Anda di halaman 1dari 0

18

TINJAUAN PUSTAKA
Destilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)
Destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) atau Palm Fatty Acid
Destilate (PFAD) merupakan produk samping proses pemurnian minyak sawit
dalam industri minyak goreng. Tahapan proses pemurnian minyak adalah
pemisahan gum (degumming), pemisahan asam lemak bebas (deasifikasi/
netralisasi), pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorasi).
Proses degumming perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, sebab
sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dan alkali pada
proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat
proses pemisahan sabun dari minyak (Ketaren 2005).
Deasifikasi atau netralisasi merupakan proses pemisahan asam lemak
bebas dalam minyak, yang dapat dilakukan dengan metode kimia, fisik, biologis,
reesterifikasi, ekstraksi pelarut, supercritical fluid extraction dan teknologi
membran. Deasifikasi secara kimia dilakukan dengan cara mereaksikan asam
lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun. Basa yang biasa digunakan
adalah NaOH, proses ini dikenal dengan istilah caustic deacidification (Bhosle
2004).
Bleaching merupakan salah satu tahapan proses pemurnian minyak yang
bertujuan untuk menghilangkan zat warna, dilakukan dengan mencampur minyak
dengan sejumlah kecil adsorben seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif
(activated clay) dan arang aktif (Ketaren 2005).
Deodorasi dilakukan untuk memisahkan rasa dan bau dari minyak, prinsip
dari proses deodorasi yaitu destilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara.
Pada suhu tinggi, komponen-komponen yang menimbulkan bau mudah diuapkan
kemudian melalui aliran uap komponen tersebut dipisahkan dari minyak.
Komponen-komponen yang dapat menimbulkan rasa dan bau dari minyak antara
lain asam lemak bebas, aldehida, keton, hidrokarbon dan minyak essensia
(Djadmiko dan Widjaja 1985). Deodorisasi dilakukan dengan cara menguapkan
komponen-komponen volatil, proses ini dilakukan secara kontinu pada suhu 245-
265
o
C dalam keadaan vakum 1-2 tor (Siswanto 2000). Pada proses deodorasi ini
destilat asam lemak minyak sawit dihasilkan. Pemisahan asam lemak bebas


19

penting dilakukan di industri minyak goreng karena kandungan asam lemak bebas
yang tinggi pada minyak akan menyebabkan minyak mudah teroksidasi dan
menyebabkan rendahnya titik asap. Titik asap yang rendah mengakibatkan
minyak tidak dapat dipergunakan pada suhu tinggi, sehingga fungsi minyak
sebagai media penghantar panas tidak tercapai.
Menurut Gapor et al. (1992) pada produksi minyak kelapa sawit akan
menghasilkan produk samping destilat asam lemak sawit sebesar 3-3,7 % w/w
dari minyak sawit kasar. Pembentukan asam lemak bebas pada minyak sawit
kasar merupakan suatu kerusakan yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis,
mekanisme reaksi hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada saat ini sebagian besar DALMS baru dimanfaatkan untuk bahan
pembuatan sabun yang bernilai ekonomi rendah. Produksi minyak sawit kasar
Indonesia pada tahun 2005-2010
a
dan perkiraan jumlah DALMS yang dihasilkan
dapat dilihat pada Tabel 1.


Gambar 1 Mekanisme reaksi hidrolisis (Ketaren 2005)

Tabel 1 Produksi minyak sawit kasar dan DALMS tahun 2005-2010
a

Tahun
a
Total produksi minyak sawit
kasar (ton)
a

Perkiraan jumlah
DALMS (ton)
c

2005
2006
2007
b

2008
b

2009
b

2010
b

19.300.000
21.700.000
23.300.000
25.300.000
27.500.000
29.700.000
579.000
651.000
699.000
759.000
825.000
891.000

a
Sumber : Ditjen Perkebunan (2007)
b
Perkiraan oleh Ditjen Perkebunan
c
Perkiraan dengan asumsi DALMS = 3% dari jumlah minyak sawit kasar


20

DALMS mengandung asam lemak bebas sekitar 80% terutama dari jenis
asam lemak palmitat dan oleat, 14.5% asilgliserol (campuran mono, di, dan
triasilgliserol), 0.4% sterol (-sitosterol, stigmasterol dan kolesterol) serta 1.5%
hidrokarbon (squalen). Asam lemak bebas merupakan salah satu faktor penentu
mutu minyak sawit dan juga merupakan salah satu indikator dalam kerusakan
minyak. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasi
asam lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai, oleh
karena itu dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas
serendah mungkin (Ketaren 2005).
Asam lemak bebas yang terdapat pada DALMS dapat diolah lebih lanjut
melalui reaksi esterifikasi dengan gliserol dan katalis lipase untuk menghasilkan
monoasilgliserol dan diasilgliserol, selanjutnya monoasilgliserol dan diasilgliserol
dapat dipergunakan sebagai emulsifier pada produk pangan atau non pangan
seperti kosmetik dan obat-obatan (Elizabeth dan Boyle 1997). Komposisi asam
lemak DALMS hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi asam lemak DALMS yang digunakan sebagai substrat
esterifikasi enzimatis dari beberapa peneliti
Asam
lemak
Nama asam
lemak
BM Jumlah (% )
a


Jumlah (%)
b

C8 : 0
C10: 0
C12 :0
C14: 0
C16: 0
C16: 1
C18: 0
C18: 1
C18: 2
C18: 3
C20: 0
C20: 1
C24:0
Kaprilat
Dekanoat
Laurat
Miristat
Palmitat
Palmitoleat
Stearat
Oleat
Linoleat
Linolenat
Arakidonat

Lignocerat
144
172
200
228
256
254
284
282
280
278
312
310
368
-
0,050
0,546
1,536
54,276
0,204
3,724
30,335
8,382
0,249
0,186
0,380
0,132
-
-
0,15
0,15
47,58
0,19
5,14
34,75
10,35
0,38
0,37
-
-

a
Sumber : Christina (2000)
b
Sumber :Atmaja (2000)






21

Enzim Lipase
Lipase (EC 3.1.1.3; triasil gliserol hidrolase) merupakan enzim yang
sangat fleksibel karena lipase tidak hanya dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis
trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol seperti dapat dilihat pada
Gambar 2 tetapi juga dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi maupun
esterifikasi. Substrat alami enzim lipase adalah trigliserida dari asam lemak rantai
panjang. Trigliserida tersebut tidak larut di dalam air dan enzim lipase
dikarakterisasi dengan melihat kemampuannya dalam mengkatalisis hidrolisis
ikatan ester pada interfase. Kemampuan menghidrolisis ester asam lemak rantai
panjang yang tidak larut membedakan lipase dari esterase yang selama ini sering
dikacaukan karena daya kerjanya yang sangat mirip yaitu mengkatalisis hidrolisis
ester karboksilat. Esterase cenderung bekerja pada ester karboksilat yang bersifat
larut dibandingkan yang tidak larut (Winarno 1999).

Trigliserida
lipase
Digliserida + asam lemak bebas
lipase
Monogliserida + asam lemak bebas
lipase
Gliserol + asam lemak bebas
Gambar 2 Reaksi lipase dengan substrat trigliserida ( Muchtadi D et al.1992)

Substrat lipase dapat berupa trigliserida atau ester asam karboksilat dan
amida dalam bentuk larut maupun tak larut. Enzim lipase dapat dihasilkan dari
sejumlah mikroorganisme (bakteri, kapang, khamir), hewan dan tumbuhan.
Produksi enzim dari hewan dan tumbuhan memiliki kelemahan sehingga industri
umumnya menggunakan pembiakan mikroorganisme. Mikroorganisme penghasil
lipase dari bakteri antara lain Pseudomonas fluorescens, Staphylococcus carnosus,
Bacillus stearothermophillus dan Chromobacterium viscosum. Lipase yang
berasal dari kapang adalah Aspergillus niger, Mucor miehei dan Rhizophus
delemar. Lipase dari khamir dapat diperoleh dari Candida cylindriceae, Candida


22

auriculariae, Candida curvata, Hansenula aromala dan jenis khamir lainnya
(Brockman 1984).
Penggunaan lipase akhir-akhir ini berkembang pesat terutama setelah
diketahui kemampuan enzim ini bereaksi dalam medium organik dan
ketersediaannya secara komersial dari berbagai merk dipasaran. Berbagai produk
yang dikatalisis oleh lipase telah dieksplorasi oleh para peneliti dan dilaporkan
sangat berpotensi diaplikasikan di industri (Bastida 1998).
Enzim lipase dapat mengkatalisa reaksi esterifikasi antara asam lemak
bebas dengan gliserol dan menghasilkan monoasilgliserol. Hasil yang didapatkan
lebih spesifik pada posisi sn-1,3 ; yaitu transfer gugus asil terjadi pada posisi 1
dan atau 3 menghasilkan monoasilgliserol dengan gugus asil di posisi 1 atau 3
(1(3)- MAG) dan DAG dengan gugus asil pada posisi 1 dan 3 (1,3- DAG)
(Elizabeth dan Boyle 1997). Jensen et al. (1990) menyatakan bahwa spesifisitas
enzim dipengaruhi oleh sifat fisikokimia enzim dan substrat seperti pH, suhu,
jenis pelarut, modifikasi fisik atau kimia dan sumber enzim. Sedangkan (Van
camp et al. 1998) menyatakan bahwa selektifitas dan spesifisitas lipase sangat
tergantung pada kondisi yang diterapkan selama proses seperti aw, pH, suhu, tipe
pelarut, pilihan kosubstrat dan imobilisasi. Peningkatan suhu pada enzim tertentu
dapat meningkatkan kecepatan reaksi sebaliknya sampai batas tertentu
peningkatan suhu reaksi dapat menurunkan kecepatan reaksi bahkan dapat
menginaktifkan enzim.
Menurut Elizabeth dan Boyle (1997), produksi monoasilgliserol
menggunakan katalis lipase memiliki beberapa kelebihan antara lain; kondisi
reaksi lebih ramah, khususnya suhu reaksi lebih rendah yaitu sekitar 22-70
o
C;
lemak atau minyak yang dapat digunakan lebih bervariasi karena berbagai
lipozyme 1M dapat menunjukkan aktivitas pada berbagai asam lemak, lebih
banyak pilihan lipase dengan spesifisitas tertentu untuk menghasilkan produk
yang spesifik; energi yang dipergunakan lebih rendah dan proses produksi lebih
bersifat ramah lingkungan.
Aplikasi lipase telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menghasilkan
berbagai produk turunan atau produk modifikasi lemak/minyak. Produk-produk
hasil reaksi menggunakan lipase tersebut antara lain MAG yang bersifat


23

antibakteri dari minyak kelapa (Mappiratu 1999) MAG fungsional (Watanabe
2002), ester asam lemak untuk flavor (Babali et al. 2001), surfaktan sorbitan oleat
(Xu et al. 2003), lemak coklat dari minyak sawit (Satiawiharja et al.1999),
produk makanan bayi yang kaya kandungan asam palmitat pada posisi 2 (Quinlan
dan Moore 1993), trigliserida kaya DHA (Irimescu et al. 2001), butyl oleat untuk
aditif biodiesel (Linko et al. 1995) dan lain-lain.

Gliserol
Nama lain gliserol adalah gliserin yaitu suatu larutan kental yang memiliki
rasa manis, tidak berwarna, tidak berbau dan bersifat higroskopis. Rumus kimia
dari gliserol adalah C
3
H
8
O
3
dengan nama kimia propane-1,2,3-triol. Berat
molekul gliserol 92,10, masa jenis 1,261 g/cm
3
, titik didih 290
o
C dan viskositas
1,5 Pa.s. Gliserol merupakan gula alkohol dan mempunyai tiga gugus hidroksil
yang bersifat hidrofilik sehingga dapat larut dalam air (Anonim 2006).
Gliserol banyak terdapat dalam bentuk gliserida pada lemak atau minyak
dalam jaringan hewan atau tumbuhan. Gliserol juga dapat sebagai produk samping
hidrolisis lemak dan minyak, selain asam lemak bebas dan garam logam (sabun).
Gliserol sering digunakan sebagai pelarut, pemanis, humektan, bahan tambahan
pada industri peledak, kosmetik, sabun cair, permen dan pelumas. Gliserol juga
dipakai sebagai komponen antibeku (cryoprotectant) suatu campuran dan sebagai
sumber nutrisi pada kultur fermentasi dalam produksi antibiotik (Anonim 2006).
Gliserol dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan
monogliserida, digliserida dan trigliserida melalui proses reaksi esterifikasi atau
interesterifikasi secara kimia atau enzimatis. Bila suatu radikal asam lemak
berikatan dengan gliserol akan terbentuk suatu monogliserida. Trigliserida akan
terbentuk bila tiga asam lemak beresterifikasi dengan satu molekul gliserol
(Winarno 2002). Penggunaan gliserol akan menyebabkan reaksi keseimbangan
menuju ke arah kanan reaksi esterifikasi sehingga menghasilkan produk
monodiasilgliserol yang cukup tinggi (Fischer 1998).





24

Emulsifier Mono-diasilgliserol (M-DAG)
Sistem emulsi pangan maupun non pangan bersifat jauh lebih kompleks
dibandingkan definisi emulsi, yaitu dispersi koloidal suatu droplet cairan pada
fase cairan lain; karena fase terdispersi dapat berupa padatan atau fase kontinyu
mungkin mengandung bahan yang terdiri dari kristal padatan, seperti pada es krim
(Bos et al. 1997). Persamaan karakter pada hampir semua sistem emulsi adalah
ketidakstabilan emulsi. Ketidakstabilan atau rusaknya sistem emulsi dapat dicegah
dengan cara menggunakan alat mekanik untuk mengatur ukuran droplet
terdispersi atau dengan menambahkan bahan penstabil seperti emulsifier. Tujuan
utama penambahan emulsifier adalah mencegah coalesen atau penggabungan
irreversibel dua atau lebih droplet atau partikel menjadi unit yang lebih besar
(Kamel 1991).
Emulsifier adalah salah satu ingredien unik dalam industri pangan, yang
biasanya digunakan dalam bakeri, mayonnaise, margarin, minuman yang
diformulasi, industri coklat, modifikasi adonan dan beberapa aplikasi yang lain.
Emulsifier yang umum dihasilkan dari suatu industri pengolahan minyak
tumbuhan adalah monogliserida, digliserida dan ester propilen glikol (Hui 1996).
Emulsifier campuran M-DAG didefinisikan sebagai emulsifier lipofilik
yang mengandung monogliserida dan digliserida, yang dibuat dengan
mereaksikan gliserol dan lemak atau minyak yang spesifik (Igoe dan Hui 1996).
M-DAG dapat berupa ester yang padat dan mempunyai titik leleh tinggi, ester
yang berbentuk cair pada suhu ruang, maupun ester berbentuk plastis yang
bersifat antara padat dan cair (Zielinski 1997; OBrien 1998). M-DAG memiliki
struktur molekul yang terdiri dari bagian hidrofilik pada gugus OH dan bagian
lipofilik pada gugus ester asam lemak, struktur MAG, DAG dan TAG dapat
dilihat pada Gambar 5.
Bentuk emulsifier M-DAG dipengaruhi asam lemak penyusunnya,
semakin banyak asam lemak mengandung ikatan rangkap maka bentuk emulsifier
akan semakin lunak. Hubungan antara besarnya bilangan iod suatu emulsifier
dengan bentuk serta kegunaannya pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 4.



25


Gambar 5 Struktur molekul Monodiasilgliserol (MAG), Diasilgliserol (DAG) dan
Triasilgliserol (TAG)(Hassenhuettl 1997)

Emulsifier adalah bahan yang mampu mengurangi tegangan permukaan
pada interfasial dua fase yang pada keadaan normal tidak bercampur,
menyebabkan keduanya bercampur dan membentuk emulsi (Dziezak 1988).
Emulsifier termasuk bahan dalam formulasi untuk meningkatkan formasi dan
stabilisasi emulsi seperti aerasi busa dan suspensi. Emulsifaier memiliki gugus
hidrofilik dan terikat pada fase akueus dan rantai lipofilik yang cenderung berada
pada fase minyak (Hassenhuettl 1997).
Menurut Krog (1990), emulsifier memiliki berbagai fungsi, terutama untuk
meningkatkan stabilitas emulsi, menstabilkan sistem aerasi, mengatur aglomerasi
dari globula lemak; memodifikasi tekstur, umur simpan dan sifat reologi dengan
mengkompleks molekul pati dan protein, mengembangkan tekstur pangan yang
berbasis lemak dengan mengatur polimorfisme dari lemak.
Emulsifier sintetik mulai digunakan pada pertengahan abad 20 dan
pemakaiannya berkembang seiring dengan berkembangnya industri pangan olahan
yang memerlukan teknologi untuk memproduksi dan mempertahankan kualitas
produk Emulsifier digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk emulsi
seperti salad dressing yang dapat disimpan lebih dari setahun tanpa terpisah fase
air dan minyaknya (Hassenhuettl 1997).
Campuran mono dan diasilgliserol (M-DAG) adalah emulsifier komersial
pertama di Amerika yang pada tahun 1929 diaplikasikan pada produk margarin
dan sejak saat itu emulsifier telah menjadi produk yang dibutuhkan dalam jumlah
besar pada sektor industri. Pemakaian emulsifier pada tahun 1982 adalah sebesar
120 juta kg dengan konsumsi pemakaian M-DAG sebesar 96 juta kg (Dziezak
1988).


26

Tabel 4 Kegunaan emulsifier M-DAG pada produk pangan
Bentuk Emulsifier Kegunaan Produk Pangan
Keras
Bilangan iod > 5
Menjaga kelembutan
Pelembut crumb
Pengembang volume
Meningkatkan keempukan
Memperbaiki tekstur
Aerasi adonan
Memperbaiki palatabilitas
Mengurangi kelengketan
Anti lengket
Stabilisasi minyak
Rehidrasi
Memperkuat emulsi
Stabilitas pembekuan
Semua produk bakeri
Semua produk bakeri
Semua produk bakeri
Semua produk bakeri Kue
Kue
Roti
Permen dan permen karet
Pasta
Mentega kacang
Kentang goreng
Margarin
Produk beku

Plastis
Bilangan iod 60-80
Perantara antara bentuk
keras dan lunak
Semua produk
Lembut
Bilangan iod> 90
Aerasi
Absorbsi air
Perbaikan tekstur
Emulsi lemah
Pelapis dan pengisi es
Pelapis dan pengisi es
Saus
Margarin
Sumber: O Brien (1998)

Campuran mono dan diasilgliserol (M-DAG) termasuk ke dalam golongan
polimorfik seperti trigliserida. Kristal M-DAG yang berasal dari proses
pendinginan masih dalam bentuk kristal . Kristal termasuk kristal yang bersifat
intermediat dan akan berubah menjadi kristal yang lebih stabil dan memiliki
titik leleh yang lebih tinggi dibanding kristal . Monogliserida dapat larut dengan
sempurna dalam lemak dan minyak dan terdispersi dalam air pada kondisi tertentu
(Gunstone et al. 1994).

Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4 merupakan reaksi
yang menghasilkan senyawa ester dari asam karboksilat dan alkohol. Proses
esterifikasi memerlukan katalis berupa katalis logam atau biokatalis (enzim).
Reaksi esterifikasi dengan katalis logam berlangsung pada suhu dan tekanan
tinggi, sedangkan dengan biokatalis banyak dilaporkan dapat berlangsung pada
suhu yang relatif rendah (Harnanik 2005). Linko et al. (1995) menyimpulkan
bahwa kandungan air awal sistem reaksi, jumlah enzim dan rasio mol substrat


27

merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi hasil
esterifikasi.


R
1
OH + R
2
COOH R
2
COOR
1
+ H
2
O
Keterangan : R
1
OH adalah alkohol
R
2
COOR
1
adalah ester
R
2
COOH adalah asam karboksilat
H
2
O adalah air
Gambar 3 Skema reaksi esterifikasi (Harnanik 2005)


Gambar 4 Reaksi esterifikasi satu molekul asam lemak dengan satu molekul
gliserol (Winarno 2002)

Esterifikasi langsung dari gliserol dan asam lemak menghasilkan
monogliserida, digliserida dan trigliserida pada berbagai tingkatan. Komposisi
dari produk akhir tergantung pada rasio gliserol : asam lemak, tipe asam lemak
dan kondisi proses yang diterapkan. Esterifikasi dapat dilakukan dengan atau
tanpa katalis, proses reaksi tanpa menggunakan katalis memerlukan suhu reaksi
yang tinggi dan waktu yang lama serta menghasilkan produk yang cenderung
berwarna gelap (Hui 1996).
Penelitian yang dilakukan sebelumnya Oleh Pujiastuti (1998) adalah
menggunakan DALMS sebagai sumber asam lemak bebas dan gliserol sebagai
kosubtratnya untuk menghasilkan M-DAG dengan enzim lipase komersial
Rhizomucor miehei. Sintesis M-DAG mencapai optimum pada kondisi reaksi
sebagai berikut : rasio DALMS dengan gliserol 2:3, enzim lipase 400 mg, suhu
60
o
C, waktu 4 jam, waktu pengendapan 24 jam.


28

Christina (2000) telah berhasil mengoptimasi proses produksi M-DAG
dari DALMS dengan memodifikasi metode Pujiastuti yaitu enzim dipisahkan baru
direfrigerasi dan enzim yang digunakan 1 g sedangkan kondisi yang lain sama.
Selain itu Christina juga telah mengkarakterisasi sebagian sifat fisiko-kimia dan
sifat fungsionalnya serta mengaplikasikannya pada beberapa produk pangan.
Namun demikian produk yang dihasilkan masih cukup banyak mengandung asam
lemak bebas dan memiliki bau kurang disukai.

Tabel 3 Perbandingan hasil reaksi sintesis M-DAG secara enzimatik berbahan
dasar DALMS beberapa peneliti.

Parameter Pujiastuti
(1998)
Christina
(2000)
Kitu
(2000)
Lukita
(2000)
Substrat 10g DALMS
+ 14 g gliserol
10g DALMS
+ 14 g gliserol
10gDALMS+
14 g gliserol
30g DALMS +
45,92 g gliserol
Jumlah
enzim
400 mg 1 mg 1,2 g 1,5 g
Kondisi
reaksi
suhu 60
o
C,
waktu 4 jam,
200 rpm,
pengendapan
24 jam
suhu 60
o
C,
waktu 4 jam,
200 rpm,
pengendapan
24 jam
suhu 60
o
C,
waktu 4 jam,
suhu
fraksinasi 5
C
suhu 60
o
C,
waktu 4 jam,
suhu fraksinasi
10 C
% MAG 57,19 22,21 75,90 75,39
% DAG 28,15 41,38 13,04 16,64
% TAG 0,52 1,13 0,55 1,31
% ALB 14,14 35,28 10,51 6,65
%
Rendemen
24,42 42,47 32,10 31,06

Kitu (2000) juga menggunakan enzim komersial Lipozim dari Rhizomucor
miehei dan substrat DALMS untuk menghasilkan M-DAG dengan kondisi reaksi
sebagai berikut rasio substrat 10 g DALMS berbanding 14 g gliserol, lipase 5%
dari total substrat, waktu 4 jam dan suhu fraksinasi 5
o
C. Lukita (2000)
mensintesis M-DAG menurut metode Kitu dengan skala yang ditingkatkan yaitu
30 g DALMS, 45,92 gliserol suhu 50
o
C, waktu 4 jam, enzim 2% dan suhu
fraksinasi 10
o
C.


29

Perbandingan hasil reaksi esterifikasi dari beberapa peneliti tersebut
disajikan dalam Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa ke empat peneliti
sebelumnya mereaksikan substrat DALMS dan gliserol dengan kondisi reaksi
(suhu dan waktu) yang sama yaitu suhu 60
o
C dan waktu reaksi 4 jam tetapi
enzim yang digunakan bervariasi yaitu berkisar 400 mg sampai 1,2 g untuk berat
substrat yang sama yaitu 10 g DALMS dan 14 g gliserol. Hasil reaksi yang
diperoleh bervariasi dari 22,21% sampai 75,90% untuk fraksi MAG, 13,04%
sampai 41,38% untuk fraksi DAG, 0,52% sampai 1,13% untuk fraksi TAG dan
24,42% sampai 42,47% untuk rendemen dengan kadar asam lemak bebas berkisar
antara 6,65% sampai 35,28 %. Untuk jumlah substrat yang ditingkatkan menjadi
30 g DALMS dan 45,92 g gliserol, enzim ditingkatkan menjadi 1,5 g dan kondisi
reaksi tetap yaitu suhu 60
o
C dan waktu reaksi 4 jam diperoleh fraksi MAG
75,39%, fraksi DAG 16,64%, fraksi TAG 1,31% dan rendemen 31,06% dengan
kadar asam lemak bebas 6,65%.

Peranan Pelarut Dalam Sintesis Mono-diasilgliserol (M-DAG)
a. Heksan
Faktor- faktor yang mempengaruhi rendemen dalam biosintesis M-DAG
antara lain kadar air sistem reaksi, jenis pelarut organik (polaritas pelarut) dan
sifat kespesifikan lipase serta faktor lain yang berpengaruh terhadap aktivitas
lipase seperti pH, suhu dan konsentrasi substrat (Mappiratu 1999).
Pengaruh jenis pelarut (sifat polaritas pelarut) terhadap rendemen M-DAG
dilaporkan oleh Li dan Ward (1993) di dalam Mappiratu (1999) pada reaksi
gliserolisis konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan menggunakan lipase PS-
30 dan lipase IM-60. Derajat sintesis dalam satuan persen yang sebanding dengan
rendemen M-DAG relatif lebih rendah dalam pelarut organik yang bersifat lebih
polar (benzena, aseton dan kloroform) dibandingkan dalam pelarut yang bersifat
lebih non polar (hidrokarbon).
Fraksi massa M-DAG untuk semua kadar air medium reaksi yang
diterapkan meningkat sejalan dengan meningkatnya sifat ketidak polaran pelarut.
Pelarut petroleum eter menempati urutan tertinggi dalam hal biosintesis M-DAG


30

yaitu mencapai rendemen 29,40% diikuti berturut-turut pelarut heksan dengan
rendemen 28,35%, campuran heksan /dietil eter dan terakhir pelarut dieter etil
(Mappiratu 1999).
Heksan adalah suatu hidrokarbon alkana dengan rumus kimia
CH
3
(CH
2
)
4
CH
3
, berupa cairan tidak berwarna dengan massa molar 86,18 g/ mol,
densitas 0,6548 g/ml, titik leleh -95 C dan titik didih 69 C serta viskositas 0,294
cP pada 25 C. Heksan memiliki 5 isomer yaitu heksan dengan 6 atom C
(CH
3
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
CH
3
), isoheksan CH
3
CH(CH
3
)CH
2
CH
2
CH
3
, 3- Metil
pentana CH
3
CH
2
CH(CH
3
)CH
2
CH
3
, 2,3- Dimetilbutana
CH
3
CH(CH
3
)CH(CH
3
)CH
3
, 2,2- Dimetilbutana CH
3
C(CH
3
)
2
CH
2
CH
3
.
Heksan pada umumnya diproduksi pada proses pemurnian minyak bumi
kasar, dimana pada industri 50 % berupa isomer dengan rantai lurus yaitu fraksi
yang mendidih pada 65-70 C. Isomer dari heksan sebagian besar tidak reaktif dan
sering digunakan sebagai pelarut inert dalam reaksi organik, karena heksan
bersifat sangat tidak polar.

b. Butanol
Yang dan Parkin (1994) didalam Mappiratu (1999) melaporkan bahwa
fraksi massa M-DAG yang dihasilkan dari gliserolisis minyak mentega dalam
pelarut tertier-butanol dengan lipase PS-30 dalam gel ENT-3400 mencapai
maksimum pada kadar air 0,4% sedangkan dengan lipase PS-30 dalam gel ENTP-
4000 mencapai maksimum pada kadar air 0,8%
Menurut Rendon et al. (2001) reaksi tanpa menggunakan pelarut transfer
massa yang terjadi akan lebih kecil akibat tingginya viskositas, sedangkan pada
reaksi yang menggunakan pelarut viskositas akan lebih rendah dan transfer massa
lebih tinggi sehingga rendemen yang dihasilkan juga lebih tinggi.
Butanol atau butil alkohol atau kadang-kadang disebut sebagai biobutanol
jika diproduksi secara biologi, adalah suatu alkohol primer dengan 4 atom Carbon
dan rumus molekulnya C
4
H
10
O. Butanol merupakan suatu cairan bening, massa
molar 74,1216 g/ mol, densitas 0,8098 g/ cm
3
pada 20 C, titik leleh 89,5 C,
titik didih 117,73 C, kelarutan dalam air 9,1 ml/ 100 ml H2O pada 25 C dan


31

viscositas 3 cP pada 25 C. Pada umumnya butanol digunakan sebagai pelarut,
sebagai intermediat dalam sintesis kimia dan sebagai bahan bakar.
Butanol memiliki 4 isomer, n- butanol atau 1- butanol adalah isomer
rantai lurus dengan gugus OH pada C ujung, isomer berantai lurus dengan gugus
OH pada atom C yang ditengah disebut sec- butanol atau 2- butanol sedangkan
isomer dengan rantai bercabang dan gugus OH pada C ujung disebut isobutanol;
2- metil -1- propanol, isomer ke empat adalah isomer bercabang dengan gugus
OH pada atom C yang ditengah disebut tertier - butanol atau 2- metil-2- propanol.
Isomer butanol dengan struktur yang berbeda akan memiliki titik didih dan titik
leleh yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai