Anda di halaman 1dari 0

KARYA TULIS

PENGERJAAN KAYU DAN SIFAT PEMESINAN


KAYU




Disusun Oleh:
Tito Sucipto, S.Hut., M.Si.
NIP. 19790221 200312 1 001













DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009
Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
keajaiban-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis mengenai Pengerjaan
Kayu dan Sifat Pemesinan Kayu.
Karya tulis ini berisi tentang gambaran umum mengenai pengerjaan kayu
dan sifat pemesinan kayu sebagai dasar pengolahan kayu. Penulis berharap
semoga karya tulis ini dapat memperkaya khasanah wawasan dan pengetahuan di
bidang ilmu dan teknologi kayu.
Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran
dan masukan yang konstruktif demi menyempurnakan karya tulis.


Medan, Desember 2009


Penulis
Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL........................................................................................................iii
Pengerjaan Kayu..........................................................................................................1
Pemesinan Kayu...........................................................................................................3
Referensi ......................................................................................................................8


































Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Nilai bebas cacat dan klasifikasi mutu sifat pemesinan...........................................4










































Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
PENGERJAAN KAYU DAN SIFAT PEMESINAN KAYU


Pengerjaan Kayu
Pengerjaan kayu (wood working) bertujuan untuk mengkonversi kayu
solid maupun panel kayu menjadi produk berdaya guna, bernilai dan berestetika
tinggi lewat serangkaian proses. Industri pengerjaan kayu, khususnya industri
furniture membutuhkan persyaratan kualitas bahan baku lebih tinggi
dibandingkan dengan industri kayu komposit lainnya. Di samping itu proses
produksi industri pengerjaan kayu lebih rumit daripada industri-industri lainnya,
karena kayu mengalami berbagai macam perlakuan secara bertahap, mulai dari
proses penggergajian, pengeringan, pemotongan, penyerutan, pembentukan,
pengeboran, pembubutan, pengampelasan hingga pengecatan akhir (Darmawan,
1997). Kualitas barang yang dibuat dari kayu seperti meubel, peralatan rumah
tangga dan barang kerajinan tergantung kepada hasil pengerjaan kayu. Sifat
pengerjaan kayu dinyatakan secara kualitatif seperti mudah, sulit, baik, kusam,
mengkilap dan sebagainya.
Ruang lingkup pengerjaan kayu adalah mulai dari perencanaan (planning),
pendesainan (designing), pemesinan (machining) atau pemotongan (cutting),
perakitan (assembling) dan pengkilapan (finishing). Mesin yang umum digunakan
dalam proses pengerjaan kayu antara lain planer (surfacer), shaper, turning
machine, borer, mortise machine dan sander. Planer berfungsi untuk menyerut
dan meratakan permukaan kayu. Shaper berfungsi membentuk profil tertentu pada
sisi kayu. Turning machine berfungsi membubut kayu menjadi berprofil bulat.
Borer berfungsi melubangi kayu untuk titik awal pemotongan jigsaw, penuntun
arah sekrup/paku, lubang pasak kayu dan tempat dudukan kepala sekrup/paku.
Sander berfungsi menghaluskan permukaan potong tahap lanjut sehingga
menghasilkan permukaan kayu yang lebih halus (Darmawan,1997).
Sifat pengerjaan sangat dipengaruhi oleh berat jenis kayu. Makin tinggi
berat jenis kayu, semakin tebal dinding sel kayu, menyebabkan kayu semakin
keras. Hal ini menyebabkan kayu makin sukar dipotong, dibelah maupun dibubut.
Adanya tilosis atau mineral di dalam lumen menyebabkan alat pengolah (mata
Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
gergaji, pisau serut atau mata bubut) akan cepat tumpul. Struktur anatomis kayu
akan mempengaruhi mutu olahan. Serat berpilin atau berombak menyebabkan
permukaan kayu olahan tidak licin (Coto dkk, 1989).
Darmawan (2000) dalam Siswanto (2002) menyatakan bahwa secara
umum aspek yang memegang peranan penting dalam industri pengerjaan kayu
adalah penampilan akhir kayu setelah dikerjakan (surface roughness), masa pakai
pisau (tool life) dan konsumsi energi listrik (cutting power consumption). Surface
roughness diukur dengan menggunakan alat texture measuring instrument yang
akan menghasilkan gelombang. Permukaan halus akan ditunjukkan dari variasi
gelombang yang dihasilkan tidak jauh berbeda, sedangkan permukaan kasar
ditunjukkan dengan gelombang yang bervariasi. Masa pakai pisau dikatakan baik
jika masa pakainya lama serta tidak mudah tumpul setelah digunakan.
Penggunaan mesin-mesin pengerjaan kayu akan ekonomis jika energi listrik yang
digunakan utnuk memotong atau mengerjakan kayu rendah, sehingga akan
meningkatkan efisiensi pengolahan kayu.
Menurut Standar ASTM D 1666-99, jenis dan bentuk cacat yang timbul
dari pengerjaan kayu adalah:
a. Cacat pengetaman, yaitu serat bulu halus (fuzzy grain), serat terangkat (raised
grain) dan tanda bekas serpih (chip mark).
b. Cacat pembentukan, yaitu serat bulu halus, serat terangkat dan tanda bekas
serpih.
c. Cacat pembubutan, yaitu serat bulu halus, serat patah dan permukaan kasar
(roughness).
d. Cacat pengeboran, yaitu serat bulu halus, kelicinan (smothness), bagian yang
tidak hancur (crushing) dan bekas sobekan (tearcut).
e. Cacat lubang persegi, yaitu kelicinan, bekas sobekan dan bagian yang tidak
hancur.
f. Cacat pengampelasan, yaitu serat bulu halus dan bekas garukan (scratching).
Serat berombak mempunyai kemiripan yang sama dengan serat berpadu.
Kayu yang digergaji dari batang berserat berombak atau berpadu akan
menghasilkan serat yang melintang. Serat ini akan membuat keteguhan kayu
berkurang. Kelainan arah serat dapat memberikan pola gambaran pada bidang-
Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
bidang kayu gergajian, sehingga merupakan sifat yang disukai untuk perkakas
rumah/perabot. Untuk keperluan bahan bangunan konstruksi, kayu dengan unsur
kekuatan tinggi dan arah serat lurus lebih diutamakan. Pada pekerjaan
menggergaji potongan-potongan kayu yang kecil, masih dapat diperhatikan arah
serat, tetapi pada kayu yang panjang umumnya sulit didapat serat yang lurus
(Damanauw, 1990).

Pemesinan Kayu
Pemesinan kayu merupakan proses pabrikasi dari produk kayu seperti
kayu gergajian, vinir dan bagian-bagian dari furniture. Tujuan pengerjaan kayu
adalah untuk menghasilkan suatu dimensi dan bentuk yang diinginkan dengan
ketelitian yang akurat dan kualitas permukaan yang baik dengan cara yang paling
hemat (Forest Product Society, 1999).
Pemesinan kayu (wood machining) adalah proses pembentukan atau
pemotongan kayu dengan menggunakan mesin yang di dalamnya terdapat mata
pisau (cutting tool), melalui satu atau kombinasi operasi yaitu penggergajian
(sawing), penyerutan (planing), pembentukan (shaping atau moulding),
pengaluran (routing), pembubutan (turning), pengampelasan (sanding) dan
sebagainya. Karena inti dasar dalam proses pemesinan kayu adalah pemotongan,
maka istilah pemesinan kayu (wood machining) sering diasosiasikan dengan
pemotongan kayu (wood cutting) (Bakar, 2003).
Proses pengetaman merupakan proses paling penting, karena pada
akhirnya semua komponen dari produk furniture ini harus diketam untuk
menghasilkan penampilan permukaan dengan kualitas yang baik. Banyak faktor
yang berperan penting dalam menentukan kualitas hasil pengetaman. Salah satu
dari faktor tersebut adalah jenis kayu, sedangkan faktor lainnya adalah mesin
ketam yang digunakan. Adapun karakteristik kayu yang sering menyulitkan dalam
proses pengetaman diantaranya adalah adanya mata kayu dan serat miring yang
tumbuh secara alami (Darmawan, 1997).
Sesuai dengan jenisnya, ada kayu yang bisa dimesinkan dengan mudah
untuk menghasilkan kualitas pemesinan tertentu. Sebaliknya, ada pula kayu yang
susah untuk dimesinkan agar dapat menghasilkan kualitas pemesinan yang sama.
Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
Tingkat kemudahan kayu untuk dimesinkan inilah yang disebut dengan
ketermesinan (machinability) kayu. Kayu yang mudah untuk dimesinkan
dikatakan mempunyai sifat ketermesinan tinggi, dan kayu yang susah untuk
dimesinkan dikatakan mempunyai sifat ketermesinan rendah. J adi ada hubungan
antara ketermesinan kayu dengan kualitas pemesinannya (Bakar, 2003).
Kualitas pemesinan kayu ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu kayu,
operator dan mesin yang digunakan, serta interaksi antara ketiga faktor tersebut.
Interaksi antara faktor kayu dengan faktor mesin adalah orientasi pemotongan
(cutting direction). Interaksi antara faktor kayu dengan operator adalah perlakuan
awal (pre treatment) dan interaksi antara faktor operator dengan mesin adalah
penyetelan alat (setting) (Bakar, 1997 dalam Siswanto, 2002).
Tantangan bagi setiap operator pemesinan kayu adalah agar kayu yang
ketermesinannya rendah dapat dimesinkan dengan kualitas tinggi. Untuk itu
biasanya dilakukan modifikasi-modifikasi kondisi pemesinan. Kualitas pemesinan
juga dapat ditingkatkan dengan mempertajam pisau. Nilai bebas cacat dan
klasifikasi mutu sifat pemesinan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai bebas cacat dan klasifikasi mutu sifat pemesinan
Nilai Bebas Cacat
(Defect Free Values), %
Kelas
(Class)
Mutu Pemesinan
(Machining Quality)
0 20 V Sangat buruk (very poor)
21 40 IV Buruk (poor)
41 60 III Sedang (fair/medium)
61 80 II Baik (good)
81 100 I Sangat baik (very good)
Sumber : Ginoga (1995)

Perbedaan kadar air di bawah titik jenuh serat mempengaruhi kualitas hasil
penyerutan, pembentukan dan pengampelasan. Berat jenis kayu juga sangat
mempengaruhi kualitas sifat pemesinan (Koch, 1964). Makin besar berat jenis
kayu semakin baik sifat pemesinannya, sebaliknya makin besar ukuran pori kayu
semakin jelek sifat pemesinan kayu tersebut (Supriadi dan Rachman, 2002).
J enis cacat pada proses pemesinan menurut Darmawan (1997) adalah:


Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
a. Serat terangkat (raised grain)
Kekasaran permukaan papan disebabkan oleh terangkatnya kayu akhir
sehingga lebih tinggi daripada kayu awal. Umumnya terjadi pada kayu dari
daerah beriklim sedang dengan perbedaan kayu awal dan akhir yang jelas.
Penyebabnya adalah kayu akhir lebih keras daripada kayu awal, serta mata
pisau tumpul.
b. Serat terlepas (loosened grain)
Terpisahnya kayu akhir dari kayu awal tapi masih ada bagian yang bersatu.
Hal ini disebabkan pada bagian raised grain kayu akhir menyusut lebih besar
daripada kayu awal.
c. Serat tersepih (chipped grain)
Tersepihnya/tercabiknya sekelompok serabut kayu karena proses penyerutan,
sehingga serat kayu terlepas dan terbentuk lekukan pada permukaan kayu. Hal
ini disebabkan oleh mata pisau tumpul, sudut potong pisau terlalu besar serta
serat kayu miring.
d. Serat berbulu (fuzzy grain)
Kekasaran permukaan kayu karena adanya sekelompok serabut yang berdiri
(tidak terpotong sempurna). Hal ini disebabkan oleh adanya kayu reaksi,
kekuatan geser rendah serta sudut potong kayu kecil.
e. Tanda serpih (chip mark)
Lekukan dangkal pada permukaan kayu yang disebabkan oleh adanya kayu
yang menempel pada ujung pisau. Bisa disebabkan juga karena kadar resin
kayu tinggi.
Pengujian dilakukan dengan menilai sifat pemesinan pada papan contoh.
Sifat-sifat pemesinan yang dinilai dan cara pengerjaan adalah :
a. Penyerutan (planing)
Contoh uji penyerutan dibuat berukuran 90 cm x 10 cm x 2 cm. Sudut potong
pisau diatur sebesar 20 - 30, laju pengumpanan sebesar 12 m/mm,
kecepatan putar pisau sebesar 5.000 rpm, serta tebal sayatan sebesar 2 mm.
Contoh uji diserut dengan mesin double moulder searah dengan arah serat.
Memberi tanda pada setiap contoh uji begitu keluar dari mesin dengan
Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
menunjukkan arah masuk kayu ke dalam mesin. Semua contoh uji yang telah
diserut disimpan dengan teratur dan selanjutnya dinilai sifat penyerutannya.
b. Pembentukan (shaping)
Mengerjakan kembali contoh uji yang sudah diserut dengan menggunakan
mesin pembentuk (shaper). Pada salah satu sisi contoh uji tersebut dibentuk
alur berbentuk M6 (moulding model 6). Pembuatan profil ini menggunakan
pisau M6, dengan kecepatan putar pisau sebesar 9.000 rpm. Dilakukan
pengamatan terhadap cacat-cacat pemesinan yang terjadi pada bidang
permukaan hasil pembentukan.
c. Pengeboran (boring)
Contoh uji yang dibor berukuran 30 cm x 5 cm x 2 cm, dengan kecepatan
putaran mata bor sebesar 3.600 rpm. Pada setiap contoh uji dibuat dua buah
lubang bor dengan laju pengeboran diusahakan cukup lambat agar
menghasilkan lubang bor yang baik. Mata bor yang digunakan berdiameter
12 mm. Pengeboran dilakukan sampai 2 mm melebihi permukaan bawah
contoh uji untuk menghindari terjadinya serpih. Selanjutnya dilakukan
pengamatan cacat-cacat yang timbul.
d. Pembuatan alur (routing)
Mengerjakan kembali contoh uji yang sudah diserut dengan menggunakan
mesin router. Pisau router yang digunakan berbentuk R6 yang menghasilkan
bentuk r pada sisi kayu, sehingga sisi kayu tidak siku. Kecepatan putar
pisau router sebesar 30.000 rpm. Dimensi alur yang dibuat pada permukaan
contoh uji adalah lebar 0,5 cm, tebal 0,5 cm dan panjang 90 cm. Selanjutnya
diamati cacat-cacat pemesinan yang timbul.
e. Pengampelasan (sanding)
Pada pengujian pengampelasan dipakai contoh uji berukuran 30 cm x 5 cm x
2 cm dengan menggunakan mesin amplas (sander). Kecepatan dorong kayu
(feed rate) diatur sebesar kurang lebih 360 m/menit dengan arah
pengumpanan searah dengan arah pengumpanan pada saat penyerutan. Proses
ini menggunakan kertas amplas grit 80 dan 120 dengan tebal pengampelasan
sebesar 0,5 mm. Selanjutnya dilakukan pengamatan cacat-cacat yang timbul.
Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
Setiap contoh uji yang telah dikerjakan dengan mesin diamati hasilnya
secara visual. Objek yang diamati yaitu cacat yang timbul pada permukaan contoh
uji sebagai akibat dilakukan pemesinan. Loope dengan derajat pembesaran
sepuluh kali digunakan sebagai alat bantu untuk melihat lebih jelas bentuk cacat.
Bagian-bagian permukaan yang bercacat dijumlahkan luasnya, kemudian dihitung
persentasenya terhadap seluruh luas permukaan contoh uji dan diklasifikasikan
kualitasnya berdasarkan klasifikasi mutu sifat pemesinan pada Tabel 1.
Sifat pemesinan kayu didasarkan pada besar kecilnya persentase
permukaan bebas cacat setelah proses pemesinan. Selanjutnya data mengenai jenis
cacat, luas permukaan bebas cacat serta persentase contoh uji yang masuk ke
dalam kelas pemesinan yang telah ditentukan, dianalisa secara deskriptif untuk
mendapatkan gambaran tentang sifat pemesinan kayu. Pengambilan kesimpulan
sifat pemesinan kayu dilakukan secara kualitatif berdasarkan persentase rata-rata
permukaan contoh uji yang bebas cacat dan selanjutnya dikelompokkan menjadi
lima kelas sifat pemesinan.

















Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
Tito Sucipto : Pengerjaan Kayu Dan Sifat Pemesinan Kayu, 2009
Refrensi

Adha, NI. 2006. Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Durian. [Skripsi] Departemen
Kehutanan Fakultas Pertanian USU. Medan.
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 1999. Standard Method of
Conducting Machining Test of Wood and Wood Base Materials. Annual
Book of ASTM. Philadelphia.
Bakar, ES. 2003. Sekelumit tentang Pemesinan Kayu. Forum Komunikasi
Teknologi dan Industri Kayu. Vol. 1 (1) : 10 11.
Coto, Z, IKN. Pandit,. W Syafii dan I Wahyudi. 1989. Sifat Dasar, Sifat
Pengolahan dan Sifat Penggunaan Kayu Gmelina. PT. Inhutani I. J akarta.
Damanauw, J F. 1990. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Darmawan, W. 1997. Pengaruh Laju Pengumpanan dan Tebal Ketaman terhadap
Kualitas Pengetaman Kayu Pinus, Aghatis dan Manii. J urnal Teknologi
Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Vol. X (1) : 1521.
[FPS] Forest Product Society. 1999. Wood Handbook : Wood as An Engineering
Material. Forest Product Society. USA.
Ginoga, B. 1995. Sifat Pemesinan Enam J enis Kayu Indonesia. J urnal Penelitian
Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Bogor. Vol. 13 (6) : 246 251.
Koch, P. 1964. Wood Machining Process. The Ronald Press Co. New York.
Siswanto, N. 2002. Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Pilang dibandingkan dengan Kayu
Gmelina dan Mangium. [Skripsi] Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Supriadi, A dan O Rachman. 2002. Sifat Pemesinan Empat J enis Kayu Kurang
Dikenal dan Hubungannya dengan Berat J enis serta Ukuran Pori. Buletin
Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Bogor. Vol. 20 (1) : 70 85.

Anda mungkin juga menyukai