***
4. Pengukuran kadar obat. Cara ini lebih pasti, namun memerlukan biaya karena pengukuran kadar secara kuatitatif harus dilakukan di laboratorium. Untuk obat-obat yang keberhasilannya sangat tergantung pada ketaatan berobat, misalnya pada penderita tuberkulosis paru, telah dilakukan upaya untuk mengembangkan metode deteksi secara kuantitatif sederhana atau kualitatif untuk kebutuhan rutin. Bahan yang diperiksa tidak selalu harus darah, tetapi pada beberapa metode yang telah dikembangkan dapat digunakan urin atau saliva yang diambil pada waktuwaktu tertentu di mana seharusnya pasien telah minum obat. IV. UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETAATAN PASIEN Upaya berikut dapat dilakukan untuk meningkatkan ketaatan pasien minum obat, misalnya: 1. Informasi yang jelas kepada pasien, walaupun pasien seorang anak kecil. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa pasien akan lebih taat apabila pasien merasa ikut terlibat dalam proses penyembuhan. Hal ini dapat diupayakan dengan komunikasi yang baik antara dokter & pasien. 2. Buatlah petunjuk pemakaian obat yang sesederhana mungkin. 3. Atur waktu minum obat yang paling enak dan sesuai dengan aktivitas pasien. Jangan menyuruh anak minum obat pada jam 10 pagi kalau pada jam tersebut dia masih berada di sekolah 4. Terangkan kemungkinan-kemungkinan efek samping yang bisa terjadi, dan selalu tanyakan apakah ada keluhan/gejala yang mengarah ke efek samping pada saat pasien kontrol. 5. Pada pasien bayi/anak, pasien lanjut usia, pasien yang sulit bergerak karena penyakitnya atau pasien-pasien yang tidak kooperatif, pastikan bahwa ada anggota keluarga/orang lain yang akan selalu menjaga agar pasien taat minum obat. V. PENUTUP Dari uraian di atas ternyata dapat dilihat, bahwa ketidaktaatan pasien terhadap aturan pengobatan yang diberikan nampaknya sebagian besar disebabkan oleh kurangnya informasi dan intensitas komunikasi antara dokter dan pasien. Dengan demikian, salah satu cara utama untuk mengatasi masalah ketidaktaatan pasien tersebut adalah dengan meningkatkan komunikasi timbal balik antara kedua belah pihak. Dan ini mutlak harus dimulai oleh dokter. VI. PUSTAKA Grahame-Smith, D.G. & Aronson, J.K. 1985 The Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy. Oxford University Press, Oxford. Reid, J.L., Rubin, P.C. & Whiting, B. 1985 Lecture Notes on Clinical Pharmacology, 2nd edition. Blackwell Scientific Publications, Oxford.
***
Sri Suryawati Bagian Farmakologi Klinik FK-UGM
LEMBAR KERJA KELOMPOK HARAPAN PASIEN TERHADAP INFORMASI DOKTER TENTANG OBAT/PENGOBATAN
Tanggal : _______________________ Peserta diskusi : 1. ___________________________ 2. ___________________________ 3. ___________________________ 4. _________________________ 5. _________________________ 6. _________________________
II. RENCANA PROSES WAWANCARA (Uraikan proses tahap-tahap wawancara yang akan dilakukan, yang merupakan kesepakatan/hasil diskusi dalam kelompok Saudara)
LEMBAR KERJA INDIVIDUAL HARAPAN PASIEN TERHADAP INFORMASI DOKTER TENTANG OBAT/PENGOBATAN
I. IDENTITAS KASUS (Uraikan identitas responden, penyakit yang diderita, lamanya menderita sakit, keparahan, pengobatan yang diterima, petunjuk penggunaan obat, latar belakang pendidikan/sosio-ekonomik, dll yang dipandang relevan)
II. INFORMASI YANG DIBERIKAN DOKTER (jelaskan informasi tentang obat/pengobatan apa saja yang diberikan dokter, dan apakah pasien telah merasa puas dengan informasi tersebut)
III. INFORMASI YANG DIINGINI PASIEN (uraikan jenis dan kedalaman informasi yang sebenarnya diinginkan oleh pasien)
IV. HARAPAN/PANDANGAN DAN HAMBATAN YANG DIRASAKAN PASIEN (uraikan harapan/keinginan pasien tentang jenis, kedalaman, cara penyampaian informasi dll, yang seharusnya diberikan oleh dokter serta hambatan yang dirasakan pasien dalam berkomunikasi dengan dokter)
VI. KESIMPULAN (simpulkan hasil penelaahan saudara, terutama mengenai bagaimana sebaiknya sikap dokter dalam penyediaan informasi tentang obat/pengobatan terhadap pasien/keluarganya)