Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Gama & Betty, 2010). Kejadiaan luar biasa pertama penyakit demam berdarah dengue di Asia ditemukan di Manila (Filipina) pada tahun 1954. Kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue terjadi juga di wilayah Asia lainnya ( Soegeng Soegjianto, 2008). DBD merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya yang dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan dapat menimbulkan wabah/kejadian luar biasa (KLB) sehingga penyakit DBD termasuk dalam salah satu masalah kesehatan masyarakat diberbagai negara (Fathi, dkk, 2005). Selama satu dekade angka kejadian atau incidence rate (IR) DBD meningkat dengan pesat di seluruh dunia. Diperkirakan 50 juta orang terinfeksi DBD setiap tahunnya dan 2,5 milyar orang (1/5 penduduk dunia) tinggal di daerah endemik DBD. Pada tahun 2007 di Amerika terdapat lebih dari 890.000 kasus Dengue yang dilaporkan dengan jumlah kasus sebanyak 26.000 diantaranya tergolong dalam penyakit DBD (WHO, 2005). Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Penduduk berisiko terinfeksi yang hidup di wilayah Asia Tenggara sebanyak 1,6 milyar (52 %). Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Dinkes Prov. Sul-Sel, 2012). Berdasarkan laporan dari Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, sampai pertengahan tahun 2001 kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sudah menjadi masalah endemis di 122 kabupaten, 605 kecamatan dan 1800 desa/kelurahan di Indonesia, sehingga sering terjadi berjangkit penyakit DBD di berbagai wilayah di Indonesia hampir di sepanjang waktu dalam satu tahun. Tercatat

bahwa pada tahun 2002, 2003, 2004 dan 2005 terjadi kasus dalam jumlah masing-masing 40.377, 52.000, 79.462 dan 80.837. Kejadian Luar Biasa (KLB) terjadi pada tahun 2005, dengan Case Fatality Rate (CFR) mencapai 2%. Tahun 2006, total kasus DBD di Indonesia sudah mencapai 104.656 kasus dengan CFR = 1,03% dan tahun 2007 mencapai angka 140.000 kasus dengan CFR = 1%. Berdasarkan visi kementerian kesehatan 2010-2014 masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan dimana ada beberapa fokus strategi diantaranya meningkatkan upaya promosi kesehatan dalam mencapai perubahan perilaku dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan kemandirian masyarakat dalam sistem peringatan dini, penanggulangan dampak kesehatan akibat bencana serta terjadinya wabah/KLB,meningkatkan upaya kepada masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat(PHBS)(RENSTRA 2010-2014). Selama ini upaya yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam mencegah penyakit demam berdarah sudah cukup optimal dengan penyuluhan dan pendidikan kesehatan di keluarga daerah endemis, tetapi kejadian demam berdarah selalu berulang setiap tahun (Rosdiana, 2010). Di lain pihak penderita DBD baik yang masih sakit

maupun carier berpotensi untuk menularkan penyakitnya kepada orang lain. Maka upaya pencegahan yang dapat di lakukan adalah dengan memutus mata rantai penularan penyakit DBD, karena dapat di ketahui bahwa virus dengue penyebab penyakit DBD di tularkan dari satu orang ke orang lain melalui perantara gigitan nyamuk Aedes Aegepty. Oleh karenanya upaya pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan melalaui pemberantasan sarang nyamuk DBD oleh seluruh lapisan masyarakat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum serta lingkungannya masingmasing secara terus menerus. Angka bebas jentik (ABJ) sebagai indikator kepadatan vektor DBD dapat mengevaluasi kegiatan

Pemberantasan sarang Nyamuk dan Perilaku Masyarakat terhadap DBD dimana angka tersebut diharapkan lebih dari 95% (Depkes, RI, 2007). Berdasarkan laporan Subdin P2PL Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009, tercatat bahwa penyakit DBD yang ditemukan sebanyak 3.553 penderita dengan jumlah kematian 24 orang (CFR = 0,86 %). Pada tahun 2010 sebanyak 446 kasus dan mengalami penurunan pada tahun 2011 dengan jumlah 373 kasus (CFR = 1,3 %). Rata-rata angka IR di Provinsi Sulawesi Selatan cenderung mengalami penurunan bila dibandingkan dengan target nasional yaitu 36 per 100.000 penduduk (Dinkes Prov. Sul-Sel, 2012). Salah satu kota yang ada di provinsi Sulawesi Selatan adalah Kota Makassar. 10 pola penyakit terbanyak pada pasien di puskesmas maupun rumah sakit di Kota Makassar menunjukkan tingginya kasus penyakit DBD, berdasarkan data Subdin Yankes Dinas Kesehatan Kota Makassar distribusi kasus DBD menurut waktu (tahun) yaitu pada tahun 2008 dengan jumlah penderita 262 orang dan kematian 3 orang (CFR = 1,14 %). Pada tahun 2009 jumlah kasus 255 penderita dan meninggal 1 orang (CFR = 0,39 %). Pada

tahun 2010 jumlah penderita 182 orang dengan kematian 3 orang (CFR = 1,64 %). Sedangkan pada tahun 2011 distribusi kasus DBD dinyatakan berdasarkan waktu (bulan) dengan jumlah kasus 85 yang tetinggi di bulan Januari dengan kasus 14 orang dan terendah di bulan November terdapat 3 kasus (Dinkes Kota Makassar, 2012). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan kasus DBD di Makassar dari tahun 2008 sampai tahun 2011. Sejak dulu tidak ada yang berubah dengan bionomik atau perilaku hidup nyamuk Aedes agypti sehingga tekhnologi pemberatasannya pun dari dulu tidak berubah. Masyarakat berperan penting di dalam upaya pemberantasan vector yang merupakan upaya paling utama untuk memutuskan rantai penularan dalam rangka memberantas penyakit DBD muncul di masa yang akan datang. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pemantaun jentik berkala dan melakukan serentak Pemberatasan Sarang Nyamuk (PSN). Pemberantasan sarang nyamuk secara umum adalah melakukan gerakan 3M yaitu menguras bak air. Menutup tempat yang mungkin menjadi sarang biak nyamuk. Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva nyamuk nyamuk diulang seperti abate. Ini bisa mencegah tapi

perkembangbiakan pemberiannya harus

selama setiap

beberapa periode

minggu

tertentu

(Widodo

Judarwanto,2007) Mengingat sangat berbahanya penyakit DBD, maka perlu ada upaya pemberantasan yang komprehensif dari penyakit tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M-Plus) untuk menanggulanggi penyakit DBD. Ini merupakan cara utama yang di anggap efektif, efisien dan ekonomis untuk memberantas vektor penular DBD mengingat obat dan vaksin pembunuh virus DBD

belum di temukan (Depkes,R.I, 2006). Walaupun 3M plus merupakan cara yang mudah dan bisa dilakukan dengan biaya yang sedikit pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana dengan baik. Ini sangat erat dengan kebiasaan hidup bersih dan pemahaman serta perlakuan masyarakat terhadap bahayanya demam berdarah Dengue ini (Kartika Handayani , 2007). Hasil penelitian sebelumnya oleh Fenty Sambo dkk, 2010-2012 dengan judul Implementasi Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Dalam Menurunkan Insiden DBD Berbasis Kelurahan Di Kota Makassar Periode 2010-2012. Berdasarkan kriteria sampel yang ada maka terpilih 4 Puskesmas di Kota Makassar yang memenuhi kriteria dan mempunyai kelurahan endemis di wilayah kerjanya yaitu

Puskesmas Rappokalling, Puskesmas Tamamaung, Puskesmas Kassikassi, dan Puskesmas Tamalanrea. Hasil penelitian menunjukkan pada tahun 2010 insiden rate (IR) tertinggi berada di Kelurahan Tamamaung sebesar 0,08% (20 kasus) dan terendah di kelurahan Tamalanrea dengan IR = 0,009 (3 kasus). Pada tahun 2011 IR tertinggi pada Kelurahan Kassi-kassi, Tamalanrea dan Tallo sebanyak 0,02 dan terendah di Kelurahan Bontomakkio dan Tamamaung dengan insiden rate = 0,01. Pada Tahun 2012 IR tertinggi pada Kelurahan Bontomakkio dengan IR = 0,03 dan terendah dengan IR = 0,01 di Kelurahan Kassikassi, Tamamaung, Tamalanrea, Tallo. Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan pengetahuan dan pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian demam berdarah di Puskesmas Tamamaung Kota Makassar.

B.

Rumusan Masalah

Insiden Kejadian DBD dan Morbiditas terus meningkat. Berbagai penelitian yang berbasiskan kelurahan judul telah dilakukan untuk

mengidentifikasi kejadian DBD. Penelitan sebelumnya oleh Fenty Sambo dkk, 2010-2012 dengan Implementasi Program

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Dalam Menurunkan Insiden DBD Berbasis Kelurahan Di Kota Makassar Periode 2010-2012. Hasil penelitian menunjukkan pada tahun 2010 insiden rate (IR) tertinggi berada di Kelurahan Tamamaung sebesar 0,08% (20 kasus) dan terendah di kelurahan Tamalanrea dengan IR = 0,009 (3 kasus). Pada tahun 2011 IR tertinggi pada Kelurahan Kassi-kassi, Tamalanrea dan Tallo sebanyak 0,02 dan terendah di Kelurahan Bontomakkio dan Tamamaung dengan insiden rate = 0,01. Pada Tahun 2012 IR tertinggi pada Kelurahan Bontomakkio dengan IR = 0,03 dan terendah dengan IR = 0,01 di Kelurahan Kassi-kassi, Tamamaung, Tamalanrea, Tallo. Sedangkan Penelitian sebelumnya oleh Nur Aisah Nahumarury dkk (2013) dengan judul Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan pemberantasan sarang nyamuk aedes aegypti dengan keberadaan larva di kelurahan kassi-kassi kota makassar Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti dengan keberadaan larva. Penelitian-penelitian mengenai kejadian demam berdarah dengue (DBD) sudah banyak dilakukan, namun penelitian untuk meneliti pengetahuan tentang dbd dan pemberantasan sarang nyamuk

sangatlah penting. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dari segi variabel penelitian yang digunakan dan lokasi penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan kejadian demam berdarah

dengue (DBD). Sedangkan lokasi pada penelitian ini berlokasi di Puskesmas Tamamaung Kota Makassar. Dengan demikian maka dapat dibuat pertanyaan penelitian yaitu: 1. Apakah ada hubungan pengetahuan dengan kejadian DBD di Puskesmas Tamamaung Kota Makassar. 2. Apakah ada hubungan pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian DBD di Puskesmas Tamamaung Kota Makassar.

C.

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian DBD di Puskesmas Tamamaung Kota Makassar 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi.Pengetahuan tentang DBD b. Mengidentifikasi Pemberantasan Sarang Nyamuk

c. Mengidentifikasi Kejadian DBD d. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kejadian DBD e. Menganalisis hubungan pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian DBD

D.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu pengetahuan dan Teknologi a. Sebagai bahan masukan dalam menambah kekhasan ilmu keperawatan terutama mengenai hubungan pengetahuan dan pemberantasan sarang nyamuk

b. Sebagai bahan informasi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan untuk kemajuan profesi dalam bidang pengetahuan dan teknologi. 2. Bagi Masyarakat

Memberikan masukan pada mayarakat dapat menjadi sumber informasi dan bahan bacaan bagi masyarakat dan peneliti berikutnya mengenai penyakit DBD di daerah endemis. 3. Bagi Peneliti

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dapat menambah pengetahuan dan pengalaman.

Anda mungkin juga menyukai