Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH HISTOLOGI MODUL MUSKULOSKELETAL

Nama Kelompok : 1. Syahrina Fakihun 2. Gita Amalia Asikin 3. Elsa Restiana I11112002 I11112032 I11112057

Kelompok Praktikum B

Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Program Studi Pendidikan Dokter 2013

Mineralisasi dalam matriks tulang:


Menurut Ross MH et al (2003) sel osteoblas berperan penting dalam proses mineralisasi tulang. Proses mineralisasi diinisiasi oleh sel osteoblas melalui sekresi matriks vesikel ke dalam matriks tulang. Vesikel ini kaya akan alkalinfosfatase yang disekresi aktif hanya pada periode pembentukan matriks tulang. Proses mineralisasi tulang diinisiasi oleh peningkatan kadar ion Ca2+ dan kadar ion PO4-, peningkatan kadar ion Ca2+ disebabkan oleh adanya aktivitas pengikatan Ca2+ ekstraseluler oleh osteokalsin dan si aloprotein. Peningkatan kadar Ca2+ menstimulasi sel osteoblas untuk mensekresi alkalinfosfatase yang dapat meningkatkan kadar ion PO4-. Menurut Fawcett, Don W.& Bloom (2002) dalam pembentukan pusat penulangan, mineralisasi dari matriks tulang rawan adalah prasyarat bagi invasi vaskuler tulang rawan dan peletakan tulang. Apa yang memicu peletakan garam kalsium belum jelas betul namun banyak perhatian dicurahkan pada vesikel matriks, struktur bermembran kecil dalam matriks ekstra sel sehubungan dengan kondrosit hipertrofik (gembung). Vesikel ini terjadi dengan melepaskan diri dari permukaan sel tulang rawan. Mereka berhasil diisolasi dan membrannya ternyata kaya fosfatidil-serin, yang memiliki afinitas mengikat tinggi terhadap kalsium, dan fosfatase alkali, sebuah glikoprotein yang memungkinkan fosfat untuk mineralisasi. Sementara kalsium mengumpul dalam vesikel matriks, dibentuk Kristal hidroksiapatit. Membrane kemudian hancur dan mineral itu dibebaskan ke dalam matriks .Fosfatase alkali yang dibebaskan diduga mengikat erat pada

kolagen matriks dan ikut serta dalam kalsifikasi bermedia-kolagen yang menyusul fase mineralisasi vesikel awal. Dengan meningkatnya peletakan hidroksiapatit, matriks makin keras dan keruh. Karena perubahan-perubahan inidalam matriks tulang rawan epifisis, makazona hipertrofi kondrosit dalam tulang panjang yang berkembang juga disebut zona kalsifikasi sementara. Kalsifikasi tulang rawan tergantung dari vitamin D dan tidak terjadi pada hewan yang kekurangan vitamin ini. Menurut Mescher, Anthony L., (2011), menjelaskan bahwa dari ujung yang berdekatan dengan matriks, osteoblas menyekresi kolagen tipe I, sejumlah glikoprotein, dan proteoglikan. Beberapa faktor tersebut, terutama osteokalsin dan

juga glikoprotein lainnya, mengikat Ca2+ dengan afinitas tinggi sehingga meningkatkan konsentrasi sejumlah ion-ion tersebut. Osteoblas juga melepaskan vesikel matriks berselubung membran yang sangat kecil yang berikatan dengan alkalin fosfatase dan enzim lain. Enzim tersebut menghidrolisis ion PO4- dari berbagai makromolekul sehingga konsentrasi setempat ion tersebut menjadi tinggi. Konsentrasi ion yang tinggi menyebabkan terbentuknya Kristal CaPO4 di vesikel matriks. Kristal terbentuk dan mengalami mineralisasi selanjutnya dengan massa hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2] kecil yang tumbuh dan mengelilingi serat kolagen dan semua makromolekul lain. Akhirnya, massa hidroksiapatit bergabung sebagai suatu matriks tulang yang solid dan konfluen saat kalsifikasi matriks selesai. Kalsifikasi matriks sendiri tidak sepenuhnya. Osteoklasin merupakan salah satu protein non-kolagen yang mencolok dan disekresi oleh osteoblas, yang bersama dengan berbagai glikoprotein mengikat ion Ca2+ dan meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ setempat. Osteoblas juga melepaskan vesikel berselubung membrane yang kaya akan fosfatase alkali dan enzim lain yang aktivitasnya meningkatkan konsentrasi ion PO4- setempat. Dengan konsentrasi kedua ion tersebut yang tinggi, vesikel matriks tersebut berfungsi sebagai tempat untuk pembentukan kristal hidrosiapati, yaitu langkah kalsifikasi pertama yang dapat terlihat. Kristal tersebut cepat terbentuk melalui penimbunan lebih banyak mineral dan akhirnya membentuk suatu massa konfluen material berkapur yang memendam serat kolagen dan proteoglikan (Anthony L., 2011).

Perkembangan Tulang :
Proses pembentukan tulang disebut osteogenesis atau osifikasi. Perkembangan sel prekusor tulang dibagi ke dalam tahapan perkembangan yakni 1. mesenchymal stem cells 2. Sel-sel osteoprogenitor 3. Pre-osteoblas 4. Osteoblas, dan 5. Osteosit matang. Setelah sel progenitor membentuk garis osteoblastik, kemudian dilanjutkan dengan tiga tahap perkembangan diferensiasi sel yaitu proliferasi, pematangan matrik, dan mineralisasi. Faktor pertumbuhan tulang tergantung pada herediter, nutrisi, vitamin, mineral, hormon, dan latihan atau stres pada tulang (Scalon dan Sanders 2007). Osifikasi adalah istilah lain

untuk

pembentukan

tulang.

Osifikasi

(osteogenesis)

berdasarkan

asal

embriologisnya terdapat dua jenis osifikasi, yaitu ossifikasi intramembran yang terjadi pada sel mesenkim yang berdiferensiasi menjadi osteoblas di pusat ossifikasi secara langsung tanpa pembentukan kartilago terlebih dahulu dan osifikasi endokondral yaitu mineralisasi jaringan tulang yang dibentuk melalui pembentukan kartilago terlebih dahulu (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). a. Osifikasi intramembran Pada osifikasi intramembran, perkembangan tulang terjadi secara langsung. Selama ossifikasi intramembran, sel mesenkim berproliferasi ke dalam area yang memiliki vaskularisasi yang tinggi pada jaringan penghubung embrionik dalam pembentukan kondensasi sel atau pusat osifikasi primer (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Sel ini akan mensintesis matriks tulang pada bagian periperal dan sel mesenkimal berlanjut untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas. Setelah itu, tulang akan dibentuk kembali dan semakin digantikan oleh tulang lamela

matang/dewasa. Proses osifikasi ini merupakan sumber pembentukan tulang pipih, salah satu diantaranya yaitu tulang pipih kepala. Pada awal perkembangan tulang pipih atap kepala, tulang yang baru dibentuk diendapkan pada pinggir dan permukaan tulang tersebut. Untuk tetap menjaga adanya ruang bagi pertumbuhan otak, rongga kranium harus membesar yaitu dengan cara resorpsi tulang pada permukaan luar dan permukaan dalam oleh osteoklas, bersamaan dengan terjadinya

pengendapan tulang yang terus menerus pada kedua permukaan tulang (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005).

b. Osifikasi endokondral Semua sel tulang lainnya di dalam tubuh dibentuk melalui proses osifikasi endokondral. Proses ini terjadi secara tidak langsung yaitu melalui pembentukan model tulang rawan terlebih dahulu dan kemudian mengalami penggantian menjadi tulang dewasa. Ossifikasi endokondral dapat dilihat pada proses pertumbuhan tulang panjang. Pada proses

pertumbuhan tulang panjang akan terbentuk pusat osifikasi primer dimana penulangan pertama kali terjadi yaitu proses dimana kartilago memanjang dan meluas melalui proliferasi kondrosit dan deposisi matriks kartilago. Setelah pembentukan tersebut, kondrosit di daerah sentral kartilago mengalami proses pemasakan menuju hypertropic kondrosit (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Setelah pusat osifikasi primer terbentuk maka rongga sumsum mulai meluas ke arah epifise. Perluasan rongga sumsum menuju ke ujung-ujung epifisis tulang rawan dan kondrosit tersusun dalam kolom-kolom memanjang pada tulang dan tahapan berikutnya pada osifikasi endokondral berlangsung pada zonazona pada tulang secara berurutan (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Pembentukan mulai dalam suatu segmen tulang rawan hialin yang bekerja sebagai suatu model kecil untuk tulang. Dua stadium pembentukan tulang endokondral mencakup perkembangan pusat osifikasi primer dan sekunder (Gatner LP, 2012).

Pusat osifikasi primer terbentuk pada sekat tengah diafisis dari model tulang rawan hialin melalui sekuen kejadian berikut ini (Gatner LP, 2012) : Vaskularisasi perikondrium pada tempat ini menyebabkan perubahan sel-sel kondrogenik menjadi sel-sel osteoprogenitor, yang berdiferensiasi menjadi osteoblast. Daerah perikondriumini sekarang disebut periosteum. Osteoblas mengurai matriks dalam ke periosteum dan melalui pembentukan tulang intramembranosa, membentuk lingkar tulang subperiosteal. Kondrosit dalam

pusat model tulang rawan mengalami hipertrofi dan berdegenerasi dan lakunanya menjadi lebur, membentuk rongga besar (nantinya menjadi rongga sumsum tulang).Osteoklas membentuk lubang-lubang dalam lingkar tulang yang memungkinkan kuncup periosteal (pembuluh darah, sel-sel

osteoprogenitor dan sel-sel mesenkim) memasuki celah yang baru terbentuk dalam model tulang rawan. Tulang rawan yang menyusun dinding celahcelah ini kemudian mengalami kalsifikasi. Osteoblas yang baru terbentuk mengurai matriks tulang yang menjadi kalsifikasi pada permukaan tulang rawan yang mengalami kalsifikasi, membentuk kompleks tulang rawan kalsifikasi-kompleks tulang kalsifikasi. Lingkar tulang subperiosteal menjadi lebih tebal dan memanjang ke arah epifisis. Osteoklas mulai meresorpsi kompleks tulang rawan kalsifikasi-tulang kalsifikasi, jadi rongga sumsum tulang primitive membesar. Pengulangan sekuen kejadian ini menghasilkan pembentukan tulang tersebar ke arah epifisis. Pusat osifikasi sekunder berkembang pada epifisis dalam suatu sekuen kejadian serupa yang dijelaskan untuk pusat primer, kecuali tidak terbentuknya lingkar tulang (Gatner LP, 2012). Perkembangan pusat-pusat ini mulai terjadi ketika sel-sel osteoprogenitor menyusup epifisis dan berdiferensiasi menjadi osteoblas, yang mengurai matriks tulang untuk menggantikan tulang rawan yang terurai. Ketika epifisis terisi dengan jaringan tulang, tulang rawan tetap dalam dua daerah, permukaan sendi dan lempeng epifisis. Tulang rawan sendi menetap dan tidak ikut serta dalam pembentukan tulang. Lemeng epifisis terus tumbuh dengan menambahkan tulang rawan baru pada ujung epifisis sementara lempeng ini digantikan dengan tulang pada ujungdiafisis (pemanjangan tulang). Osifikasi lempeng epifisis dan berhentinya pertumbuhan terjadi pada sekitar usia 20 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Fawcett, Don W.& Bloom. 2002. TulangRawan. Dalam: HuriawatiHartanto, editor. Buku Ajar Histologi.Ed 12. Jakarta: EGC;.h.170. Gartner LP, Hiatt JL, Strum JM. 2012. Essential Biologi Sel dan Histologi. Bina rupa Aksara Publisher, Tangerang. hal.140-142. Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology: Text and Atlas. Ed.11. Poule; McGraw-Hill Medical. Leeson RC, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku ajar histologi. Ed. 7. Tambajong et al. Editor. Jakarta. Terjemahan dari : Textbook of Histology. Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar JUNQUEIRA. Edisi 12. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal. 118-120. Ross MH, Kaye GI, Pawlina W. 2003. A Text and Atlas Histology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. hal. 200-201.

Anda mungkin juga menyukai