Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Pada milenium baru, 2.8% dari populasi dunia (171 juta) diperkirakan akan menderita diabetes dan pada tahun 2030, diprediksikan 4.4% dari populasi dunia yaitu 366 juta akan menderita diabetes. Perubahan demografi di seluruh dunia yang paling berperan dalam hal meningkatnya penderita DM (diabetes melitus) adalah terus meningkatnya proporsi populasi dengan usia diatas 65 tahun. Peningkatan proporsi populasi ini akan meningkat sebesar 134% dalam periode 30 tahun sehingga penduduk yang berusia 65 tahun akan bertambah dari 25 juta menjadi 48 juta di negara berkembang. (Strachan,dkk. 2008). Tentu bukan diabetes saja penyakit yang akan meningkat prevalensinya dalam periode ini. Penyakit lain yang berhubungan dengan meningkatnya proporsi populasi usia tua juga akan meningkat secara signifikan, yaitu demensia. Ketika salah satu anggota keluarga telah dikonfirmasi sebagai penderita, maka demensia akan menimbulkan banyak masalah. Hal itu berarti ketidakmanpuan penderita untuk hidup secara mandiri akan meningkat, menempatkan masalah besar pada kehidupan dan ekonomi keluarga dan juga menjadi beban ekonomi bagi masyarakat. (Strachan,dkk. 2008). Demensia adalah suatu sindroma dengan gejala adanya kemunduran fungsi intelektual dan kemampuan fungsi sosial yang mencukupi untuk memenuhi

kehidupan sehari-harinya sebagaimana orang yang waspada normal. (Sjahrir,1999) Karakteristik demensia adalah suatu sindroma klinik yang terdiri atas gejala gangguan lebih dari satu diantara beberapa komponen kognitif seperti berbahasa,

Universitas Sumatera Utara

memori, visuospatial, atensi dan fungsi eksekutif. Biasanya gangguan memori selalu ada dan diikuti oleh gangguan kognitif lainnya. Akan tetapi bila hanya ada gangguan memori saja tanpa ada penurunan fungsi intelektual/kognitif lainnya masih belum dapat digolongkan demensia tetapi dapat dimasukkan ke dalam golongan Mild Cognitive Impairment (MCI) yang mempunyai kecenderungan untuk menjadi suatu penyakit Alzheimer di kemudian hari. (Sjahrir,1999). Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai saat ini belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuroimaging, pemeriksaan darah dan pemeriksaan cairan otak yang dapat dipakai untuk menegakkan demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) Beberapa studi menemukan bahwa (DM) berhubungan dengan demensia dan gangguan fungsi kongnitif. (Arvanitakis dkk,2005 ; Bennet,2000) Hubungannya diduga merupakan efek dari hiperinsulinemia perifer pada clearance beta amyloid atau mekanisme lainnya adalah meningkatnya produk-produk glikosilasi. (Luchsinger dkk,2007). Diabetes Melitus telah dihubungkan dengan peningkatan deposit dan

penurunan clearance dari beta amyloid. Kontrol glikemik yang tidak baik dan episode hipoglikemi atau hiperglikemik jangka panjang, bisa mengarah ke mikroangiopati, berkurangnya sel saraf dan ahirnya gangguan kognitif. (Roberts dkk, 2008). Diabetes melitus berhubungan dengan ateroskeloris dari arteri serebral dan mengarah ke perubahan vaskular serebral yang menyebabkan menurunnya cerebral blood flow (CBF). Lebih lanjut hiperglikemi berhubungan dengan meningkatnya pembentukan advanced glycation end products (AGEs), yang berhubungan dengan meningkatnya deposit amyloid, pembentukan tau dan oxidative stress. (Paila dkk,2007).

Universitas Sumatera Utara

Pada suatu studi prospektif observasional ditemukan bahwa, pada kelompok pasien dengan DM nilai rata-rata MMSE (mini mental state examination) kelompok tersebut lebih menurun dalam 2 tahun pengamatan dibanding dengan yang bukan DM. (Hassing dkk,2004). Prevalensi gangguan kognitif dan demensia pada End Stage Renal Disease (ESRD) lebih dari dua kali lipat dibanding populasi umum. Beberapa studi menduga Chronic Kidney Disease (CKD) mungkin merupakan faktor resiko untuk gangguan kognitif. Ada beberapa faktor yang disarankan sebagai mediator terjadinya gangguan kognitif pada ESRD, seperti anemia, dan inflamasi yang mungkin saja muncul pada tahap awal CKD. (Kurella dkk,2005) Faktor yang lain yang mungkin berperan pada gangguan kognitif pada ESRD termasuk tingginya prevalensi faktor resiko kardiovaskular yang menyebabkan kerusakan subklinis dan uremia, dan hal itu dihubungkan dengan kelainan metabolik. Peningkatan resiko untuk stroke dan ateroskeloris karotis diantara ESRD juga berpredisposisi untuk gangguan kognitif. (Hailpern,2007). Mild Cognitive Impairment adalah status transisi antara kognitif normal pada orang tua dengan demensia. Tidak adanya pengobatan kuratif untuk demensia, maka indentifikasi subjek dengan resiko tinggi terkena demensia dan faktor yang dapat dimodifikasi bisa saja memberi intervensi yang akan mencegah progresivitas dari yang preklinis (MCI) menjadi yang klinis (demensia). (Roberts dkk, 2008). Berdasarkan uraian diatas telah banyak penelitian yang meneliti hubungan antara DM dengan gangguan fungsi kognitif. Chronic Kidney Disease (CKD) juga telah lama diketahui sebagai salah satu komplikasi mikrovaskular dari DM.

(Harrisons,2005). Telah ada beberapa penelitian yang menghubungkan antara CKD dengan gangguan fungsi kognitif. Namun masih sedikit data yang meneliti hubungan

Universitas Sumatera Utara

antara penurunan fungsi ginjal dalam hal ini penurunan nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) dengan gangguan fungsi kognitif yang khusus pada penderita DM.

2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitianpenelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara nilai GFR dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien DM?

3.

Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan nilai GFR dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien DM. 3.1. Tujuan Khusus 3.1.1 Untuk mengetahui hubungan nilai GFR dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien DM yang berobat ke poliklinik Endokrinolgi RSUP HAM Medan. 3.1.2 Untuk mengetahui karakteristik demografi, kadar creatinine serum, nilai GFR, skor MMSE dan skor Clical Dementia Rating (CDR) dari subjek penelitian. 3.1.3 Untuk mengatahui hubungan karakteristik demografi dengan kadar creatinine serum dan nilai GFR dari subjek penelitian 3.1.4 Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi dengan skor MMSE dan skor CDR dari subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

3. Hipotesis Ada hubungan nilai GFR dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien DM.

4. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui hubungan nilai GFR dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien penderita DM, maka dapat meningkatkan kewaspadaan pasien dan dokter yang merawat terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif pada pasien DM.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai