Anda di halaman 1dari 0

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan
Usaha kecil dan menengah (UKM), atau yang sekarang disebut sebagai
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari
perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Eksistensi dan
peran UMKM pada tahun 2005 mencapai 44,69 juta unit usaha dan merupakan 99,9% dari
pelaku usaha nasional. UMKM memiliki kontribusi yang sangat signifikan dalam
penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), nilai ekspor
nasional dan investasi nasional. Namun, dalam kenyataannya selama ini UMKM kurang
mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa pentingnya UMKM barulah muncul
belakangan ini saja.
Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini
memandang penting keberadaan UMKM (Berry, dkk, 2001). Alasan pertama adalah
karena kinerja UMKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang
produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UMKM sering mencapai peningkatan
produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Ketiga adalah karena sering
diyakini bahwa UMKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha
besar. Kuncoro (2002) juga menyebutkan bahwa usaha kecil dan usaha rumah tangga di
Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan
jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga.
Banyaknya UMKM saat ini salah satunya dipengaruhi oleh globalisasi, dimana
perusahaan atau organisasi dituntut untuk lebih efektif dan efisien, salah satunya adalah
1

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007
dengan melakukan downsizing sebagai sinyal restrukturisasi. Downsizing ini akan segera
menyebar ke perusahaan dan organisasi besar lain dalam berbagai sektor, terutama dalam
sektor pemerintahan dan pendidikan. Selain itu outsourcing sebagai salah satu praktek
manajemen yang semakin banyak dilakukan perusahaan dan organisasi akan semakin
membuka kesempatan kepada UMKM (Yoon 2004).
UMKM yang disebut juga sebagai ekonomi rakyat ini berkembang dimana-mana
dengan pendanaan mandiri atau melalui dana-dana keuangan mikro seperti pegadaian,
koperasi, atau lembaga-lembaga keuangan mikro informal di pedesaan (Mubyarto,
2003). Pengusaha-pengusaha UMKM ini umumnya mengalami kesulitan terhadap akses
ke perbankan, karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi seperti laporan
keuangan dan persyaratan-persyaratan administrasi lain (Sinar Harapan 2003).
Di banyak negara, sebagian besar atau bahkan semua entitas memiliki kewajiban
untuk melaporkan kondisi keuangannya. Laporan keuangan tersebut ditujukan kepada
pemerintah, untuk tujuan pelaporan pajaknya, kepada kreditur, karyawan, supplier, dan
pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan. Pemerintah Indonesia saat ini belum
mengatur secara khusus kewajiban UMKM untuk menyusun laporan keuangan. Namun,
menurut UU RI No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas secara tidak langsung telah
mengisyaratkannya melalui pasal 56 yang berbunyi dalam waktu 5 bulan setelah tahun
buku perseroan ditutup, direksi menyusun laporan tahunan yang kemudian diajukan
kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan demikian, bagi suatu perusahaan
berbadan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas, tidak terkecuali UMKM, diwajibkan
untuk membuat laporan keuangan.
Informasi menjadi satu komoditas yang memegang peranan yang sangat penting.
Dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan perkembangan perekonomian
adalah tersedianya arus informasi yang lancar dan mudah didapatkan. Tidak terkecuali
2

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007
bagi para pelaku bisnis, informasi menjadi dasar pedoman bagi mereka untuk mengambil
keputusan baik untuk kepentingan internal maupun kepentingan eksternal perusahaan.
Laporan keuangan adalah informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan, atau yang biasa disebut stakeholder.
Laporan keuangan terdiri atas neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan
perubahan ekuitas, dan ditambahkan catatan atas laporan keuangan sebagai bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari masing-masing laporan keuangan itu sendiri. Menurut
Statement of Financial Accounting Concepts No.1, 1978, pars. 5 8 dijelaskan bahwa
dalam usahanya untuk menetapkan fondasi dari pelaporan akuntansi keuangan, telah
ditetapkan dan diidentifikasi dari tujuan pelaporan akuntansi keuangan itu sendiri bahwa
laporan keuangan harus memuat informasi-informasi :
1. membantu investor, kreditor dan pengguna laporan keuangan lainnya untuk
membuat keputusan investasi, kredit atau keputusan-keputusan lain.
2. membantu para investor, kreditor dan pengguna laporan keuangan lainya untuk
memprediksi jumlah, waktu, dan ketidakpastian atas potensi arus kas dari dividen,
bunga, proses penjualan, penarikan, jatuh tempo yang akan didapat dari instrumen
keuangan atau pinjaman.
3. menggambarkan secara jelas sumber daya ekonomi yang dimiliki entitas bisnis dan
klaim atas entitas bisnis tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer sumber
daya kepada entitas lainnya dan pemilik modal), efek atas transaksi atau peristiwa
(event) dan keaadaan yang dapat mengubah sumber daya tersebut.
Informasi-informasi yang disediakan oleh laporan keuangan tidak secara otomatis akan
menghasilkan keputusan yang sama oleh para penggunanya. Untuk memahaminya
dibutuhkan pengetahuan yang mencukupi tentang ruang lingkup bisnis yang dijalankan
oleh entitas tersebut. Selain itu perbedaan pemahaman oleh pengguna laporan keuangan
3

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007
juga dapat disebabkan oleh dua hal, ketidaksengajaan dan konflik kepentingan atas
informasi yang tersedia dalam berbagai jenis.
Untuk memudahkan dalam memahami laporan keuangan, maka dibutuhkan suatu
standar akuntansi, dimana standar tersebut menjadi pedoman atas penyusunan laporan
keuangan yang diterima dan diaplikasikan secara umum serta menjadi kewajiban dan
tanggung jawab pihak manajemen untuk melaporkannya kepada pihak-pihak yang terkait.
Laporan-laporan ini diharapkan disajikan secara adil dan menggambarkan secara jelas
kondisi finansial operasional perusahaan. Tanpa adanya standar-standar ini, setiap
perusahaan dituntut untuk mengembangkan standarnya sendiri, dan para pembaca dari
laporan keuangan juga dituntut untuk memahami praktek akuntansi dan pelaporannya
yang diterapkan oleh perusahaan. Sehingga akan menjadi hal yang mustahil untuk
mempersiapkan laporan keuangan yang dapat diperbandingkan. Oleh karena itu
diciptakan suatu standar dan prosedur yang disebut Generally Accepted Accounting
Standard (GAAP).
Selain International Financial Reporting Standards (IFRS), International
Accounting Standards Board (IASB) sebagai suatu lembaga yang memiliki wewenang
untuk mengembangkan dan menyusun standar akuntansi yang diterima dan berlaku secara
global, saat ini sedang mengembangkan dan menyusun standar akuntansi yang
diperuntukkan bagi UMKM. Pada awalnya, IASB percaya bahwa IFRS cocok untuk
diaplikasikan semua entitas, besar atau kecil, yang tercatat atau yang tidak tercatat dalam
bursa saham. Kemudian IASB menyadari bahwa di sebagian besar negara-negara
berkembang dimana IFRS telah diterapkan, yang mengadaptasinya terutama hanya entitas
yang memiliki instrumen keuangan atau sekuritas yang diperdagangkan kepada publik. Di
Eropa dimana semua perusahaan yang tercatat di bursa sudah mengadaptasi IFRS sejak
tahun 2005 (Uni European Decision, 2002), hanya dua atau tiga negara Uni-Eropa yang
4

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007
juga menerapkan IFRS untuk UMKM-nya. Sebagian besar negara lainnya menyetujui
IFRS, namun mereka juga mengijinkan kepada UMKM untuk mengikuti standar akuntansi
yang berlaku di negaranya masing-masing. Banyak dari negara-negara tersebut berusaha
untuk menyelaraskan standar akuntansinya masing-masing dengan IFRS, namun tidak ada
yang melakukannya dengan cara yang sama. Sebagian besar telah memasukkan dan/atau
mengkombinasikan, baik dengan standarnya atau hukum yang berlaku di negara masing-
masing, peraturan pemerintah, pengecualian-pengecualian dan simplifikasi akuntansi
untuk UMKM. Dalam beberapa kasus di negara-negara Eropa, terdapat satu standar
tersendiri dan terpisah yang khusus diperuntukkan untuk UMKM.
Timbul kemungkinan, bahwa nantinya jika keadaan dibiarkan, di Eropa sendiri
akan muncul beragam standar akuntansi nasional yang ditujukan untuk UMKM.
Kenyataan ini tentunya tidak hanya terjadi di Eropa saja, namun juga dapat terjadi di
seluruh dunia. Hal-hal yang dilihat oleh IASB atas permasalahan ini mencakup:
1. Tidak ada konvergensi dan keselarasan atau kemiripan dengan IFRS.
2. Standar nasional untuk UMKM tidak konsisten dengan kerangka dasar dan standar
yang ditetapkan oleh IASB.
3. Standar nasional yang ada tidak selalu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dari
external users dari laporan keuangan, dimana hal ini menjadi tujuan dari IASB.
4. Standar akuntansi untuk UMKM masing-masing negara tidak dapat
diperbandingkan.
5. Standar nasional untuk UMKM di tiap negara tidak memberikan kemudahan untuk
transisi kedalam IFRS bagi entitas-entitas yang ingin memasuki pasar modal.

Dilatarbelakangi oleh permasalahan tersebut IASB kemudian mencoba menyusun
sebuah standar akuntansi baru yang ditujukan untuk UMKM. Langkah awal yang
5

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007
dilakukan oleh IASB sendiri adalah membentuk sebuah kelompok kerja dimana
anggotanya memberikan pandangan dan komentarnya terhadap isu-isu tentang pentingnya
standar akuntansi untuk UMKM. Kemudian pada bulan J uni 2004 muncullah sebuah
discussion paper yang merupakan pandangan awal terhadap standar akuntansi untuk
UMKM. IASB kemudian mengundang para akuntan-akuntan untuk memberikan
tanggapannya terhadap discussion paper tersebut. Hasilnya kurang lebih 120 komentar
diterima. Dan pada akhirnya terbentuklah exposure draft Standar Akuntansi Keuangan
untuk UMKM. Standar akuntansi ini terdiri dari 38 bab dan 1 indeks. Saat ini IASB masih
menunggu komentar dan pandangan dari pada akuntan diseluruh dunia terhadap exposure
draft tersebut. IASB memberikan batas waktu sampai tanggal 30 November 2007.
Kesulitan yang dialami UMKM dalam mendapatkan bantuan kredit beberapa
diantaranya adalah adanya prosedur pengajuan yang sulit dan dianggap berbelit-belit
seperti adanya persyaratan jaminan (Collateral) dan laporan keuangan yang diminta oleh
pihak perbankan. Dalam perspektif perbankan UMKM adalah sektor yang dianggap
berisiko tinggi (high risk) dan memiliki keuntungan yang kecil (low profit), jaminan
UMKM yang terbatas, dan UMKM yang potensial untuk dibiayai sulit didapat.
Pemerintah melalui Program Penjaminan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang
melibatkan perbankan, diharapkan mampu mendorong penyaluran kredit bagi sektor
UMKM, karena dengan program ini, pemerintah menyetorkan dana penjaminan terlebih
dahulu sebagai premi bagi dua perusahaan penjaminan, yaitu Perum Sarana Penjaminan
Usaha (Perum SPU) dan Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Dengan modal ini
diharapkan perbankan nasional terdorong untuk menyalurkan kredit bagi UMKM yang
menggunakan skema penjaminan. Artinya perbankan tidak perlu khawatir lagi dengan ada
atau tidaknya jaminan dari pihak UMKM, karena pemerintah sudah bersedia menjamin
UMKM melalui program penjaminan tersebut.
6

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007
Adanya program penjaminan oleh pemerintah, dengan kata lain UMKM sudah
tidak perlu khawatir lagi dengan jaminan yang diminta oleh pihak perbankan.
Permasalahan yang tersisa adalah bagaimana membuat UMKM tersebut bankable dengan
memiliki kemampuan untuk menyusun laporan keuangan. Dengan tidak adanya jaminan
yang disyaratkan perbankan, praktis laporan keuangan yang dibuat oleh UMKM adalah
syarat utama yang harus dipenuhi untuk mengakses layanan perbankan. Dapat dikatakan
bahwa nantinya laporan keuangan yang dibuat oleh UMKM diharapkan menjadi pengganti
atas jaminan (collateral) yang diminta oleh pihak perbankan.


1.2 Perumusan Masalah
UMKM saat ini memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan semakin bertambah banyaknya UMKM yang
didirikan dan banyaknya perbankan baik nasional maupun asing yang menawarkan
pinjaman kredit. Oleh karena itu timbul pertanyaan-pertanyaan mengenai perlunya
UMKM tersebut menyusun laporan keuangan. Saat ini IASB sendiri sedang menyusun
Standar Akuntansi untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (SAK UMKM). Berdasarkan
hal tersebut, maka penelitian ini bermaksud untuk memberikan analisa mengenai inti
perbedaan SAK UMKM dengan PSAK. Penelitian ini juga akan menganalisa
kemungkinan diterapkannya SAK UMKM ini di Indonesia dan mengkaitkannya dengan
Rencana Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (RUU UMKM)
yang sedang diajukan oleh Pemerintah.



7

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007
1.3 Tujuan Penulisan
Penelitian ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui inti perbedaan Standar
Akuntansi untuk UMKM dengan Standar Akuntasi umum, dan menganalisa kemungkinan
penerapannya di Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan
Terdapat beberapa manfaat yang diharapkan dapat tercapai dari penulisan ini.
Manfaat tersebut adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan pembaca tentang UMKM dan peranannya bagi
perekonomian Indonesia
2. Meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai standar akuntansi, terutama
Standar Akuntansi untuk UMKM.
3. Memberi sumbang saran pada dunia pendidikan terutama pengetahuan yang
berkaitan dengan Standar Akuntansi untuk UMKM.
4. Memberi pertimbangan kepada pemerintah dan lembaga yang terkait, dalam hal
ini Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam pembuatan kebijakan dan penyusunan
Standar Akuntansi untuk UMKM.


1.5 Sistematika Penulisan
Penulis membagi penelitian ini menjadi bagian-bagian sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
8

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007
BAB 2 GAMBARAN UMUM UMKM
Bab ini menjelaskan gambaran singkat mengenai Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM), baik definisi, perkembangannya, Undang-Undang yang mengatur
dan sekilas data-data statistik yang menjelaskan UMKM di Indonesia.

BAB 3 ANALISIS DIBUTUHKANNYA STANDAR AKUNTANSI UMKM
Bab ini akan menjelaskan tentang alasan-alasan yang menjelaskan mengapa saat
ini muncul Standar Akuntansi untuk UMKM. Alasan-alasan ini dijelaskan berupa
pemaparan oleh International Accounting Standards Board (IASB) dan penelitian-
penelitian terdahulu yang menjelaskan perlunya disusun Standar Akuntansi untuk UMKM.
Selain itu juga dijelaskan alasan-alasan yang menolak adanya suatu standar akuntansi
UMKM.

BAB 4 STANDAR AKUNTANSI UNTUK UMKM
Bab ini menjelaskan secara singkat tentang Standar Akuntansi untuk UMKM
(SAK UMKM). Penjelasan akan dilakukan secara berurutan, dimulai dari pemaparan
secara singkar mengenai standar akuntansi, badan-badan penyusun dan pembuat standar
akuntansi, tujuan laporan keuangan, karakteristik kualitatif, dan penjelasan Standar
Akuntansi untuk UMKM secara umum serta komentar-komentar dari para akuntan.

BAB 5 ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan penjelasan yang lebih mendalam dan mendetail dari SAK
UMKM itu sendiri. Bab ini memaparkan analisa dan pembahasan mengenai perbandingan
SAK UMKM dengan PSAK yang berlaku saat ini, dan memberikan gambaran perbedaan
antara kedua standar tersebut apakah terdapat perbedaan yang cukup signifikan.
9

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menjelaskan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini
juga akan diuraikan mengenai keterbatasan dari penelitian dan saran-saran yang dapat
dijadikan pertimbangan bagi penelitian-penelitian mendatang.





















10

Exposure draft ..., Rudita Arya Damarjati B., FE UI, 2007

Anda mungkin juga menyukai