi, cedera pada duktus stensen dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe2 : Tipe 1 : terjadi kompresi dari duktus stensen pada kurvatura di sekitar

m.masseter akibat dari tekanan dari Superficial Muscular Aponeurotic System ( SMAS ). Jenis cedera ini menyebabkan pembengkakan yang bersifat sementara pada kebanyakan pasien ( Gambar 1 S ) Tipe 2 : laserasi dari kapsula kelenjar parotis. Tipe cedera ini menyebabkan pembengkakan pada lokasi dimana terjadinya laserasi. ( gambar 1 b ) Tipe 3 : kompresi dari duktus stensen pada kurvatura di sekitar m.masseter akibat dari tekanan yang berasal dari SMAS dan laserasi dari kapsula kelenjar parotis ( Kombinasi tipe 1 + tipe 2 ). Tipe 4 : ruptur komplit ataupun luka penetrasi dari saluran air liur atau salah satu dari percabangan utama yang mengakibatkan sialocele yang terdapat pada area penetrasi. ( gambar 1 C )

Gambar 1 Lokasi cedera pada regio parotis

ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR PAROTIS

Merupakan kelenjar ludah terbesar dengan berat rata-rata 25 gr bentuk tidak terarur, berlobus-lobus, warna kuning. Terletak kira-kira dibawah meatus acusticus externus antara mandibula dengan M. Sternocleidomastoideus, sebagian kelenjar menjorok kearah depan diatas permukaan M. Masseter, sebagian dari yang menjorok ini biasanya terpisah sama sekali dari kelenjar parotis, bagian ini disebut kelenjar parotis asessorius. Kelenjar parotis diliputi oleh suatu kapsul yang berasal dari fascia colli profunda, bagian kapsul yang menutupi permukaan superficial lebih tebal dan melekat pada Arcus Zygomaticus. Kapsul permukaan dalam melekat pada Proscesus Styloideus, mandibula dan bergabung dengan fascia otot-otot yang berdekatan dengan kelenjar. Bagian fascia yang melekat pada procesus stylodeus dan angulus mandibula biasanya lebih tebal, membentuk Ligamentum Styllomandibulare. Ligamentum ini memisahkan kelenjar parotis dari kelenjar submandibula.

Gambar 2 Anatomi Kelenjar Parotis

Hubungan kelenjar parotis dengan struktur disekitarnya : Hubungan superficial : Permukaan luar kelenjar parotis terletak subkutaneus yang ditutupi oleh kulit dan fascia superficial, tampak bagian superfisialis duktus parotis stensen lewat ke anterior melintasi permukaan luar M. Masseter setinggi kira-kira pertengahan antara Zygoma dengan sudut bibir. Dekat diatas duktus parotis berjalan A/V fasialis, tampak dibawah ujung kelenjar parotis dan berjalan diatas sejajar duktus. Pada tepi anterior dari kelenjar parotis tampak cabang mayor N. Fascialis melewati kelenjar melingkar kedepan dan naik menyilang M. Masseter dan Arcus Zygomaticus. Incisi yang dibuat vertikal diatas bagian anterior kelenjar parotis akan sangat berbahaya. Pada tepi atas kelenjar parotis, cabang temporal N. Fasialis, A/V temporalis superfisialis dan N.

Auriculotemporalis akan memotong kelenjar parotis melintasi arcus Zygomaticum subcutaneous.

Hubungan internal : Berdekatan dengan tepi medial kelenjar tampak A. Carotis externa dan V. Fasialis posterior. Pada posisi ini A. Carotis externa membagi kedalam A. Temporalis superfisialis dan A. Maksilaris interna dan V. Fasialis posterior menerima dari cabang-cabangnya. Pada bagian anteromedial dari bagian dalam kelenjar tampak V. Jugularis interna, A. Carotis interna, Proscessus Stylodeus dan M. Digastricus venter posterior.

Gambar 3 Anatomi sekitar kelenjar parotis

Diatas dan anterior bagian dalam kelenjar berhubungan dengan ramus mandibula dan tepi posterior M. Pterigoid interna. Bagian posterior berhubungan dengan Proscessus mastoideus & meatus akustikus ekterna. Nyeri yang disebabkan pergerakan dari rahang pada parotis atau mumps disebabkan oleh kompresi bagian dalam kelenjar oleh ramus mandibula terutama pada dinding anterior meatus akustikus ekterna.

Ductus kelenjar parotis Merupakan saluran keluar kelenjar parotis, panjangnya sekitar 5 cm, merupakan penggabungan dari 2 cabang utama kelenjar ini. Berjalan ke anterior melintasi permukaan luar M. Masseter, pada pinggir depan otot tersebut saluran ini membelok kedalam menembus corpus adiposum pipi lalu menembus M.Bucinator, berjalan serong kedepan antara M. Bucinator dan mucosa pipi berhadapan dengan mahkota molar 2. Pada waktu melintas dipermukaan M.Masseter saluran ini disertai dengan kelenjar parotis asessorius. Cabang bucalis N.Mandibularis sewaktu muncul dari bagian belakang M.Temporalis dan M.Masseter terletak tepat dibawah saluran ini pada pinggir depan M.Masseter. Dinding duktus parotis sebelah luar dibungkus oleh suatu lapisan jaringan fibrosa yang mengandung serabut-serabut otot polos sedangkan mucosanya dilapisi oleh epitel selaput silindris. Lumenduktus berdiameter 3 mm dan sempit kearah muara.

VASCULARISASI Kelenjar parotis mendapat pendarahan dari A. Carotis externa dan cabang-cabangnya yang terletak didalam jaringan kelenjar yaitu A. Temporalis superfisialis, A. Fasialis Transversa dan A. Auricularis posterior.

Vena maksilaris bergabung dengan V.fasialis anterior menjadi V. Fasialis communis dan cabang posterior bergabung dengan V. Auricularis posterior membentuk V. Jugularis externa.
Gambar 4 Vaskularisasi Kelanjar Parotis

PERSARAFAN Oleh N. auriculotemporalis yang merupakan cabang sensoris bagian mandibula N. Cranial V, yamg mempersarafi kulit didepan telinga, berjalan ditepi atas parotis melawati Proscessus Zygomaticus diantara telinga luar dan Condylus mandibula selanjutnya akan berjalan keatas melalui regio temporal menuju vertex. N.Fasialis keluar melalui foramen stylomastoideus kemudian akan bercabang 2 yang akan melalui Isthmus parotis, kemudian pada bagian tepi kelenjar parotis akan bercabang lagi membentuk Pes Anserinus (kaki angsa). Dua cabang utama N. Fasialis adalah divisi Temporofasial yang bercabang menjadi rami temporalis dan rami zygomaticus, divisi cervicofasial yang bercabang menjadi rami bucalis, rami mandibularis dan rami cervicalis.

SISTIM LIMFATIK KGB daerah parotis dibagi dalam 2 kelompok yaitu didalam dan diluar kapsul, yang diluar kapsul terletak preaurikuler. KGB ini menerima aliran limfe juga dari kulit kepala bagian temporal dan frontal, bagian luar kelopak mata dan bagian luar telinga. Kelompok yang didalam kapsul membentuk kelompok parotis. KGB ini juga menerima aliran limfe dari nasopharinx bagian atas dan belakang, palatum molle dan telinga tengah. Selanjutnya dari 2 kelompok ini cairan limfe dialirkan kedalam KGB cervical superfisialis dan profunda.

MANAJEMEN TRAUMA DUKTUS PAROTIKUS

Etiologi

Cedera pada kelenjar liur dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, lokasi, dan daya trauma penyebab cedera. Oleh karena itu dapat digolongkan menjadi Primer ekstraoral, intraoral, ataupun kombinasi keduanya. Secara sifat dari cederanya menurut golongan penderitanya, dibedakan atas akut dan kronis. Trauma akut dapat berupa laserasi, luka tembak, avulsi ( akibat gigitan binatang ataupun manusia ), dan trauma tumpul ( dimana jaringan mengalami kompresi dengan ataupun tanpa rusaknya duktus parotikus). Beberapa jenis cedera

kompresi sering dikaitkan dengan pembentukan hematoma yang luas. Trauma kronis dapat diakibatkan oleh iritasi kronis dari struktur gigi geligi yang mengiritasi lubang saluran duktus parotikus. Penyebab trauma kronis lainnya adalah adanya benda asing ( corpus alienum ) di dalam saluran duktus parotikus, biasanya berupa sisa makanan, kalkulus saliva dan juga dapat disebabkan oleh tindakan radiasi eksterna.

Pemeriksaan dan Evaluasi

Melalui pemeriksaan inspeksi pada lokasi cedera dengan antisipasi terhadap potensi cedera menjadi hal yang sangat penting dalam manajemen trauma. Dokter harus dapat menilai status regional yang meliputi kulit, mukosa mulut, lidah, dan struktur gigi geligi serta penilaian adanya fraktur pada tulang di sekelilingnya. Otot otot daerah wajah dan mastikasi perlu dilakukan inspeksi terhadap adanya laserasi ataupun hilangnya jaringan lainnya. Parenkim kelenjar liur dilakukan inspeksi terhadap adanya cedera yang biasanya ditandai dengan adanya air liur pada luka trauma. Hal yang paling penting pada evaluasi saluran air liur adalah inspeksi adanya laserasi ataupun transeksi dari duktus parotikus. Fungsi dari nervus fasialis dan percabangannya dan nervus lingualis dan nervus hipoglosalis juga harus diperhatikan pada pasien pasien yang mengalami cedera di area parotis. Laserasi dari duktus parotikus dapat ditandai dengan adanya air liur pada luka. Bila terdapat keraguan, dilakukan kanulasi pada duktus parotikus mealui lubang bukaan alami dengan suatu probe lakrimal ataupun kateterisasi yang akan menghasilkan visualisasi di dalam luka. Tindakan Sialografi dapat juga dilakukan untuk konfirmasi keutuhan dari sistem saluran parotis. Beberapa penulis

merekomendasikan injeksi sejumlah kecil methylen blue, yang diijeksikan secara perlahan dalam jumlah sedikit untuk mencegah pewarnaan yang luas dari luka sehingga mempersulit tindakan rekonstruksi. Penilaian juga dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus fasialis termasuk pada area persyarafan perifer yang meliputi kening, mata, hidung dan mulut. Setiap area dinilai secara terpisah, pasien diminta untuk melakukan

gerakan gerakan tersenyum, menyeringai, mencucu bibir dan juga gerakan meniup. Fungsi sensorik dan motorik pada lidah juga harus dinilai. Pada kasus kasus transeksi nervus, bagian distal perlu dinilai dengan stimulator elektrik. Bagian proksimal dari nervus fasialis ataupun salah satu percabangannya mungkin

akan sulit untuk dinilai dan memerlukan identifikasi dari trunkus utama sebagai langkah awal, dengan pemeriksaan selanjutnya pada bagian perifer pada setiap cabangnya. Trauma pada area wajah dengan melibatkan daya yang cukup untuk menyebabkan fraktur tulang wajah dapat dikaitkan dengan cedera kelenjar liur, terutama kelenjar parotis beserta sistem salurannya. Terdapat beberapa laporan kasus fraktur maxilla disertai laserasi dari duktus stensen yang telah mengalami proses penyembuhan dengan adanya fistula parotid antral. Secara klinis, pasien pasien tersebut mengalami rinnorrhoea prandial, yang dapat diperbaiki dengan pembedahan transposisi dari duktus stensen ataupun penutupan dari fistula parotid antral. Tindakan pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan untuk konfirmasi diagnosis adanya suatu cedera pada trauma duktus parotikus adalah dengan aspirasi cairan dari area area pembengkakan di sekitar area parotis. Kadar

amylase yang lebih dari 10.000 units/liter dapat mengkonfirmasi adanya suatu cedera pada kelenjar parotis beserta salurannya.

Pemeriksaan Radiologi

Walaupun suatu anamnesis yang komplit beserta pemeriksaan fisik dapat mendiagnosis adanya suatu cedera pada duktus parotikus, namun beberapa pasien dapat menunjukan gambaran tidak jelas akan adanya cedera pada duktus parotikus sehingga perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan radiologis terhadap cedera kelenjar liur dapat berupa foto polos, CT Scan, MRI, namun yang paling penting adalah pemeriksaan sialografi

dengan menyuntikan kontras kedalam duktus kelenjar parotis sehingga jalur dari aliran saliva dapat divisualisasikan melalui foto polos. Sialografi secara konvensional dapat mendiagnosis dan menentukan langkah penatalaksanaan selanjutnya dari beberapa gangguan saluran liur, namun tingkat efektivitas nya masih diperdebatkan. Pemeriksaan ini tidak boleh

dilakukan apabila pasien menderita infeksi akut kelenjar liur, memiliki hipersensitivitas terhadap iodium yang merupakan salah satu komponen dalam pemeriksaan sialografi. CT Scan saat ini telah digunakan secara luas untuk menilai dari struktur kelenjar liur beserta saluran salurannya. Pada pasien pasien dengan tingkat kompleksitas jaringan yang sulit untuk penilaian integritas sistem kelenjar liur beserta saluran salurannya, dilakukan kombinasi CT Scan dengan Sialografi ( CT Sialografi ).

Penatalaksanaan

Duktus stensen terbagi atas bagian glandular, bagian proksimal ( messenterik ) dan bagian distal ( buccal ). Abramson ( 1973 )

merekomendasikan untuk dilakukan tindakan reparasi dan reanastomosis pada suatu laserasi dari bagian messenterik, sedangkan untuk kondisi transeksi ataupun laserasi pada bagian buccal dilakukan tindakan diversi bagian proksimal secara intraoral. Prinsip prinsip pembedahan secara umum pada tindakan reparasi meliputi : 1. Magnifikasi lapangan operasi dengan menggunakan loop ataupun mikroskopi

2. Kanulasi dari duktus parotikus melalui suatu lubang dan menempatkan kateter kecil kedalam luka untuk mengisolasi segmen distal dari bagian duktus yang mengalami transeksi. 3. Penekanan pada kelenjar parotis untuk mengeluarkan saliva ke dalam luka sehingga dapat mengidentifikasi bagian proksimal dari duktus parotikus. 4. Bagian duktus yang mengalami laserasi perlu dilakukan reparasi sesegera mungkin 5. Laserasi duktus perlu dicurigai apabila terdapat kelemahan pada bibir atas saat gerakan mencucu yang dikaitkan dengan suatu laserasi pada area pipi. 6. Duktus stensen terletak pada suatu garis khayal dari tragus ke titik tengah antara batas bibir atas dengan columella. 7. Duktus parotikus biasanya terletak inferior dari arteri dan terletak superior darisuatu percabangan nervus fasialis. 8. Laserasi duktus parotikus perlu dicurigai pada semua luka pada pipi yang terletak latero-vertikal dari pupil dan terletak inferior dari garis khayal yang horisontal setinggi level tragus. 9. Tindakan kateterisasi memberikan hasil yang baik dengan jangka waktu penggunaan selama 2 14 hari. 10. Jika bagian dari duktus stensen telah jelas mengalami cedera, tatalaksana terbaik adalah dengan re-routing melalui pembedahan rekonstruksi duktus melalui mukosa dan pembentukan suatu pembukaan yang berbentuk fishmouth untuk mengantisipasi terjadinya stenosis selama masa penyembuhan. Suatu kateter silastik dapat dipasang selama 10 hari. 11. Kegagalan dalam merawat laserasi ataupun transeksi dari duktus parotikus secara tepat dalam fase awal trauma dapat menjadi faktor utama terbentuknya stenosis duktus parotikus. Evaluasi pada pasien dengan suatu stenosis duktus parotikus memerlukan pemeriksaan sialografi. Suatu obstruksi atau stenosis ringan dapat memberikan respon yang baik terhadap tindakan dilatasi berulang, namun stenosis yang berat memerlukan tindakan pembedahan sekunder ataupun ligasi dari duktus parotikus.

Gambar 5 Reanastomosis Duktus Stensen

Gambar 6 Reanastomosis Duktus Stensen

DAFTAR PUSTAKA

1. Lewis G, Knottenbelt JD, Parotid duct injury : is immediate surgical repair necessary?, Plast. Reconstr. Surg, 2008, 22 (5) : 407 409. 2. Nahlieli O, Abramson A, et al, Endoscopic Treatment of Salivary Gland Injuries Due to Facial Rejuvenation Procedures, The Laryngoscope 118 : XX 2008. 3. J.G. Armstrong, L.B. Harrison and R.H. Spiro et al., Malignant tumors of major salivary gland origin: A matched pair analysis of the role of combined surgery and postoperative radiation therapy, Arch Otolaryngol Head Neck Surg 116 (1990), pp. 290293. 4. J.G. Armstrong, L.B. Harrison and H.T. Thaler et al., The indications for elective treatment of the neck in cancer of the major salivary glands , Cancer 69 (1992), pp. 615619. 5. Kumar, et al, Surgical management of Stensons duct injury using epidural cathether : A novel technique, Nigerian Journal of Clinical Practice, Vol. 16, 2013, p.266 268. 6. Ananthakrishan N, Prakash S, et al, Parotid fistulas : A Review, Br. J Surg 1982 : 69 : 641-643.

Anda mungkin juga menyukai