mengurangi pemberian morfin 24 jam secara signifikan dibanding placebo. Perbedaan ini disebabkan oleh pengurangan pemberian morfin dalam 4 jam pertama pasca operasi. Perbedaan yang kurang signifikan dalam pemberian morfin diluar 4 jam cenderung disebabkan karena karena metabolism bupivacaine, karenanya hilang efek anastesi lokal. Karena tidak ada perbedaan dalam pemberian morfin pada kedua kelompok jika lebih dari 4 jam, tidak mungkin kesalahan tipe II terjadi. Dari hasil perbedaan morfin yang mungkin terjadi, maka perlu dilakukan penelitian pada pasien lain. Saat bangun, skor nyeri saat bergerak berkurang signifikan pada grup bupivacaine dibanding placebo grup. Dengan pengecualian pada skor rendah sedasi yaitu 1 pada bupivacaine dan 0 pada placebo pada 24 jam, tidak didapatkan perbedaan yang signifikan dalam sedasi dana skor nausea diantara 2 grup. Hal tersebut lebih signifikan pada status mental I menurut ASA dan sedikit signifikan pada pasien status mental II menurut ASA pada grup bupivacaine dibanding grup placebo. Perbedaan ini merupakan konsekuensi dari proses randomisasi dan tidak mungkin mempengaruhi hasil karena semua pasien cukup sehat. Insisi lokal anastesi memberikan efek analgetik di banyak penelitian klinis. Bagaimana pun, pada pasien yang sedang menjalani TAH, baik insisional atau intraperitoneal diberikan anastesi lokal selama operasi tidak menghasilkan pengurangan pemberian morfin pasca operasi. Hal ini bertolak belakang dengan pasien yang diberi lokal anastesi insisional pasca operasi setelah TAH. Pada penelitian ini dimana bupivacaine 0,25% diberikan melalui kateter, diberikan opioid pasca operasi saat, yang diketahui meningkatkan insiden mual, pemberian ondansetron berkurang signifikan pada bupivacaine grup dibanding placebo grup. Ada banyak studi klinis mengenai penggunaan anstesi lokal pasca operasi, apakah mereka perlu mengurangi pembeian analgetik pascaoperasi. Hasil kualitatif dari penggunaan lokal anastesi insisional untuk analgetik pascaoperasi setelah operasi abdomen menunjukkan bahwa nyeri berkurang setelah herniotomy inguinal. Untuk operasi lain, seperti TAH, cholecystectomy terbuka, operasi mayor abdomen atas, kelahiran sesar nilai tidak dapat ditentukan. Kegagalan pada penelitian sebelumnya untuk menunjukkan manfaat dari analgetik mungkin disebabkan karena lokasi operasi, waktu pemberian, dan dosis anastesi lokal. Selain itu, mungkin saja baik insisional atau intraperitoneal lokal anastesi inadekuat untuk memproduksi efek analgetik pascaoperasi. Data kami menunjukkan di kedua baik konduksi visceral maupun somatic sama pentingnya jika efek analgetik terlihat setelah operasi mayor seperti TAH. Hasil yang kami dapatkan memang tidak menjelaskan mengapa pemberian insisional pasca operasi dengan PCA, namun tidak dilakukan pemberian insisional selama operasi dapat memproduksi efek opioid. Pasien dengan pemberian bupivacaine dengan PCA menggunakan dosis besar selama 24 jam penelitian, dan kemungkinan konduksi nosiseptor visceral diblok setelah terjadi absorpsi sistemik. Hipotesis ini didukung dengan kerja lidokain sistemik. Pada penelitian dengan 40 pasien pada saat dilakukannya radikal retropubic prostatectomy, lidokain IV secara signifikan meningkatkan pemberian morfin dan meningkatkan total skor nyeri dibanding placebo. Dari studi dengan menggunakan tikus, memperlihatkan bahwa lidokain memiliki efek perofer dan sentral. Perifer ditekan oleh impuls dari luar,sentral menginhibisi rangsangan respon kepada glutamate iontophoretic. Tidak ada efek samping yang terdeteksi dari dosis bupivacaine dan epinefrin yang digunakan dalam penelitian ini. Observasi ini merupakan penelitian farmakokinetik dimana tidak terdapat efek klinis yang dilaporkan dari intraperitoneal bupivacaine. Dalam penelitian ini, bupivacaine diberikan dalam dosis yang biasanya, dan konsentrasi puncak plasma jauh lebih kecil daripada kadar racun toleransi yaitu 3 gr/ml. Manfaat dari pengurangan pemberian morfin mungkin berhubungan dengan penyembuhan dari operasi dan anastesi. Pada pasca operasi, analgetik, sedasi, nausea, dan motilitas usus merupakan faktor
penting dalam penyembuhan. Meskipun didapatkan reduksi yang signifikan dari visual analog scale saat bangun pada grup bupivacaine dibanding placebo, efek lainnya seperti sedasi dan nausea tidak berkurang. Bagaimanapun, tetap terjadi sedikit sedasi dan nausea dalam periode 24 jam, dan kegagalan kami untuk menunjukkan hasil perbedaan signifikan mungkin berkaitan dengan system scoring kategorik yang kurang tepat untuk digunakan. Kami menyimpulkan bahwa kombinasi insisional dan intraperitoneal bupivacaine dengan epinefrin mungkin dapat direkomendasikan karena dapat mengurangi rasa nyeri saat pergerakan dan memberikan efek analgetik morfin selama 4 jam setelah TAH