Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Acne vulgaris atau jerawat, selanjutnya disebut acne, adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamatif kronik pada unit pilosebasea yang sering terjadi pada masa remaja.1,2 Acne sering menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi satu tahun sebelum menarkhe atau haid pertama.1 Pada perempuan acne dapat terjadi lebih awal daripada laki-laki karena masa pubertas perempuan umumnya lebih dulu daripada laki-laki.3 Prevalensi acne pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47-90% selama masa remaja.3 Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevalensi acne tinggi, yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%, Kaukasia 24%, dan India 23%.4 Pada ras Asia, lesi inflamasi lebih sering dibandingkan lesi komedonal, yaitu 20% lesi inflamasi dan 10% lesi komedonal. Tetapi pada ras Kaukasia, acne komedonal lebih sering dibandingkan acne inflamasi, yaitu 14% acne komedonal, 10% acne infl amasi.4 Acne memiliki gambaran klinis beragam, mulai dari komedo, papul, pustul, hingga nodus dan jaringan parut, sehingga disebut dermatosis polimorfik dan memiliki peranan poligenetik.3 Pola penurunannya tidak mengikuti hukum Mendel, tetapi bila kedua orangtua pernah menderita acne berat pada masa remajanya, anak-anak akan memiliki kecenderungan serupa pada masa pubertas.3 Meskipun tidak mengancam jiwa, acne memengaruhi kualitas hidup dan memberi dampak sosial ekonomi pada penderitanya.3,5 Pada masa modern kini tentu saja banyak sekali polusi udara yang terjadi hal ini menyebabkan banyaknya radikal bebas yang dapat merusak tubuh manusia, sehingga banyak perusahaan obat yang memproduksi obat yang memiliki kandungan antioksidan. Radikal bebas dapat saja membuat acne vulgaris menjadi lebih parah oleh karena itu penelitian ini dibuat

untuk mengetahui apakah acne vulgaris dapat berkurang dengan penggunaan atau mengonsumsi antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul yang kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara

mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif.7 Sistem pertahanan tubuh dengan antioksidan yang lemah sendiri dapat menyebabkan timbulnya jerawat.6 Senyawa antioksidan tersebut berfungsi mengatasi faktor stres oksidatif dari pasien jerawat.6 Sebuah penelitian di Cina mengenai bukti klinis tentang efektivitas dan keamanan antioksida 1,5% asam salisilat (SA) krim dalam pengobatan acne vulgaris menunjukan hasil bahwa 95% pasien membaik dalam pengobatan 4 minggu dan tidak memiliki efek samping.9 Sedang pada penelitian lain yang dilakukan oleh Kurutas dkk. (2005), didapatkan bahwa terdapat penurunan aktivitas antioksidan Superoksid Dismutase (SOD) pada penderita acne.10 Selain itu pada penelitian di India dinyatakan bahwa APC yang merupakan zink kompleks yang

mengandung antioksidan pasien membaik setelah dilakukan pengobatan tiga kali sehari selama 12 minggu, dan hanya 2 dari 48 pasien yang mengalami efek samping.11 Di Indonesia sendiri antioksidan dalam temulawak dengan formula yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan memiliki aktivitas yang tinggi pada antijerawat.12

1.2 Rumusan Masalah Apakah antioksidan dapat mengurangi dan mengobati acne vulgaris?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengaruh atau efek antioksidan pada penderita acne vulgaris b. Untuk mengetahui efektivitas antioksidan sebagai anti acne vulgaris (anti jerawat) c. Untuk mengetahui bagaimana antioksidan diserap dan diterima oleh tubuh.

1.4 Manfaat Penelitian a. Peneliti Sebagai salah satu informasi mengenai pengaruh antioksidan pada penderita acne vulgaris. b. Bagi Institusi Sebagai suatu sarana pengembangan keilmuan kedokteran bidang dermatologi dan biologi molekules lebih mendalam, sehingga menimbulkan ketertarikan dalam pengembangan ilmu dermatologi dan biologi molekuler pada institusi. c. Masyarakat 1. Sebagai informasi mengenai antioksidan yang berpotensi sebagai anti acne vulgaris. 2. Sebagai bentuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Acne Vulgaris Jerawat (Acne vulgaris) adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel polisebasea.8 Acne vulgaris atau jerawat, selanjutnya disebut acne, adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamatif kronik pada unit pilosebasea yang sering terjadi pada masa remaja.1,2 2.2 Etiologi Acne Vulgaris Penyakit ini biasanya terjadi pada remaja. Jerawat terutama timbul pada kulit yang berminyak berlebihan.13 Selain itu, jerawat juga disebabkan oleh infeksi dari jasad renik, antara lain Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis atau Pityrosporum ovale dan P. orbiculare. Kadang-kadang jerawat menyebabkan rasa gatal yang mengganggu atau rasa sakit kecuali bila terjadi pustula atau nodus yang besar.8 Sistem pertahanan tubuh dengan antioksidan yang lemah dapat menyebabkan timbulnya jerawat.6 Senyawa antioksidan tersebut berfungsi mengatasi faktor stres oksidatif dari pasien jerawat.6 Stres oksidatif merupakan keadaan saat mekanisme antioksidan tidak cukup untuk memecah spesi oksigen reaktif.14 Jerawat terjadi ketika lubang kecil pada permukaan kulit yang disebut pori-pori tersumbat.12 Poripori merupakan lubang bagi saluran yang disebut folikel, yang mengandung rambut dan kelenjar minyak. Ketika kelenjar minyak memproduksi terlalu banyak minyak, pori-pori akan banyak menimbun kotoran dan juga mengandung bakteri. Kondisi ini dapat menyebabkan inflamasi. Asam lemak dan minyak kulit terseumbat dan mengeras. Jika jerawat disentuh maka inflamasi akan meluas sehingga padatan asam lemak dan minyak kulit yang mengeras akan membesar.15

Antijerawat merupakan salah satu komponen yang dapat mengatasi timbulnya jerawat. Jerawat dapat diatasi dengan

menghambat pertumbuhan P. acnes, menghambat aktivitas lipase P. acnes, dan menghambat stres oksidatif.6 Artinya, suatu komponen yang bersifat antijerawat harus mampu mnghambat pertumbuhan P. acnes, menghambat aktivitas lipase P. acnes, dan menghambat stres oksidatif.16

2.3

Epidemiologi Acne Vulgaris Akne vulgaris dialami oleh lebih dari 85 % remaja dan dewasa muda.28 Pada wanita insiden terbanyak ditemukan antara usia 14-17 tahun, sedangkan pada laki-laki antara 16-19 tahun.29

2.4

Petogenesis Acne Vulgaris Etiologi acne vulgaris belum jelas sepenuhnya. Patogenesis acne adalah multifaktorial, namun telah diidentifikasi empat teori sebagai etiopatogenesis acne. Keempat patogenesis tersebut adalah hiperproliferasi epidermis folikuler, produksi sebum yang berlebih, bakteri Propionibacterium acnes (P. acnes), dan inflamasi 1. 2.4.1 Hiperproliferasi epidermis folikuler Mekanisme yang mendasari perubahan infundibulum folikel masih belum jelas. Namun hipotesis yang menonjol adalah defisiensi asam linoleat lokal pada folikel, pengaruh IL1, dan androgen, sebagai faktor utama yang terlibat dalam hiperkeratinisasi folikel.17 Sejak tahun 1986, defisiensi asam linoleat merupakan faktor penting dalam etiologi acne.17 Downing dkk.

menyatakan bahwa semakin rendah konsentrasi asam linoleat, yang berkorelasi dengan tingginya sekresi sebum,

menyebabkan defisiensi lokalisata asam lemak esensial pada

epitel folikuler. Defisiensi ini kemudian bertanggungjawab terhadap penurunan fungsi barrier epitel dan hiperkeratosis folikuler, yang semakin memperparah acne.18 Baru-baru ini, Zouboulis menyatakan bahwa asam linoleat dapat meregulasi sekresi IL-8, dan menyebabkan terjadi reaksi inflamasi.17 IL-1 juga berperan dalam terjadinya

hiperproliferasi keratinosit. Jika ditambahkan IL-1, keratinosit folikuler manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedo 1. Kelenjar sebasea adalah organ target androgen, distimulasi untuk memproduksi sebum saat pubertas. Kelenjar sebasea mewakili densitas reseptor androgen yang berbanyak pada kulit manusia. Androgen yang paling penting adalah testosteron, yang diubah menjadi dihidrotestrosteron (DHT) oleh iso-enzim 5 reduktase tipe I.17 Kulit penderita acne menunjukkan peningkatan densitas reseptor androgen dan aktivitas 5 reduktase yang lebih tinggi. DHT adalah androgen poten yang berperan pada acne. Androgen menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar sebasea, menstimulasi produksi sebum, serta menstimulasi proliferasi keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan acroinfundibulum.5 Hiperproliferasi epidermal folikuler menyebabkan

terbentuknya lesi primer acne, yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian atas, infundibulum, menjadi

hiperkeratotik dan disertai peningkatan kohesi keratinosit. Peningkatan sel dan kepekatannya menyebabkan sumbatan pada ostium folikuler. Sumbatan ini menyebabkan terjadinya akumulasi keratin, sebum dan bakteri pada folikel, yang

kemudian menyebabkan dilatasi pada folikel rambut bagian atas, dan terjadi mikrokomedo 1.

2.4.2

Produksi sebum berlebih Sebum disintesis oleh kelenjar sebasea secara kontinu dan disekresikan ke permukaan kulit melalui pori pori folikel rambut. Sekresi sebum ini diatur secara hormonal. Kelenjar sebasea terletak pada seluruh permukaan tubuh, namun jumlah kelenjar yang terbanyak didapatkan pada wajah, pungung, dada, dan bahu.18 Fungsi sebum pada manusia tidak diketahui pasti. Diduga bahwa sebum dapat mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit dan menjaga kulit tetap lembut dan halus.19 Kelenjar sebasea mulai terbentuk pada minggu ke-13 hingga 16 kehidupan janin. Kelenjar sebasea mensekresikan lipid melalui sekresi holokrin. Selanjutnya, kelenjar ini menjadi aktif saat pubertas karena adanya peningkatan hormon androgen, khususnya hormon testosteron, yang memicu produksi sebum.18 Hormon androgen menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar sebasea, menstimulasi produksi sebum, serta menstimulasi proliferasi keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan acroinfundibulum.19,5 Dihidrotestosteron (DHT) adalah androgen poten yang berperan dalam terbentuknya acne. Enzim 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase adalah enzim yang berperan mengubah prekursor dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) menjadi DHT
1

. Ketidakseimbangan antara produksi dan

kapasitas sekresi sebum akan menyebabkan pembuntuan sebum pada folikel rambut.18 Selain itu, penderita acne

memproduksi sebum yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan yang tidak menderita acne. Salah satu komponen sebum yaitu trigliserida, berperan penting dalam patogenesis acne. Flora normal unit pilosebasea yaitu P. acnes akan memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini akan menyebabkan terjadinya lebih banyak kolonisasi P. acnes, memicu inflamasi, dan selain itu juga bersifat komedogenik.1

2.4.3

Bakteri Propionibacterium acnes Acne bukan merupakan penyakit infeksi. Di antara spesies bakteri yang mengkolonisasi kulit normal sebagai flora normal, hanya bakteri yang mampu mengkolonisasi duktus folikuler dan bermultiplikasi lah yang dapat bersifat patogenik terhadap terjadinya acne. Hanya tiga spesies mikroorganisme yang dapat diasosiasikan dengan perkembangan lesi acne, yaitu propionibacteria, staphylococci koagulase negatif, dan jamur Malassezia. Namun, setelah terapi antifungal, penderita acne tidak menunjukkan perbaikan klinis, sehingga jamur dapat dieksklusikan. Staphylococci juga dapat dieksklusikan,

mengingat terjadinya resistensi antibiotika pada kebanyakan penderita pada minggu pertama terapi, dan jumlahnya yang meningkat dengan cepat. Sehingga fokus ilmiah diarahkan ke Propionibacteria.17 Propionibacteria merupakan bakteri gram positif, non motil, sel berbentuk batang yang pleomorfik, yang

memfermentasi gula untuk menghasilkan asam propionat sebagai produk akhir pada proses metabolismenya.

Propionibacteria acnes merupakan mikroorganisme penghuni predominan pada area kulit orang dewasa yang kaya akan

kelenjar sebasea. Pada kulit manusia, Propionibacteria ditemukan sejak manusia lahir hingga meninggal. Analisis bakteriologi dan produksi sebum pada area tubuh multipel menunjukkan hubungan yang erat antara jumlah P. acne dengan produksi sebum.17 Patogenisitas karena adanya dua hal, yaitu : 1. Produksi enzim eksoseluler dan produk ekstraseluler bioaktif lainnya, seperti protease, lipase, lecithinase, hyaluronat lipase, neuramidase, phospatase, phospolipase, proteinase, dan RNase. 2. Interaksi mikroorganisme dengan sistem imun manusia. Propionibacteria diduga disebabkan

Pada saat pubertas, jumlah P. acne pada wajah dan pipi penderita acne meningkat drastis, dan saat dewasa akan menunjukkan jumlah yang konstan. Penelitian tentang DNA P. acne yang dilakukan oleh Miura dkk., menemukan bahwa pada penderita acne berusia 10-14 tahun didapatkan jumlah P. acne di hidung dan dahi yang lebih tinggi secara signifikan daripada non acne. Namun pada penderita acne berusia lebih dari 15 tahun, tidak didapatkan perbedaan jumlah P. acne yang signifikan.20 Berdasarkan observasi yang dilakukan selama ini diduga P. acne berperan secara tidak langsung dalam pathogenesis menghasilkan terjadinya inflamasi. acne dengan merangsang yang komedo dan

substansi-substansi komedo,

menyebabkan respon

rupture

sehingga

memulai

2.4.4

Inflamasi Beberapa hipotesis menyatakan peran P. acne dalam terbentuknya acne. Kerusakan jaringan kulit dapat merupakan akibat dari enzim bakteri yang memiliki sifat degradasi, dan mempengaruhi integritas sel epidermis kulit dan fungsi barier dinding folikuler folikel sebaseus. Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin pro inflamasi dari keratinosit, yang akan berdifusi ke dermis dan memicu inflamasi.21 Terdapat dua macam respon inflamasi yang terjadi, yaitu : 1. Rupturnya mengandung epitel komedo. Komedo sebum, yang dan

korneosit,

rambut,

campuran debris seluler akan memasuki dermis, dan memicu terjadinya reaksi inflamasi. 2. Netrofil berakumulasi di sekeliling komedo yang intak yang mana Hal dinding epitelnya bersifat terjadinya

spongiotik.

ini

menyebabkan

kebocoran substansi yang dapat berdifusi dari komedo. Pada saat ini, imunoglobulin seperti IgG, dan komplemen seperti C3, dapat dideteksi pada pembuluh darah di sekitar komedo. Adanya faktor kemotaktik dengan berat molekul yang kecil, memungkinkan terjadinya difusi dari folikel yang intak menuju ke dermis, sehingga akan menarik netrofil. Setelah terjadi fagositosis, netrofil akan melepaskan enzim lisosomal dan Reactive Oxygen Species (ROS), yang akan menyebabkan kerusakan epitel folikuler, yang kemudian lebih lanjut akan mengawali terjadinya inflamasi. Selain itu,

diketahui pula bahwa P. acne merupakan aktivator komplemen jalur klasik dan alternatif yang poten.

Aktivasi komplemen akan menyebabkan semakin banyaknya netrofil. Keseluruhan hal ini akan menyebabkan terjadinya inflamasi.10

2.5

Diagnosis Acne Vulgaris Diagnosis acne vulgaris ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Keluhan penderita dapat berupa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat kosmetik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan komedo, baik komedo terbuka maupun komedo tertutup. Adanya komedo diperlukan untuk menegakkan diagnosis acne vulgaris.22 Selain itu, dapat pula ditemukan papul, pustul, nodul, dan kista pada daerah-daerah predileksi yang mempunyai banyak kelenjar lemak. Secara umum, pemeriksaan laboratorium bukan merupakan indikasi untuk penderita acne vulgaris, kecuali jika dicurigai adanya hiperandrogenism.1

2.6

Tatalaksana Acne Vulgaris Terapi acne vulgaris terdiri dari beberapa modalitas, antara lain 23,1,24: 2.6.1 Terapi topikal. a. Retinoid topical Retinoid topikal akan menormalkan proses keratinasi epitel folikuler, sehingga dapat mengurangi komedo dan

menghambat terbentuknya lesi baru. Selain itu, juga memiliki efek anti inflamasi. b. Benzoil Peroksida. Benzoil Peroksida memiliki efek anti bakterial yang poten. Selain itu, dalam penggunaannya tidak akan terjadi resistensi P. acne. c. Antibakterial topikal.

Eritromycin dan Clindamycin merupakan antibaktrial topikal yang paling sering digunakan. Penggunaan

antibiotik jenis ini saja akan menyebabkan peningkatan resistensi P.acne. Penggunaan kombinasi dengan Benzoil Peroksida dapat mengatasai masalah ini. d. Sulfur, sodium sulfacetamide, resorcin, dan asam salisilat. Walaupun kelompok obat ini merupakan obat lama, namun penggunaanya masih sering dijumpai. Produk kombinasi antara sulfur dan sulfacetamida cukup efektif dalam mengatasi acne dan rosacea. 2.6.2 Terapi sistemik. a. Antibiotika oral. Antibiotika oral digunakan untuk pengobatan acne vulgaris derajat sedang hingga berat, atau pada kegagalan serta intoleransi memerlukan terhadap 6-8 terapi topikal. untuk Pada umumnya efikasinya.

minggu

menilai

Beberapa antibiotika yang tersedia antara lain : Tetrasiklin, Doksisiklim, Minosiklin, Eritomycin, Clindamycin, dan Trimetoprim-Sulfametoxazole. b. Terapi Humoral Tujuan terapi hormonal adalah untuk melawan efek androgen pada kelenjar sebasea. Adapun jenis jenis yang dapat digunakan adalah : kontrasepsi oral, kortikosteroid, antiandrgen, dan angonis Gonadotropin-releasing hormone. c. Isotretinoin. Penggunaan isotretinoin oral disetujui untuk kasus acne berat, rekalsitran, dan tipe nodular. Pada terapi ini, perlu diberikan edukasi yang baik kepada penderita karena obat ini memiliki banyak efek samping. Efek samping yang paling serius adalah efek teratogenik.

2.6.3

Modalitas lainnya a. Kortikosteroid intralesi. Kortikosteroid intralesi paling efektif untuk

mengurangi inflamasi pada acne vulgaris tipe noduler. Dosis yang direkomendasikan adalah injeksi suspensi Triamsinolon asetat 2,5-10 mg/mL sebanyak 0,05-0,25 mL per lesi. Kadang memerlukan dosis ulangan dalam interval 2 hingga 3 minggu. b. Fototerapi dan laser. Penggunaan terapi fotodinamik dan berbagai jenis laser masih dalam tahap penyelidikann. Walaupun terapi ini dapat menghancurkan kelenjar sebasea dan membunuh P. acne, namun metode ini masih dianggap kurang efektif.

2.7

Komplikasi Acne Vulgaris Semua tipe acne berpotensi meninggalkan sekuele. Hampir semua lesi acne akan meninggalkan makula eritema yang bersifat sementara setelah lesi sembuh. Acne juga dapat menyebabkan terjadinya scarpada beberapa individu. Selain itu, adanya acne juga menyebabkan dampak psikologis. Dikatakan 30-50% penderita acne mengalami gangguan psikiatrik karena adanya acne.1

2.8

Definisi Antioksidan Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat

menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat. Antioksidan juga dapat diartikan sebagai bahan atau senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi pada substrat atau bahan yang dapat teroksidasi, walaupun memiliki jumlah yang sedikit

dalam makanan atau tubuh jika dibandingkan dengan substrat yang akan teroksidasi. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul yang kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif.7

2.9

Manfaat Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Hal tersebut dapat menghambat kerusakan sel. Berkaitan dengan reaksinya di dalam tubuh, status antioksidan merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh manusia memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas, yang secara berlanjut dibentuk sendiri oleh tubuh. Jika jumlah senyawa oksigen reaktif ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein maupun DNA sehingga mengakibatkan kerusakankerusakan yang disebut dengan stress oksidatif.7 Antioksidan dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan fungsinya25,26 yaitu: a. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas dengan cara menyumbangkan atom H, contohnya vitamin E. b. Tipe pereduksi yang mampu mentransfer atom H atau oksigen dan bersifat pemulung, contohnya vitamin C. c. Tipe pengikat logam yang mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+ dan Cu2+), contohnya flavonoid, asam sitrat dan EDTA.

d. Antioksidan

selular

yang

mampu

mendekomposisi

hidrogen peroksida menjadi bentuk stabil, contohnya pada manusia dikenal superoksida dismutase, katalase dan glitation peroksidase. Antioksidan mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidase lipid pada makanan.7 Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan, yaitu ketengikan, perubahan gizi, perubahan warna dan aroma serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi. Proses oksidasi tersebut dapat dihambat oleh antioksidan.27

2.10

Respon Tubuh terhadap Antioksidan Mekanisme kerja antioksidan pada umumnya dapat dipahami setelah mekanisme proses oksidasi lemak dalam bahan makanan atau pada sistem biologis dipahami dengan baik. Oksidasi lemak terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen. Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak baru.7

2.11

Kerangka Teori

Acne Vulgaris

Radikal Bebas

Memutus rantai radikal bebas Antioksidan

1. hiperproliferasi epidermis folikuler 2. produksi sebum yang berlebih 3. bakteri Propionibacterium acnes (P. acne) 4. inflamasi

Antibakterial

2.12

Hipotesis Antioksidan dapat mengurangi dan mengobati jerawat (acne vulgaris)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat meta-analisis. 3.2 Instrumen Penelitian 10 jurnal terkait dengan rentang waktu 5 tahun terakhir. 3.3 Definisi Operasional a. Acne vulgaris : Jerawat (Acne vulgaris) adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel polisebasea. b. Antioksidan : senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat.

BAB IV HASIL PENELITIAN


1. Menurut Sardana K, Garg VK., 2010, di India, pada jurnal dengan judul An observational study of methionine-bound zinc with antioxidants for mild to moderateacne vulgaris : APC yang merupskan kompleks seng dengan basa metionin berikatan dengan antioksidan yang telah digunakan dalam jerawat sebagai suplemen gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi efikasi, keamanan, dan toleransi APC pada pasien jerawat ringan sampai sedang vulgaris jerawat wajah. Dalam penelitian ini, 48 pasien diobati dengan APC oral tiga kali sehari selama 3 bulan diikuti dengan periode bebas pengobatan 4 minggu. Pada akhir pengobatan (Minggu 12), ada peningkatan signifikan secara statistik dalam hitungan jerawat (p < 0,05), yang dimulai setelah 8 minggu (p < 0,05). Hampir 79 % (38 /48) dari pasien mengalami perbaikan 80-100 %. Ada penurunan yang signifikan pada pustula (8 minggu (p < 0,05) dan 12 minggu (p < 0,001)), serta papula dan komedo tertutup (8 minggu (p < 0,05) dan 12 minggu (p < 0,001)). Hanya dua pasien memiliki efek samping. Data saat ini menunjukkan bahwa pengobatan dengan lisan APC tiga kali sehari selama 12 minggu pada pasien dengan ringan sampai sedang wajah acne vulgaris berkhasiat dan ditoleransi dengan baik. Sebagai timbulnya tindakan terlambat, terapi topikal bersamaan dapat meningkatkan hasil. 2. Menurut Zheng Y dkk. tahun 2013 di Cins pada jurnal yang berjudul Clinical evidence on the efficacy and safety of

an antioxidant optimized 1.5% salicylic acid (SA) cream in the treatment of facial acne: an open, baseline-controlled clinical study yaitu:

Secara keseluruhan, 95% pasien membaik: 20% memiliki kliring lengkap, 30% telah meningkat secara signifikan, 15% mengalami perbaikan moderat, 30% memiliki peningkatan ringan, dan tidak ada respon dalam 5% dari pasien dengan 4 minggu pengobatan. Tidak ada efek samping yang diamati. 3. Pada penelitian oleh Putri Wulandari tahun 2011 di Indonesia dengan judul Formula Campuran Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dan Meniran (Phyllanthus niruri L.) sebagai Antijerawat, yaitu: Formula 5 ( temulawak dan meniran) merupakan formula teraktif sebagai antijerawat dengan nilai IC50 untuk antioksidan sebesar 9.47 ppm, konsentrasi hambat minimum (KHM) untuk S.epidermidis sebesar 0.25 mg/mL, dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) sebesar 1.00 mg/mL. Setelah dianalisis penciri dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diketahui bahwa dalam formula 5 terdapat senyawa xantorizol, filantin, dan hipofilantin. 4. Pada penelitian oleh Ozuguz dkk. tahun 2013 yang berjudul Evaluation of serum vitamins A and E and zinc levels according to the severity of acne vulgaris yaitu31: Meskipun hyperkeratinization folikular, Propionibacterium acne kolonisasi dan peradangan bertanggung jawab dalam patogenesis acne vulgaris, mekanisme yang tepat belum diketahui secara pasti. Vitamin A dan E adalah antioksidan penting bagi kesehatan. Zinc juga merupakan elemen penting bagi manusia. Tapi efeknya pada kulit tidak sepenuhnya dipahami. Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi tingkat plasma vitamin A, E dan zinc pada pasien acne vulgaris dalam kaitannya dengan tingkat keparahan penyakit. Hasil nya tingkat vitamin E, vitamin A dan seng secara signifikan lebih

rendah dibandingkan kelompok kontrol (Tabel 1, p < 0,001). Ketika kelompok pasien dibandingkan antara satu sama lain tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik untuk tingkat plasma vitamin A antara kelompok 1 dan 2 sedangkan vitamin E dan zinc secara signifikan tingkat rendah pada kelompok 2 dibanding kelompok 1. Jadi ada korelasi negatif antara tingkat keparahan jerawat dan vitamin E dan tingkat seng. 5. Menurut penelitian Toni Sutono tahun 2013 yang berjudul Efektivitas Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) Meredam Stres Oksidatif Penderita Jerawat (acne vulgaris) Derajat Ringan dan Sedang pada Siswa di Asrama Akademi Perawatan di Jakarta menunjukkan hasil yaitu30: Antioksidan dan antibakteri pad senyawa aktif xanthones yang tedapat pada buah manggis dapat menunjang terapi medis untuk jerawat. Kasus jerawat yang diawali oleh peroksidasi lipid, dapat diredam oleh antioksidan. Secara klinis, peredaman tersebut dapat diukur dengan parameter dari nilai MDA dalam darah penderita jerawat, dan berkurangnya tingkat keparahan jerawat beradang (papula dan pustule), yang ditunjukkan dengan menurunnya proporsi subjek penelitian yang jumlah lesi jerawatnya berkuran lebih dari 20% walaupun secara statistik tidak bermakna. 6. Menurut penelitian Pothitirat W, dkk. tahun 2009 pada jurnal yang berjudul Comparison of bioactive compounds content, free radical scavenging and anti-acneinducing bacteria activities of extracts from the mangosteen fruit rind at two stages of maturity, yaitu32: Buah ekstrak kulit muda mengandung komponen yang lebih tinggi dari fenolat dan tanin dan dipromosikan aktivitas penangkal radikal bebas lebih tinggi daripada buah ekstrak kulit matang, sedangkan ekstrak kulit matang mengandung isi yang lebih tinggi flavonoid dan

alpha-mangostin

xanthone

yang

merupakan

antioksidan

dan

memberikan bakteri anti-jerawat memproduksi lebih tinggi aktivitas daripada buah ekstrak kulit muda. Dengan demikian, kulit buah manggis muda dan matang dapat bermanfaat untuk pengembangan lebih lanjut dari sediaan farmasi antioksidan dan anti-jerawat. 7. Menurut penelitian, Yamaguchi N, dkk. tahun 2009 pada jurnal yang berjudul In vitro evaluation of antibacterial, anticollagenase, and antioxidant activities of hop components (Humulus lupulus) addressing acne vulgaris menunjukkan bahwa33: Tujuh komponen alami yang berasal dari tanaman hop (Humulus Lupulus L.) ekstrak diuji untuk evaluasi aktivitas biologis yang mempengaruhi acne vulgaris. Lima strain, Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Kocuria rhizophila, Staphylococcus pyogenes, dipilih sebagai bakteri penyebab utama acne vulgaris. Ekstrak hop yang berupa xanthohumol dan lupulones menunjukkan aktivitas penghambatan yang kuat terhadap semua strain. Meskipun turunan terhidrogenasi tidak menunjukkan tingkat yang sama dari aktivitas, alami xanthohumol, humulones, dan lupulones semua menunjukkan moderet untuk aktivitas penghambatan yang kuat anti-kollagenase. Kapasitas antioksidan juga dievaluasi dengan tujuh metode yang berbeda berdasarkan spesies oksigen reaktif yang berbeda. Xanthohumol menunjukkan aktivitas tertinggi total kapasitas oksigen absorbansi radikal serta kapasitas penyerapan oksigen bebas. 8. Menurut penelitian oleh Irmanida Batubara dkk. tahun 2010 yang berjudul Efisiensi Sonikasi dan Penyaringan Ekstrak Secang terhadap Aktivitas Anti Jerawat yaitu34:

Aktivitas antijerawat

ditentukan dengan menentukan aktivitas

antimikroba terhadap Propionibacterium acnes, aktivitas antioksidan (metode DPPH) serta aktivitas lipase inhibitor (metode BALBDTNB). Rendemen ekstrak tertinggi dihasilkan pada sonikasi 8 menit dengan penyaringan menggunakan kertas saring Whatman

41.Aktivitas antioksidan, lipase inhibitor, dan antimikroba terbaik ditunjukkan oleh ekstrak dengan waktu sonikasi 10 menit dengan penyaringan Whatman 41 (IC50 antioksidan: 3.30g/ml, IC50 penghambatan lipase: 24g/ml, MIC:0.25mg/ml, MBC:0.50mg/ml). Kesimpulannya dalam waktu singkat (10 menit) telah didapat ekstrak dengan aktivitas anti-jerawat terbaik. 9. Pada penelitian oleh Ahmed Salih Sahib dkk. tahun 2012 yang berjudul Effects of Oral Antioxidants on Lesion Counts Associated with Oxidative Stress and Inflammation in Patients with Papulopustular Acne menunjukkan hasil yaitu35: Pemberian antioksidan untuk pasien dengan acne vulgaris secara signifikan mengurangi kadar serum Malondialdehid, dan peningkatan kadar serum Glutathione setelah delapan minggu dibandingkan dengan nilai pra-perawatan, juga secara signifikan mengurangi kadar Interleukine-8 dan jumlah lesi inflamasi pada pasien dengan jerawat dibandingkan dengan plasebo. 10. Pada penelitian oleh Lilla dkk. tahun 2010 yang berjudul Antioxidant and antimicrobial activities of fruit juices and pomace extracts agonist acne-inducing bacteria menunjukkan bahwa36: Acne vulgaris adalah penyakit kulit yang paling umum di dunia, dan jumlah resisten strain bakteri terhadap antibiotik telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Bahan alami dari tanaman adalah pilihan yang menjanjikan untuk mengobati penyakit ini. Dalam

penelitian ini, in vitro aktivitas biologis dari jus, serta air dan ekstrak metanol dari promace itu, dari 20 dibudidayakan dan buah-buahan liar diselidiki pada 4 bakteri penyebab jerawat (Propionibacterium acnes, S. Aures, S. Epidermidis, S. Pyogenes). Nilai MIC jus dan ekstrak pomace (air dan metanol) ditentukan oleh tes borth microdilusi pada pH 7 dan pH netral di kulit 5,5. Kandungan total fenol dan kapasitas radikal dari jus aktif dan ekstrak juga ditentukan. Berry merah dan ungu menunjukkan efek antibakteri dan antioksidan yang cukup besar tetapi tidak ada korelasi yang kuat antara antioksidan dan sifat antimikrobial. Strain staphylococcus adalah yang paling sensitif terhadap jus, dan S. Pyogenes, untuk ekstrak metanol. Uji bakteri, P. Acnes terbukti menjadi spesies yang paling sensitif dalam penelitian ini. Efek penghambatan pertumbuhan Ribes uva-crispa (gooseberry) jus lebih kuat pada ph asam (MIC 0,40 mg / ml) dibandingkan pada ph netral (MIC 5,30 mg / ml). Efek antibakteri dari buah-buahan dan berry lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada nilai pH yang berbeda.

BAB V PEMBAHASAN
Acne vulgaris terdajadi dapat diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah bakteri flora normal pada kulit. Berdasarkan sumber yang didapatkan terdapat 4 bakteri yang dapat menyebabkan acne vulgaris yaitu, Propionibacterium acnes, S. Aures, S. Epidermidis, dan S. Pyogenes.36 Usaha pencegahan timbulnya akne vulgaris dapat dilakukan dengan cara perawatan kulit wajah, ada 3 langkah dasar untuk pemeliharaan kebersihan dan kesehatan kulit wajah yaitu pembersihan, pelembaban dan perlindungan, serta penipisan. Pembersihan bertujuan untuk mengangkat kotoran, debu, minyak, dan sisa kosmetik pada kulit yang berperan dalam etiopatogenesis akne vulgaris.37 Saat ini begitu banyak penelitian yang berkembang mengenai manfaat dari antioksidan. Antioksidan sendiri merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Radikal bebas merupakan senyawa yang berbahaya bagi tubuh manusia dan juga dapat mempengaruhi pada kejadian acne vulgaris. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan ternyata antioksidan dapat digunakan sebagai antijerawat acne vulgaris. Meskipun penelitian-penelitian tersebut memantfaatkan antioksidan dari tumbuhan dan tanaman. Namun dari

sepuluh penelitian tersebut terdapat satu penelitian yang berkorelasi negatif dalam penggunaan antioksidan sebagai antijerawat (anti-acne).

DAFTAR PUSTAKA
1. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne vulgaris and acneiform eruption. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008, p. 690-703. 2. Kurokawa I, Danby FW, Ju Q, Wang X, Xiang LF, Xia L, Chen WC, Nagy I, et al. New developments in our understanding of acne pathogenesis and treatment. Experimental Dermatology; 2009, p. 18: 821-32.

3. Cunliff e WJ, Gollnick HPM. Clinical features of acne. In: Cunliff e WJ, Gollnick HPM, eds. Acne diagnosis and management. London: Martin Dunitz Ltd; 2001, p. 49-68. 4. Perkins AC, Cheng CE, Hillebrand GG, Miyamoto k, Kimball AB. Comparison of the epidemiology of acne vulgaris among Caucasian, Asian, Continental Indian and African American women. J Eur Acad Dermatol Venerol; 2011, p. 25(9):1054-60. 5. Zouboulis CC, Eady A, Philpott M, Goldsmith LA, Orfanos C, Cunliff e WC, Rosenfi eld R. What is the pathogenesis of acne. Experimental Dermatology; 2005, p. 14: 143-52 6. Katzman M, logan AC. Acne vulgaris: nutritional factors may be influencing psychological sequelae. Med Hypotheses 69; 2007,p.1080-1084. 7. Winarsi H. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius; 2007 8. Wasistaatmadja SM. Masalah Jerawat pada Remaja. Dalam: Tjokronegoro A, Utama A. Pengobatan Mutakhir Dermatology pada Anak Remaja. Jakarta: FK-UI; 2001 9. Zheng Y, Wan M, Chen H, Ye C, Zhao Y, Yi J, Xia Y, Lai W. Clinical evidence on the efficacy and safety of an antioxidant optimized 1.5% salicylic acid (SA) cream in the treatment of facial acne: an open, baseline-controlled clinical study. Department of Dermatology, Cina: Universitas Sun Yat-sen. 2013 10. Kurutas, E.B., Arican, O., Sasmaz, S. Superoxide Dismutase and Myeloperoxidase activities in Polymorphonuclear Leucocytes in Acne Vulgaris. Acta Dermatoven APA; 2005, p.14: 39-42. 11. Sardana K, Garg VK. An observational study of methionine-bound zinc with antioxidants for mild to moderateacne vulgaris. Delhi, India: Department of Dermatology, Maulana Azad Medical College, Lok Nayak Hospital. 2010

12. Wulandari, P., Darusman L. K., Batubara, Irmanida. Formula Campuran Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza) dan Meniran (Phyllanthus niruri) sebagai Antijerawat. Bogor: Universitas Institut Pertanian Bogor. 2011 13. Yuindarmanto A. AcneVulgaris.Jakarta: FK-UI; 2009 14. Halliwel B, Aeschbach R, Lolinger J, Auroma OI. Toxicology. J Food Chem; 1995, p. 33:601. 15. Brook GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2005 16. Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. Screening antiacne potency of Indonesian medicinal plants: antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant activities. J Wood Sci; 2009, p.55: 230-235. 17. Jappe, U. Pathological Mechanism of Acne with Special Emphasis on Propionibacterium acnes and Related Therapy. Acta Derm Venereol 83; 2003, p. 241-8. 18. Baumann L., Keri, J. Acne (Type 1 sensitive skin). In: Baumann, L. Cosmetic Dermatology. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill: 2009, p. 121-7. 19. Nelson, A.M., Thiboutot, D.M. Biology of Sebaceous Glands. In : Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell D.J., editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 7th. Ed. New York: McGraw-Hill; 2008, p. 687-90. 20. Miura, Y., Ishige, I., Soejima, N., Suzuki, Y., Uchida, K., Kawana, S., Eishi, Y. Quantitative PCR of Propionibacterium acnes DNA in samples aspirated from sebaceous follicles on the normal skin of subjects with or without acne. J Mes Dent Sci; 2010, p.57:65-74. 21. Bruggemann, H. Insights in the Pathogenic Potential of Propionibacterium acnes From Its Complete Genome. Semin Cutan Med Surg; 2005, p. 24:6772. 22. Wolff, K., Johnson, R.A. Disorders of Sebaceous and Apoccrine Glands. In : Wolff, K., Johnson, R.A., editors. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical dermatology. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill; 2009, p.2-8.

23. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. Acne. In : James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M., editors. Andrews Diseases of the skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006, p.231-50. 24. Ascenso, A., Marques, H.C. Acne in the Adult. Bentham Science Publishers Ltd; 2009, p.9: 1-10. 25. Siagian A. Bahan Tambahan Makanan. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara; 2002 26. Herawati, Akhlus S. Kinerja BHT sebagai antioksidan minyak sawit pada perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet. Akta Kimindo; 2006, p.2(1):1-8 27. Hernani, Raharjo M. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar Swadya; 2005 28. Hanna S., Sharma J., Klotz J. Acne vulgaris: More than skin deep. Dermatology Online Journal; 2003, p.9(3):8. 29. Wasitaatmadja, S.M. Akne, erupsi akneiformis, rosasea, rinofima. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007 30. Sutono, Toni. Efektivitas Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) Meredam Stres Oksidatif Penderita Jerawat (acne vulgaris) Derajat Ringan dan Sedang pada Siswa di Asrama Akademi Perawatan di Jakarta. Jakarta: Farmasi FKUI. 2013 31. Ozuguz P, Dogruk Kacar S, Ekiz O, Takci Z, Balta I, Kalkan G. Evaluation of serum vitamins A and E and zinc levels according to the severity of acne vulgaris. Turkey: The University of Afyon Kocatepe. 2013 32. Pothitirat W, Chomnawang MT, Supabphol R, Gritsanapan W. Comparison of bioactive compounds content, free radical scavenging and anti-acneinducing bacteria activities of extracts from the mangosteen fruit rind at two stages of maturity. Thailand: Faculty of Pharmacy, Mahidol University; 2009

33. Yamaguchi N, Satoh-Yamaguchi K, Ono M. In vitro evaluation of antibacterial, anticollagenase, and antioxidant activities of hop components (Humulus lupulus) addressing acne vulgaris. USA: MacArthur Blvd; 2009 34. Batubara, I., Mitsunaga, T., Darusman, L. K., Febriani, S., Rahminiwati, M. Efisiensi Sonikasi dan Penyaringan Ekstrak Secang terhadap Aktivitas Anti Jerawat. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2010 35. Sahib, A. S., Al-Anbari, Haidar, H., Salih, Mohammed, Abdullah, Fatima. Effects of Oral Antioxidants on Lesion Counts Associated with Oxidative Stress and Inflammation in Patients with Papulopustular Acne. Iraq: Universitas Baghdad. 2012. 36. Lilla dkk. Antioxidant and Antimicrobial Activities of Fruit Juices and Pomace Extracts Agonist Acne-inducing Bacteria. Hungary: University of Szeged; 2010. 37. Gyorgy, S., Murata, K. and Ikehata, H. Antioxydant isolated from fermented soybean. Nature; 1964

Anda mungkin juga menyukai